Disusun oleh :
Aulia Amanda Putri ( 3062156279 )
Lutfi Anor Ilmi ( 3062156160 )
Leny Anggea Putri ( 3062156189 )
Kelas : 05 Kelompok 07
Prodi : PGSD
Dengan mengucap puji syukur kehadirat tuhan yang maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-nya sehingga kami dapat Menyelesaikan tugas Makalah Politik
Dalam Islam Dengan baik meski memiliki halangan Maupun rintangan.
Dalam menyusun tugas ini ,kami tak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada semua
pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini.Kami menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari kata Sempurna,oleh karna itu kritik dan saran sangat di
harapkan guna memperbaiki di masa mendatang dan semoga bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………….……… …i
Kata pengantar………………………………………………………ii
Daftar isi……………………………………………………………iii
BAB I………………………………………………………………..1
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah……………………………………….………..1
B. Perumusan masalah………………………………………….…………4
C. Tujuan penelitian…………………………………………….………….4
D. Manfaat penelitian………………………………………………..……..4
BAB II…………………………………………………..…………5
Pembahasan
A. Pembahasan…………………………………………………….………5
Daftar Pustaka………………………………………………….....…….12
BAB I
PENDAHULUAN
yang dilakukan oleh para akademisi baik dari kalangan Muslim maupun Barat.
Beratus pemikir dan beribu jilid buku berkaitan dengan politik Islam menghiasi
jurnal, skripsi, tesis atau disertasi yang membahas politik Islam telah
pemahaman pun tak terelakkan lagi baik antara kalangan muslim sendiri atau
bahkan antara kalangan Barat sekalipun. Ini menunjukkan bahwa kajian politik
Islam merupakan kajian yang cukup rumit akan tetapi tetap menarik dan
Kajian tentang hubungan Islam dan politik adalah suatu kajian yang tidak
tergiring untuk memasuki satu atau beberapa pintu pendekatan yang terbatas.
Pembahasan yang menyeluruh akan menuntut tidak saja kemampuan yang juga
pembahasan tentang agama dan politik dalam Islam ini agaknya akan terus
sendiri.
masalah politik dalam Islam memang bukan perkara sederhana. Hal itu karena
ada dua alasan. Pertama, bahwa Islam telah membuat sejarah selama lebih dari
empat belas abad. Jadi akan merupakan suatu kenaifan jika kita menganggap
bahwa selama kurun waktu yang panjang tersebut segala sesuatu tetap stationer
dan berhenti. Kesulitannya ialah, sedikit sekali kalangan kaum Muslim yang
teoritis yang kaya raya tentang politik yang hambpir setiap kali muncul bersama
Musdah Mulia, dalam karya disertasinya tentang pemikiran politik Islam Husain
1. Nurcholish Madjid, Islam dan Politik: Suatu Tinjauan Atas Prinsip‐Prinsip Hukum dan
Keadilan dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Volume I Nomor I, Juli Desember 1998
2. Nurcholish Madjid, “Kata Sambutan” dalam Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara:
3. Haekal yang mengutip pendapat John L. Esposito dalam Islam dan Politik
(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), menyebutkan beberapa faktor ketidaksepakatan
itu:
1). negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad SAW di Madinah yang
2). pelaksanaan khilafah pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbas hanya
3). pembahasan mengenai rumusan ideal (hukum Islam dan teori politik) hanya
menghasilkan rumusan idealis dan teoritis dari suatu masyarakat yang utopian,
dan
4). hubungan agama dan negara dari masa ke masa menjadi subyek bagi
keragaman interpretasi.
mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara
manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan
yang lengkap dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk
kehidupan bernegara. Karena itu, Islam tidak perlu atau bahkan jangan meniru
sistem negara Barat. Sistem politik Islam yang harus diteladani adalah sistem
yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat al‐Khulafa
al‐Rasyidin.
B. Perumusan Masalah
negara?
C. Tujuan Penelitian
pertanyaan yang telah diajukan dalam perumusan masalah. Lebih rinci, peneltian
D. Manfaat Penelitian
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN
prinsip-prinsip syari’ah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan
“Negara adalah organisasi (organ, badan atau alat) bangsa untuk mencapai tujuannya.” Oleh
karena itu, bagi setiap Muslim negara adalah alat untuk merealisasikan kedudukannya sebagai
hamba Allah dan mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah, untuk mencapai keridhaan
Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta menjadi rahmat bagi sesama manusia dan alam
lingkungannya.
Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era klasik, menurut
Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah
negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah), hukum Islam
Dari tiga kecenderungan itu, penulis dengan segala keterbatasan mencoba untuk mengkaji dan meneliti
sebuah pemikiran politik Islam dari seorang pemikir Islam yang berkaliber internasional yaitu Abul A'la
al-Maududi yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, yaitu sebuah tesis dengan judul "Perbandingan
Pemikiran Politik Islam Abul Ala Al-Maududi dengan Pemikiran dan Gerakan Partai Bulan Bintang di
Indonesia"
Dalam kajian ini penulis memfokuskan bahasan khusus pada pemikiran politik meliputi konsep negara
atau pemerintahan dan tujuannya, dasar negara, demokrasi, struktur pemerintahan dan hukum menurut
pandangan Maududi. Dari pemikiran yang berawal dari pembenahan sistem itulah Maududi mempunyai
idealisme yang tinggi yaitu menjadikan Islam as way of life - sebagai jalan hidup - secara totalitas dan
harus menjadi pijakan bagi manusia khususnya bagi ummat Islam. Maududi menghendaki ummat Islam
pada zaman modern ini apabila ingin kembali mengalami kejayaan dan keemasannya sebagaimana yang
telah dilewati pada awal tradisi Islam, maka ummat Islam harus kembali kepada dua sumber hukum
Islam (al-Qur'an dan as-Sunnah) secara mutlak serta mengembalikan sistem pemerintahan yang sedang
dijalankan pada abad modern ini kepada sistem yang telah dibangun Rasulullah SAW dan Khulafa ar-
Rasyidin.
seperti Laskar Jihad, Laskar Jundulloh, FPI, MMI, HTI, dan lain-lain—merupakan dampak
ikutan dari semakin terbukanya iklim politik dan demokrasi pasca-tumbangnya Orde Baru.
Tanpa kehadiran era Reformasi, hampir dapat dipastikan kelompok-kelompok garis keras
tersebut tidak akan berani muncul ke permukaan akibat represi politik yang dilakukan oleh
rezim berkuasa. Keterbukaan politik yang diintroduksi oleh Presiden Habibie, penerus Presiden
Soeharto, terbukti memberi semangat baru bagi kelompok masyarakat untuk menyuarakan
Pada masa ini pula, kelompok budaya dan politik yang tidak berafiliasi ke aliran kea- gamaan tertentu
juga turut meramaikan ruang publik. Keterbukaan politik sebenarnya
tidak saja membuka peluang bagi aliran atau ideologi keagamaan saja, tetapi juga gerakan
antitesis terhadapnya. Sebagai contoh di Solo muncul kelompok paguyuban yang diberi
nama PANGUNCI, kependekan dari Paguyuban Ngunjuk Ciu (Peguyuban Peminum Arak
Lokal). Kelompok ini jelas bukanlah representasi dari aliran keagamaan. Bahkan, kemunculan
kelompok semacam ini dapat dimaknai sebagai antitesis terhadap gerakan keagamaan
yang marak di kota budaya ini. Seperti diketahui, kota ini menjadi persemaian bagi berbagai
gerakan keagamaan garis keras seperti JI, Pondok Ngruki pimpinan Abu Bakar Ba’asyir,
Jamaah Ansorut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA)
yang didirikan oleh Abdullah Tufail, dan FPIS (Forum Pemuda Islam Surakarta).
2. Selain keran politik yang semakin terbuka ada pula yang mengaitkan kemunculan
gerakan radikalisme Islam dengan kondisi negara yang melemah. Serangkaian peristiwa
kekerasan dan konflik bernuansa agama muncul pada saat rezim Orde Baru tumbang.
Peristiwa bom di Jakarta (2000) dan Bali I (2002) juga muncul di awal-awal era Reformasi.
Hal ini menunjukkan, proses delegitimasi kekuasaan negara seringkali memberikan ruang
dipaparkan teori ilmu politik secara umum sebagaimana yang digunakan oleh
ilmu politik modern. Berikut ini dipaparkan tentang dasar‐dasar teori ilmu politik.
mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan
generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Dengan perkataan lain, teori
politik adalah bahasan dan renungan atas tujuan dari kegiatan politik, cara‐cara
diakibatkan oleh tujuan politik itu. Konsep‐konsep yang dibahas dalam teori
itu: 1) negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad SAW di Madinah yang
pelaksanaan khilafah pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbas hanya
3) pembahasan mengenai rumusan ideal (hukum Islam dan teori politik) hanya
menghasilkan rumusan idealis dan teoritis dari suatu masyarakat yang utopian,
dan 4) hubungan agama dan negara dari masa ke masa menjadi subyek bagi
keragaman interpretasi.3
mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara
manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan
yang lengkap dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk
kehidupan bernegara. Karena itu, Islam tidak perlu atau bahkan jangan meniru
sistem negara Barat. Sistem politik Islam yang harus diteladani adalah sistem
yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat al‐Khulafa
al‐Rasyidin.
Konsep politik tradisional dalam Islam antara lain kepemimpinan oleh penerus Nabi, yang disebut
sebagai Kalifah (Imam dalam Syiah); pentingnya mengikuti hukum Syariah; kewajiban bagi pemimpin
untuk berkonsultasi dengan dewan Syura dalam memerintah negara; dan kewajiban menggulingkan
pemimpin yang tidak adil.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka sesuai dengan maksud
dan tujuan diadakan penelitian ilmiah ini, yaitu untuk mencari jawaban bagi pokok-pokok masalah yang
telah ditetapkan sebagai dasarnya, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah seperti berikut:
2. Hukum aktivitas perempuan sebagai calon dalam pemilu. PAS yang pada asalnya membolehkan
perempuan berperan aktif sebagai calon dalam pemilu, telah mengubah pendiriannya akibat tragedi
berdarah dalam Pemilu 1969, di mana sehingga 1990, PAS masih mengharamkan penglibatan
perempuan di atas sebab-sebab keselamatan.
B. Saran
perubahan masyarakat dan politik pada hari ini telah membawa perempuan ke tengah medan politik
yang lebih mencabar. Ini ditambahkan oleh meluasnya pengaruh demokrasi dan meningkatnya bilangan
perempuan di negara-negara umat Islam, maka untuk mengelakkan kaum perempuan dari terlibat dan
berperan aktif dalam politik adalah hampir mustahil.
Gerakan- gerakan politik perlu melihat perkembangan ini sebagai satu informasi dan tidak boleh
mengongkong diri dengan satu pandangan yang keras (syadid) sehingga menyebabkan kelompok
perempuan sebagai kumpulan pemilih terbesar tidak mendukungi gerakan politik Islam.
DAFTAR PUSTAKA
FIQH SIYASAH – H.A DJAZULI002, Jakarta : Kencana, 2013, Fiqh siyasah : Implementasi
kemaslahatan umat dalam rambu-rambu syariah / H.A. Djazuli
Bahtiar Effendy, (1999), Islam dan Negara Transformasi pemikiran dan Prakti politik Islam di
Indonesia.
Mariam Budiardjo -Ilmu politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP
UI) periode 1974–1979