Anda di halaman 1dari 7

KEBUDAYAAN INDONESIA DITENGAH

PERSAINGAN GLOBAL
Yusril Bayu Saputra
Universitas Hasanuddin
Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik
Email:bayunambo03@gmail.com

ABSTRAK
Ditengah persaingan globalisasi saat ini, manusia seringkali dihadapkan pada dua
pilihan yang sulit, disatu sisi pergaulan dengan dunia Internasional adalah sangat
diperlukan sebab apa jadinya jika hanya mengisolasi diri dari pergaulan internasional. 
Akan tetapi disisi lain, implikasi dari pergaulan tersebut dapat menggeruskan nilai-nilai
budaya yang telah ada sehingga menjadi tercerabut dari keasliannya. Dalam
menghadapi dilematisasi tersebut, tidak ada cari lain kecuali bersikap komitmen
terhadap nilai-nilai luhur bangsa serta berani menetapkan di dalam hati secara bangga
terhadap nilai-nilai asli bangsa agar tidak menjadi manusia yang kehilangan identitas.
PENDAHULUAN

Budaya yang hidup di tengah masyarakat biasanya lahir dari dorongan spritual
masyarakat dan ritus-ritus local yang secara rohani dan material sangat
penting bagi kehidupan sosial suatu lingkungan masyarakat desa. Budaya lokal
memiliki hubungan yang sangat erat dengan masyarakat di suatu lingkungan dan
seluruh kondisi alam di lingkungan tersebut. Ia ditampilkan dalam berbagai
upacara adat suatu desa, bersih desa, misalnya dilakukan untuk menghormati roh
nenek moyang sebagai penunggu desa. Maksud upacara agar desa dilimpahi
kesejahteraan oleh penunggu tersebut.

Terlepas dari kepercayaan tersebut, upacara yang dilakukan dengan cara


membersihkan desa menghasilkan dampak lingkungan yang baik. Apabila desa
bersih dari limbah apapun maka alirannya yang berfungsi mengaliri persawahan
akan lancar. Lingkungan desa akan menjadi bersih dan sehat sehingga panen
menjadi baik. Budaya yang ditampilkan dalam upacara adat tersebut mempunyai
fungsi yang sangat penting. Memberi dorongan solidaritas kepada masyarakat
dalam rangka mempersatukan niat, kemauan dan perasaan mereka dalam
menjalankan upacara tersebut. Budaya local sebagaimana seni yang lain secara
historis selalu memiliki suasana kontekstual, dimana seni tidak bisa dilihat tanpa
fungsi tertentu bagi sebagian masyarakat masing-masing budaya.
Rupanya upacara adat dan budaya lokal yang menjadi kesatuan budaya
lingkungan tersebut di samping merupakan ekspresi spritualitas, di dalamnya
terkandung suatu budaya dalam rangka mengarahkan masyarakat pada kepedulian,
pemeliharaan dan pelestarian alam lingkungan. Justru sangat besar kemungkinan
landasan spritual yang ditanamkan nenek moyang tersebut memang dimaksudkan
sebagai upaya pelestarian alam lingkungan yang akan
menjaga kestabilan, kesehatan, lingkungan, dan memberi dorongan perilaku
manusia dalam menyikapi kehidupan dan lingkungannya.

Sikap budaya ini menjadi utuh ketika upaya peningkatan kualitas hidup dalam
sistem ekonomi dan teknologi tidak mengganggu harmoni antara hidup manusia
dan kehidupan alam semesta. Termasuk di kota-kota yang memiliki predikat
Urban, Metropolitan, maupun Cosmopolitan. Kita sudah jarang menemukan
Gambang Kromong, Rebana Ketimpring, Rebana Biang, Tajidor, dan
lain sebagainya di kota Metro Politan Jakarta; Kidungan, Mamaca, Ngremo, dan
sebagainya di Surabaya.

Di Sumatera khususnya kita masih menemukan Tembang Batang Hari Sembilan,


Sastra Tutur, Teater Tradisional Dul Muluk. Sejauh pengamatan, bentuk kesenian
ini mengalami pasang surut dalam kehidupannya, bahkan ada beberapa yang telah
mengalami mati suri. Aplikasi teknologi modern di kalangan masyarakat petani,
sedemikian rupa telah mengubah sikap mental perilaku masyarakat petani,
Hadirnya teknologi modern di era global lambat laun juga telah mengubah
kepercayaan petani terhadap penguasa padi “Sangyang Sri”’ (Dewi Sri
nama Dewi Padi bagi masyarakat Jawa).. Sehingga kesehatan dan hasil panen padi
sekarang bukan karena anugrah “Sangyang Sri”, melainkan karena hasil teknologi
modern seperti mesin giling, mesin bajak sawah, pupuk sintetis obat inteksida,
yang semuanya diperoleh dengan uang. Maka hal tersebut sangatlah berpengaruh
terhadap sikap atau kehidupan berkesenian masyarakat petani.
PEMBAHASAN
Era globalisasi dapat menimbulkan perubahan pola hidup masyarakat yang lebih
modern. Akibatnya masyarakat cenderung untuk memilih kebudayaan baru yang dinilai
lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal. Salah satu faktor yang menyebabkan
budaya lokal dilupakan dimasa sekarang adalah; kurangnya generasi penerus yang
memiliki minat untuk belajar dan mewarisi kebudayaanny sendiri.

Menurut Maliowski, Budaya yang lebih tinggi dan aktif akan mempengaruhi budaya
yang lebih rendah dan pasif melalui kontak budaya. Teori Malinowski ini sangat nampak
dalam pergeseran nilai-nilai budaya kita yang condong ke Barat. Dalam era globalisasi
informasi menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir
manusia. Untuk mengatasi hal ini, perlu kesadaran akan pentingnya budaya lokal
sebagai jati diri bangsa. Kewajiban bagi setiap lapisan masyarakat untuk
mempertahankannya, dimana peran generasi muda sangat diharapkan untuk terus
berusaha mewarisi budaya lokal dan akan menjadi kekuatan bagi eksistensi budaya
lokal itu  sendiri walaupun diterpa arus globalisasi. Upaya dalam Menjaga dan
melestarikan budaya Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara. yaitu; Culture
Experience dan Culture Knowledge.

Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat menjadi
ancaman bagi eksistensi budaya lokal. Penggerusan nilai-nilai budaya lokal
merupakan resiko posisi Indonesia sebagai bagian dari komunitas global.
Globalisasi adalah keniscayaan yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya yang
mampu mematikan budaya lokal tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi globalisasi
budaya asing. Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja dengan
membiarkan pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis
identitas lokal. Memang, globalisasi harus disikapi dengan bijaksana sebagai hasil
positif dari modenisasi yang mendorong masyarakat pada kemajuan. Namun,
para pelaku budaya lokal tidak boleh lengah dan terlena karena era keterbukaan
dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya
bangsa. Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, yang dibutuhkan adalah
strategi untuk meningkatkan daya tahan budaya lokal dalam menghadapinya.

Indonesia membutuhkan penguatan strategi kebudayaan untuk menghadapi


persaingan global. Saat ini daya saing kompetitif global yang dimiliki Indonesia
masih sangat rendah. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Rektor Universitas
Indonesia, Prof Dr Bambang Wibawarta, saat berbicara pada seri diskusi panel
bertema "Tantangan Masa Depan" yang digelar oleh Yayasan Suluh Nuswantara
Bakti (YSNB) di Jakarta, Sabtu (30/4). Dalam diskusi tersebut turut berbicara
dosen Lemhanas, Laksda TNI Asc Prof Dr A Yani Antariksa.

Bambang menjelaskan saat ini Human Capital Index Indonesia di ASEAN turun
menjadi 69 pada tahun 2015 dari sebelumnya ranking 53 di tahun 2013. Demikian
pula dengan Global Competitiveness Index Ranking Indonesia yang melorot pada
periode 2015-2016 menjadi 37 dari sebelumnya ranking 34 pada periode 2014-
2015. ''Kenyataan ini menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan daya saing dan
akan lebih sulit menghadapi globalisasi. Untuk itu diperlukan strategi kebudayaan
untuk dijadikan benteng menghadapi segala tantangan bangsa yang ada,'' katanya.
Dia menjelaskan strategi kebudayaan yang dimaksud di sini dapat berarti ganda.
Pertama, strategi pengembangan dan pelestarian kebudayaan. Kedua, strategi
sebagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah sosial, ekonomi, politik,
menghadapi proxy war dan neocortical war yaitu cara perang tanpa penggunaan
kekerasan. ''Strategi kebudayaan inilah yang harus disusun ulang,'' kata ujarnya.
PENUTUP

Keberagaman budaya local dihadapkan pada masalah pada satu sisi dan
modernisasi di sisi lain. Bagi seniman sebagai ujung tombak pembaharuan,
maka tidak ada jalan kecuali melihat ke depan namun hal ini tidak berarti kita
hanya begitu saja menyepelekan nilai-niali lokal. Kita harus berkembang dari
kekayaan yang ada. Apapun tantangan yang dihadapi Budaya Nusantara di era
global, maka sangatlah penting menumbuhkan kesadaran bagi generasi muda
untuk lebih memahami budaya yang dimiliki bangsa ini dengan mencintainya,
memahami nilai nilai yang terkandung serta melestarikan. keberadaannya dengan
cara memberdayakan kearifan lokal yang tumbuh di kantong-kantong budaya di
seluruh persada Nusantara.

REFERENSI
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/jsn/article/view/7669
https://journal.isi-padangpanjang.ac.id/index.php/Ekspresi/article/download/
392/290
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/03%20Safril%20Strategi
%20Meningkatkan%20Daya%20Tahan%20Budaya%20Lokal%20Safril
%20mda.pdf
https://www.neliti.com/id/publications/141425/penguatan-ketahanan-budaya-
dalam-menghadapi-derasnya-arus-budaya-asing

NAMA: YUSRIL BAYU SAPUTRA


NIM: E011211038
MATA KULIAH SOSIOLOGI ADMINISTRASI A

Anda mungkin juga menyukai