Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH

PERCOBAAN VI
PRE PROCESSING IMAGE

OLEH:
NAMA : SITI BULKIS
NIM : 1811014320003
ASISTEN : MUHAMMAD RIDHO S.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 FISIKA
BANJARBARU
2021
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM
PENGINDERAAN JAUH

Nama : Siti Bulkis


NIM : 1811014320003
Judul Percobaan : Pre Processing Image
Tanggal Percobaan : 08 April 2021
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi : S-1 Fisika
Asisten : Muhammad Ridho S.Si.

Nilai Banjarbaru, 19 April 2021


Asisten

79
(Muhammad Ridho, S.Si.)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu studi yang digunakan untuk proses akuisisi data tanpa
menyentuh langsung objek yang dituju menggunakan alat atau wahana adalah
Pengindraan Jauh. Sehingga perekaman atau pengambilan data dilakukan di udara
yang bertujuan untuk menganalisis permukaan bumi dari jarak jauh. Data yang
diperoleh melalui proses perekaman tersebut berupa citra (gambar) perlu
dilakukan pengolahan dan analisis lebih lanjut untuk mendapatkan informasi
secara mnyeluruh tentang objek-objek yang ada di permukaan bumi. Hasil dari
analisis citra ini dapat digunakan dan diaplikasikan untuk keperluan berbagai
kepentingan bidang ilmu yann terkait. Terdapat berbagai teknik yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan data yang baik untuk dilakukan analisis, yaitu
salah satunya dalam proses pre processing citra. Dimana proses ini menentukan
keakuratan serta kejelasan hasil data citra. Oleh karena itu, untuk lebih
memperjelas kegunaan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
melakukan proses pre – processing citra ini (Anugrah, 2017).
Penginderaan Jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, atau fenomena yang dikaji.
Dalam pengolahannya, penginderaan jauh sangat diperlukan cara – cara yang
cepat, tepat untuk mendapatkan data permukaan bumi yang semakin kompleks.
Salah satunya adalah mengolah data penginderaan jauh satelit secara digital yang
memberikan informasi spasial permukaan bumi yang berkualitas (Lillesand dan
Kiefer, 1994).
Pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG telah banyak dilakukan
dalam kaitannya dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan
dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, seperti: aplikasi penginderaan jauh
untuk memberikan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), kesesuaian
lahan perairan untuk usaha budidaya laut dan pariwisata bahari, identifikasi
potensi wilayah pesisir (seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan
pasir), zonasi kawasan konservasi laut, analisa potensi ekonomi wilayah pesisir
pulau-pulau kecil, pengamatan perubahan garis pantai, analisa pencemaran
lingkungan perairan dan lain sebagainya(Dahuri, 2001).
Dalam menganalisis karakteristik wilayah, wilayah kajian harus mencakup
dan mewakili seluruh wilayah serta harus menampilkan gambar yang dapat
diinpretasikan dengan mudah. Oleh karena itu, diperlukan proses-proses dalam
penginderaan jauh untuk memudahkan hal tersebut. Beberapa contohnya adalah
proses pemotongan (Cropping), composite, dan mozaik. Pada proses ini
diperlukan ketelitian dan teknik yang jelas dalam prosesnya karena jika tidak
dilakukan dengan prosedur yang benar, tampilan yang diinginkan tidak akan
didapatkan (Kurniawan, 2013).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Memproses data image sebelum dianalisis.
2. Memotong image, menggabung image, menggabung saluran band.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu, karena terdapat suatu


sistematika tertentu untuk dapat menganalisis informasi dari permukaan bumi,
ilmu ini harus dikoordinasi dengan beberapa pakar ilmu lain seperti ilmu geologi,
tanah, perkotaan dan lain sebagainya. Pendapat lain mengenai Penginderaan Jauh
adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah,
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Sedang menurut
Lindgren, Penginderaan jauh ialah berbagai teknik yang dikembangkan untuk
perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus
berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari
permukaan bumi. Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi
tentang obyek atau gejala di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung.
Karena tanpa kontak langsung, diperlukan media supaya obyek atau gejala
tersebut dapat diamati dan didekati oleh si penafsir. media ini berupa citra (image
atau gambar). Citra adalah gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa
gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik
mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak
langsung direkam pada film (Lillesand & Kiefer, 1994).
Suatu sistem penginderaan jauh / remote sensing membutuhkan sumber
energi baik alamiah maupun buatan. Energi tersebut berupa spektrum
elektromagnetik yang meliputi spektra kosmis, gamma, sinar x, untraviolet,
cahaya tampak, infra merah, gelommbang mikro, serta gelombang radio. Jumlah
keseluruhan spektrum ini disbut spektrum elektromagnetik. Lillesand and Kiefer
(2004) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni utuk memperoleh
informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
melalui suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji. Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan
menggunakan alat yang sering disebut sensor. Sensor merupakan alat yang
terintegrasi dalam suatu wahana yang berfungsi untuk mendeteksi radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan dan diserap oleh objek. Kenampakan dari suatu
objek dapat ditentukan dengan menginterpretasi pantulan atau serapan radiasi
elektromagnetik, setiap objek yang berbeda akan memiliki karakteristik
pemantulan atau penyerapan yang berbeda juga (Trisakti, 2012).
Citra dikenal sebagai masukan data atau pun hasil observasi dari proses
pengindraan jauh. Pengindraan jauh atau remote sensing biasa didefinisikan
sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh melalui suatu alat yang
dihasilkan tanpa kontak secara langsung dengan objek, daerah, atau fenomena
tersebut. Citra berarti gambaran atau rekaman gambar yang tampak dari suatu
objek yang diamati, sebagai objek atau hasil liputan dari alat pemantau atau
sensor. Tentu citra memerlukan proses interpretasi atau penafsiran dalam
pemanfaatannya terlebih dahulu. Citra satelit merupakan hasil dari perekaman
maupun pemotretan dari alat sensor yang dipasang tepat pada wahana satelit ruang
angkasa yang ketinggiannya mencapai lebih dari 400 km dari permukaan bumi
(Danoedoro, 1996).
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut sedangkan penginderaan jauh (Remote sensing) adalah ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak
lansung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,
1994).
Oleh karena daerah yang dikaji biasanya meliputi beberapa lembar foto
maka diperlukan metode yang sistematis untuk memperoleh gambaran umum
wilayah, interpretasi setiap foto, serta pemindahan hasil interpretasi ke peta dasar,
maka dilakukan metode penyusunan mozaik sementara (Kurniawan, 2013).
Pada proses interpretasi ini tidak lepas dari proses identifikasi dan evaluasi
kondisi lahan pada sub DAS Lesti yang didapat dari survei lapangan. Proses
pengolahan citra ASTER dibedakan menjadi tiga tahap utama yaitu pre
processing, processing dan post processing.
➢ Tahap Pre Processing
a. Registrasi Citra
Proses ini bertujuan mensuperposisikan (overlay) data citra dengan layer
GIS yang sudah tergeoreferensi atau sudah diketahui koordinat dan sistem
proyeksinya.
b. Komposit Citra
Komposit citra bertujuan untuk menentukan komposisi RGB (Red, Green,
Blue) dari citra yang akan dilakukan analisa, sehingga objek dalam citra
dapat dikenali secara unsupervised dan nantinya dibandingkan dengan
pengamatan dilapangan (supervised).
c. Pemotongan Citra
Pemotongan citra bertujuan untuk mendapatkan citra dengan bentuk DAS
yang diinginkan. Pemotongan citra dilakukan menggunakan batas DAS
dalam bentuk vektor yang sudah dibuat dengan menggunakan watershed
delineation pada AVSWAT 2000, dalam studi ini dipergunakan batas DAS
dengan format shape file (*.shp).
➢ Tahap Processing
Klasifikasi tematik citra ASTER dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu
klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised) dan klasifikasi terbimbing (supervised)
a. Unsupervised Classification
Klasifikasi tidak terbimbing merupakan proses pengelompokan pixel-pixel
pada citra menjadi beberapa kelas menggunakan analisa cluster (cluster
analysis) menggunakan metode Iso Data. Sampai disini peta citra dapat
diinterpretasikan menjadi beberapa tata guna lahan misalkan, lahan
terbuka, lahan tertutup vegetasi, lahan hutan.
b. Supervised Classification
Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokan pixel-pixel
berdasarkan hasil survey. Tahap ini merupakan identifikasi dan klasifikasi
pixel-pixel melalui training area, selanjutnya tata guna lahan lebih
didetailkan lagi berdasarkan survei kondisi lapangan. Misalkan untuk
kawasan vegetasi dapat dirinci lebih detail menjadi lahan persawahan padi,
perkebunan kopi, perkebunan teh dan lain-lainya.
➢ Tahap Post Processing
Post processing bertujuan untuk meningkatkan tingkat akurasi hasil
analisa klasifikasi. Tahap ini terdiri dari majority analysis dan Exporting Classes
To Vector Layers.
a. Mayority & Minority Analysis
Dua cara analisa yang dapat digunakan, yaitu metode majority dan metode
minority. Metode majority merupakan metode yang mengubah pixel yang
tadinya belum terklasifikasi ke dalam klas terdekat yang mayoritas.
Metode minority, adalah metode yang mengubah pixel yang tadinya belum
terklasifikasi ke dalam klas terdekat yang minoritas.
b. Classification to Vektor
Untuk dapat mempermudah mengolah hasil interpretasi citra yang sudah
dilakukan, maka file citra perlu diubah menjadi bentuk vektor.
(Wibowo, 2013).
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari
suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat
optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada
monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu
media penyimpan. Setiap pixel dari warna memiliki tiga numerik komponen RGB
(Red,Green,Blue) untukmenyajikan warna dengan tiga nomor 8 bit untuk setiap
pixel. Jadi dalam pembacaan RGB dalam byte akan didapat 24-bit. Walaupun
didapatkan 24-bit hanya 8-bit saja yang akan disimpan dalam warna grayscale
atau abu-abu. Pre-procesing image merupakan proses pengolahan data-data citra
untuk di analisis lebih lanjut. Preprocesing ini bisa pembersihan noise pada citra,
pengubahan format warna citra, proses deteksi edge dan pojokan-pojokan pada
citra. Beberapa proses yang ada diantaranya adalah komposit, cropping dan
mozaik citra. Preprocessing memerlukan tahapan untuk menjamin kelancaran
pada proses berikutnya (Santoso, 2021).
Dalam melakukan pengolahan citra penginderaan jauh, tahap yang tidak
dapat dilewatkan adalah dengan melakukan koreksi radiometrik dan koreksi
geometrik. Koreksi radiometrik untuk menghilangkan distorsi pada nilai citra
akibat alat, gangguan atmosfer, dan kondisi/bentuk dari permukaan bumi. Koreksi
radiometrik pada Landsat 5 dan 8 dilakukan dengan menggunakan algoritma yang
dikeluarkan oleh (United States Geological Survey, 2016). Koreksi geometrik
tidak perlu dilakukan karena mengunakan citra Level 1 yang sudah melalui proses
penyesuaian menggunakan titik kontrol tanah (ground control point, (GCP)
(Ginting, 2020).
Citra multispektral adalah citra yang dibuat dengan saluran jamak.
Multispektral umumnya dibuat dengan saluran sempit. Dengan menggunakan
sensor multispektral, maka kenampakan yang diindrakan menghasilkan citra akan
menghasilkan citra dengan berbagai saluran. Citra dengan saluran yang berbeda
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi kenampakan – kenampakan
tertentu karena saluran – saluran tersebut memiliki kepekaan terhadap suatu
kenampakan. Citra multispektral adalah citra suatu objek dengan menggunakan
lebih dari satu spektrum elektromagnetik yang pengindraannya dilakukan pada
saat tempat dan ketinggian yang sama. Kamera yang digunakan adalah kamera
tunggal berlensa jamak. Citra multispektral biasanya terdiri dari empat buah citra
yang menggambarkan suatu daerah dengan menggunakan saluran biru (0,4µm –
0,5µm), hijau (0,5µm – 0,6µm), merah (0,6µm – 0,7µm), dan inframerah dekat
(0,7µm – 1,1µm). Citra multispektral hitam putih dapat dibentuk berbagai citra
berwarna sehingga lebih memudahkan pengenalan benda yang tergambar pada
citra. Keunggulan citra multispektral terletak pada kemampuannya mempertajam
perbedaan rona antara dua objek atau lebih (Danoedoro, 1996).
Image pre-processing merupakan kegiatan pra-analisa data citra satelit.
Tujuan dari pengolahan data citra adalah mempertajam data geografis dalam
bentuk digital menjadi suatu tampilan yang lebih berarti bagi pengguna, dapat
memberikan informasi kuantitatif suatu obyek, serta dapat memecahkan masalah.
Data citra yang terekam sensor sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, sudut
pengambilan data dari sensor, dan waktu pengambilan data. Kondisi tersebut
menyebabkan data citra satelit memiliki bias nilai informasi yang harus dikoreksi.
Tahapan dalam pengolahan citra akan mengkoreksi/ mereduksi bias yang
ditimbulkan tadi. Kegiatan dalam pengolahan citra meliputi:
1. Radiometric correction (koreksi radiometrik)
2. Geometric correction (koreksi geometrik)
Dalam operasionalnya, semua proses yang dilakukan sejak pengolahan hingga
analisa data citra tersimpan dalam “algoritma”. File algoritma dapat disimpan dan
dipanggil bila akan melakukan proses dan pencapaian yang serupa (Purwanto,
2016).
Secara umum proses pre – processing citra bertujuan untuk memperjelas
serta memperbaiki kualitas citra (gambar) sehingga akan lebih mudah dalam
melakukan analisis data citra pada tahapan selanjutnya. Sebagai contoh yang
dikutip dari jurnal aplikasi fisika volume 7 nomor 2 dengan judul “Segmentasi
Jaringan Otak Putih ,Jaringan Otak Abu-Abu, dan Cairan Otak dari Citra MRI
Mneggunakan Teknik K-Means Clustering (Nurhasanah, 2011)” menyebutkan
bahwa proses pre-processing dalam melakukan penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas tampilan citra agar memiliki format yang lebih baik
sehingga citra tersebut lebih mudah untuk dilakukan pengolahan dalam proses
selanjutnya (Anugrah, 2017).
Koreksi Radiometrik adalah koreksi terhadap sudut matahari dan koreksi
terain. Koreksi matahari dilakukan untuk menghilangkan perbedaan nilai digital
piksel yang disebabkan posisi matahari yang berbeda. Proses koreksi dilakukan
dengan merubah nilai digital piksel menjadi nilai radian (radiasi dari objek ke
sensor) dan merubah lagi menjadi reflektansi (rasio antara radian dan irradian
atau rasion antara radiasi objek ke matahari dan radiasi matahari ke objek) (Lutfi,
2018).
Koreksi radiometrik perlu dilakukan pada data citra dengan berbagai
alasan:
1. Stripping atau banding seringkali terjadi pada data citra yang diakibatkan
oleh ketidakstabilan detektor. Striping atau banding merupakan fenomena
ketidak konsistenan perekaman detektor untuk band dan areal perekaman
yang sama.
2. Line dropout kadang terjadi sebagai akibat dari detektor yang gagal
berfungsi dengan tiba-tiba. Jangka waktu kerusakan pada kasus ini
biasanya bersifat sementara.
3. Efek atmosferik merupakan fenomena yang disebabkan oleh debu, kabut,
atau asap seringkali menyebabkan efek bias dan pantul pada detektor,
sehingga fenomena yang berada di bawahnya tidak dapat terekam secara
normal.
Koreksi radiometrik yang digunakan Landsat 8 menggunakan koreksi Top of
Athmospheric (ToA) reflektan. Koreksi ToA reflektan digunakan untuk merubah
nilai digital number menjadi nilai reflektan (Nugroho et al, 2015).
Sebelum data citra dapat diolah, sistem proyeksi/koordinat peta harus
didefinisikan dan disesuaikan terlebih dahulu dengan areal kerja atau dengan data
spasial yang telah ada sebelumnya. Dalam koreksi geometrik, istilah rektifikasi
digunakan bila data citra dikoreksi dengan peta dasar sebagai acuannya.
Sedangkan untuk data citra yang dikoreksi dengan acuan citra lain yang telah
terkoreksi digunakan istilah registrasi. Koreksi geometrik atau rektifikasi
merupakan tahapan agar data citra dapat diproyeksikan sesuai dengan sistem
koordinat yang digunakan. Acuan dari koreksi geometrik ini dapat berupa peta
dasar ataupun data citra sebelumnya yang telah terkoreksi. Secara umum, dalam
ER Mapper sendiri terdapat empat tipe pengoperasian rektifikasi:
1. Image to map rectification
2. Image to image rectification
3. Map to map transformation, yaitu mentrasformasikan data yang terkoreksi
menjadi datum/map projection yang baru.
4. Image rotation, memutar citra menjadi beberapa derajat.
Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan acuan titik kontrol yang
dikenal dengan Ground Control Point (GCP). Titik kontrol yang ditentukan
merupakan titik-titik dari obyek yang bersifat permanen dan dapat diidentifikasi di
atas citra dan peta dasar/rujukan. GCP dapat berupa persilangan jalan,
percabangan sungai, persilangan antara jalan dengan sungai (jembatan) atau objek
lain (Purwanto, 2016).
Citra satelit yang digunakan sebagai bahan klasifikasi tutupan lahan telah
melewati tahap pre processing yang meliputi proses gap fill dan image
enhancement. Hasil proses gap fill berupa citra satelit yang sudah utuh dan tidak
terdapat garis garis kosong karena telah diisi oleh citra satelit yang lainnya,
sehingga citra satelit hasil proses gap fill dapat digunakan untuk proses
pengolahan selanjutnya. Hasil proses image enhancement secara visual akan
menghasilkan citra satelit yang lebih tajam dan perbedaan antar objek yang
ditampilkan pada citra menjadi dapat terlihat dengan jelas sehingga memudahkan
dalam proses interpretasi maupun klasifikasi tutupan lahan (Nugroho, 2020).
Pre-processing data satelit LAPAN-A3/IPB secara sistematik, yaitu
koreksi geometrik dan koreksi radiometrik, perlu dilakukan sebelum data ini dapat
dimanfaatkan lebih jauh. Pusat Teknologi Satelit (Pusteksat) LAPAN telah
melakukan tahapan preprocessing ini, seperti menggunakan metode Relative
Vignetting, Absolute Radiometry dan Image Focusing untuk koreksi radiometrik;
dan metode Band Coregistration, Image Jitter Correction dan Direct
Georeferencing untuk koreksi geometrik. Namun selain koreksi tersebut, kalibrasi
radiometrik sensor diperlukan untuk mengoptimalkan karakteristik fitur spektral
dari sensor multispektral imager (MSI) LAPAN-A3/IPB. Kalibrasi radiometrik
pada instrument optik remote sensing dapat dilakukan sebelum atau setelah
periode peluncuran satelit ke orbit, baik kalibrasi laboratorium, on-board
calibration, dan metode vicarious/cross calibration (Chander et al. 2009, Xiong
dan Barnes 2006). Kalibrasi sering dilakukan melalui pengukuran reflektan
permukaan in situ (surface reflectance) dan kondisi atmosfer, Akan tetapi, data
hasil pengukuran spektral secara in-situ dan koefisien kalibrasi radiometrik sensor
MSI LAPANA3/IPB tidak tersedia, sehingga pengunaan citra dari instrument
(satelit) lain yang telah terkalibrasi, seperti LANDSAT atau MODIS (Huete et al.
2002 dan Sakamoto et al., 2005) dapat dilakukan untuk menggantikan pengukuran
spektral secara in-situ (Setiawan, 2018).
Landsat 8 diluncurkan pada 11 Februari 2013 dengan 2 sensor permukaan
bumi yang baru yang menyediakan lanjutan penyimpanan data dari Landsat
sebelumnya. Landsat 8 mengadopsi teknologi pushbroom, reflektif bands dan
thermal bands dibagi menjadi 2 instrumen (Markham et al, 2015). Operational
Land Imager (OLI) mengukur kesembilan spektral band yang tampak dan
gelombang pendek infra merah, dilengkapi dengan Thermal Infrared Sensor
(TIRS) yang dapat menghitung 2 gelombang panjang infra merah. Penggunaan
data Landsat meliputi berbagai macam pemetaan lahan pertanian, pemetaan tanah
dan perubahan deteksi untuk penggunaan di perairan, pesisir serta salju dan es
(Knight & Kvaran, 2014).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Kamis, 08 April 2021 pukul
16.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Geofisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Seperangkat komputer atau laptop, digunakan untuk menjalankan software.
2. Software ENVI 5.1, digunakan untuk membuat dan mengolah data.
3. Citra Landsat 8 untuk wilayah Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
4. Data shp kabupaten Hulu Sungai Selatan sebagai data yang akan diolah.

3.3 Prosedur Percobaan


Prosedur pada praktikum ini sebagai berikut:
1. Memasukkan citra yang telah di koreksi radiometrik ke dalam program
ENVI.
2. Memotong citra menjadi dua buah dengan ‘Region of Interest Tool’.
3. Citra yang telah terpotong tersebut kemudian digabungkan kembali dengan
‘Pixel Based Mosaicking’
4. Menghilangkan bagian hitam pada citra dengan mengklik ‘Polyline’
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

PJ atau Penginderaan jauh adalah adalah ilmu dan teknik untuk


memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis
data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek,
daerah, atau fenomena yang dikaji. Definisi tersebut mengandung arti bahwa
penginderaan jauh mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengukuran
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari obyek-obyek di
permukaan bumi. Pada percobaan ini yaitu tentang pengenalan pola spektral
objek. Praktikum ini bertujuan melatih untuk mengenal objek melalui nilai
spektral dan mengenali saluran pada citra. Objek yang diamati ada tujuh yaitu
awan, pemukiman, vegetasi jarang, vegetasi rapat, jalan. Setiap objek memiliki 10
pixel.
Pada percobaan kali ini yaitu tentang Pre Processing Image. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk memproses data image sebelum dianalisis dan
memotong image, menggabung image, menggabung saluran band. Secara umum
proses pre–processing citra bertujuan untuk memperjelas serta memperbaiki
kualitas citra (gambar) sehingga akan lebih mudah dalam melakukan analisis data
citra pada tahapan selanjutnya.
Sebelumnya, untuk melakukan percobaan ini, terlebih dahulu
mendownload citra satelit Landsat 8 pada halaman website USGS. Lalu lakukan
koreksi radiometrik pada citra tersebut agar saat proses pre processing image
didapatkan hasil yang bagus.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah dengan
memasukkan citra yang telah di koreksi radiometrik sebelumnya ke dalam
program ENVI. Citra selanjutnya akan dipotong menjadi 4 bagian. Pada
praktikum ini citra dibagi menjadi empat. Citra di potong menggunakan tool
“roi”, Citra yang sudah dibagi tadi akan memiliki warna merah, hijau, biru dan
ungu. Hasil pembagian citra bisa kita lihat pada gambar 1. Untuk mengubahnya
warnanya yaitu dengan cara mengubah saluran bandnya sebanyak dua kali di
bagian citra kemudian dua citra yang sudah dibagi di “subset data from roi “
seperti gambar 2.

Gambar 1. Citra Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang sudah dipotong


Langkah kedua, kemudian citra digabungkan lagi dengan ‘Pixel Based
Mosaicking’. Citra yang digabungkan tadi akan memiliki warna merah, hijau, biru
dan ungu. Untuk mengubahnya warnanya yaitu dengan cara mengubah saluran
bandnya sebanyak dua kali di bagian citra yang sudah digabungkan. Dengan
adanya penggabungan citra maka saluran band yang ada pada citra juga ikut
bergabung. Hal ini yang mengakibatkan kita perlu mengubah saluran band
sebanyak dua kali. Hasil nya adalah seperti gambar 2.

Gambar 2. Proses Penggabungan Citra Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebelum


diapply
Gambar 3. Proses Penggabungan Citra Kabupaten Hulu Sungai Selatan Sesudah
diapply
Hasil yang didapat setelah apply penggabungan pemotongan dapat dilihat pada
gambar 4. Terlihat pada gambar bahwa potongan citra yang diambil pada USGS
lebih banyak ditutupi oleh awan.

Gambar 4. Hasil Citra Setelah Selesai diproses


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam membuat tampilan citra yang tepat sasaran terhadap fokus kajian
Pre Composite Image sangat perlu dilakukan, sehingga penginterpretasian
dapat dengan mudah dilakukan
2. Pembedaan antar False Color dan True Color dimana keduanya hanya
dibedakan oleh kombinasi Band yang digunakan. Pada tampilan ini juga
diperlukan proses Mozaic Image Processing dimana dapat memperbaiki
tampilan kombinasi warna pada citra sesuai dengan tampakan sebenarnya,
dengan kombinasi RGB (Red Green Blue).

5.2 Saran
Praktikum online sedikit membuat susah dan membingungkan jika tidak
benar-benar berkomunikasi dengan baik antar praktikan dan asisten praktikum.
Video tutorial dan modul praktikum sangat membantu.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, B. 2017. Rangkuman Jurnal Pre Processing Citra. Institut Teknologi


Bandung : Bandung.

Chander, G., B.L. Markham, D.L. Helder, 2009. Summary of Current Radiometric
Calibration Coefficients for Landsat MSS, TM, ETM+, and EO-1 ALI
Sensors. Remote Sensing of Environment. 113(5): 893 – 903.

Dahuri, R., J. Rais., S, P. Ginting & Sitepu, M, J. 2001. Pengelolaan umberdaya


Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Danoedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital-Teori Dan Aplikasinya Dalam


Bidang Penginderaan Jauh. Fakultas Geografi : Universitas Gadjah Mada.

Ginting, D. N. B., & Faristyawan, R. 2020. DETEKSI TIPE DAN PERUBAHAN


GARIS PANTAI MENGGUNAKAN ANALISIS DIGITAL CITRA
PENGINDERAAN JAUH. GEOMATIKA. 26(1): 17 – 24.

Huete, A., K. Didan, T. Miura, E.P. Rodriguez, X. Gao, L.G. Ferreira, 2002.
Overview of the radiometric and biophysical performance of the MODIS
vegetation indices. Remote Sensing of Environment. 83:195 – 213.

Knight, E.J. & Kvaran, G., 2014. Landsat-8 operational land imager design,
characterization and performance. Remote Sensing. 6(11): 10286 – 10305.

Kurniawan, S. 2013. Pre Processing Image (Composite, Cropping, dan Mosaic


Image). Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Lillesand, Thomas M. and Ralph W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image
Interpretation. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc New York.

Lutfi, M., & Machmudi, M. A. 2018. PEMETAAN GEOMORFOLOGI


TERUMBU KARANG MENGGUNAKAN METODE OBIA (OBJECT
BASE IMAGE ANALYSIS) DI TAMAN NASIONAL LAUT
KARIMUNJAWA. JURNAL TRANSFORMASI. 14(1).

Markham, B., Storey, J. & Morfitt, R., 2015. Landsat-8 sensor characterization
and calibration. Remote Sensing. 7(3): 2279 – 2282.

Nugroho, U.C., Yudhatama, D. & Mukhoriyah, 2015. Identifikasi Lahan Tambang


Timah Menggunakan Metode Klasifikasi Terbimbing Maximum Likelihood
Pada Citra Landsat 8. 2015. 17(1): 009 – 015.

Nugroho, R. A., & Handayani, H. H. 2021. Prediksi Perubahan Tutupan Lahan


Menggunakan Metode Markov Chain dan Citra Satelit Penginderaan Jauh
(Studi Kasus: Kota Surabaya). Jurnal Teknik ITS. 9(2) : C71 – C77.
Purwanto. 2016. Modul penginderaan jauh. Universitas Negeri Malang: Malang
(tidak diterbitkan)

Sakamoto, T, M. Yokozawa, H. Toritani, M. Shibayama, N. Ishitsuka, H. Ohno,


2005. A crop phenology detection method using time-series MODIS data.
Journal of Remote Sensing of Environment. 96: 366 – 374.

Santoso, M. A., Aprijanto, A., Prijambodo, T., & Shadikin, A. 2021. Konsep
Safety Beach Management System Rip Current Dengan Teknologi Video
Image Processing. In Semnas Ristek (Seminar Nasional Riset dan Inovasi
Teknologi). 5(1).

Setiawan, Y., Prasetyo, L. B., Pawitan, H., Liyantono, L., Syartinilia, S.,
Wijayanto, A. K., ... & Hakim, P. R. (2018). Pemanfaatan Fusi Data Satelit
Lapan-a3/Ipb Dan Landsat 8 Untuk Monitoring Lahan Sawah. Journal of
Natural Resources and Environmental Management. 8(1): 67 – 76.

Trisakti, B.,& Nugroho,G. 2012. Standarisasi Koreksi Data Satelit Multi


Temporal Dan Multi Sensor(LANDSAT TM/ETM+ dan SPOT).
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Wibowo, L.A. 2013. Penggunaan Citra Aster Dalam Identifikasi Peruntukan


Lahan Pada Subdas Lesti (Kabupaten Malang). Jurnal Teknik Pengairan.
4(1).

Xiong, X., W. Barnes, 2006. MODIS Calibration and Characterization. In: Qu J.J.,
Gao W., Kafatos M., Murphy R.E., Salomonson V.V. (eds) Earth Science
Satellite Remote Sensing. Springer, Berlin, Heidelberg.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai