Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH

PERCOBAAN IV
INDEKS VEGETASI (TRANSFORMASI NDVI) DAN INDEKS
KEBAKARAN (TRANSFORMASI NBR)

OLEH:
NAMA : SITI BULKIS
NIM : 1811014320003
ASISTEN : MUHAMMAD RIDHO S.Si.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 FISIKA
BANJARBARU
2021
LEMBAR PENGESAHAN PRAKTIKUM
PENGINDERAAN JAUH

Nama : Siti Bulkis


NIM : 1811014320003
Judul Percobaan : Indeks Vegetasi (Transformasi NDVI) dan Indeks
Kebakaran (Transformasi NBR)
Tanggal Percobaan : 01 April 2021
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi : S-1 Fisika
Asisten : Muhammad Ridho S.Si.

Nilai Banjarbaru, 13 April 2021


Asisten

81
(Muhammad Ridho, S.Si.)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan yang terdapat di Indonesia dapat berupa hutan alami maupun hutan
buatan. Vegetasi yang terdapat di hutan beraneka ragam yang dipengaruhi oleh
jenis hutan itu, seperti hutan buatan : mempunyai vegetasi yang seragam, jarak
tanamnya sama dan teratur, tersusun dari satu jenis vegetasi ataupun dalam satu
petak hutan terdapat satu jenis pohon dengan umur dan ukuran yang sama dan
masing-masing pohon tumbuh dengan pola yang teratur; hutan alami : mempunyai
keragaman vegetasi yang bervariasi dalam hal jenis vegetasi, umur tegakan,
kerapatan, kelembaban, maupun faktor fisik yang lain. Sampai saat ini masalah
pengelolaan hutan di Indonesia merupakan suatu hal yang kompleks dan rumit.
Karena dalam kegiatan pengelolaan hutan diperlukan suatu survei yang berulang-
ulang, yang pada kenyataannya tidak dapat dilaksanakan secara rutin dan
konvensional. Hal tersebut disebabkan survei lapangan dan survei udara
membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama, khusunya untuk
kawasan hutan dengan luasan yang besar serta keadaan medan yang sulit dan tidak
mudah untuk dijangkau (Arnanto, 2013).
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia telah menarik
perhatian dunia dan dijadikan isu pemanasan global yang sangat serius. Kebakaran
hutan dan lahan sangat merugikan wilayah sekitar dan tidak hanya berdampak
pada daerah kejadian saja, tetapi juga negara tetangga terkena dampaknya.
Terbakarnya hutan dan lahan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi
pemerintah dan masyarakat Indonesia (Parwati dkk., 2012). Menurut Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kebakaran hutan dan lahan adalah
suatu keadaan dimana hutan dan lahan mengalami kebakaran yang mengakibatkan
kerusakan terhadap hutan dan lahan yang menyebabkan kerugian ekonomis dan
atau nilai lingkungan. Setiap musim kemarau kebakaran sering kali terjadi di
beberapa wilayah Indonesia (Arifin, 2018).
Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang mempunyai peranan
penting sebagai modal dasar pembangunan Indonesia. Tingkat kerapatan vegetasi
dapat dikaji melalui penggunaan teknologi yang saat ini terus berkembang.
Vegetasi memiliki ciri khas spektral yang unik sehingga dapat dianalisis dengan
berbagai cara untuk mendapatkan indeks yang mewakili kondisi dari vegetasi.
Teknologi tersebut adalah teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan
sistem informasi geografis (SIG). Metode pengukuran vegetasi menggunakan citra
satelit memanfaatkan reflektansi dari fitur lanskap (Lufilah, 2017).
Informasi mengenai dampak ditimbulkan sangat diperlukan dalam
perencanaan kegiatan rehabilitasi serta perencanaan prioritas lokasi pengelolaan
kebakaran hutan atau lahan. Untuk itu diperlukan pengembangan metode untuk
analisis daerah bekas terbakar (burned area analysis) menggunakan data satelit
penginderaan jauh yang memiliki keunggulan dalam akurasi, cepat, konsisten dan
murah serta dapat dilakukan pada daerah yang relaif luas. Sejauh ini penelitian
mengenai deteksi lahan terbakar telah banyak dilakukan di dunia dengan
menggunakan data satelit pennginderaan jauh resolusi spasial rendah hingga
menengah seperti data MODIS (Martin et al., 2002).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Menganalisa vegetasi.
2. Menganalisa lahan terbuka hijau.
3. Menganalisa lahan bekas terbakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu, karena terdapat suatu


sistematika tertentu untuk dapat menganalisis informasi dari permukaan bumi,
ilmu ini harus dikoordinasi dengan beberapa pakar ilmu lain seperti ilmu geologi,
tanah, perkotaan dan lain sebagainya. Pendapat lain mengenai Penginderaan Jauh
adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah,
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak
langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Sedang menurut
Lindgren, Penginderaan jauh ialah berbagai teknik yang dikembangkan untuk
perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khusus
berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari
permukaan bumi. Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi
tentang obyek atau gejala di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung.
Karena tanpa kontak langsung, diperlukan media supaya obyek atau gejala
tersebut dapat diamati dan didekati oleh si penafsir. media ini berupa citra (image
atau gambar). Citra adalah gambaran rekaman suatu obyek (biasanya berupa
gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik
mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak
langsung direkam pada film (Lillesand & Kiefer, 1994).
Suatu sistem penginderaan jauh / remote sensing membutuhkan sumber
energi baik alamiah maupun buatan. Energi tersebut berupa spektrum
elektromagnetik yang meliputi spektra kosmis, gamma, sinar x, untraviolet,
cahaya tampak, infra merah, gelommbang mikro, serta gelombang radio. Jumlah
keseluruhan spektrum ini disbut spektrum elektromagnetik. Lillesand and Kiefer
(2004) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni utuk memperoleh
informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
melalui suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena
yang dikaji. Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan
menggunakan alat yang sering diseut sensor. Sensor merupakan alat yang
terintegrasi dalam suatu wahana yang berfungsi untuk mendeteksi radiasi
elektromagnetik yang dipantulkan dan diserap oleh objek. Kenampakan dari suatu
objek dapat ditentukan dengan menginterpretasi pantulan atau serapan radiasi
elektromagnetik, setiap objek yang berbeda akan memiliki karakteristik
pemantulan atau penyerapan yang berbeda juga (Arifin, 2018).
Kebakaran hutan dan lahan secara besar-berasan kembali terjadi di
Indonesia. Kebakaran 2019 termasuk peristiwa terbesar ke-2 dari kejadian 5 tahun
terakhir setelah kasus kebakaran pada tahun 2015. Area terbakar (burn area) yang
dihasilkan dari kebakaran hutan/lahan tersebut berdampak pada kerusakan
lingkungan. Perhitungan luas area terbakar perlu dilakukan, hal ini bertujuan
untuk mengetahui berapa besar kerugian yang dialami akibat kebakaran
hutan/lahan tersebut. Pemetaan cepat dengan memanfaatkan data penginderaan
jauh merupakan pilihat terbaik untuk memperoleh informasi luas area terbakar.
Pemanfaatan data penginderaan jauh selain lebih cepat juga lebih murah
dibandingkandengan perhitungan secara manual. Pemetaan area terbakar sudah
banyak dilakukan menggunakan indeks area terbakar. Beberapa metode
perhitungan area terbakar antara lain Burn Area Index (BAI), Normalized Burn
Ratio (NBR), Normalized Burn Ratio Thermal 1 (NBRT1), Burn Scar Index
(BSI). Selain itu, metode-metode untuk menghitung area terbakar juga banyak
menggunakan citra penginderaan jauh, baik yang memiliki resolusi rendah dan
menengah hingga resolusi tinggi. Beberapa data citra yang digunakan untuk
menghitung area terbakar antara lain Landsat 8, MODIS, Sentinel-2 maupun
ASTER (Rahmi, 2020).
Area terbakar (Burned Area) ialah wilayah di permukaan bumi yang
ditandai dengan ciri-ciri telah mengalami kebakaran yang disebabkan proses alami
maupun yang dibakar sengaja atau tidak sengaja oleh manusia. Sebelumnya pada
wilayah tersebut merupakan tutupan lahan vegetasi hutan ataupun non hutan
contohnya yaitu semak, belukar, perkebunan, sawah atau ladang. Hotspot dengan
area terbakar berbeda. Dalam istilah kebakaran, hotspot ialah suatu wilayah di
bidang permukaan bumi yang mempunyai suhu lebih tinggi dibandingkan dengan
wilayah lainnya yang didasari dengan ambang batas suhu tertentu. Hotspot
hanyalah potensi akan terjadinya kebakaran dan belum tentu akan terjadi
kebakaran. Maka dengan istilah lain bahwa area terbakar ialah kebakaran yang
sesungguhnya, sedangkan hotspot ialah potensial kebakaran (Suwarsono dkk.,
2013).
Vegetasi merupakan penutup lahan berupa tumbuhan-tumbuhan atau
tanaman yang merupakan suatu penyusun suatu wilayah yang merupakan banyak
manfaat. Vegetasi sebagai penyusun lahan mempunyai jenis yang snagat beraneka
ragam. Kumpulan vegetasi yang beraneka ragam akan menghasilkan tingkat
kerapatan vegetasi yang berbeda-beda, pada penggunaan lahan di suatu daerah.
Kerapatan vegetasi adalah salah satu aspek yang mempengaruhi karakteristik
vegetasi dalam citra. Kerapatan vegetasi umumnya diwujudkan dalam bentuk
presentase untuk mengetahui tingkat suatu kerapatan vegetasi. Indeks vegetasi
merupakan kombinasi pengukuran dua atau lebih band spektral dari spektrum
gelombang elektromagnetik yang berbeda untuk menghasilkan informasi tentang
tutupan lahan di permukaan bumi. Indeks vegetasi yang diperoleh dari citra satelit
merupakan salah satu sumber informasi penting untuk memonitor kondisi sebuah
vegetasi. Suatu vegetasi dikatakan subur jika klorofil (zat hijau daun) dalam
jumlah besar sehingga aktif berfotosintesis atau aktif menyerap karbon. Fenomena
penyerapan cahaya merah oleh klorofil (0,4 µm – 0,7 µm) pada vegetasi dan
pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil (0,7 µm – 1,1 µm)
pada daun akan membuat kecerahan yang diterima sensor berbeda (Sudiana,
2008).
Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang ditetapkan teradap citra
(biasanya pada citra multisaluran) untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi
ataupun aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan, misalnya biomassa, Leaf
Area Index, konsentrasi klorofil dan sebagainya. Secara praktis, indeks vegetasi
ini merupakan suatu transformasi matematis yang melibatkan beberapa saluran
sekaligus dan menghasilkan citra baru yang lebih representative dalam
menyajikan fenomena vegetasi. Indeks vegetasi akan menunjukkan saluran
spektral yang peka terhadap kerapatan variasi tumbuhan (Danoedoro, 2012).
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari
pengolahan sinyal digital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data
sensor satelit. Untuk pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara
tingkat kecerahan kanal cahaya merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat
(near infrared). Fenomena penyerapan cahaya merah oleh klorofil dan
pemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat pada
daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal-kanal
tersebut akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk di antaranya
wilayah perairan, pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah
dengan kondisi vegetasi yang rusak, tidak akan menunjukkan nilai rasio yang
tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi sangat rapat, dengan
kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi (maksimum)
inframerah dekat sedangkan pada sinar merah pantulan vegetasi menurun. Pola
pantulan spektral air menurun pada sinar inframerah dan merah (Que, 2019).
NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) diperkenalkan oleh
Rouse et al. (1974) dengan tujuan memodifikasi indeks Simple Ratio (SR) dimana
indeks Simple Ratio menunjukkan nilai yang terlalu besar untuk daerah dengan
densitas vegetasi tinggi. Indeks ini menggunakan rasio antara NIR dan RED
dengan persamaan yang dinormalisai. NDVI merupakan indeks vegetasi yang
paling banyak digunakan kkarena kemampuannya untuk meminimalisir kesalahan
akibat buruknya kondisi topografi. NDVI juga disukai karena perhitungannya
yang sederhana. Skala NDVI memiliki rentangan antara -1 sampai 1, dimana nilai
1 menunjukkan daerah yang kaya akan vegetasi, nilai 0 menunjukkan keadaan
sangat sedikit vegetasi dan nilai -1 menunjukkan daerah bukan vegetasi. Seperti
perhitungan pada citra rasio, pada citra normalisasi juga menggunakan data
channel 1 dan channel 2. Channel 1 terdapat dalam bagian dari spectrum dimana
klorofil meneybabkan adanya penyerapan terhadap radiasi cahaya datang yang
dilakukan saat fotosintesis. Sedangkan channel 2 terdapat dalam daerah spektral
dimana struktur daun spongy mesophyil menyebabkan adanya pantulan terhadap
radiasi cahaya. Perbedaan respon dari kedua channel ini dapat diketahui dengan
transformasi rasio perbandingan satu channel dengan channel yang lainnya
(Purwanto, 2016).
Normalized Difference Vegetation Indeks merupakan metode standar yang
digunakan dalam membandingkan tingkat kehijauan vegetasi (kandungan klorofil)
pada tumbuhan. Formulasinya dapat dilihat pada rumus berikut:
𝑁𝐼𝑅−𝑟𝑒𝑑
𝑁𝐷𝑉𝐼 = ... (1)
𝑁𝐼𝑅+𝑟𝑒𝑑
Keterangan:
NIR : Near-Infrared
Red : Kanal Merah
Spesifikasi teknis Landsat 8 pembagian objek berdasarkan nilai NDVI (Febrianti,
2014).
Transformasi NDVI ini merupakan salah satu produk standar NOAA
(National Oceanic and Atmospheric Administration), satelit cuaca yang berorbit
polar namun memberi perhatian khusus pada fenomena global vegetasi. Nilai
indeks vegetasi ini dihitung sebagai rasio antara pantulan yang terukur dari band
merah (R) dan band infra-merah (didekati oleh band NIR). Penggunaan kedua
band ini banyak dipilih sebagai parameter indeks vegetasi karena hasil ukuran dari
band ini dipengaruhi oleh penyerapan klorofil, peka terhadap biomassa vegetasi,
serta memudahkan dalam pembedaan antara lahan bervegetasi, lahan terbuka, dan
air. Hasil penisbahan antara band merah dan infra-merah menghasilkan perbedaan
yang maksimum antara vegetasi dan tanah. Nilai-nilai yang dihasilkan NDVI
selalu berkisar antara -1 hingga +1 (Danoedoro, 2012).
Nilai-nilai asli antara -1 hingga +1 hasil dari transformasi NDVI ini
mempunyai presentasi yang berbeda pada penggunaan lahanya. Nilai-nilai NDVI
disekitar 0.0 biasanya mempresentasikan penggunaan lahan yang mengandung
unsur vegetasi sedikit sampai tidak mempunyai vegetasi sama sekali. NDVI ini
merupakan nilai yang diperoleh dari gabungan beberapa spectral band spesifik
dari citra penginderaan jauh. Gelombang indeks vegetasi diperoleh dari energy
yang dipancarkan oleh vegetasi pada citra penginderaan jauh untuk menunjukkan
ukuran kehidupan dan jumlah dari suatu tanaman (Departemen Kehutanan, 2003).
Pada tumbuhan sehat, pemantulan cahaya inframerah dekat (near infrared)
akan terjadi secara signifikan pada rentang spektrum antara 0.7 μm hingga 1.2 μm.
Hanya sedikit energi infrared ini yang terserap oleh struktur daun. Sebagian besar
akan terhamburkan ke atas (reflected energy) dan ke bawah daun (transmitted
energy). Pada daun yang sehat umumnya mempunyai pemantulan cahaya sebesar
40% - 60%, transmisi cahaya sebesar 40% - 60%, dan penyerapan relatif sebesar
5% - 10%. Prosentase refleksi cahaya inframerah dekat (0.7-1.2 μm) oleh daun
disebabkan karena penghamburan internal pada sisi dinding sel dalam daun.
Namun, besar prosentasi releksi ini berkurang pada rentang frekuensi 0.92-0.98
μm. Hal ini disebabkan karena uap air mempunyai karakteristik penyerapan
cahaya pada rentang frekuensi tersebut. Oleh karena itu, rentang spektrum cahaya
inframerah dekat yang optimal digunakan oleh aplikasi penginderaan jarak jauh
berkisar antara 0.74 μm hingga 0.9 μm saja.
Tabel 1. Pembagian kelas berdasarkan nilai NDVI
NDVI
No Kelas
Rataan Kisaran
1 Lahan Terbuka 0,363 0,020 – 0,487
2 Perkebunan 0,567 0,320 – 0,736
3 Permukiman 0,136 -0,073 – 0,532
4 Industri 0,089 -0,028 – 0,425
5 Tegalan 0,369 0,222 – 0,505
6 Sawah 0,256 -0,105 – 0,538
7 Air 0,081 -0,103 – 0,569
(Danoedoro, 2012).
Transformasi NDVI adalah salah satu teknik yang telah digunakan secara
luasuntuk berbagai aplikasi penginderaan jauh. Menurut Ray (1995) dalam Mirza
(2005), NDVI merupakan indeksvegetasi sederhana namun memiliki sensitifitas
yang paling tinggi terhadap perubahan kerapatan tajuk vegetasi dibanding indeks
vegetasi lainnya. Selain keunggulannya dalam membedakan kerapatan vegetasi,
nilai NDVI juga berasosiasi dengan persentase permukaan kedap air pada tiap-
tiap piksel. Tutupan permukaan kedap air dengan persentase rendah akan memiliki
nilai NDVI tinggi karena adanya tutupan vegetasi yang dominan, demikian juga
sebaliknya. Hubungan antara nilai NDVI dengan kerapatan vegetasi dan
persentase tutupan permukaan kedap air serta hubungan antara nilai koefisien
aliran dengan kerapatan vegetasi dan persentase tutupan permukaan kedap air
menjadi ide utama dalam penelitian ini, yaitu penentuan nilai koefisien aliran
menggunakan pendekatan transformasi. Hubungan antara nilai NDVI dengan
persentase tutupan permukaan kedap air menjadi fokus penelitian ini.
Transformasi NDVI dilakukan terhadap citra Landsat ETM+, sedangkan
persentase tutupan permukaan kedap air diperoleh melalui pengukuran pada citra
Quickbird. Penelitian ini diterapkan di DAS Citarum Hulu dengan pertimbangan
bahwa kondisi dan komposisi tutupan lahan serta ketersediaan data curah hujan
dan data debit alirannya dipandang sesuai untuk evaluasi hasil estimasi NDVI.
Pendekatan ini sangat sederhana dan tanpa mempertimbangkan faktor topografi,
timbunan permukaan, infiltrasi dan intensitas hujan. Secara konseptual penentuan
nilai koefisien aliran menggunakan pendekatan transformasi NDVI ini
menyediakan alternatif teknik estimasi yang lebih cepat, murah dan sesuai untuk
DAS yang cukup luas (Wibowo, 2010).
Normalized Burn Ratio (NBR) dirancang untuk menyoroti area yang
terbakar dan memperkirakan tingkat keparahan kebakaran. Rumusnya mirip
dengan NDVI, kecuali bahwa ia menggunakan panjang gelombang inframerah
(NIR) dan gelombang pendek inframerah (SWIR). Metode Key and Benson,
diadopsi untuk menghitung NBR. Metode NBR tersebut telah dipergunakan oleh
Eidenshink et al., untuk memetakan wilayah kebakaran hutan/lahan di seluruh
wilayah Amerika Serikat. Berikut adalah persamaan untuk menghitung NBR.
𝑁𝐼𝑅−𝑆𝑊𝐼𝑅
𝑁𝐵𝑅 = … (2)
𝑁𝐼𝑅+𝑆𝑊𝐼𝑅

Keterangan:
NBR : Normalized Burn Ratio
NIR : Nilai spektral saluran Near InfraRed
SWIR : Nilai spektral saluran Short Wavelenght InfraRed
Tabel 2. Tingkat keparahan berdasarkan nilai NBR
NBR Keparahan Kebakaran
< 0,25 Pertumbuhan kembali pasca kebakaran yang tinggi
-0,25 sampai -0,1 Pertumbuhan kembali pasca kebakaran yang rendah
-0,1 sampai 0,1 Tidak terbakar
0,1 sampai 0,27 Rendah - keparahan kebakaran
0,27 sampai 0,44 Sedang - rendah keparahan kebakaran
0,44 sampai 0,66 Sedang - tinggi keparahan kebakaran
>0,66 Tinggi - keparahan kebakaran
Program Landsat adalah proyek untuk mengakuisisi citra satelit bumi terpanjang.
Pada tanggal 23 Juli 1972 Satelit Earth Resources Technology diluncurkan. Satelit
tersebut akhirnya berganti nama menjadi Landsat. Landsat 8 adalah sebuah satelit
observasi bumi Amerika yang diluncurkan pada tanggal 11 Februari 2013 di
Pangkalan Angkatan Udara Vandeberg, California, U.S. Satelit ini adalah satelit
ke delapan dalam program Landsat; ke tujuh untuk berhasil mencapai orbit.
Landsat 8 awalnya disebut Landsat Data Continuity Mission (LDCM) adalah
sebuah kolaborasi antara NASA dan U.S. Geological Survey (USGS). Sensor
pencitra OLI pada LDCM (Landsat-8) yang mempunyai 1 kanal inframerah dekat
dan 7 kanal tampak reflektif, akan meliput panjang-gelombang panjang-
gelombang elektromagnetik yang direfleksikan oleh objek pada permukaan bumi,
dengan resolusi spasial 30 meter. Sensor pencitra OLI mempunyai kemampuan
resolusi spasial dan resolusi spektral yang menyerupai sensor ETM+ (Enhanced
Thermal Mapper plus) dari Landsat-7. Berikut adalah tabel kegunaan masing-
masing band pada Citra Landsat 8.
Tabel 3. Kegunaan masing-masing band pada Citra Landsat 8
Band Spektral Panjang Gelombang Kegunaan dalam Pemetaan
band 1 – Coastal
0,43 – 0,45 Penelitian Coastal dan Aerosol
Aerosol
Pemetaan batimetri, membedakan
Band 2 – Blue 0,45 – 0,51 tanah dari vegetasi dan gugur dari
vegetasi jenis konifera
Menekankan puncak vegetasi yang
Band 3 – Green 0,53 – 059 berguna untuk menilai kekuatan
tanaman
band 4 – Red 0,64 – 0,67 Membedakan lereng vegetasi
Band 5 – Near Menekankan konten biomassa dan
0,85 – 0,88
Infrared (NIR) garis pantai
Band 6 – Short Diskriminasi kadar air tanah dan
Wave Infrared 1,57 – 1,65 tumbuh-tumbuhan, menembus
(SWIR)1 awan tipis
Band 7 – Short Peningkatan kadar air tanah dan
Wave Infrared 2,11 – 2,29 vegetasi dan penetrasi awan tipis
(SWIR) 2
Band 8 - 0,50 – 0,68 Resolusi 15 meter, definisi gambar
Panchromatic lebih tajam
Peningkatan deteksi kontaminasi
Band 9 -Cirrus 1,36 – 1,38
awan cirrus
Resolusi 100 meter, pemetaan
Band 10 – TIRS 1 10,60 – 11,19 termal dan perkiraan kelembapan
tanah
Resolusi 100 meter, pemetaan
Band 11 – TIRS 2 11,5 – 12,51 termal yang lebih baik dan
perkiraan kelembapan tanah
(Que, 2019)
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari Kamis, 01 April 2021 pukul
16.00 WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Geofisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Seperangkat komputer atau laptop, digunakan untuk menjalankan
software.
2. Software ENVI 5.1, digunakan untuk membuat dan mengolah data.
3. Aplikasi ArcGis 10.3, untuk membuat peta.
4. Data shp kabupaten Hulu Sungai Selatan sebagai data yang akan diolah.
5. Peralatan buku tulis, digunakan untuk mencatat hal-hal penting saat
praktikum.

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Prosedur percobaan Dnbr
Prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Memasukkan citra yang telah di koreksi radiometric.
2. Membuka ‘Band Ratio’ dilanjutkan dengan ‘Band Math’ untuk
memasukkan rumus dNBR kemudian simpan.
3. Membuka program ArcGis.
4. Memasukkan file dNBR dan memasukkan shp yang sudah di potong ke
dalam ArcGis.
5. Membuka arc toolbox > spasial analysis tools > extract by mark > input
raster > clip > save.
6. Mengklasifikasikan objek dengan membuka arc toolbox > spasial analysis
tool > reclass > reclasssify.
7. Merubah jumlah classify menjadi 5 klasifikasi, kemudian simpan
8. Kemudian buat seperti peta.
3.3.2 Prosedur percobaan NDVI
Prosedur percobaan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Memasukkan citra yang telah di koreksi radiometric.
2. Membuka ‘Band Ratio’ dilanjutkan dengan ‘Band Math’ untuk
memasukkan rumus NDVI kemudian simpan.
3. Membuka program ArcGis.
4. Memasukkan file NDVI dan memasukkan shp yang sudah di potong ke
dalam ArcGis.
5. Membuka arc toolbox > spasial analysis tools > extract by mark > input
raster > clip > save.
6. Mengklasifikasikan objek dengan membuka arc toolbox > spasial analysis
tool > reclass > reclasssify.
7. Merubah jumlah classify menjadi 3 klasifikasi, kemudian simpan
8. Kemudian buat seperti peta.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

PJ atau Penginderaan jauh adalah adalah ilmu dan teknik untuk


memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis
data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek,
daerah, atau fenomena yang dikaji. Definisi tersebut mengandung arti bahwa
penginderaan jauh mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengukuran
radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari obyek-obyek di
permukaan bumi. Pada percobaan ini yaitu tentang pengenalan pola spektral
objek. Praktikum ini bertujuan melatih untuk mengenal objek melalui nilai
spectral dan mengenali saluran pada citra. Objek yang diamati ada tujuh yaitu
awan, pemukiman, vegetasi jarang, vegetasi rapat, jalan. Setiap objek memiliki 10
pixel.
4.1 Peta Kerapatan Vegetasi Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar 1. Peta Kerapatan Vegetasi Kabupaten Hulu Sungai Selatan


Praktikum trnasformasi NDVI merupakan salah satu produk standar
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration), satelit cuaca yang
berorbit polar namun memberi perhatian khusus pada fenomena global vegetasi.
Nilai indeks vegetasi ini dihitung sebagai rasio antara pantulan yang terukur dari
band merah (R) dan band infra-merah (didekati oleh band NIR). Pada praktikum
ini, klasifikasi untuk NDVI dibagi menjadi 3 kelas, yaitu Jarang, Sedang dan
Rapat. Pemilihan warna untuk peta ini menggunakan warna hijau.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu mendownload Landsat Citra
Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan dua bulan berbeda yaitu bulan Juli dan
November. Untuk Landsat Citra yang digunakan yaitu perekaman pada tahun
2019. Masukkan kedua Landsat Citra tersebut dan file shp untuk wilayah Hulu
Sungai Selatan dan melakukan koreksi radiometrik untuk kedua Landsat tersebut.
Software yang digunakan untuk mengkoreksi ini yaitu ENVI. Untuk mencari
kerapatan vegetasi, Landsat citra yang digunakan yaitu bulan Juli yang dianggap
sebelum terjadi kebakaran. Kemudian dilakukan proses matematis NDVI dengan
menggunakan Tool Band Math. Transformasi NDVI memberikan bahasan bahwa
setiap kenampakan yang terdapat pada citra akan terlihat berbeda dan memiliki
nilai yang juga berbeda. Untuk rumus yang digunakan dalam menentukan indeks
𝐵 −𝐵
vegetasi pada band math yaitu 𝑁𝐷𝑉𝐼 = 𝐵5+𝐵4 . Hasil yang didapatkan setelah
5 4

dilakukan pengolahan data akan dibawa ke software ArcGis untuk dilakukan


pengolahan peta.
Langkah kedua yaitu menjalankan software ArcGIS dan membuka file Tiff
yang dibuat pada langkah pertawa dan file shp kabupaten Balangan. Kemudian
melakukan proses clip file ENVI dan file shp Balangan dengan Arctoolbox-spasial
analysis tools-extract by mask. File shp diatur menjadi hollow agar transfaran dan
tidak menutupi file ENVI. Melakukan reclass pada file hasil proses clip dengan
Arctoolbox-spasial analysis tools-reclass-reclassify, kelas dibagi menjadi 3 yaitu
Jarang, Sedang, dan Rapat. Semakin gelap warna mengindentifikasikan vegetasi
semakin rapat.
Langkah terakhir yaitu melakukan layout menggunakan software ArcGIS.
Insert digunakan untuk menambahkan judul, mata angin, skala peta, grid, peta
inset, dan legenda. Layout yang dipilih berorientasi horizontal, menyesuaikan
keperluan. Pada praktikum ini, layout yang diberikan yaitu dalam bentuk
Landsakp dengan ukuran kertas A4. Simpan peta dalam bentuk file dengan format
.JPEG pada fitur Export Map. Berikan nama file dan simpan pada folder yang
mudah dicari.
4.2 Peta Indeks Kebakaran Kabupaten Hulu Sungai Selatan

Gambar 2. Peta Indeks Kebakaran Kabupaten Hulu Sungai Selatan


Untuk indeks Kebakaran, Landsat Citra yang digunakan yaitu pada bulan
November yang dianggap bulan setelah terjadi kebakaran. Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa masing-masing daerah memiliki tingkat keparahan
kebakaran sesuai dengan nilai indeks vegetasi NBR yang dihasilkan setiap warna
berdasarkan eksplorasi data menggunakan formula NBR. Bila nilai yang
dihasilkan >0,66 dapat dipastikan bahwa daerah tersebut berada pada tingkat
keparahan terbakar tertinggi (high), untuk nilai -0,1 – 0,1 termasuk daerah yang
tidak terbakar (unburned). Pengolahan citra digital pada citra Landsat meliputi dua
indeks waktu yaitu Normalized Burn Ratio (NBR) bulan Juli dan Normalized Burn
Ratio (NBR) bulan November. Input masukan terhadap alometri indeks yang
digunakan sama yaitu citra reflektan dari Landsat 8. Adapun persamaan yang
𝐵5 −𝐵7
digunakan yaitu 𝑁𝐵𝑅 = . Normalized Burn Ratio (NBR) didefinisikan
𝐵5 +𝐵7

untuk menyoroti area yang terbakar dan untuk pengindeksan keparahan area yang
terbakar, dihitung menggunakan perhitungan nilai reflektansi pada saluran near
infrared dan mid infrared yang dikalikan dengan 1000 untuk mengubah skalanya.
Differenced Normalized burn Ratio (DNBR) dihitung dengan mengurangkan NBR
sesudah kebakaran dan NBR sebelum kebakaran adalah 𝐵𝑅 = 𝑁𝐵𝑅𝑝𝑟𝑒 −
𝑁𝐵𝑅𝑝𝑜𝑠𝑡 . Dapat dilihat pada peta, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sudah sangat
banyak wilayah yang terbakar yang ditunjukkan dengan warna merah. Untuk
wilayah yang berwarna hijau menunjukkan wilayah tersebut tidak terbakar.
Klasifikasi yang dimasukkan dalam peta NBR ini sebanyak 5 kelas diantaranya
unburned, Low Severity, Moderate-Low Severity, Moderate-High Severity, dan
High Severity. Unburned untuk wilayah yang tidak terbakar dengan wara hijau
pada peta, sedangkan High Severity menandakan bahwa wilayah tersebut terbakar
tingkat tinggi dengan warna merah pada peta.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Vegetasi yang dianalisa menghasilkan permbandingan warna hijau pada
citra yang diklasifikasikan sebanyak 3 kelas yaitu jarang, sedang dan rapat
pada NDVI dan 5 klasifiskasi pada dNBR.
2. Analisa vegetasi lahan terbuka hijau dibagi menjadi 3 kelas yaitu Jarang,
Sedang dan Rapat. Warna hijau tua menunjukkan bahwa wilayah tersebut
vegetasinya rapat, sedangkan warna hijau muda menunjukkan bahwa
vegetasinya jarang.
3. Analisis vegetasi setelah kebakaran yang dianalisa menghasilkan
perbandingan warna hijau pada citra dimana terdapat “unburned” atau
berwarna hijau terang atau hijau sangat muda yang merata pada wilayah
kabupaten Hulu Sungai Selatan.

5.2 Saran
Praktikum online sedikit membuat susah dan membingungkan jika tidak
benar-benar berkomunikasi dengan baik antar praktikan dan asisten praktikum.
Video tutorial dan modul praktikum sangat membantu.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, D. (2018). Identifikasi Tutupan Lahan Kota Samarinda dengan


Memanfaatkan Citra Satelit Landsat-8 dan Algoritma NDVI. Elipsoida:
Jurnal Geodesi dan Geomatika, 1(02), 79 – 84.

Arnanto, A. 2013. Pemanfaatan Transformasi Normalized Difference Vegetation


Index (Ndvi) Citra Landsat Tm Untuk Zonasi Vegetasi Di Lereng Merapi
Bagian Selatan. Jurnal Geomedia. 11(2).

Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta:


Penerbit Andi.

[Dephut] Depatemen Kehutanan. 2003. Surat Keputusan Menteri Kehutanan


No.305/Kpts-II/2003. Jakarta: Dephut.

Febrianti, N dan Parwati Sofan. 2014. Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta
Berdasarkan Analisis Spasial dan Spektral Data Landsat 8. Bidang
Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Pustfatja: LAPAN.

Lillesand, Thomas M. and Ralph W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image
Interpretation. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc New York.

Lufilah, S. N. 2017. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Analisis Indeks Vegetasi


di DKI Jakarta. Jurnal Landskap Indonesia. 9(1).

Martín MP et al. 2002. Burned Land Mapping using NOAA-AVHRR and TERRA-
MODIS. Forest Fire Research & Wildland Fire Safety, Rotterdam.

Purwanto. 2016. Modul penginderaan jauh. Universitas Negeri Malang: Malang


(tidak diterbitkan)

Que, V. K. S., Prasetyo, S. Y. J., & Fibriani, C. 2019. Analisis Perbedaan Indeks
Vegetasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan
Normalized Burn Ratio (NBR) Kabupaten Pelalawan Menggunakan Citra
Satelit Landsat 8. Indonesian Journal of Computing and Modeling, 2(1): 1
– 7.

Rahmi, K. I. N., & Febrianti, N. 2020. Pemanfaatan Data Sentinel-2 untuk


Analisis Indeks Area Terbakar (Burned Area). Jurnal Penginderaan Jauh
Indonesia, 2(1): 1 – 6.

Sudiana, D. dan E. Diasmara. 2008. Analisi Indeks Vegetasi Menggunakan Data


Satelit NOAA/AVHRR dan TERRA/AQUA-MODIS. Seminar on Intelligent
Technology and Its Application 2008. ISBN 978 – 979 – 8897 – 24 – 5.

Suwarsono, Rokhmatuloh, & T. Waryono. 2013. Pengembangan Model


Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan Dan Lahan ( Burned Area )
Menggunakan Citra Modis Di Kalimantan ( Model Development of
Burned Area Identification Using Modis Imagery in Kalimantan). Jurnal
Penginderaan Jauh. 10(2): 93 – 112.

Wibowo, H, M. Pramono H, Surhayadi. 2010. Transformasi Ndvi Untuk Estimasi


Nilai Koefisien Alirankasus Di Das Citarum Hulu. Jurnal LIMNOTEK.
17(2).
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai