Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

POLITIK DALAM ISLAM

Disusun oleh :
Aulia Amanda Putri ( 3062156279 )
Lutfi Anor Ilmi ( 3062156160 )
Leny Anggea Putri ( 3062156189 )
Kelas : 05 Kelompok 07
Prodi : PGSD

Dosen pengampu : Sa’adah Erliani, M.pd


Mata Kuliah : AGAMA

STKIP PGRI BANJARMASIN


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2021-2022
Kata pengantar

Dengan mengucap puji syukur kehadirat tuhan yang maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-nya sehingga kami dapat Menyelesaikan tugas Makalah Politik
Dalam Islam Dengan baik meski memiliki halangan Maupun rintangan.

Dalam menyusun tugas ini ,kami tak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada semua
pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas ini.Kami menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari kata Sempurna,oleh karna itu kritik dan saran sangat di
harapkan guna memperbaiki di masa mendatang dan semoga bermanfaat bagi kita
semua.

Penyusun

DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………….……… …i
Kata pengantar………………………………………………………ii
Daftar isi……………………………………………………………iii
BAB I………………………………………………………………..1
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah……………………………………….………..1
B. Perumusan masalah………………………………………….…………4
C. Tujuan penelitian…………………………………………….………….4
D. Manfaat penelitian………………………………………………..……..4

BAB II…………………………………………………..…………5
Pembahasan
A. Pembahasan…………………………………………………….………5

B. Politik dalam islam Menurut 5 Refrensi buku……………………..6-10

BAB III …………………………………………………………11


Penutup
A. Kesimplan…………………………………………………..………..11
B. Saran………………………………………………………..………..11

Daftar Pustaka………………………………………………….....…….12

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembahasan tentang politik Islam tidak pernah kering dari kajian‐kajian

yang dilakukan oleh para akademisi baik dari kalangan Muslim maupun Barat.

Beratus pemikir dan beribu jilid buku berkaitan dengan politik Islam menghiasi

sejumlah perpustakaan di dunia. Beragam bentuk karya ilmiah baik berupa

jurnal, skripsi, tesis atau disertasi yang membahas politik Islam telah

memberikan kontribusi pengayaan pemikiran politik Islan. Perbedaan

pemahaman pun tak terelakkan lagi baik antara kalangan muslim sendiri atau

bahkan antara kalangan Barat sekalipun. Ini menunjukkan bahwa kajian politik

Islam merupakan kajian yang cukup rumit akan tetapi tetap menarik dan

menantang untuk dikaji.

Kajian tentang hubungan Islam dan politik adalah suatu kajian yang tidak

aka nada habis‐habisnya sebagaimana diumpamakan oleh Nurcholis Madjid

laksana menimba air Zamzam di tanah suci. Kenapa? Pertama, disebabkan

kekayaan sumber bahasan, sebagai buah limabelas abad sejarah akumulasi

pengalaman Dunia Islam dalam membangun kebudayaan dan peradaban. Kedua,

kompleksitas permasalahan, sehingga setiap pembahasan dengan sendirinya

tergiring untuk memasuki satu atau beberapa pintu pendekatan yang terbatas.

Pembahasan yang menyeluruh akan menuntut tidak saja kemampuan yang juga

menyeluruh, tapi juga kesadaran untuk tidak membiarkan diri terjerembab ke

dalam reduksionisme dan kecenderungan penyederhanaan persoalan. Ketiga,

pembahasan tentang agama dan politik dalam Islam ini agaknya akan terus

berkepanjangan, mengingat sifatnya yang mau‐tak‐mau melibatkan pandangan


ideologis berbagai kelompok masyarakat, khususnya kalangan kaum Muslim

sendiri.

1. Masih menurut pendapat Nurcholis Majdid pula bahwa usaha memahami

masalah politik dalam Islam memang bukan perkara sederhana. Hal itu karena

ada dua alasan. Pertama, bahwa Islam telah membuat sejarah selama lebih dari

empat belas abad. Jadi akan merupakan suatu kenaifan jika kita menganggap

bahwa selama kurun waktu yang panjang tersebut segala sesuatu tetap stationer

dan berhenti. Kesulitannya ialah, sedikit sekali kalangan kaum Muslim yang

memiliki pengetahuan, apalagi kesadaran, tentang sejarah itu. Kedua, selain

beraneka ragamnya bahan‐bahan kesejarahan yang harus dipelajari dan diteliti

kekuatan‐kekuatan dinamik di belakangnya, juga terdapat perbendaharaan

teoritis yang kaya raya tentang politik yang hambpir setiap kali muncul bersama

dengan munculnya sebuah peristiwa atau gejala sejarah yang penting.

2.Kesulitan dalam memahami masalah politik dalam Islam, berimplikasi

pada belum adanya kesepakatan pendapat mengenai konsep negara Islam.

Musdah Mulia, dalam karya disertasinya tentang pemikiran politik Islam Husain

1. Nurcholish Madjid, Islam dan Politik: Suatu Tinjauan Atas Prinsip‐Prinsip Hukum dan

Keadilan dalam Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, Volume I Nomor I, Juli Desember 1998

(Jakarta: Paramadina, 1998), h. 48.

2. Nurcholish Madjid, “Kata Sambutan” dalam Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara:

Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran (Jakarta: UI‐Press, 1993), h. vi‐vii

3. Haekal yang mengutip pendapat John L. Esposito dalam Islam dan Politik
(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), menyebutkan beberapa faktor ketidaksepakatan

itu:

1). negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad SAW di Madinah yang

dipandang ideal ternyata tidak memberikan suatu model terperinci,

2). pelaksanaan khilafah pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbas hanya

memberikan suatu kerangka mengenai lembaga‐lembaga politik dan perpajakan,

3). pembahasan mengenai rumusan ideal (hukum Islam dan teori politik) hanya

menghasilkan rumusan idealis dan teoritis dari suatu masyarakat yang utopian,

dan

4). hubungan agama dan negara dari masa ke masa menjadi subyek bagi

keragaman interpretasi.

Munawir Sadzali menyebutkan tiga aliran tentang hubungan antara Islam

dan kenegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata‐

mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara

manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan

yang lengkap dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk

kehidupan bernegara. Karena itu, Islam tidak perlu atau bahkan jangan meniru

sistem negara Barat. Sistem politik Islam yang harus diteladani adalah sistem

yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat al‐Khulafa

al‐Rasyidin.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan deskripsi latar belakang di atas, penulis merumuskan


penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Ahmad Syafii Maarif tetang hubungan Islam dan

negara?

2. Bagaimanakah tinjauan al‐salaf al‐shaleh terhadap pemikiran Ahmad

Syafii Maarif tentang hubungan Islam dan negara?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan jawaban atas pertanyaan‐

pertanyaan yang telah diajukan dalam perumusan masalah. Lebih rinci, peneltian

ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pemikiran MASDAR HILMY001 tentang hubungan

Islam dan negara.

2. Menganalisis dan mengkritisi pemikiran Ahmad Syafii Maarif tetang

hubungan Islam dan negara dalam timbangan al‐salaf al‐saleh.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan

khasanah pemikiran politik Islam di Indonesia.

2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi keperluan dakwah.

Khususnya dalam menyebarkan Islamic Worldview dalam semua

konsep kehidupan termasuk negara Islam. Menyadari akan maraknya

pemikiran‐pemikiran liberalisme, sekularisme, dan pluralism yang

dikumandangkan bukan hanya oleh pemikir non muslim, bahkan oleh

pemikir muslim sendiri, penulis tergerak untuk, paling tidak,


memberikan sedikit kontribusi untuk menangkal pemikiran‐pemikiran

tersebut dengan menggunakan sudut pandang Islamic Worldview

BAB II

PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN

Menurut Islam, mekanisme operasional pemerintahan dan ketatanegaran mengacu pada

prinsip-prinsip syari’ah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Endang Saifuddin Anshari (1986:167) mengatakan,

“Negara adalah organisasi (organ, badan atau alat) bangsa untuk mencapai tujuannya.” Oleh

karena itu, bagi setiap Muslim negara adalah alat untuk merealisasikan kedudukannya sebagai

hamba Allah dan mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah, untuk mencapai keridhaan

Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta menjadi rahmat bagi sesama manusia dan alam

lingkungannya.

Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam era klasik, menurut

Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah

negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah), hukum Islam

(syari’ah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah).

- Politik Dalam islam Menurut MASDAR HILMY001


Pemikiran dan reformasi dari suatu keadaan akan selalu terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam
bentuk apa saja. Reformasi dalam konteks ini mempunyai ragam dan bentuknya, setidaknya ada tiga
kecenderungan dari reformasi itu sendiri ; Pertama, kecenderungan untuk mempertahankan sistem dari
abad-abad permulaan Islam sebagai sesuatu sistem yang benar dan tentunya setelah dibersihkan dari
bid'ah, Kedua, kecenderungan dalam usaha untuk membangun kembali ajaran yang benar serta apabila
dipandang perlu akan disesuaikan dengan pengertian-pengertian dan pemahaman-pemahaman
kantemporer, disesuaikan dengan zaman dan kebutuhan yang dihadapinya, khususnya yang mencakup
segi-segi agama, kesusilaan dan kemasyarakatan. Tentunya bagi mereka yang berupaya untuk
memformulasikan sumber-sumber hukum Islam ke dalam realitas sosial serta disesuaikan dengan
keadaan zaman yang selalu berkembang dan berubah, maka sangatlah dibutuhkan adanya ijtihad.
Ketiga, kecenderungan dalam berpegang teguh kepada dasar-dasar ajaran Islam yang diakui pada
umumnya, tetapi tidak menutup pintu bagi pandanganp-andangan baru yang biasanya datang dari Barat.

Dari tiga kecenderungan itu, penulis dengan segala keterbatasan mencoba untuk mengkaji dan meneliti
sebuah pemikiran politik Islam dari seorang pemikir Islam yang berkaliber internasional yaitu Abul A'la
al-Maududi yang dituangkan dalam bentuk karya ilmiah, yaitu sebuah tesis dengan judul "Perbandingan
Pemikiran Politik Islam Abul Ala Al-Maududi dengan Pemikiran dan Gerakan Partai Bulan Bintang di
Indonesia"

Dalam kajian ini penulis memfokuskan bahasan khusus pada pemikiran politik meliputi konsep negara
atau pemerintahan dan tujuannya, dasar negara, demokrasi, struktur pemerintahan dan hukum menurut
pandangan Maududi. Dari pemikiran yang berawal dari pembenahan sistem itulah Maududi mempunyai
idealisme yang tinggi yaitu menjadikan Islam as way of life - sebagai jalan hidup - secara totalitas dan
harus menjadi pijakan bagi manusia khususnya bagi ummat Islam. Maududi menghendaki ummat Islam
pada zaman modern ini apabila ingin kembali mengalami kejayaan dan keemasannya sebagaimana yang
telah dilewati pada awal tradisi Islam, maka ummat Islam harus kembali kepada dua sumber hukum
Islam (al-Qur'an dan as-Sunnah) secara mutlak serta mengembalikan sistem pemerintahan yang sedang
dijalankan pada abad modern ini kepada sistem yang telah dibangun Rasulullah SAW dan Khulafa ar-
Rasyidin.

- Politik dalam islam Menurut Moh.Rosyid


Perkembangan dan pertumbuhan gerakan radikalisme pasca-Orde Baru tidak bisa
dilepaskan dari pergantian rezim yang semakin terbuka.

1. Kemunculan gerakan radikalisme

Islam, baik yang klandestin—seperti Jemaah Islamiyah (JI)—maupun yang terang-terangan—

seperti Laskar Jihad, Laskar Jundulloh, FPI, MMI, HTI, dan lain-lain—merupakan dampak

ikutan dari semakin terbukanya iklim politik dan demokrasi pasca-tumbangnya Orde Baru.

Tanpa kehadiran era Reformasi, hampir dapat dipastikan kelompok-kelompok garis keras

tersebut tidak akan berani muncul ke permukaan akibat represi politik yang dilakukan oleh

rezim berkuasa. Keterbukaan politik yang diintroduksi oleh Presiden Habibie, penerus Presiden

Soeharto, terbukti memberi semangat baru bagi kelompok masyarakat untuk menyuarakan

berbagai aspirasi dan kepentingan politiknya secara bebas dan leluasa.

Pada masa ini pula, kelompok budaya dan politik yang tidak berafiliasi ke aliran kea- gamaan tertentu
juga turut meramaikan ruang publik. Keterbukaan politik sebenarnya

tidak saja membuka peluang bagi aliran atau ideologi keagamaan saja, tetapi juga gerakan

antitesis terhadapnya. Sebagai contoh di Solo muncul kelompok paguyuban yang diberi

nama PANGUNCI, kependekan dari Paguyuban Ngunjuk Ciu (Peguyuban Peminum Arak

Lokal). Kelompok ini jelas bukanlah representasi dari aliran keagamaan. Bahkan, kemunculan

kelompok semacam ini dapat dimaknai sebagai antitesis terhadap gerakan keagamaan

yang marak di kota budaya ini. Seperti diketahui, kota ini menjadi persemaian bagi berbagai

gerakan keagamaan garis keras seperti JI, Pondok Ngruki pimpinan Abu Bakar Ba’asyir,

Jamaah Ansorut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA)

yang didirikan oleh Abdullah Tufail, dan FPIS (Forum Pemuda Islam Surakarta).

2. Selain keran politik yang semakin terbuka ada pula yang mengaitkan kemunculan

gerakan radikalisme Islam dengan kondisi negara yang melemah. Serangkaian peristiwa

kekerasan dan konflik bernuansa agama muncul pada saat rezim Orde Baru tumbang.

Peristiwa bom di Jakarta (2000) dan Bali I (2002) juga muncul di awal-awal era Reformasi.
Hal ini menunjukkan, proses delegitimasi kekuasaan negara seringkali memberikan ruang

bagi kemunculan gerakan-gerakan tandingan di luar lembaga kenegaraan yang dimotori

oleh aktor-aktor non-negara.

- Politik Dalam Islam Menurut Mariam Budiardjo


Sebelum memaparkan landasan teori relasi Islam dan negara, akan

dipaparkan teori ilmu politik secara umum sebagaimana yang digunakan oleh

ilmu politik modern. Berikut ini dipaparkan tentang dasar‐dasar teori ilmu politik.

Miriam Budiardjo mengutip pendapat Andrew Heywood, bahwa politik

adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat,

mempertahankan, dan mengamandemen peraturan‐peraturan umum yang

mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan

kerjasama.11 Adapun tentang teori politik, menurutnya adalah bahasan dan

generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Dengan perkataan lain, teori

politik adalah bahasan dan renungan atas tujuan dari kegiatan politik, cara‐cara

mencapai tujuan itu, kemungkinan‐kemungkinan dan kebutuhan‐kebutuhan

yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, dan kewajiban‐kewajiban yang

diakibatkan oleh tujuan politik itu. Konsep‐konsep yang dibahas dalam teori

politik mencakup: masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak

dan kewajiban, kemerdekaan, lembaga‐lembaga negara, perubahan sosial,

pembangunan politik, modernisasi, dan sebagainya.

- Politik Dalam Islam Menurut Ridwan


Haekal yang mengutip pendapat John L. Esposito dalam Islam dan Politik
(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), menyebutkan beberapa faktor ketidaksepakatan

itu: 1) negara Islam yang didirikan Nabi Muhammad SAW di Madinah yang

dipandang ideal ternyata tidak memberikan suatu model terperinci, 2)

pelaksanaan khilafah pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbas hanya

memberikan suatu kerangka mengenai lembaga‐lembaga politik dan perpajakan,

3) pembahasan mengenai rumusan ideal (hukum Islam dan teori politik) hanya

menghasilkan rumusan idealis dan teoritis dari suatu masyarakat yang utopian,

dan 4) hubungan agama dan negara dari masa ke masa menjadi subyek bagi

keragaman interpretasi.3

Munawir Sadzali menyebutkan tiga aliran tentang hubungan antara Islam

dan kenegaraan. Aliran pertama berpendirian bahwa Islam bukanlah semata‐

mata agama dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangkut hubungan antara

manusia dan Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan

yang lengkap dengan peraturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk

kehidupan bernegara. Karena itu, Islam tidak perlu atau bahkan jangan meniru

sistem negara Barat. Sistem politik Islam yang harus diteladani adalah sistem

yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW dan oleh empat al‐Khulafa

al‐Rasyidin.

- Bahtiar Effendy, (1999), Islam dan Negara Transformasi pemikiran dan


Prakti politik Islam di Indonesia.
Buku ini membahas hubungan politik antara Islam dan Negara di Indonesia terutama oleh fenomena
yang mengejutkan bahwa sejak berakhirnya kolonialisme barat pada pertengahan abad ke 20, 4 Negara-
negara muslim seperti Turki, Mesir, Sudan, Maroko, Pakistan, Malaysia dan Aljazair mengalami
kesulitan dalam upaya mereka mengembangkan sintesis yang memungkinkan antara praktek dan
pemikiran politik Islam dengan Negara mereka masing masing.

- Indonesia tidak menganut Sistem pemisahan kekuasaan


Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun
mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia bukanlah sebuah negara Islam. Kekuasaan eksekutif
dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

- konsep politik dalam Islam

Konsep politik tradisional dalam Islam antara lain kepemimpinan oleh penerus Nabi, yang disebut
sebagai Kalifah (Imam dalam Syiah); pentingnya mengikuti hukum Syariah; kewajiban bagi pemimpin
untuk berkonsultasi dengan dewan Syura dalam memerintah negara; dan kewajiban menggulingkan
pemimpin yang tidak adil.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, maka sesuai dengan maksud
dan tujuan diadakan penelitian ilmiah ini, yaitu untuk mencari jawaban bagi pokok-pokok masalah yang
telah ditetapkan sebagai dasarnya, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah seperti berikut:

1 . Konsep aktivitas perempuan dalam politik. PAS mempunyai pandangan yang


berbeda dengan JIP dalam memahami konsep aktivitas perempuan dalam politik di mana PAS membuka
ruang seluas-luasnya kepada kaum perempuan untuk berperan aktif dalam politik bukan hanya sekadar
menjadi ahli atau pendukung gerakan politik Islam, tetapi juga harus menjadi aktivis partai itu,
memegang jabatan-jabatan kepartaian, sehingga bisa menjadi calon dalam pemilu, menjadi Wakil rakyat
atau ahli dewan perwakilan rakyat, bahkan menteri juga setelah mereka memenuhi syarat-syarat supaya
melampaui batas syarak.

2. Hukum aktivitas perempuan sebagai calon dalam pemilu. PAS yang pada asalnya membolehkan
perempuan berperan aktif sebagai calon dalam pemilu, telah mengubah pendiriannya akibat tragedi
berdarah dalam Pemilu 1969, di mana sehingga 1990, PAS masih mengharamkan penglibatan
perempuan di atas sebab-sebab keselamatan.

B. Saran
perubahan masyarakat dan politik pada hari ini telah membawa perempuan ke tengah medan politik
yang lebih mencabar. Ini ditambahkan oleh meluasnya pengaruh demokrasi dan meningkatnya bilangan
perempuan di negara-negara umat Islam, maka untuk mengelakkan kaum perempuan dari terlibat dan
berperan aktif dalam politik adalah hampir mustahil.

Gerakan- gerakan politik perlu melihat perkembangan ini sebagai satu informasi dan tidak boleh
mengongkong diri dengan satu pandangan yang keras (syadid) sehingga menyebabkan kelompok
perempuan sebagai kumpulan pemilih terbesar tidak mendukungi gerakan politik Islam.

DAFTAR PUSTAKA
FIQH SIYASAH – H.A DJAZULI002, Jakarta : Kencana, 2013, Fiqh siyasah : Implementasi
kemaslahatan umat dalam rambu-rambu syariah / H.A. Djazuli

 ISLAM,POLITIK DAN DEMOKRASI – MASDAR HILMY001, UIN Sunan Ampel Surabaya

Bahtiar Effendy, (1999), Islam dan Negara Transformasi pemikiran dan Prakti politik Islam di
Indonesia.

Mariam Budiardjo -Ilmu politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP
UI) periode 1974–1979

Ridwan Universitas- culture and socialization,Muhammadiyah Malang

Anda mungkin juga menyukai