Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SOLUSIO PLASENTA
OLEH:
Preceptor Institusi
Otot meregang
Perdarahan
Hematoma retroplasenter
Perfusi Resiko
jaringan Infeksi
Nyeri Akut
Perfusi Jaringan
Tidak Efektif
6. Manifestasi Klinik
a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, di
mana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam warnanya akan
kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa
agak tegang yang sifatnya terus-menerus.Walaupun demikian, bagian-
bagian janin masih mudah diraba.Uterus yang agak tegang ini harus
selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung.
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3
luas permukaan.Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti
solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan
gejala sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam
dapat sedikit tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai
1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh kedalam sok, demikian pula jika
janinnya yang masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan
gawat. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan
sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba.Jika janin masih
hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih
sering terjadi pada solusio plasenta berat
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannya.Terjadi sangat
tiba-tiba.Biasanya Ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya
telah meninggal.Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat
nyeri.Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan
syok Ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum
sempat terjadi.Pada keadaan-keadaan diatas besar kemungkinan telah
terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi
ginjal
(Sukarni & Wahyu, 2013)
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu (Sukarni & Wahyu, 2013) :
a. Syok perdarahan
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan
segera.Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III. Pada solusio plasenta berat
keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang
terlihat
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi.Biasanya terjadi nekrosis
tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik.
c. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia.
d. Apoplexi uteroplasenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum titik perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu
yang biasa disebut uterus couvelaire.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Urine: albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit.
2) Darah: HB menurun, periksa golongan darah, lakukan crossmatch
test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia
b. Pemeriksaan plasenta
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang
terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang
biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter(Sukarni & Wahyu, 2013)..
c. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain: terlihat
daerah terlepasnya plasenta, janin dan kandung kemih Ibu, darah,
tepian plasenta(Sukarni & Wahyu, 2013).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diberikan sebagai penanganan solusio
plasenta antara lain (Armini et al., 2016) :
a. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
b. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari
peningkatan tekanan rongga perut.
c. Pasang infus cairan NaCl fisiologi. Bila tidak memungkinkan, berikan
cairan peroral.
d. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi tiap 15 menit untuk
mendeteksi adanya hipotensi/ syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ
dan pergerakan janin.
e. Bila terdapat renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi
darah, bila tidak teratasi, upayakan penyelamatan optimal. Bila teratasi
perhatikan keadaan janin.
f. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih
hidup atau persalinan per vaginam diperkirakan akan berlangsung
lama. Bila renjatan tidak dapat diatasi, upayakan tindakan
penyelamatan optimal.
g. Setelah syok teratasi dan janin mati, lihat pembukaan. Bila lebih dari 6
cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin. Bila kurang dari 6 cm
lakukan seksio sesarea
h. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu /
taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr. Penganganan berdasarkan
berat / ringannya penyakit yaitu:
1) Solusi plasenta ringan
Ekspektatif, bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, kontraksi
uterus tidak ada, janin hidup) dengan tirah baring atasi anemia,
USG & KTG serial, lalu tunggu persalinan spontan.
Aktif, bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, uterus
berkontraksi, dapat mengancam ibu/ janin) usahakan partus per
vaginam dengan amnintomi/infus oksitosin bila memungkinan.Jika
terus perdarahan skor pelvik kurang dari 5 atau persalinan masih
lama, lakukan seksio sesarea.
2) Solusio plasenta sedang / berat
Resusitasi cairan.Atasi anemia dengan pemberian tranfusi darah.
Partus per vaginam bila diperkirakan dapat berkurang dalam 6 jam
per abdominam bila tidak dapat renjatan, usia gestasi 37 minggu /
lebih / taksiran berat janin 2.500 gr/ lebih, pikirkan partus per
abdominam bila persalinan per vaginam diperkirakan berlangsung
lama.
10. Prognosis
Untuk anak pada solusio plasenta yang berat adalah buruk
kematian anak terjadi 90% pada solusio plasenta. Untuk ibu, solusio
plasenta juga merupakan keadaan yang berbahaya, tetapi dengan
persediaan darah yang cukup dan pengelolaan yang baik kematian dapat
ditekan sampai 1%(Sastrawinata, Martaadisoebrata, & Wirakusumah,
2005).
Prognosis diantaranya bergantung pada besarnya bagian plasenta
yang terlepas, banyaknya perdarahan, beratnya hipofibrinogenemia, ada
atau tidak adanya preeklamsi, Apakah perdarahan tampak atau
tersembunyi, dan lamanya keadaan solusio berlangsung(Sastrawinata et
al., 2005).
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Perasaan sakit yang tiba-tiba diperut
2) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan non-
recurrent terdiri dari darah segar dan bekuan darah yang berwarna
kehitaman
3) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya
berhenti
4) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-
kunang.
5) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
1) Pasien gelisah, sering mengarang karena kesakitan
2) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin
3) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu)
c. Palpasi
1) Tinggi fundus uteri (TFH) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan
2) Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his
3) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas
4) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut terus tegang
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya
diatas 140 kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila
plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian
e. Pemeriksaan dalam
1) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup
2) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan
tegang
3) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus plasenta
f. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok. Nadi cepat dan kecil.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
a. Perfusi perifer tidak efektif
Definisi :Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
menggangu metabolisme.
Penyebab
1) Hiperglikemia
2) Penurunan konsentrasi haemoglobin
3) Peningkatan tekanan darah
4) Kekurangan volume cairan
5) Penurun penurunan aliran arteri dan atau vena
6) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat
7) Kuran terpapar informasi tentang proses penyakit
8) Kurang aktivitas fisik
Gejala dan Tanda
Mayor
1) Subjektif : -
2) Objektif :
a) Pengisian kapiler > 3 detik
b) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
c) Akral teraba dingin
d) Warna kulit pucat
e) Turgor kulit menurun
Minor
1) Subjektif :
a) Parestesia
b) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
2) Objektif :
a) Edema
b) Penyembuhan luka lambat
c) Indeks ankle-brachial <0,90
d) Bruit femoral
b. Hipovelemia
Definisi : Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau
intraselular
Penyebab :
1) Penyebab kehilangan cairan aktif
2) Kegagalan mekanisme regulasi
3) Peningkatan permeabilitas kapiler
4) Kekurangan intake cairan
5) Evaporasi
Gejala dan tanda
Mayor
1) Subjektif : -
2) Objektif :
a) Frekuensi nadi meningkat
b) Nadi teraba lemah
c) Tekanan darah menurun
d) Tekanan nadi menyempit
e) Turgor kulit menurun
f) Membran mukosa kering
g) Volume urine menurun hematokrit meningkat
Minor
1) Subjektif :
a) Merasa lemah
b) Mengeluh haus
2) Objektif
a) Pengisian vena menurun
b) Status mental berubah
c) Suhu tubuh meningkat
d) Konsentrasi urin meningkat
e) Berat badan turun tiba-tiba
c. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dab bersintesitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis
2) Agen pencedera kimiawi
3) Agen pencedera fisik
Gejala dan tanda
Mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh nyeri
2) Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
Minor
1) Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nagfsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diafronesis
2) Subjektif : -
d. Risiko infeksi
Definisi :Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogen
Faktor risiko :
1) Penyakit kronis
2) Efek prosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi Ph
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin
b) Imununosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan berdasarkan buku (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018):
a. Perawatan sirkulasi
1) Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer
Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit
b) Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
Rasional :
2) Teraupetik
a) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
Rasional :
b) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
Rasional :
c) Lakukan pencegahan infeksi
Rasional :
d) Lakukan hidrasi
Rasional :
b. Manajemen hipovelemia
1) Observasi :
a) Periksa tanda dan gejala hipovelemia
Rasional : Untuk mengetahui penyebab hipovelemia
b) Monitor intake dan output cairan
Rasional : Untuk mengetahui kecukupan cairan
2) Teraupetik :
a) Hitung kebutuhan cairan
b) Berikan asupan cairan oral
3) Edukasi :
a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
4) Kolaborasi :
a) Kolaborasi pemberisan cairan IV
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan cairan
c. Manajemen Nyeri
1) Observasi :
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
intensitas nyeri
Rasional : untuk mempermudah perawat dalam
untukmemberikanintervensi yangcoco dan dapatdievaluasi
secaracepat
b) Identifikasi skala nyeri
Rasional : untuk mengukur tingkatan nyeri
c) Identifikasi faktor yang memeperberat dan memepringati nyeri
Rasional :untuk mngetahui apakh
bisamemperburukataupunmengurangi rasanyeri
2) Terapeutik:
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mnegurangi rasa nyeri
Rasional : untuk meminimalkanterjadinyaefek sampingyang
merugikanmanusia
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional :rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri
3) Edukasi :
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional : agar pasieen mengetahui faktor penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional: agar pasien mampu melakukan meredakan nyeri
secara mandiri.
d. Pencegahan Infeksi
1) Observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2) Teraupetik
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
b) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3) Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4) Kolaborasi
a) Pemberian imunisasi, Jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Armini, N. K. A., Yunitasari, E., Triharini, M., Kusumaningrum, T., Pradanie, R.,
& Nastiti, A. A. (2016). BUKU AJAR KEPERAWATAN MATERNITAS 2.
Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Buhari, I. S., Hutagaol, E., & Kundre, R. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Dengan Mobilisasi Dinipada Ibu Nifas Di Puskesmas Likupang
Timurkecamatan Likupang Timur. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 3(1).
Dinkes Sulsel. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., & Wirakusumah, F. F. (Eds.). (2005). Ilmu
Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Buku Kedokteran EGC.
Sukarni, I., & Wahyu. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Wulandari, I. A. (2018). Hubungan Paritas Ibu ( Primipara Dan Multipara )
Terhadap Kejadian Solusio Plasenta Di RSUD Syekh Yusuf Gowa Tahun
2018. Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia, 2(1), 36–40.
Yudha, E. K., & Subekti, N. B. (Eds.). (2004). Williams Manual Of Obstetrics.
Jogjakarta: Buku Kedokteran EGC.