Anda di halaman 1dari 30

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang


diampu oleh :

Bapak Dr. H. Walidun Husain, M.Si

OLEH :

NURUL KHAIRUNNISA KOBIS

941419030

KELAS B

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang saya panjatkan Puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas paper Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul
Amandemen Undang Undang Dasar 1945.

Paper ini telah saya susun dengan maksimal berkat dorongan, dan
bimbingan orang tua dan Bapak Dr. H. Walidun Husain, M.Si selaku dosen
pengajar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, serta bantuan teman teman,
sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini. Untuk itu, saya
menyampaikan banyak terima kasih terhadap semua pihak yang telah
berkontribusi.

Akhir kata, saya berharap paper ini dapat memberikan gambaran dan
menambah wawasan tentang Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bagi saya
sendiri dan juga pembaca. Saya menyadari bahwa penyusunan paper ini jauh dari
sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar paper ini jauh lebih baik,
saya sadar bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan yang Maha Esa.

Gorontalo, November 2019

Nurul Khairunnisa Kobis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................4

1.3 Tujuan.............................................................................................5

1.4 Manfaat...........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengantar........................................................................................6

2.2 Pengertian Amandemen.................................................................7

2.3 Latar Belakang Amandemen UUD 1945.......................................8

2.4 Tujuan Diadakannya Amandemen UUD 1945..............................9

2.5 Manfaat Amandemen UUD 1945................................................10

2.6 Prosedur & Tata cara Amandemen UUD 1945............................11

2.7 Inti & Hasil dari Amandemen UUD 1945 (I – V)........................13

2.8 Kelebihan Amandemen UUD 1945.............................................16

2.9 Kelemahan Amandemen UUD 1945............................................19

2.10 Dampak Amandemen UUD 1945..............................................22

2.11 Analisa Artikel Amandemen UUD 1945....................................26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................29

3.2 Saran.............................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA........................................................................30
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tatanan struktur kenegaraan berisi aturan, cara, dan adat istiadat yang
berlaku. Suatu negara dianggap telah memiliki konstitusi sejak negara itu
dibentuk. Sumber utama negara adalah konstitusi, salah satu makna konstitusi
adalah UUD 1945.

Di Indonesia UUD 1945 dijadikan sebagai landasan Konstitusional yang


menjelaskan mengenai tugas dan wewenang aparat pemerintah. Dan juga UUD
1945 sebagai konstitusi dan ciptaan manusia perlu diadakannya amandemen atau
perubahan untuk pasal-pasal yang kurang sesuai dengan perkembangan zaman.

Perubahan Undang-undang dasar merupakan suatu peristiwa yang sangat


penting bagi kehidupan suatu bangsa karena akan membawa pengaruh yang
sangat besar dalam perkembangan sejarah kehidupan bangsa, menentukan masa
depan serta kesejahteraan bangsa tersebut. Undang-undang dasar 1945 merupakan
hukum dasar yang tertulis bagi kehidupan bangsa Indonesia maka sangat
mempengaruhi kehidupan bangsa Indonesia terutama dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.

Mengingat pentingnya UUD 1945 bagi bangsa Indonesia maka perlu


dipertimbangkan secara matang apabila ingin diadakan perubahan. Perubahan
UUD 1945 harus bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan bangsa, sesuai
dengan aspirasi rakyat serta perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Agar
perubahan UUD 1945 memiliki kekuatan hukum yang sah maka perubahan UUD
1945 harus memiliki landasan /dasar hukum yang jelas.

1.2 Rumusan Masalah

 Apa pengertian dari Amandemen?


 Bagaimana latar belakang dibuatnya Amandemen UUD 1945 di
Indonesia?
 Apa tujuan dan manfaat diadakannya Amandemen UUD?
 Bagaimana prosedur & tata cara diadakannya Amandemen terhadap
UUD?
 Apa inti dan hasil dari amandemen I – IV UUD 1945?
 Apa saja kelebihan dan kelebihan dari Amandemen UUD 1945?
 Bagaimana kedudukan lembaga-lembaga negara pasca amandemen?
 Apa yang harus diperbaiki dari Amandemen UUD 1945?
1.3 Tujuan

 Memahami pengertian dan isi amandemen UUD 1945


 Mengetahui latar belakang adanya amandemen UUD 1945 di Indonesia
 Mengetahui perlunya diadakan amandemen UUD 1945
 Memahami tujuan dan manfaat amandemen UUD 1945
 Memahami isi dan inti amandemen UUD 1945
 Mengetahui kelebihan dan kebenaran dari amandemen UUD 1945
 Melihat dampak yang ditimbulkan amandemen UUD 1945

1.4 Manfaat

 Melatih dalam menuangkan gagasan pemikiran kita terhadap perubahan-


perubahan terhadap UUD . Secara tidak langsung kita juga dilatih untuk
menerapkan kemampuan berpikir logis-sistematis tentang sebab-akibat
dirubahnya suatu aturan yang terdapat pada UUD.

 Dilatih secara khusus untuk terbiasa menulis atau mengolah sesuatu yang
menjadi objek tulisan sehingga dapat mempermudah manakala kita
memperoleh tugas sejenis ini dikemudian hari ataupun melanjutkan studi-
studi dan untuk mencapai gelar-gelar lainnya.

 Bisa dimanfaatkan bagi para akademisi sebagai referensi dalam


mempelajari dan mengkaji UUD 1945.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengantar

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau


disingkat UUD 1945 atau UUD '45, adalah hukum dasar tertulis (basic law),
konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan
sebagai Undang-Undang Dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak
tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi
oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.

Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali


perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD
1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang
Umum dan Sidang Tahunan MPR:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan


Pertama UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan
Kedua UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan
Ketiga UUD 1945
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan
Keempat UUD 1945

Sebelum dilakukan perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang


Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat :16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri
dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4
pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan), serta penjelasan.

Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37


pasal, 194 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal Aturan tambahan. Dalam
risalah Sidang tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam satu naskah, sebagai naskah
perbantuan dan kompilasi tanpa ada opini.
2.2 Pengertian Amandemen

Secara estimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris to amend


diartikan sebagai to make better, to remove the faults. Selanjutnya amandemen
diartikan sebagai a change for the better; a correction of error, faults, etc. Dalam
istilah pengertian ketatanegaraan (US Convention) amendemen adalah an addition
to, or a change of a constitution or an organic act which is a pendent to the
document rather than intercalated in the text (Smith and Zurcher 1966:14).

Amandemen adalah perubahan resmi dokumen resmi atau catatan tertentu,


terutama untuk memperbagusnya. Perubahan ini dapat berupa penambahan atau
juga penghapusan catatan yang salah dan tidak sesuai lagi. Kata ini umumnya
digunakan untuk merujuk kepada perubahan pada konstitusi sebuah negara
(amandemen konstitusional).

Konstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang


mencangkup struktur , prosedur, serta kewenangan/hak serta kewajiban. Karena
itu, konstitusional sangat berhubungan erat dengan amandemen karena bertujuan
untuk memperbaiki suatu catatan/dokumen penting suatu negara yang
mencangkup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.
(d.wikipedia.org/wiki/Amandemen).

Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan


merupakan hal yang serius. Konstitusi itu merupakan aturan tertinggi bernegara.
Beliau berpendapat bahwa konstitusi di negara kita belum sepenuhnya sempurna.
Jika ingin menyempurnakan konstitusi satu-satunya pilihan ialah amandemen.

Dari beberapa referensi di atas amandemen haruslah dipahami sebagai


penambahan, atau perubahan pada sebuah konstitusi yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari naskah aslinya dan diletakkan pada dokumen yang bersangkutan.

Pemahaman lebih lanjut adalah amandemen bukan sekedar menyisipkan


kata-kata atau perihal baru dalam teks. Di sisi lain, amandemen bukan pula
penggantian. Mengganti berarti melakukan perubahan total dengan merumuskan
konstitusi baru mencakup hal-hal mendasar seperti mengganti bentuk negara,
dasar negara, maupun bentuk pemerintahan. Dalam amandemen UUD 1945
kiranya jelas bahwa tidak ada maksud-maksud mengganti dasar negara Pancasila,
bentuk negara kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensiil.

Salah satu bentuk komitmen untuk tidak melakukan perubahan terhadap


hal-hal mendasar di atas adalah kesepakatan untuk tidak melakukan perubahan
atas Preambul/Pembukaan UUD 1945. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa yang
harus mendasari Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan,
memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap pasal-
pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar
dalam UUD 1945 itu sendiri.

2.3 Latar belakang Amandemen UUD 1945

1. UUD 1945 bersifat sementara. Sifat kesementaraan UUD 1945 ini


sebetulnya telah disadari sepenuhnya oleh para perumus UUD 1945.
Mereka berpacu dengan momentum kekalahan bala tentara Jepang dalam
perang Pasifik . Oleh karena itu UUD sementara harus segera diselesaikan
dengan harapan bisa dijadikan landasan sementara bagi negara yang
hendak didirikan. Para pemimpin kita tidak mau berlama-lama membuat
undang-undang dasar karena harus mengutamakan kemerdekaan bangsa.
Kesadaran itu juga disadari sepenuhnya oleh Ir.Soekarno yang terpilih
sebagai Presiden pertama Indonesia. Ketua Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ini ketika membuka siding pertama PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945, mengatakan bahwa UUD 1945 dibuat
secara kilat .

2. UUD 1945 memiliki kelemahan dan terlalu sederhana. Sebagai sebuah


konstitusi yang dibuat secara darurat dan terkesan buru-buru, UUD 1945
memiliki kelemahan yang cukup mendasar. Kita ketahui bahwa UUD
1945 yang hanya berisi 37 pasal itu terlalu sederhana untuk sebuah
konstitusi bagi negara sebesar dan seberagam Indonesia. Hal ini bukannya
tanpa disadari oleh para pembuatnya. Mereka berpendapat bahwa
pelaksanaan UUD 1945 bisa diatur lebih lanjut dalam undang-undang
(UU). Apabila para pembuat undang-undang tidak memiliki visi, semangat
dan cita-cita yang sama dengan para pembuat UUD 1945 akan
membahayakan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh
karena kondisi inilah yang membuka peluang terjadinya praktik
penyimpangan dan kesewenang-wenangan Presiden selaku pembuat
undang-undang. Presiden pun bisa berkelit bahwa undang-undang yang ia
buat merupakan amanat UUD 1945. Kelemahan UUD 1945 yang lain
adalah belum secara tegas mengatur kehidupan yang demokratis,
supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, dan otonomi daerah.
Konstitusi kita tersebut juga tidak mengatur pemberdayaan rakyat
sehingga terjadi kesenjangan sosial ekonomi. Praktik monopoli, oligopoli,
dan monopsoni tumbuh dengan subur tanpa kendali.

3. UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar kepada Presiden. UUD 1945
jelas-jelas memberi kekuasaan terlau besar kepada Presiden. Setidaknya 12
pasal dari 37 pasal UUD 1945 (pasal 4-pasal 15) memberikan hak kepada
Presiden tanpa adanya pertimbangan. Persiden mempunyai hak prerogatif
dan legislatif sekaligus. Dampak dari pelimpahan kekuasaan itu adalah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, munculnya kekuasaan otoriter,
korupsi, dan menindas rakyat, serta menciptakan penyelenggaraan negara
yang buruk. Hal itu bisa kita selama kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno
dan Soeharto. Prinsip kedaulatan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh
MPR (pasal 1 UUD 1945), pun membukan praktik penyimpangan. Hal itu
di perparah dengan pengangkatan anggota MPR utusan daerah dan
golongan oleh Presiden berdasar undang-undang. Presiden mempunyai
keleluasaan memilih anggota MPR yang sesuai dengan kepentingannya.

4. UUD 1945 tidak menganut Checks and Balances. UUD 1945


mendelegasikan kekuasaan yang sangat besar kepada kepada eksekutif.
Menurut penjelasan UUD 1945, Presiden adalah penyelenggara
pemerintahan negara yang tertinggi dibawah majelis. Presiden merupakan
pusat kekuasaan yang diberi kewenangan menjalankan pemerintahan
sekaligus berkuasa membuat Undang-Undang. Dua cabang kekuasaan
yang berada ditangan Presiden ini menyebabkan tidak jalannya prinsip
saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances). Selain
itu, kekuasaan yang menumpuk pada satu orang berpotensi melahirkan
kekuasaan yang otoriter. Inilah yang menjadi selama kepemimpinan dua
orde di Indonesia.

5. Pasal-pasal UUD 1945 terlalu luwes. Sebagai sebuah konstitusi, UUD


1945 selain sederhana juga hanya berisi pokok-pokok. Harapannya segera
ditindaklanjuti dengan Undang-Undang. Namun, hal ini justru menetapkan
UUD 1945 sebagai sesuatu yang luwes dan multitafsir. UUD 1945 dapat
dengan mudah diinterpretasikan oleh siapapun termasuk penguasa. Oleh
karena itu, kepentingan pribadi atau golongan bisa dengan mudah
menyelinap dalam praktik pemerintahan dan ketatanegaraan kita.
Misalnya, pada pasal 7 UUD 1945 disebutkan, “Presiden dan Wakil
Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali”.

2.4 Tujuan diadakannya Amandemen UUD 1945

Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie Thamrien, wakil ketua


MPR dari F-PP, adalah :
 Untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat
lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan
aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat

 Memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham


demokrasi

 Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak


agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia
yang menjadi syarat negara hukum

 Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis


dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check and
balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-
lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan
kebutuhan bangsa dan tantangan jaman

 Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan


kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan
kehidupan bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam
kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara
kesejahteraan

 Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat


penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan
demokrasi

 Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan


berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan
kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi
kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.

2.5 Manfaat Amandemen UUD 1945

 UUD 1945 tidak lagi menimbulkan pasal pasal yang multitafsir.


 UUD 1945 lebih sesuai dengan perkembangan zaman yang terus berubah
 UUD 1945 menjadi lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
bangsa
 UUD 1945 memberikan hak kepada warga negara untuk memilih dalam
pemilu, sehingga makin terciptanya negara yang berdemokrasi.
2.6 Prosedur & Tata cara Amandemen UUD 1945

Secara Yuridis, perubahan konstitusi dapat dilakukan apabila dalam


konstitusi tersebut telah ditetapkan tentang syarat dan prosedur perubahan
konstitusi. Perubahan konstitusi yang ditetapkan dalam konstitusi disebut
perubahan secara formal (formal amandement). Disamping itu perubahan
konstitusi dapat dilakukan melalui cara tidak formal yaitu oleh kekuatan-kekuatan
yang bersifat primer, penafsiran oleh pengadilan dan oleh kebiasaan dalam bidang
ketatanegaraan. Menurut CF Strong, ada empat macam cara prosedur perubahan
konstitusi, yaitu:

 Melalui lembaga legislatif biasa tetapi dibawah batasan tertentu (by the
ordinary legislature, but under certain restrictions). Ada tiga cara yang
diizinkan bagi lembaga legislatif untuk melakukan amandemen konstitusi.
 Untuk mengubah konstitusi sidang legislatif harus dihadiri sekurang-
kurangnya 2/3 jumlah keseluruhan anggota lembaga legislatif.
Keputusan untuk mengubah konstitusi adalah sah bila disetujui oleh
2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
 Untuk mengubah konstitusi, lembaga legislatif harus dibubarkan lalu
diselenggarakan Pemilu. Lembaga legislatif yang baru ini yang
kemudian melakukan amandemen konstitusi.
 Cara ini terjadi dan berlaku dalam sistem dua kamar. Untuk mengubah
konstitusi, kedua kamar harus mengadakan sidang gabungan. Sidang
inilah yang berwenang mengubah konstitusi sesuai dengan syarat cara
pertama.

 Melalui rakyat lewat referendum (by the people through a referendum).


Apabila ada kehehendak untuk mengubah konstitusi maka lembaga negara
yang berwenang mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui
referendum. Dalam referendum ini rakyat menyampaikan pendapatnya
dengan jalan menerima atau menolak usul perubahan yang telah
disampaikan kepada mereka. Penentuan diterima atau ditolaknya suatu
usul perubahan diatur dalam konstitusi.

 Melalui suara mayoritas dari seluruh unit pada Negara federal (by a
majority of all units of a federal state). Cara ini berlaku pada negara
federal. Perubahan terhadap konstitusi ini harus dengan persetujuan
sebagian besar negara bagian. Usul perubahan konstitusi diajukan oleh
negara serikat tetapi keputusan akhir berada di tangan negara bagian. Usul
perubahan juga dapat diajukan oleh negara bagian.

 Melalui konvensi istimewa ( by a special conventions). Cara ini dapat


dijalankan pada negara kesatuan dan negara serikat. Bila terdapat
kehendak untuk mengubah UUD maka sesuai ketentuan yang berlaku
dibentuklah suatu lembaga khusus yang tugas serta wewenangnya hanya
mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari masing-masing
lembaga kekuasaan dan dapat pula berasal dari lembaga khusus tersebut.
Bila lembaga khusus tersebut telah melaksanakan tugas dan wewenangnya
sampai selesai dengan sendirinya dia bubar.

Pada dasarnya dua metode amandemen konstitusi yang paling banyak


dilakukan di negara-negara yang menggunakan konstitusi kaku: pertama
dilakukan oleh lembaga legislatif dengan batasan khusus dan yang kedua,
dilakukan rakyat melalui referendum. Dua cara yang lain dilakukan pada negara
federal. Meski tidak universal dan konvensi istimewa umumnya hanya bersifat
permisif (dapat dipakai siapa saja dan dimana saja).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap beberapa konstitusi dari berbagai negara


dapat dikemukaka hal-hal yang diatur dalam konstitusi mengenai perubahan
konstitusi, yaitu:

 Usul inisiatif perubahan konstitusi. Syarat penerimaan atau penolakan usul


tersebut menjadi agenda resmi bagi lembaga pengubah konstitusi.

 Pengesahan rancangan perubahan konstitusi.

 Pengumuman resmi pemberlakuan hasil perubahan konstitusi.

 Pembatasan tentang hal-hal yang tidak boleh diubah dalam konstitusi. Hal-
hal yang hanya boleh diubah melalui putusan referendum atau klausula
khusus.

 Lembaga-lembaga yang berwenang melakukan perubahan konstitusi,


seperti parlemen, negara bagian bersama parlemen, lembaga khusus,
rakyat melalui referendum.

Lalu bagaimana mekanisme mengubah UUD 1945?

Bab XVI Pasal37 UUD 1945 :

 Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR


apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

 Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan


ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
 Untuk mengubah pasal-pasal UUD, Sidang MPR dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.

 Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan


sekurang-kurangnya 50 % ditambah satu anggota dari seluruh anggota
MPR.

 Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.

2.7 Inti dan Hasil dari Amandemen UUD 1945 I – IV

1. Amandemen Pertama. Perubahan pertama terhadap UUD 1945 disahkan


pada tanggal 19 oktober 1999 dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah
yang mematahkan kecenderungan mensakralkan / menjadikan UUD
sebagai sesuatu yang suci yang tidak boleh disentuh oleh ide perubahan.

 Melalui SU MPR 14-21 Oktober1999, oleh 25 orang Panitia Ad Hoc


 Pengesahan 19 Oktober 1999
 Perubahan 9 pasal (Ps.5; 7; 9; 13; 14; 15; 17; 20 ; dan Ps.21)

PASAL ISI

Hak Presiden untuk mengajukan RUU


Pasal 5 ayat 1 kepada DPR

Pasal 7 Pembatasan masa jabatan Presiden dan


Wakil Presiden

Pasal 9 ayat 1 dan 2 Sumpah Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 13 ayat 2 dan 3 Pengangkatan dan Penempatan Duta

Pasal 14 ayat 1 Pemberian Grasi dan Rehabilitasi

Pasal 14 ayat 2 Pemberian amnesty dan abolisi

Pasal 15 Pemberian gelar, tanda jasa, dan


kehormatan lain

Pasal 17 ayat 2 dan 3 Pengangkatan Menteri


Pasal 20 ayat 1 – 4 DPR

Pasal 21 Hak DPR untuk mengajukan RUU

Inti Perubahan :

 Kekuasaan legislasi yang berada di tangan eksekutif beralih ke


legislatif
 Membatasi kekuasaan presiden yang otoriter yang dipandang
terlampau kuat (executive heavy)
 Substansi pokok pada amandemen pertama disebut dengan istilah
check and balance.

2. Amandemen Kedua

 Melalui SU MPR 7-8 Agustus 2000, oleh 47 orang Panitia Ad Hoc


 Pengesahan 18 Agustus 2000
 Perubahan 7 Bab dan 27 Pasal: (Ps.18; 18A; 18B; 19; 20; 20A ; 22A ;
22B; Bab IXA, Ps.25E; Bab X, Ps.26 ; 27; Bab XA, Ps.28A; 28B; 28C;
28D; 28E; 28F; 28G; 28H; 28I; 28J; Bab XII, Ps.30; BabXV, Ps.36A;
36B; dan Ps.36C)

BAB ISI

BAB VI Pemerintah Daerah

BAB VII Dewan Perwakilan Daerah

BAB IX A Wilayah Negara

BAB X Warga Negara dan Penduduk

BAB X A Hak Asasi Manusia

BAB XII Pertahanan dan Keamanan

BAB XV Bendera, Bahasa, Lambang negara, dan


Lagu Kebangsaan
Inti perubahan :
 Pemerintahan Daerah (pasal 18)
 Adanya dasar hukum yang kuat pada Pemda
 Adanya juga kekhususan daerah, seperti : Aceh, D.I. Yogyakarta, dan
Papua
 Lebih mendatailnya aturan mengenai wilayah negara
 Dibedakannya warga negara dan penduduk
 Hak-hak rakyat lebih diperhatikannya dengan dicantumkannya pasal
mengenai Hak Asasi Manusia
 Pertahanan dan keamanan negara
 Bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan pun tidak luput
dari perhatian pemerintah
 Ditambahkannya aturan mengenai lembaga DPR, khususnya mengenai
keanggotaan, fungsi, hak, dan prosedur penggantiannya

3. Amandemen Ketiga.

 Melalui ST MPR 1-9 November 2001, oleh 51 orang Panitia Ad Hoc


 Pengesahan 10 November 2001
 Perubahan 7 Bab dan 23 Pasal: (Ps.1; 3; 6; 6A; 7A; 7B; 7C ; 8; 11; 17,
Bab VIIA, Ps.22C; 22D; Bab VIIB, Ps.22E; 23; 23A; 23C; Bab VIIIA,
Ps.23E; 23F; 23G; 24; 24A; 24B; dan Ps.24C)

BAB ISI

BAB I Bentuk dan kedaulatan

BAB II MPR

BAB III Kekuasaan Pemerintahan Daerah

BAB V Kementerian Negara

BAB VII A DPR


BAB VII B Pemilihan Umum

BAB VIII A BPK

Inti perubahan :

 Bentuk dan Kedaulatan Negara


 Kedudukan dan kekuasaan MPR. Sebelum amandemen, MPR bisa secara
langsung memecat presiden melalui sidang istimewa.
 Kepresidenan
 Impeachment
 Keuangan Negara
 Kekuasaan Kehakiman

4. Amandemen Keempat.

 Melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002, oleh 50 orang Panitia Ad Hoc


 Pengesahan 10 Agustus 2002
 Perubahan 2 Bab dan 19 Pasal yang terdiri atas 31 butir ketentuan serta 1
butir yang dihapuskan dalam naskah perubahan keempat: (Ps.2; 6A; 8; 11;
16; 23B; 23D; 24; 31; 32; Bab XIV, Ps.33; 34; dan Ps.37)

Inti Perubahan:

 DPD sebagai bagian MPR,


 Penggantian Presiden,
 Pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian,
 Dihapusnya DPA melalui Keputusan Presiden Nomor 135/M/2003,
 Mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian
nasional dan kesejahteraan sosial,
 Perubahan UUD.

2.8 Kelebihan Amandemen UUD 1945

1. Momentum desakralisasi UUD 1945. Dengan adanya UUD 1945 adalah


langkah dan strategi yang tepat guna menunjukkan kepada masyarakat
umum bahwa UUD 1945 tidaklah keramat dan dapat diubah jika sedah
tidak relevan lagi (Thaib, 2010 : 147).
2. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum. Melalui Pasal 1
ayat (3) bangsa kita dapat menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai
kekuasaan yang merdeka, sehingga penghormatan kepada hak asasi
manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law
dapat diwujudkan secara murni dan konsekuen.
3. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat
negara. Dengan diaturnya mekanisme dan aturan mengenai pengangkatan
dan juga pemilihan pejabat negara maka transparansi dan juga
akuntabilitas dari pemerintahan dan tata kelolanya dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu
Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi
(MK) (Pan Mohamad Faiz,2007).
5. Pembangkit dinamika ketatanegaraan. Perubahan UUD 1945 telah
banyak memberikan dinamika ketatanegaraan republik ini. Masyarakat
Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari berbagai lembaga negara dan
sistem bernegara yang diperkenalkan oleh perubahan tersebut.
6. Pembatasan hak dan kekuasaan Presiden. Dengan adanya amanden
UUD 1945 kita dapat melihat bahwa kekuasaan pemerintahan Presiden
yang sebelumnya tidak terbatas dengan adanya amandemen dapat dibatasi
hanya 2 kali masa jabatan dimana sebelumnya Presiden dapat menjabat
lebih dari 2 kali masa jabatan(Thaib,2010:148).
7. Hak prerogatif Presiden diperjelas dan diatur. Dalam beberapa hal hak
prerogatif Presiden diatur dan harus dikonsultasikan dengan lembaga
negara seperti mengangkat atau menerima duta serta memberikan amnesti,
abolosi grasi dan rehabilitasi (Thaib, 2010:148).
8. Penegasan susunan NKRI dari pusat hingga daerah. Susunan
pemerintahan dari daerah hingga pusat dapat kita lihat setelah
dilakukannya amandemen beserta dengan otonominya sesuai dengan
kekhususan, keistimewaan, dan keragaman daerahnya (Thaib, 2010:148).
9. Ketentuan pengaturan wilayah negara. Dengan amandemen wilayah
dan daerah RI semakin diatur secara jelas sehingga dapat dipertahankan
dan dijaga dengan baik oleh negara dan rakyat Indonesia (Thaib,
2010:149).
10. Pengaturan dan pengakuan Hak Asasi Manusia. Hak Asasi Manusia
diatur dan diakui secara jelas setelah amandemen melalui pasal 28 A
hingga 28 J dan beberapa pasal lainnya yang menghargai dan menjamin
hak asasi warga negara Indonesia.
11. Penegasan fungsi lembaga negara. Melalui amandemen UUD 1945 kita
dapat mengetahui tentang penegasan fungsi badan legislatif, eksekutif dan
yudikatif, serta diperkenalkan sistem checks and balances yang lebih baik
daripada UUD 1945 awal sehingga pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara akan dapat dilaksanakan dan diawasi dengan lebih baik lagi.
12. Pengenalan lembaga negara dan mekanisme kerja yang baru. Pada
Perubahan UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru dan
mekanisme baru, yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan
Dewan Perwakilan Daerah.
13. Diperlihatkannya pemisahan kekuasaan. Lembaga-lembaga yang baru
dalam UUD 1945 telah memperlihatkan struktur pemisahan kekuasaan
yang lebih baik daripada UUD 1945 sebelum perubahan. Pemisahan
kekuasaan diperlihatkan dari 7 organ utama pelaksana kedaulatan rakyat
yaitu :
• Presiden sebagai pelaksana eksekutif
• DPR sebagai pelaksana kekuasaan legislatif
• MPR sebagai pelaksanan kekuasaan legislatif
• DPD sebagai pelaksana kekuasaan legislatif
• Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif
• Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif
• BPK sebagai pelaksana kekuasaan legislatif
14. Ditetapkannya mekanisme pemilu. Mekanisme pemilihan umum yang
baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945 adalah: 1) Pemilihan Umum
secara langsung untuk Pemilihan Presiden, 2) Pemilihan Umum untuk
memilih wakil rakyat baik DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota dengan memilih tanda gambar partai politik dan nama
wakil rakyat. 3) Mekanisme pemilihan secara langsung anggota DPD.
15. Penetapan struktur dan komposisi MPR. Tahapan dari amandemen
UUD 1945 menuntaskan beberapa materi penting antara lain tentang
struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung, peranan
negara dan agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang
pendidikan dan kebudayaan. Dan aturan peralihan yang salah satunya akan
mengatur soal pemberlakuan hasil amandemen itu sendiri.
16. Akselerasi perkembangan ketatanegaraan bagi masyarakat umum.
Perkembangan yang dihasilkan UUD 1945 selanjutnya adalah kegiatan-
kegiatan dan aktivitas-aktivitas lembaga negara menjadi dinamis dan
dilingkupi oleh suasana konstitusi yang sangat kental. Akselerasi
Perkembangan ketatanegaraan semakin meningkat dengan adanya
berbagai permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi yang
berakibat semakin dekatnya masyarakat terutama kaum elit negara ini
terhadap pentingnya pengaturan norma-norma dasar dalam konstitusi. Hal
ini, sejalan dengan cita-cita dan keinginan pembuat UUD agar UUD 1945
dianggap sebagai aturan tertinggi diantara peraturan-peraturan yang lain
17. Penetapan atas berbagai identitas negara. Dengan ditetapkannya
identitas negara maka diharpakn rasa nasionalisme seluruh bangsa
Indonesia dapat ditingkatkan sehingga tujuan negara dapat tercapai
(Thaib, 2010:149).

2.9 Kelemahan Amandemen UUD 1945


2.9.1 Kelemahan dari segi proses

1. Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft. MPR


dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak membuat
dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal
yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan
kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft yang
didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang
eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan
negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara
hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya . Juga
eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan
prinsip-prinsipnya serta check and balance-nya bagaimana dilakukan
secara mendalam. Nilai/ values merupakan kerangka dasar yang harus
dinyatakan dalam setiap kosntitusi sebuah negara, sehingga negara yang
berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat. Sebuah
pernyataan dari Brian Thompson akan sangat baik jika harus melihat
sebuah nilai dalam kerangka dasar konstitusi ”A constitution can express
the values which its framers have for their country. These values may be
seen in the type of governmental institutions which are created, and in the
declaration of rights of the citizens. Values will be found particularly in
preamble”.

2. Amandemen yang parsial dan tambal sulam. MPR lebih menekankan


perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai kerangka yang
sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu
menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR
tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang
relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen
secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap
konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk.
Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-
hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang
secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama
lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam
elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang
memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR.

3. Adanya bias kepentingan politik. MPR yang dikarenakan


keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam
setiap pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan
politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih
mengedepankan kepentingan dan selera politiknya dibandingkan
kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan
keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh
sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus
tanpa adanya risalah rapat.

4. Partisipasi Semu. Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan


yang akan diputuskan MPR melalui badan pekerjanya, melibatkan
partisipasi publik baik kalangan Profesi, ornop, Perguruan Tinggi,
termasuk para pakar/ahli. Namun partisipasi tersebut menjadi semu
sifatnya dan hanya melegitimasi kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini
rakyat tidak mempunyai hak untuk mempertanyakan dan turut menentukan
apa yang diinginkan untuk diatur dalam konstitusinya, MPR jugalah
menentukan materi apa yang boleh dan tidak boleh. MPR hanya
membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam
penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu
jelas akan memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada.
Jelas hal ini merupakan bagian dari pemenjaraan secara politis untuk
menyelamatkan kepentingan-kepentingan fraksi yang ada di MPR.
Sedangkan dalam penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP MPR tidak
memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik untuk dapat
berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi
kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR
tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan
masyarakat diseluruh wilayah Indonesia. Alasan keterbatasan dana yang
dikemukakan oleh MPR RI sebagai alasan untuk membatasi uji sahih,
kami anggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab. Apalagi
tampak bahwa pihak MPR tidak pernah mengeluh kekurangan dana
apabila akan melakukan sosialisasi atau studi banding ke keluar negeri
yang telah memakan biaya besar pada tahun-tahun sebelumnya. Substansi
yang disosialisasikan pada proses uji sahih ini juga dibatasi pada materi
yang belum diputuskan dan beberapa materi yang tidak dapat dirubah.
Publik tidak akan dapat memberikan penilaian terhadap substansi
Amandemen pertama sampai keempat yang telah dilakukan oleh MPR
selama ini. Menurut hemat kami ini merupakan indikasi pengingkaran
MPR terhadap prinsip kedaulatan rakyat. MPR telah bertindak diatas
konstitusi yang semestinya adalah milik semua rakyat untuk dapat
mengusulkan dan menentukan.

5. Tidak intensif dan maksimal. Dalam proses itu ada keterbatasan waktu
yang dimiliki oleh anggota MPR , terutama anggota Badan Pekerja yang
diserahi tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD 1945 karena
merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban pekerjaan yang
cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai parpol di DPR, anggota–anggota ini
diharuskan untuk ikut berbagai rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR
atau partainya sehingga makin mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia
untuk dapat mengolah materi Amandemen UUD 1945 sekaligus
melakukan konsultasi publik secara lebih efektif. Akibatnya kualitas
materi yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah suatu
Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara sehingga proses perubahannya
seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.

2.9.2 Kelemahan dari segi substansi

Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat


dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari
naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya
berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah
berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu
menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta
dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat
kali dan empat tahun. Dalam waktu yang sangat singkat, Perubahan UUD 1945
dilakukan sehingga sampai saat ini ada berbagai kelemahan yang menghinggapi
UUD 1945. Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya adalah:

1. Tidak adanya paradigma yang jelas.Model rancangan perubahan UUD


1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif perubahan dimasukkan
dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya
paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan
yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan
nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan
UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab untuk tidak dirubahnya
Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang secara prinsip tersebut tidak
diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945. Persoalan seperti
nilai/value pembangunan ekonomi yang hendak dibangun pada UUD 1945
setelah perubahan. Apakah yang dimaksud dengan azas kekeluargaan tidak
pernah jelas dikemukakan oleh negara? Bagaimanakah cara dan proses
menjalankan azas kekeluargaan dalam sistem perekonomian juga menjadi
pekerjaan rumah yang tak pernah diselesaikan hal-hal tersebut oleh negara.
2. Inkonsistensi rumusan. MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945,
banyak menghasilkan rumusan-rumusan yang paradoks dan inkonsistensi.
Keberadaan MPR dalam posisinya sebagai lembaga tertinggi negara
membuat rancu sistem pemerintahan yang demokratis, karena perannya
juga seperti lembaga legislatif. MPR yang dimaknai sebagai representasi
kekuasaan tertinggi rakyat dan dapat melakukan kontrol terhadap
kekuasaan lainnya menjadi superbody yang tidak dapat dikontrol.
3. Tidak Sistematis. MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945
sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak
berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan prinsip dan nilai
UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak dipertanyakan. MPR
tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang esensinya
merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan
lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi
oleh hukum.

2.10 Dampak Amandemen UUD 1945

Dampak dari amandemen UUD 1945 pada intinya adalah terjadinya


perubahan kekuasaan pada lembaga-lembaga negara dan perubahan mengenai
pengakuan HAM, berikut ini akan di uraikan mengenai perubahan-perubahan
tersebut.

Perubahan Kekuasaan Legislatif

Amandemen UUD 1945 yang menyangkut lembaga MPR Pasal 1 ayat 2,


Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1 – 3, maka ada lima perubahan mendasar
berkenaan dengan keparlemen yaitu:

a) Susunan anggota MPR berubah secara struktural karena dihapuskannya


keberadaan utusan golongan yang mencerminkan prinsip perwakilan
fungsional dari unsur keanggotaan MPR.

b) Bersamaan dengan perubahan yang bersifat struktural tersebut, fungsi


MPR juga mengalami perubahan mendasar. Majelis ini tidak lagi
berfungsi sebagai supreme body yang memiliki kewenangan tertinggi dan
tanpa kontrol dan karena itu kewenangannya pun mengalami perubahan
mendasar.

c) Diadopsinya prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas antara fungsi


legislatif dan eksekutif dalam perubahan UUD 1945 tidak lagi menganut
sistem MPR berdasarkan prinsip supremasi parlemen dan sistem
pembagian kekuasaan oleh lembaga tertinggi MPR ke lembaga-lembaga
negara dibawahnya.

d) Dengan diadopsinya prinsip pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam


satu paket secara langsung dalam Pasal 6A ayat (1) perubahan ketiga UUD
1945, maka konsep dan sistem pertanggungjawaban Presiden tidak lagi
dilakukan oleh MPR, tetapi langsung oleh rakyat. Kedaulatan rakyat tidak
lagi dipegang oleh MPR melainkan ditangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-undang (Pasal 1 ayat 2) menggambarkan bahwa
Indonesia dari sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat.

e) UUD 1945 lah yang mentukan bagian-bagian mana dari kedaulatan rakyat
yang diserahkan pelaksanaannya kepada badan/lembaga yang keberadaan,
wewenang, tugas dan fungsinya ditentukan oleh UUD 1945 itu serta
bagian mana yang langsung dilaksanakan oleh rakyat, artinya tidak
diserahkan kepada badan/ lembaga mana pun, melainkan langsung
dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri melalui pemilu.

Perubahan Kekuasaan Eksekutif

Perubahan UUD 1945 terhadap Pasal 7 jabatan Presiden dan Wakil


Presiden dibatasi hanya dua periode. Pembatasan ini untuk mengendalikan
penyalahgunaan kekuasaan. Semakin kuat atau semakin lama memegang
kekuasaan maka semakin kuat pula untuk tidak amanah dan berlaku sewenang-
wenang yang mengarah pada absolutisme dan otoriterisme. Perubahan Pasal 13
dalam hal Presiden mengangkat duta dengan pertimbangan DPR dalam rangka
menjaga objektifitas terhadap kemampuan dan kecakapan seseorang pada jabatan
tersebut.

Selama ini terkesan duta merupakan pos akomodasi orang-orang tertentu


yang berjasa pada pemerintah atau sebagai pembuangan bagi orang-orang yang
kurang loyal pada pemerintah. Perubahan Pasal 14 yang berkenaan Presiden
dalam memberi grasi dan rehabilitasi dengan mempertimbangkan Makamah
Agung dan dalam pemberian amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR. Alasan Presiden harus memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung dalam pemberian grasi dan rehabilitasi, karena:

a) Grasi dan rehabilitasi adalah proses yudisial dan biasanya diberikan


kepada orang sudah mengalami proses, sedang amnesti dan abolisi lebih
bersifat proses politik.
b) Grasi dan rehabilitasi lebih banyak bersifat perseorangan, sedang amnesti
dan abolisi biasanya bersifat massal.

Perubahan Pasal 13 dan 14 tersebut sebagai pengurangan atas kekuasaan


Presiden yang selama ini dipandang sebagai hak priogratif. Perubahan yang
menyangkut mekanisme pemilihanPresiden dan Wakil Presiden (Pasal 6A ayat
1,2,3 dan 4) dimaksudkan agar rakyat dapat berpartisipasi secara langsung
menentukan pilihannya sehingga tidak terulang lagi kekecewaan yang pernah
terjadi pada pemilu 1999. Presiden dan Wakil presiden dapat memiliki otoritas
dan legitimasi yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat dan rakyat tidak
mudah menjatuhkan Presiden. Presiden bisa diberhentikan, jika melakukan
pelanggaran hukum seperti pengkhianatan negara, korupsi dan tindak pidana yang
berat lainnya. Proses pemberhentiannya melibatkan DPR, Mahkamah Konstitusi
dan finalnya pada sidang MPR.

Mencermati perubahan terhadap Pasal-Pasal UUD 1945 yang menyangkut


kekuasaan eksekutif selalu diimbangi oleh kekuasaanDPR bahkan DPR lebih
mendominasi dan lebih kuat kedudukannya sehingga Presiden dalam salah satu
pasalnya tidak bisa menjatuhkan atau membubarkan DPR. Nampak dalam
perubahan pasal kekuasaan eksekutif diarahkan untuk menempatkan kedudukan
antar lembaga negara sederajat sehingga tidak dapat saling menjatuhkan atau
membubarkan.

Perubahan Kekuasaan Yudikatif

Perubahan-perubahan terhadap UUD 1945 yang menyangkut kekuasaan


Yudikatif dengan adanya lembaga baru Mahkamah Konstitusi dan Komisi
Yudisial, pada intinya untuk menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Prinsip ini semula diatur dalam penjelasanUUD 1945 yang menyatakan bahwa
negara Indonesia berdasar atas hukum tidak berdasar atas kekuasaan belaka.
Prinsip lain yang memperkuat bahwa pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi
tidak bersifat absolutisme. Prinsip ini mengandung makna bahwa ada pembagian
kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan. Penegasan prinsip tersebut, maka
salah satu prinsip dari negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
Mahkamah Konstitusi.

Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia


dimaksudkan agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen
dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan
pemberhentian hakim atau boleh dikatakan keberadaan Komisi Yudisial ini
sebagai pengontrol atau pengawasan terhadap hakim, disamping berfungsi untuk
merekrut hakim agung. Perubahan-perubahan terhadap UUD 1945 yang
menyangkut kekuasaan Yudikatif dengan adanya lembaga baru Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial, pada intinya untuk menegaskan bahwa Indonesia
adalah negara hukum.

Prinsip ini semula diatur dalam penjelasanUUD 1945 yang menyatakan


bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum tidak berdasar atas kekuasaan
belaka. Prinsip lain yang memperkuat bahwa pemerintahan berdasar atas sistem
konstitusi tidak bersifat absolutisme. Prinsip ini mengandung makna bahwa ada
pembagian kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan. Penegasan prinsip
tersebut, maka salah satu prinsip dari negara hukum adalah jaminan
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh
kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan


peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi. Komisi Yudisial dalam struktur
kekuasaan kehakiman Indonesia dimaksudkan agar warga masyarakat di luar
struktur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan,
penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian hakim atau boleh dikatakan
keberadaan Komisi Yudisial ini sebagai pengontrol atau pengawasan terhadap
hakim, disamping berfungsi untuk merekrut hakim agung.

Perubahan Hak Asasi Manusia

Intisari dari perubahan UUD 1945 (Pasal 28A– 28I) yang berkenaan
dengan hak asasi manusia adalah untuk mempertegas identitas negara Indonesia
sebagai negara hukum, yang salah satu unsur terpentingnya adalah adanya
pengakuan dan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia. Perlindungan,
pemajuan, penegakkan, dan pemenuhan hak asasi manusia tersebut adalah
menjadi tanggung jawab negara terutama pemerintah yang diatur, dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan(Konstitusi).

Dengan adanya Undang-Undang Dasar (konstitusi) yang mengatur HAM


akan memberikan jaminan konstitusional terhadap asas kebebasan dan persamaan.
Hal ini, akan mendukung dan memperkuat pada perubahan UUD 1945 yang
menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang pada prinsipnya
mempertegasadanya pembagian kekuasaan, dalam rangka untuk menghindari
penumpukkan kekuasaan dalam satu tangan yang sangat cenderung terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan, yang akhirnya berakibat pada pemerkosaan terhadap
asas kebebasan dan persamaan yang menjadi ciri khas dari negara demokrasi.

Bertitik tolak dari perubahan-perubahan UUD 1945 baik yang menyangkut


kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif maupun hak asasi
manusia tersebut diatas maka dalam amandemen UUD 1945 negara Indonesia
yang dilakukan di era reformasi secara makro walaupun banyak kritikan dari
kalangan ahli tata negara, tetapi paling tidak (untuk tidak mengatakan ‘jauh dari
sempurna’) hasil amandemen UUD 1945 terjadi perubahan paradigma:

a) Kedaulatan rakyat dengan prinsip demokrasi yang tidak semata-mata


representatif, tetapi juga partisipatif, menggantikan paradigma lama yang
cenderung dikontaminasi oleh faham integralistik, sehingga menimbulkan
dominasi atau hegemoni negara yang berlebihan.

b) Perubahan paradigma negara hukum dengan prinsip supremasi hukum


yang adil dan responsif menggantikan paradigma negara kekuasaan
dengan typology hukumnya yang represif.
c) Perubahan paradigma pembatasan kekuasaan sebagai cermin
konstitusionalisme dengan prinsip chek and balances untuk menggantikan
paradigma sentralisasi kekuasaan/otoritarian.

d) Perubahan paradigma konstitusi yang berbasis hak asasi manusia (HAM)


sebagai perwujudan kontrak sosial menggantikan paradigma bahwa hak-
hak rakyat atau warga negara adalah merupakan pemberian negara atau
penguasa negara.

2.11 Analisa Artikel Amandemen UUD 1945

Amandemen UUD 1945 Harus Melalui Referendum

Dalam artikel ini membahas mengenai dampak negatif dari amandemen


UUD 1945 sehingga perlu di referendum yang dalam kurun waktu tiga tahun telah
mengalami 4 kali amandemen. Perubahan itu membongkar pula beberapa
landasan dasar mengenai sistem politik dan ekonomi Indonesia. Amandemen itu
juga merombak batang tubuh dan menghapus penjelasan UUD 1945.

Sejalan dengan proses amandemen itu, sistem politik Indonesia pun


semakin mengarah pada model demokrasi liberal. Gedung parlemen kita hari ini
dipenuhi dengan riuh-gaduh perdebatan anggota parlemen. Akan tetapi, hampir
semua perdebatan itu tidak pernah berkaitan dengan persoalan rakyat.

Itu lah salah satu kutipan dari artikel tersebut yang menjelaskan bahwa
amandemen UUD 1945 telah merubah banyak hal bahkan sistem politik Indonesia
pun semakin mengarah pada demokrasi liberal, tentu saja hal ini sudak keluar
jalur dari demokrasi yang kita anut hingga sekarang. Dalam waktu singkat yaitu
tiga tahun, UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali, tentu saja
tujuannya hanya satu yaitu untuk menciptakan peraturan yang sempurna dan
sesuai dengan rakyat Indonesia. Namun, sampai sekarang hasil dari amandemen
tersebut sama sekali belum bisa merubah kehidupan rakyat Indonesia yang masih
banyak membutuhkan bantuan.

Banyak pasal yang diubah dalam amandemen UUD 1945 salah satunya
pasal 33. Pasal 33 UUD 1945 hasil amandemen dibuat permisif terhadap
kepemilikan swasta dan dominasi modal asing. Padahal, filosofi pasal 33 UUD
1945 sangatlah memerangi liberalisme dan anti-kapitalisme. Seakan-akan
amandemen UUD 1945 ini hanya untuk kepentingan imperialisme.

Dalam artikel tersebut pun menyebutkan bahwa gedung parlemen kita


hari ini dipenuhi dengan riuh-gaduh perdebatan anggota parlemen. Akan tetapi,
hampir semua perdebatan itu tidak pernah berkaitan dengan persoalan rakyat. Hal
ini sama saja mengulang kembali peristiwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
perdebatan yang tidak ada hasilnya bahkan hanya memperdebatkan peraturan
yang baru bukan kehidupan rakyat. Selain itu, sejak dihapusnya Ketetapan MPR
nomor IV/MPR/1983 yang mengatakan bahwa “bila MPR berkehendak mengubah
UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum”
pada tahun 1998, amandemen UUD 1945 tidak memerlukan lagi persetujuan dari
rakyat sebagai pemilik kedaulatan.

Selain itu hal ini pun telah melenceng dari tujuan awal amandemen UUD
1945 yang rata-rata bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa dan
negara. Namun, pada kenyataannya dari amandemen UUD 1945 keempat yaitu
tahun 2002 sampai tahun 2014 ini, kehidupan rakyat Indonesia tidak terlalu
mengalami kemajuan bahkan korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia semakin
marajalela.

Amandemen UUD 1945 harus disosialisasikan

Pada artikel ini membahas mengenai rencana mantan Ketua MPR RI yaitu
Hidayat Nur Wahid untuk mensosialisasikan amandemen UUD 1945 pada rakyat
Indonesia. Menurut beliau banyak dari rakyat Indonesia yang masih kurang
paham dengan amandemen UUD 1945, padahal peran rakyat sangat lah penting
karena sesuai dengan tujuan amandemen UUD 1945 yang ke 2 yaitu memperluas
partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi. Jadi,
dapat dikatakan rakyat memiliki peran vital dalam menegakkan demokrasi di
negara Indonesia.

Selain itu, dalam perubahannya nanti isi undang-undang tersebut akan


mempertegas sistem presidensial, di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui
pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif. Meski demikian, ia tak
menampik pro-kontra pasti, sehingga masukan dari masyarakat akan sangat
membantu, serta mendukung sosialisasi amandemen UUD 1945. Ucap bapak
Hidayat dalam artikel tersebut. Amandemen UUD 1945 memang telah banyak
membawa perubahan
pada negara ini, salah satunya mengenai kekuasaan eksekutif dan legislatif (sesuai
yang telah dijelaskan pada landasan teoritis persoalan). Dalam hal ini tidak
mengherankan bila amandemen UUD 1945 menghasilkan dampak positif dan
negatif di waktu yang bersamaan.

Amandemen UUD 1945 Harus Dikaji Ulang

Dalam artikel ini membahas mengenai amandemen UUD 1945 yang harus
dikaji kembali karena menurut beberapa sumber amandemen UUD 1945 telah
berdampak pada kekacauan di bidang tata negara dan melahirkan produk turunan
berupa undang-undang yang eksesif selain itu ketidakjelasan sistem pemerintahan
saat ini, presidensial namun berbau parlementer adalah akibat amandemen UUD
1945 yang dinilai parsial.

Menurut beberapa narasumber penyebab awal terjadinya penyimpangan


terhadap amandemen UUD 1945 ini karena dicabutnya Ketetapan MPR nomor
IV/MPR/1983 mengenai referendum. Ketetapan MPR nomor IV/MPR/1983 yang
mengatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu
harus minta pendapat rakyat melalui referendum. Ketetapan ini dihapus pada
tahun 1998, setahun sebelum amandemen UUD 1945 yang pertama. Dalam hal ini
tentu saja timbul kejanggalan karena bagaimana pun rakyat memiliki peran yang
sangat vital dalam hal ini karena rakyak adalah pemegang tertinggi demokrasi di
negara ini, sesuai dengan kalimat dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun
kenyataannya hal ini sama sekali tidak dilakukan padahal hal ini jelas telah
melanggar tujuan dari amandemen UUD 1945.

Selain itu, menurut salah satu narasumber perubahan di bidang ekonomi


lebih parah lagi. Misalnya, undang-undang investasi Indonesia jauh lebih liberal
dibanding Amerika Serikat sekalipun dan keberadaan konstitusi yang terlalu
bernafaskan neoliberalisme tidak boleh didiamkan.

Pengaplikasian Amandemen UUD 1945 sama sekali tidak sesuai dengan


jati diri bangsa Indonesia. Bila seperti ini terus, bangsa Indonesia belum dapat
dikatakan sudah reformasi karena pada kenyataannya bangsa Indonesia malah
mengalami deformasi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

 Tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk menyempurnakan UUD


yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun
amandemen yang dilakukan bertujuan untuk membawa bangsa ini menuju
perubahan yang lebih baik di berbagai bidang dengan senantiasa selalu
memperhatikan kepentingan rakyat.

 Dampak dari amandemen UUD 1945 adalah terjadinya perubahan


kekuasaan dari lembaga-lembaga negara, perubahan tersebut antara lain
adalah:

 Banyak anggapan bahwa amandemen UUD 1945 telah melenceng dan


lebih kearah model demokrasi liberal dan sistem pemerintahan semakin
kearah parlementer.

 Rakyat tidak diikutsertakan dalam amandemen UUD 1945 dari yang


pertama sampai yang keempat.

3.2 Saran

Menurut saya, masih banyak hal-hal di Indonesia yang perlu diperbaiki


demi terciptanya negara Republik Indonesia yang di cita-citakan. Bidang-bidang
dasar seperti politik, ekonomi, sosial & budaya, serta hukum harus banyak
mengalami perubahan mengarah kepada yang lebih baik. Amandemen UUD 1945
sangat lah penting karena amandemen dilakukan atas dasar kebutuhan kita akan
landasan konstitusi yang benar dan jelas. Sehingga, kita perlu memahami
Amandemen UUD 1945 dengan baik dan menanamkan pengamalan nilai-nilai
Pancasila demi terciptanya Indonesia yang lebih maju namun tetap
mempertahankan ciri ke-Indonesiaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Sujatmiko, 2007. Amandemen UUD 1945 Jangan Serampangan.

Harun, 2008. Amandemen UUD 1945 Dalam Pandangan Hukum Islam.Malang

Ash-Shiddiqie, Jimly 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:


FHUI

Dahlan, Thoib 2011. Ketatanegaraan Indonesia pasca Amandemen UUD 1945.


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai