Anda di halaman 1dari 20

KONSEP KEBUTUHAN SENSORI, PERSEPSI DAN KOGNITIF

1. Pengertian
Proses sensori dibagi menjadi dua komponen yakni resepsi dan
persepsi. Sensori resepsi adalah proses menerima stimulus atau data, baik
eksternal atau internal dari tubuh. Stimulus eksternal termasuk visual
(penglihatan), auditori (pendengaran), olfactori (penghidu), tactile (perabaan)
dan gustatori (pengecap). Stimulus gustatory juga termasuk ke dalam
stimulus internal. Tipe lain dari stimulus internal adalah kinesthetic atau
visceral. Kinesthetic merujuk kepada kesadaran terhadap posisi dan
pergerakan bagian tubuh. Stereognosis adalah kesadaran terhadap ukuran
objek, bentuk dan teksture. Visceral merujuk kepada organ-organ besar
dalam tubuh.
Persepsi adalah kemampuan untuk merasakan, mengenal,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimuli sensori. Persepsi sering
berhubungan dengan kognitif yaitu kemampuan intelektual untuk berpikir.
Proses organisasi dan interpretasi seseorang tergantung pada tingkat fungsi
intelektualnya. Kognitif termasuk elemen memori, penilaian dan orientasi.
Persepsi sensori adalah proses sadar terhadap seleksi, organisasi dan
mengartikan data dari indera ke informasi yang berarti atau kemampuan
untuk menerima kesan sensori, melalui asosiasi kortikal, menghubungkan
stimuli ke pengalaman masa lalu dan membentuk kesan dasar dari stimuli..
Macam-macam indera antara lain: olfaktori (penghidu), visual (penglihatan),
taktil (perabaan), auditori (pendengaran), gustatori (pengecap), kinestetik
(merasakan posisi tubuh) dan viseral (merasakan organ-organ dalam tubuh).
Faktor yang mempengaruhi fungsi sensori diantaranya:
a. Tahap Perkembangan
b. Budaya
c. Stess
d. Medikasi Dan Kondisi Sakit
e. Gaya Hidup Dan Kepribadian
2. Fisiologis Sensori, Persepsi Dan Kognitif
Proses sensorik adalah kemampuan untuk memproses atau
mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Biasanya proses ini terjadi
secara otomatis, misalnya ketika mendengar suara kicauan burung, otak
langsung menterjemahkan sebagai bahasa atau suara binatang.
Proses sensorik diawali dengan penerimaan input (registration), yaitu
individu menyadari akan adanya input. Proses selanjutnya adalah orientation,
yaitu tahap dimana individu memperhatikan input yang masuk. Tahap
berikutnya, kita mulai mengartikan input tersebut (interpretation).
Selanjutnya adalah tahap organization, yaitu tahap dimana otak memutuskan
untuk memperhatikan atau mengabaikan input ini. Tahap terakhir adalah
execution, yaitu tindakan nyata yang dilakukan terhadap input sensorik tadi
(Williamson dan Anzalone, 1996).
Sensori Integrasi adalah Proses neurologis individu dalam
mengorganisasikan sensasi dari dalam diri dan dari lingkungan sekitar dan
dapat digunakan secara efektif dalam lingkungannya.
Melalui panca indra, manusia memperoleh informasi tentang kondisi
fisik dan lingkungan yang berada di sekitarnya. Informasi sensorik yang
diterima akan masuk ke otak tidak hanya melalui mata, telinga, dan
hidung,akan tetapi masuk melalui seluruh anggota tubuh lainnya seperti :
a. Mata (Visual)
Disebut juga indera penglihatan. Terletak pada retina.Fungsinya
menyampaikan semua informasi visual tentang benda dan menusia.
b. Telinga (Auditory)
Disebut juga indera pendengaran, terletak di telinga bagian dalam.
Fungsinya meneruskan informasi suara. Dan terdapat hubungan antara
sistem auditor ydengan perkembangan bahasa. Apabila sistem auditory
mengalami gangguan, maka perkembangan bahasanya juga akan
terganggu.
c. Hidung (Olfactory)
Disebut juga indera pembau, terletak pada selaput lendir hidung,
fungsinya meneruskan informasi mengenai bau-bauan (bunga, parfum,
bau makanan).
d. Lidah (Gustatory)
Disebut juga indera perasa, terletak pada lidah, fungsinya
meneruskan informasi tentang rasa (manis, asam, pahit,dan lain-lain) dan
tektur di mulut (kasar, halus, dan lain-lain).

e. Kulit (Tactile)
Taktil adalah indera peraba. Terletak pada kulit dan sebagian dari
selaput lendir. Bayi yang baru lahir, menerima informasi untuk pertama
kalinya melalui indera peraba ini.
f. Otot dan persendian (Proprioceptive)
Proprioseptif merupakan sensasi yang berasal dari dalam tubuh
manusia, yaitu terdapat pada sendi, otot, ligamen dan reseptor yang
berhubungan dengan tulang. Input proprioseptif ini menyampaikan
informasi ke otak tentang kapan dan bagaimana otot berkontraksi
(contracting) atau meregang (stretching), serta bagaimana sendi
dibengkokkan (bending), diperpanjang (extending), ditarik (being pull)
atau ditekan (compressed). Melalui informasi ini, individu dapat
mengetahui dan mengenal bagian tubuhnya dan bagaimana bagian tubuh
tersebut bergerak.
g. Keseimbangan / balance (Vestibular)
Sistem vestibular disebut juga “business center”, karena semua
sistem sensorik berkaitan dengan sistem ini. Sistem vestibular ini terletak
pada labyrinth di dalam telinga bagian tengah. Fungsinya meneruskan
informasi mengenai gerakan dan gravitasi. Sistem ini sangat
mempengaruhi gerakan kepala dalam hubungannya dengan gravitasi dan
gerakan cepat atau lambat, gerakan bola mata (okulomotor), tingkat
kewaspadaan dan emosi.

3. Nilai-Nilai Normal

Resepsi dan persepsi sensori adalah dua komponen dari proses


sensori, yang keduanya dikontrol oleh sistem saraf. Normalnya sistem saraf
dapat menerima ratusan stimulus. Diawali oleh stimulus yang memacu
receptor sensori, stimulus kemudian akan diteruskan oleh neuron sensori I
kepada sistem saraf pusat. Dari spinal cord atau batang otak, impuls
kemudian diteruskan oleh neuron sensori II kepada thalamus. Disini neuron
sinaps dengan neuron sensori III bertemu dan menghantarkan impuls dari
thalamus ke area somatosensori dari postcentral gyrus lobus parietal otak,
yang juga disebut dengan area sensori primer. Segera setelah itu, jaras
sensori mulai berproses dan meneruskan sensasi dari sisi yang berlawanan
dari tubuh. Biasanya proses tersebut terjadi pada tingkat neuron sensori II.

Kesadaran terhadap stimulus terletak pada korteks serebri, dimana


stimulus dipersepsikan dan diinterpretasikan. Untuk dapat menerima dan
menginterpretasikan stimulus, otak harus terjaga. Reticular activating system
(RAS) pada batang otak berperan dalam menyalurkan mekanisme desakan
(arousal). Tingkat aktivitas dari RAS tergantung dari besarnya stimulus
sensori yang diterima. Nyeri, dapat meningkatkan aktivitas RAS. Setelah
stimulus ditangkap oleh RAS kemudian diteruskan ke korteks serebri. Peran
dari korteks adalah memproses, menginterpresikan, menggunakan dan
menyimpan data yang masuk dan mengorganisasikannya. Peran dari
thalamus adalah pusat distribusi sinyal dan sinyal kembali dan selanjutnya
diantara korteks serebri dan thalamus.

Area lainnya yang dapat menggambarkan aktivitas penting di otak


adalah reticular inhibitory area (RIA) yang berlokasi pada medulla. Area ini
dapat menurunkan jumlah sinyal nervus yang sedang turun pada spinal cord
ke otot dan menurunkan aktivitas yang lebih tinggi dari pusat otak. Otak
mempunyai kapasitas adaptasi terhadap stimulus sensori.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

a. Usia
1) Bayi tidak mampu membedakan stimulus sensori. Jalur sarafnya
masih belum matang.
2) Pengelihatan berubah selama usia dewasa mencakup presbiopia
(ketidak mampuan memfokuskan pada objek dekat) dan kebutuhan
kaca mata baca (biasanya terjadi dari usia 40-50)
3) Pendengaran berubah, yang dimulai pada usia 30, yang termasuk
penurunan ketajaman pendengaran, kejelasan bicara, perbedaan pola
tinggi suara, dan ambang pendengaran. Tinitus sering kali menyertai
hilangnya pendengaran sebagai efek samping obat. Lansia mendengar
suara pola rendah dengan baik tetapi mempunyai kesulitan mendengar
percakapan dengan latar belakang yg berisik.
4) Lansia memiliki kesulitan membedakan konsonal (F,S,TH, CH).
Suara bicara bergetar, dan terdapat perpanjangan persepsi dan reaksi
bicra.
5) Perubahan gustatori dan olfaktori mencakup penurunan dalam jumlah
ujung saraf pengecap dalam tahun terakhir dan penurunan serabut
saraf olfaktori pd usia 50. Penurunan diskriminasi rasa dan sensifitas
terhadapbau adalah umum.

6) Proprioseptif berubah setelah usia 60 termasuk kesulitan dengan


keseimbangan, orientasi mengenal tempat, dan koordinasi
7) Lansia mengalami perubahan laktil, termasuk perubahan sensitivitas
terhadapnyeri, tekanan, dan suhu
b. Medikasi
Beberapa anti biotika (misalnya : streptomosin dan gentamisin)
adalah ototoksik dan secara permanen dapat merusak saraf pendengaran ;
kloramfenikol dapat mengiritasi saraf optik. Obat-obat analgesic
narkotik, sedative, dan anti depresan dapat mengubah persepsi stimulus.
c. Lingkungan
Stimulus lingkungan yang berlebihan (misalnya : peralatan yang
bisik dan percakapan staf didalam unit perawatan intensif ) dapat
menghasilkan beban sensori yanga berlebihan, ditandai dengan
kebingungan, disorientasi, dan ketidak mampuan membuat keputusan.
Stimulus lingkungan yang terbatas (misalnya : dengan isolasi) dapat
mengarah kepada deprivasi sensori. Kualitas lingkungan yang buruk
(misalnya penerangan yang buruk, lorong yang sempit, latar belakang
yang bising ) dapat memperburuk kerusakan sensori.
d. Tingkat Kenyamanan
Nyeri dan kelelahan mengubah cara seseorang berpersepsi dan
bereaksi terhadap stimulus.
e. Penyakit yang Ada Sebelumnya
Penyakit vascular perifer dapat menyebabkan penurunan sensasi
pada ektremitas dan kerusakan kognisi. Diabetes kronik dapat mengarah
pada penurunan pengelihatan, kebutaan atau neuropati perifer. Stroke
sering menimbulkan kehilangan kemampuan bicara. Beberapa kerusakn
neurologi dapat merusak fungsi motorik dan penerimaan sensori.
f. Merokok
Pengunaan tembakau yang kronik dapat menyebabkan atropi
ujung-ujung saraf pengecap, mengurang persepsi rasa.
g. Tingkat kebisingan
Pemaparan yang konstan pada tingkat kebisinagn yang tinggi
(misalnya pada lokasi pekerjaan konstruksi) dapat menyebabkan
kehilangan pendengaran.
h. Intubasi endotrakea
Kehilangan kemampuan bicara sementara akibat pemasukan
selang endotrakea melalui mulut atau hidung kedalam trakea.
(Perry&Potter, 2005)

5. Jenis Gangguan
a. Pada klien dengan gangguan sensoris pendengaran :
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang
paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan
dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir
lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini
sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan
anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien


dengan gangguan pendengaran :
1) Orientasikan kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau
memposisikan diri di depan klien
2) Gunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk
memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
3) Usahakan berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan
sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim
4) Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu
(permen karet)
5) Bila mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan
wajar
6) Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan
7) Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
b. Klien dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ,
misal., kornea, lensa mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan
kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls menuju otak. Kerusakan di
tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini
mengakibatkan penurunan visusu hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik
parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menagkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan
sentuhan. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan
fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin
harus digantikan oleh informasi yang dapat ditransfer melalui indra yang lain.
Berikut adalah tehnik-tehnik yang diperhatikan selama
berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan :
1) Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami
kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran
perawat ketika anda berada didekatnya.
2) Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama (dan peran) anda.
3) Berbicara menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak
memungkinkanya menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda
memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
4) Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata
sebelum melakukan sentuhan pada klien.
5) Informasikan kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus
komunikasi.
6) Orientasikan klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
7) Orientasikan klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan /
ruangan yang baru.
c. Klien dengan gangguan wicara
Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan
kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien
yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal-
hal berikut perlu diperhatikan :
1) Perhatikan mimik dan gerak bibir klien
2) Memperjelas kata – kata yang diucapkan kien dengan mengulang
kembali.
3) Batasi topik pembicaraan.
4) Suasana rilek dan pelan.
5) Bila perlu gunakan bahasa tulisan / Simbol.
d. Klien gangguan kematangan kognitif
Berbagai kondisi dapat mengakibatkan gangguan kematangan
kognitif, antara lain akibat penyakit : retardasi mental, sindrom down ataupun
situasi sosial, misal., pendidikan yang rendah, kebudayaan primitif, dan
sebagainya.
Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
kematangan, sebaiknya anda memperhatikan prinsip komunikasi bahwa
komunikasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi efektif, yaitu
mengikuti kaidah sesuai kemampuan audiens ( capability of audience )
sehingga komunikasi dapat berlangsung lebih efektif.
Tehnik-tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
kognitif :
1) Bicara dengan tema yang jelas dan terbatas

2) Hindari penggunaan istilah, Gunakan kata pengganti yang mudah


dimengerti, Gambar, Simbol.
3) Nada bicara yang relatif datar dan pelan
4) Bila perlu lakukan pengulangan, tanyakan kembali pesan untuk
memastikan maksud pesan sudah diterima.
5) Hati – hati dalam komunikasi non verbal, dapat menimbulkan
interpretasi yang beda pada klien.
e. Klien tidak sadar
Ketidaksadaran mengakibatkan fungsi sensorik dan motorik klien
mengalami penurunan sehingga sering kali stimulus dari luar tidak dapat
diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Keadaan tidak sadar dapat terjadi akibat gangguan organik pada otak,
trauma otak yang berat, syok, pingsan, kondisi tidur dan narkose, ataupun
gangguan berat yang terkait dengan penyakit tertentu. Sering kali timbul
pernyataan tentang perlu tidaknya perawat berkomunikasi dengan klien yang
mengalami gangguan kesadaran diri ini. Bagaimanapun, secara etika
penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mengharuskan penerapan
komunikasi pada klien dengan gangguan kesadaran.
Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan kesadaran,
hal-hal berikut perlu diperhatikan :
1) Berhati –hati ketika menggunakan pembicaraan verbal dekat kien,ada
pendapat bahwa organ pendengaran adalah organ terakhir yang
mengalami penurunan penerimaan rangsang individu yang tidak
sadar. Klien dapat mendengar suara dari lingkunganya walaupun ia
tidak bisa meresponya.
2) Ucapkan kalimat dengan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang kita sampaikan didekat klien.
3) Ucapkan kata- kata sebelum menyentuh klien, Sentuhan merupakan
komunikasi yang efektif pada klien gangguan kesadaran.
f. Klien Hallusinasi
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan
sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus
mempunyai kesadran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima, dan
mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara
teraupetik. Dalam berkomunikasi dengan klien yang mengalami halusinasi
perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan
namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami.
Berikut tehnik komunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
halusinasi :
1) Salam, Sapa klien dengan ramah, panggil nama klien, jujur / tepat
janji, empati dan menghargai. ( BHSP).
2) Diskusikan hasil observasi klien, tanpa menyangkal, menyokong
hallusinasinya (Validasi persepsi sensoris klien)
3) Hadirkan realita, kontak yang singkat dan sering, topik yang singkat
(Menghadirkan realitas)

4) Terima hallusinasi kien dengan “Saya percaya anda mendengar suara


itu, saya sendiri tidak mendengar“, Dorong untuk mengungkapkan
perasaan dengan tenang, perawat hangat, empati dan kalem.
(Menurunkan anxietas klien)
5) Hati – hati, Space ( melindungi klien dan orang lain dari bahaya.

6. Pengkajian
Jika mengkaji pasien dengan atau yang beresiko perubahan sensori maka
perawat mempertimbangkan semua factor yang mempengaruhi fungsi sensori
khususnya factor usia. Perawat mengumpulkan riwayat yang juga mengkaji status
sensori klien saat ini dan tingkat dengan defisit sensori mempengaruhi gaya hidup
klien, penyesuaian psikososial, kemampuan perawatan diri, dan keamanan.
Pengkajian harus juga berfokus pada kualitas dan kuantitas stimulus lingkungan.
Hal-hal penting selama pengkajian dalam sistem sensori -persepsi:
a. Biodata
b. Kebiasaan promosi kesehatan, misal: kebiasaan membersihkan
mata/telinga, aktivitas rekreasi, kebiasaan dalam bekerja misalnya orang
yang bekerja dalam suatu keadaan yang terdapat kemungkinan terjadi
cedera mata, misalnya terpapar zat kimia, pengelasan, penggosokan gelas
atau batuan.
c. Orang yang berisiko: lansia, jenis pekerjaan, gangguan jiwa.
d. Kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Perawat mengkaji
kemampuan fungsional klien di lingkungan rumah mereka maupun dalam
pelayanan kesehatan. Meliputi aktivitas makan, berpakaian, perawatan
diri dan berdandan.
e. Lingkungan, terkait dengan kondisi bahaya, mis: tangga, kran air
panas/dingin yang tidak bertanda, lantai yang licin, benda tajam
f. Status mental, meliputi:
1) penampilan dan perilaku fisik
 aktifitas motorik
 postur
 ekspresi wajah
 kebersihan
2) kemampuan kognitif
 tingkat kesadaran
 alasan abstrak
 kalkulasi
 perhatian
 penilaian
 kemampuan untuk melakukan percakapan
 kemampuan untuk membaca, menulis, dan mengkopi gambar
 memori yang baru dan mengingat memori
3) stabilitas emosional
 agitasi, euforia, iritabilitas, tidak ada harapan atau suasana hati
yang melebar
 halusinasi, auditori, visual, dan taktil
 ilusi

 delusi
g. Pemeriksaan fisik pada panca indera
Untuk mengidentifikasi deficit sensosri, perawat mengkaji penglihatan,
pendengaran, olfaksi, rasa dan kemampuan untu membedakan cahaya,
sentuhan, temperature, nyeri dan posisi.
1) Penglihatan
 Minta pasien untuk membaca koran atau majalah.
 Ukur ketajaman visual dengan grafik snellen chart
 Kaji ukuran pupil dan akomodasi terhadap sinar
 Minta pasien mengidentifikasi warna pada grafik berwarna atau
crayon.
2) Pendengaran
 Lakukan tes suara bisik atau garpu tala
 Kaji persepsi klien gangguanakan kemampuan pendengaran dan
riwayat tinnitus.
 Observasi pasien yang berbincang-bincang dengan orang lain
 Inspeksi adanya serumen yang keras pada saluran pendengaran
3) Sentuhan
 Kaji kesensitifan klien terhadap sentuhan cahaya atau
temperature
 Periksa kemampuan klien untuk membedakan antara stimulus
tajam dengan stimulus penuh
 Kaji apakah klien dapat membedakan objek ditangan dengan
mata tertutup

 Tanya apakah klien merasakan sensasi yang tidak seperti


biasanya
4) Penciuman
Minta klien untuk menutup matanya dan identifikasi beberapa bau
yang tidak mengiritasi seperti kopi, vanilla,dll.
5) Rasa
 Minta klien untuk mencotohkan dan membedakan rasa yang
berbeda misalnya lemon, gula, garam.
 Tanya klien jika terjadi perubahan berat badan akhir-akhir ini
6) Indra posisi
Lakukan tes konvensional untuk keseimbangan dan indra posisi

7. Diagnosa Keperawatan ( Nanda)


a. Gangguan persepsi sensori (spesifik: visual, auditori, kinestetik, gustatori,
taktil dan olfaktori)
b. Gangguan ingatan
c. Kerusakan memori
d. Gangguan proses pikir
e. Risiko jatuh
8.Rencana Keperawatan (NIC NOC)

1 Gangguan persepsi sensori (spesifik: NOC: Klien dapat : NIC:


visual, auditori, kinestetik, gustatori,
 Mempertahankan fungsi optimal a. Mempertahankan fungsi optimal indera
taktil dan olfaktori)
indera  Penglihatan:
Definisi karakteristik :
 Membangun lingkungan yang aman - Simpan kacamata dan kontak lensa bersih dan
 Konsentrasi rendah
berfungsi
 Berkomunikasi efektif
 Distorsi auditori - Gunakan alat bantu tambahan
 Mencapai perawatan diri
 Perubahan respon terhadap stimulus - Tulis label obat dengan huruf besar
 Irritabilitas - Ajarkan klien denagn pamflet tulisan besar dan
kontras
 Disorientasi waktu, tempat dan orang
 Pendengaran:
 Perubahan dalamkemampuan
- Lakukan tes pendengaran
memecahkan masalah
 Perubahan pola perilaku - Irigasi telinga
 Gangguan pola komunikasi - Modifikasi lingkungan
 Halusinasi - Saat berkomunikasi matikan televisi atau tape
 Perasa
 Distorsi visual
- Lakukan oral hygiene
- Makanan berasa dan tekstur berbeda- beda
 Sentuhan
- Terapi sentuhan: menyisir rambut, back rub,
menyentuh lengan atau bahu
- Reposisi
- Tekanan lembut bila sensasi berkurang
- Linen bersih
 Pembau
- Stimulasi bau menyenangkan
- Membaui makanan sebelum makan
- Lingkungan bersih
b. Membangun lingkungan yang aman
 Kehilangan penglihatan:
- Ambulasi
- Jangan tinggalkan klien sendiri di tempat asing
Sediakan bel
- Objek penting letakkan dekat klien
- Pasang side rail
- Pindahkan barang berbahaya
 Kehilangan pendengaran:
- Ajarkan klien menggunakan
penglihatan untuk menemukan bahaya
- Kunjungi klien secara teratur
 Gangguan bicara:
- Perlu alternatif komunikasi
- Sediakan bel panggil
c. Berkomunikasi efektif
 Dengarkan klien
 Jangan berteriak
 Gunakan pertanyaan pendek, mudah dan bahasa
tubuh
 Beri klien waktu untuk memahami

 Jangan menekan atau memaksa


 Gunakan alat bantu untuk memperjelas
Berhadapan dengan klien
d. Mencapai perawatan diri
 Jelaskan letak susunan makanan yang disajikan
 Bantu klien dengan gangguan
penglihatan ke kamar mandi
 Beri kesempatan klien melakukan ADL
sendiri
2 Gangguan ingatan NOC: Ingatan, dengan kriteria hasil klien mampu: NIC:
Definisi karakteristik :  Mengingat kembali informasi yang sekarang  Ingat kembali bersama pasien

 Ketidakmampuan untuk mengingat dengan benar pengalaman yang telah lalu


informasi yang factual  Mengingat kembali informasi yang baru saja  Sediakan waktu untuk berkonsentrasi
 Ketidakmampuan untuk mengingat diterima dengan benar  Sediakan kesempatan untuk mengingat
kejadian yang telah lalu  Mengingat kembali informasi yang sudah lama kejadian yang baru saja terjadi
 Ketidakmampuan untuk mempelajari dengan benar  Monitor tingkah laku pasien
keterampilan atau informasi yang baru
 Melupakan kegiatan yang seharusnya
dilakukan
3 Kerusakan memori NOC : Memory NIC : Memory training
Definisi :
Kriteria Hasil :  Mengidentifikasi dengan pasien dan
Ketidakmampuan untuk mengingat
kelurga masalah memori
kembali informasi atau perilaku  Dapat merecall informasi lama secara akurat
Batasan karakteristik :  Menstimulasi memori dengan mengulang
 Dapat merecall informasi yang baru saja terjadi
pikiran pasien terakhir
 Tidak mampu mengingat informasi
secara akurat
 Implementasi tehnik memori yang sesuai
factual
 Tidak mampu mengingat kejadian yang  Menyediakan latihan orientasi
baru saja terjadi atau masa lampau
 Menyediaan kesempatan berkonsetrasi
 Tidak mampu belajar atau menyimpan
 Monitor perilaku pasien saat latihan
ketermapilan atau informasi baru
 Tidak mampu untuk menentukan
perilaku yang sudah dilaksanakan
 Meleporkan atau
menunjukkan pengalaman lupa
 Tidak mampu menampilkan
keterampilan yang pernah dipelajari
 Lupa dalam menampilkan perilaku

pada jadwal yang telah dilakukan


Faktor yang berhubungan

 Ketidakseimbangan cairan dan


elektrolit
 Gangguan neurologis

 Lingkungan yang mengganggu

 Anemia

 Hipoksia kronis/akut

 Penurunan curah jantung


4. Gangguan proses pikir NOC: Kemampuan kognitif, dengan kriteria hasil NIC:

Definisi karakteristik : klien mampu:  Beri kesempatan kepada klien untuk

 Dissonansi kognitif  Berkomunikasi dengan lancar sesuai umur dan menyampaikan pendapatnya.
 Deficit memori / masalah kemampuan  Beri kesempatan kepada klien untuk
 Ketidakakuratan menginterpretasikan  Memiliki perhatian yang penuh memusatkan perhatian
lingkungan  Berkonsentrasi  Jangan beri klien informasi yang
 Egosentris  Memiliki orientasi berlebihan dalam satu waktu
 Berfikir tidak berdasarkan realita  Membuat keputusan yang tepat  Orientasikan lingkungan sekitar klien
5. Risiko jatuh NOC : NIC : Pencegahan jatuh
Klien dapat menunjukkan perilaku yang aman untuk Aktivitas :
mencegah jatuh dengan indikator :
 Menggunakan alat bantu dengan benar
 Identifikasi keterbatasan fisik dan
 Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh kognitif pasien yang dapat
meningkatkan potensi jatuh
 Menggunakan prosedur berpindah yang ama
 Identifikasi karakteristik lingkungan yang
 Menggunakan restrain jika diperlukan
meningkatkan potensi jatuh
 Sediakan alat bantu seperti walker

 Ajarkan pasien meminimalkan injuri


ketika jatuh
 Gunakan restrain fisik untuk membatasi
pergerakan yang dapat membahayakan
klien
 Gunakan side rail pada bagian kiri dan
kanan untuk mencegah jatuh dari tempat
tidur
 Sediakan pencahayaan yang adekuat
untuk meningkatkan penglihatan
DAFTAR PUSTAKA

Ellis, Janice, Elizabeth A. Noulis. 1994. Nursing Human Need Approach 5th
Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.
DeLaune S.C., Patricia K.L. 2002. Fundamental of Nursing:Standarts and
Practice. USA: Delmar
Kozier & Erb’s. 2008. Fundamental of Nursing,Concept, Process, and Practice.
Pearson: Prentice Hall: New Jersey.
LeMone, Priscilla, Karen M. Burke. 1996. Medical-Surgical Nursing: Critical
Thinking in Client Care. Canada: Addison-Wesley Nursing.
North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses :
Definition & Classification 2007-2008. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai