Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Ibadah merupakan suatau kewajiban bagi umat manusia terhadap
Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Sholat puasa, naik haji, jihad, membaca Al -
Qur’an, dan lainnya. Dan setiap ibadahmemiliki syarat-syarat untuk dapat
melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk
melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat-syarat
diantaranyahaji, yang memiliki syarat-syarat,yaitu mampu dalam biaya
perjalanannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita
akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah
tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik
hadats besar ataupun hadats kecil.
Kualitas pahala ibadah juga dipermasalahkan jika kebersihan dan
kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka
ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan
kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap
manusia yag akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur’an,
naik haji, dan lain sebagainya.

2.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan atas latar belakang masalah beserta yang ingin kami
capai dalam pembuatan makalah ini. Maka dapat dirumuskan beberapa
pokok permasalahan yang akan penyusun sajikan di dalam makalah ini.
Salah satunya sebagai berikut :
1. Pengertian Thaharah dan Shalat
2. Bagaimana Pelaksanaan Thaharah dan Shalat
3. Hikmah dari Thaharah dan Shalat
4. Hal-hal lainnya yang berkaitan dengan Thaharah
dan Shalat.

BAB II
THAHARAH
2.1 Pengertian dan Konsep Dasar Thaharah
Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah
adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis
dan hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam. Thaharah
atau bersuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa macam
ibadah. Seperti dalam QS Al-maidah ayat : 6 [5:6] Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.
Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu :
A. Bersuci lahiriah
Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri,
tempat tinggal dan lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis.
Membersihkan diri dari najis adalah membersihkan badan, pakaian atau
tempat yang didiami dari kotoran sampai hilang rasa, bau dan warnanya. QS
Al-Muddassir ayat : 4 [74:4] dan pakaianmu bersihkanlah,
B. Bersuci batiniah
Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa
dosa dan perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara
membersihkannya dengan taubatan nashoha yaitu memohon ampun dan
berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Macam-macam Alat Thaharah
Allah selalu memudahkan hambanya dalam melakukan sesuatu. Untuk
bersuci misalnya, kita tidak hanya bisa menggunakan air, tetapi kita juga
bisa menggunakan tanah, batu, kayu dan benda-benda padat lain yang suci
untuk menggantikan air jika tidak ditemukan.
Dalam bersuci menggunakan air, kita juga harus memperhatikan air yang
boleh dan tidak boleh digunakan untuk bersuci.
Macam-macam air
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah
· Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, yaitu air :
1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
4. Air sungai
5. Air danau/ telaga
6. Air salju
7. Air embun
QS Al- Anfal ayat : 11[8:11] (Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu
mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan
kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan
menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan
hatimu dan memperteguh denganya telapak kaki(mu).
· Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal untuk
diminum tapi tidak dapat digunakan untuk bersuci seperti air teh, kopi, sirup,
air kelapa dll.
· Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain
emas dan perak. Air ini makruh digunakan untuk bersuci
· Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air ini tidak boleh
digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah rasa, bau maupun warnanya
· Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah berubah
rasa, warna dan baunya maupun yang tidak berubah dalam jumlah yang sedikit
yaitu kurang dari dua kullah (270 liter menurut ulama kontemporer).
Cara-cara Thaharah
Ada berbagai cara dalam bersuci yaitu bersuci dengan air seperti
berwudhu dan mandi junub atau mandi wajib. Ada juga bersuci dengan
menggunakan debu, tanah yaitu dengan bertayamum. Dan bisa juga
menggunakan air,tanah,batu dan kayu (tissue atau kertas itu masuk
kategori kayu) yaitu dengan beristinja.
Cara-cara thaharah menurut pembagian najisnya:
1. Najis ringan (najis mukhafafah)
Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi
laki-laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibunya saja dan
umurnya kurang dari 2 tahun. Cara membersihkan najis ini cukup dengan
memercikkan air kebagian yang terkena najis.
2. Najis sedang (najis mutawassitah)
Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air
kencing dsb. Cara membersihkannya cukup dengan membasuh atau
menyiramnya dengan air sampai najis tersebut hilang (baik rasa, bau dan
warnanya).
3. Najis berat (najis mughalazah)
Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan
berdasarkan dalil yang pasti (qat’i) . yaitu anjing dan babi. Cara
membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang najisnya terlebih
dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah
satunya dengan tanah atau batu.
2.2 Wudhu
Wudhu menurut bahasa adalah bersih atau indah. Wudhu menurut
istilah syari'at islam adalah membersihkan anggota wudhu dengan air yang suci
dan mensucikan sesuai dengan syarat dan rukun tertentu bertujuan untuk
menghilangkan hadats kecil.
 Syarat Wudhu
 Beragama Islam.
 Dapat membedakan yang baik dan yang buruk.
 Suci dari menstruasi dan persalinan.
 Tidak ada apa pun di dalam tubuh yang dapat mengubah
sifat air, seperti lipstik dan riasan.
 Tidak ada yang dapat mencegah air menyentuh kulit,
seperti cat kuku, lipstik dan lain-lain.
 Mengetahui mana yang sunah dan mana yang wajib.
 Fardhu wudhu
(1) niat,
(2) membasuh muka,
(3) membasuh kedua tangan beserta kedua siku,
(4) mengusap sebagian kepala,
(5) membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki
(6) tertib.
 Hal yang Membatalkan Wudhu
Yang membatalkan wudhu ada empat, yaitu:
1- Apa bila keluar sesuatu dari salah satu kemaluan seperti angin
dan lainnya, kecuali air mani.
2- Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam
keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat
duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3- Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang
bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit
tersebut seperti kain dll.”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti
saudara kandung).
4- Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau
menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak
tangan atau telapak jarinya.
 Sunah-sunah wudhu
1. Membaca bismillah
2. Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkan ke wadah air
3. Berkumur
4. Menghirup air ke hidung
5. Mengusap seluruh kepala
6. Mengusap kedua telinga luar dalam dengan air baru
7. Menyisir jenggot tebal dengan jari
8. Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki, mendahulukan bagian
kanan baru kemudian kiri
9. Menyucikan masing-masing tiga kali
10. Muwalat (tidak terputus)
2.3 Mandi
Menurut bahasa yaitu al-ghasl atau al-ghusl (‫ ْﻞﺴَﻐﻟا‬-‫ ) ْﻞﺴُﻐﻟا‬yang berarti
mengalirnya air pada sesuatu. Menurut istilah yaitu meratakan air pada seluruh
badan dari ujung rambut sampai ujung jari kaki disertai dengan niat sesuai
dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats besar atau mandi
sunnah.
 Jenis-jenis Mandi dalam Islam
1. Mandi wajib
Mandi wajib dikenal juga dengan sebutan mandi besar atau
mandi junub. Hukum mandi wajib dalam Islam adalah wajib bagi
seorang Muslim yang berakal sehat. Artinya, mandi wajib harus
dilakukan serta akan mendapat pahala saat dikerjakan dan
berdosa jika ditinggalkan.Terdapat sejumlah alasan atau keadaan
yang mengharuskan seorang Muslim melakukan mandi wajib.
Berikut sebab-sebab seseorang harus mandi wajib, dikutip dari
buku Risalah Tuntunan Shalat Lengkap karya Drs. Abu Bakar:
 Karena selesai haid
 Karena selesai nifas (tepatnya setelah selesai
berhentinya darah yang keluar sesudah melahirkan)
 Karena bersetubuh
 Karena keluar air mani
Ada sejumlah tata cara mandi wajib seperti dikutip dari situs
Nadhlatul Ulama. Berikut tata cara mandi wajib mulai dari masuk
hingga keluar dari kamar mandi.
 Saat masuk ke kamar mandi ambil air lalu basuhkan tangan
sebanyak tiga kali.
 Bersihkan segala kotoran yang menempel pada badan.
 Berwudu seperti hendak salat.
 Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali sambil
membaca niat mandi wajib.
 Mengguyur tubuh bagian kanan sebanyak tiga kali dan
diikuti bagian tubuh sebelah kiri.
 Jangan lupa menggosok seluruh bagian tubuh sebanyak tiga
kali termasuk sela-sela rambut. Pastikan air mengalir ke
seluruh lipatan kulit dan pangkal rambut.
2. Mandi Sunah
Mandi sunah adalah menyucikan seluruh tubuh yang
tidak bersifat wajib. Seperti namanya, hukum mandi sunah
adalah sunah yang artinya mendapat pahala saat dikerjakan,
tapi tidak apa-apa atau tidak mendapat dosa saat tidak
dikerjakan.Mandi sunah biasanya dilakukan saat akan
melakukan ibadah tertentu seperti ibadah salat Jumat, ibadah
salat gerhana, dan memasuki bulan Ramadan.
Ada beberapa jenis mandi dalam Islam yang disunahkan.
Berikut beberapa jenis mandi sunah yang bisa dilakukan:
 Mandi untuk salat Jumat
 Mandi sebelum salat Ied di Hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha
 Mandi hendak melakukan ibadah salat istiqo'
(salat meminta hujan)
 Mandi hendak melakukan ibadah salat gerhana
matahari
 Mandi hendak melakukan ibadah salat gerhana
bulan
 Mandi sehabis memandikan mayat
 Mandi bagi mualaf atau orang yang masuk Islam
 Mandi setelah sembuh dari gila
 Mandi hendak melakukan ihram (ibadah haji atau
umrah)
 Mandi hendak masuk ke kota Makkah
 Mandi sebelum wuquf di Arafah
 Mandi hendak menginap di Muzdalifah
 Mandi hendak melempar jumroh
 Mandi hendak tawaf
 Mandi hendak sa'i (mendaki bukit Shafa dan
Marwah sebanyak tujuh kali)
 Mandi sebelum masuk kota Madinah
2.4 Tayamum
Tayamum (bahasa Arab: ‫ )تيمم‬mengacu pada tindakan menyucikan diri
tanpa menggunakan air dalam Islam, yaitu dengan menggunakan pasir atau
debu. Secara literal atau bahasa, tayamum bermakna al-qashd, wa al-tawajjuh
(maksud dan mengarahkan). Tayamum dilakukan sebagai pengganti wudu atau
mandi wajib.
Dalam melakukan tayamum ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu cara bertayamum, syarat-syarat bertayamum, rukun-rukun bertayamum,
yang membatalkan bertayamum, sunah-sunah bertayamum, dan hal yang
makruh saat bertayamum.
 Cara tayamum:
1. Berniat
2. Membaca bismillah
3. Memukulkan kedua tangan ke atas tamah satu kali pukulan
4. Mengusap wajah seperti saat berwudu dengan air
5. Mengusap telapak tangan dan tangan seperti saat berwudu
dengan air
 Syarat tayamum:
1. Tidak ada air
2. Dengan tanah yang suci
3. Mubah
4. Berdebu
5. Bukan dengan abu
 Rukun-rukun tayamum:
1. Mengusap seluruh wajah
2. Mengusap kedua tangan sampai ke pergelangan tangan
3. Berurutan dan berkesinambungan
 Hal-hal yang membatalkan tayamum:
1. Seluruh yang membatalkan wudu
2. Ada air
3. Sakit
 Sunah dalam tayamum:
1. Berurutan dan berkesinambungan untuk bertayamum dari
hadas besar
2. Mengakhirkan bertayamum sampai ke akhir waktu
3. Membaca doa setelah wudhu saat bertayamum
Hal yang membuat makruh tayamum adalah saat terus menerus
memukul-mukulkan tangan ke tanah.
2.5 Istinja’
Dalam ilmu fiqih, istinja adalah membersihkan sesuatu (najis) yang
keluar dari qubul atau dubur menggunakan air atau batu dan benda sejenisnya
yang bersih dan suci. Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam Fikih Empat
Madzhab Jilid 1 menjelaskan, istilah ini disebut juga dengan istithabah atau
istijmar.Hanya saja, istijmar biasanya dikhususkan untuk istinja dengan batu.
Istijmar sendiri diambil dari kata al-jimar yang berarti kerikil kecil. Sedangkan,
disebut juga dengan istithabah karena dampak yang ditimbulkannya
(membersihkan kotoran) membuat jiwa terasa nyaman.
Dalam pendapat lain sebagaimana dijelaskan oleh Rosidin dalam buku
Pendidikan Agama Islam, kata istinja berasal dari akar kata naja' yang artinya
bebas dari penyakit (kotoran). Jadi, disebut istinja karena orang yang beristinja
berusaha bebas dari penyakit dan menghilangkan penyakit tersebut.
 Hukum Istinja
Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi mengatakan istinja
hukumnya fardhu. Ulama Hanafiyah berkata bahwa hukum istinja
atau aktivitas lain yang menggantikan kedudukannya seperti
istijmar adalah sunnah muakkadah, baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Sementara itu, Hasan ibn Salim al-Kaf dalam al-
Taqrirat al-Sadidah sebagaimana dijelaskan Rosidin membagi
hukum istinja menjadi 6 jenis. Antara lain sebagai berikut:
1. Wajib: Istinja hukumnya wajib jika yang keluar adalah
najis yang kotor lagi basah. Seperti air seni, madzi, dan kotoran
manusia.
2. Sunnah: Istinja hukumnya sunnah jika yang keluar adalah
najis yang tidak kotor. Contohnya cacing.
3. Mubah: Jika beristinja dari keringat.
4. Makruh: Istinja hukumnya makruh jika yang keluar adalah
kentut.
5. Haram: Haram namun sah jika beristinja dengan benda
hasil ghashab. Istinja hukumnya haram dan tidak sah jika beristinja
dengan benda yang dimuliakan seperti buah-buahan.
6. Khilaf al-aula yakni antara mubah dan makruh: Jika
beristinja dengan air zam-zam.
 Tata Cara Istinja
Secara umum, tata cara beristinja ada tiga. Pertama,
menggunakan air dan batu. Cara ini merupakan cara yang paling
utama. Batu dapat menghilangkan bentuk fisik najis. Sementara
itu, air yang digunakan harus suci dan menyucikan. Air tersebut
dapat menghilangkan bekas najis.
Kedua, menggunakan air saja. Ketiga, menggunakan batu
saja. Adapun, batu yang diperbolehkan untuk beristinja haruslah
suci, bukan najis atau terkena najis, merupakan benda padat,
kesat, dan bukan benda yang dihormati.

 Adab Buang Hajat


Dalam Islam, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan
saat buang hajat. Antara lain sebagai berikut:
1. Istibra, yaitu mengeluarkan kotoran yang tersisa di dalam
makhraj, baik itu air kencing maupun kotoran, sampai dirasa tidak
ada lagi kotoran yang tersisa.
2. Diharamkan buang hajat di atas kuburan. Alasan
mengenai pendapat ini karena kuburan adalah tempat di mana
orang bisa mengambil nasihat dan pelajaran. Maka, termasuk
adab sangat buruk jika seseorang justru membuka aurat di atas
kuburan dan mengotorinya.
3. Tidak boleh membuang hajat pada air yang tergenang.
Diriwayatkan dari Jabir, Rasulullah SAW melarang kencing pada air
yang tergenang (HR. Muslim, Ibnu Majah, dan yang lainnya).
4. Dilarang buang hajat di tempat-tempat sumber air,
tempat lalu lalang manusia, dan tempat bernaung mereka.
Pendapat ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW dalam sebuah
hadits.Rasulullah SAW bersabda: "Berhati-hatilah kalian dari dua
hal yang dilaknat (oleh manusia." Para sahabat bertanya, "Apa
yang dimaksud dengan dua penyebab orang dilaknat?" Beliau
menjawab, "Orang yang buang hajat di jalan yang biasa dilalui
manusia atau di tempat yang biasa mereka bernaung." (HR.
Muslim dan Abu Dawud).
5. Dilarang buang hajat dengan menghadap atau
membelakangi kiblat.
6. Dimakruhkan bagi orang yang membuang hajat untuk
melawan arah angin. Sebab, dikhawatirkan adanya percikan air
kencing yang membuatnya terkena najis.
7. Dimakruhkan bagi orang yang sedang buang hajat untuk
berbicara. Namun, apabila memang ada kebutuhan maka
diperbolehkan untuk berbicara, seperti meminta gayung untuk
membersihkan najis.
8. Dimakruhkan menghadap matahari dan bulan secara
langsung. Sebab, keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran
Allah SWT dan nikmat-Nya bermanfaat bagi seluruh alam semesta.
9. Dianjurkan untuk istinja dengan tangan kiri. Sebab,
tangan kanan digunakan untuk makan dan sebagainya.
 Syarat istinja dengan batu
Dalam Kitab Safinah (Safinatun Najah) karya Syekh Salim bin
Samir Al-Hadhrami, syarat boleh menggunakan batu untuk
beristinja (bersuci) ada delapan, yaitu:
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain
sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang
kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan) .
7. Najis tersebut tidak terkena air .
8. Batu tersebut suci.
2.6 Klasifikasi air ala Madzhab Syafi’iyah An-nadliyah
Jika pada kehidupan sehari-hari kita mengenal fungsi air salah satunya
adalah untuk membersihkan badan, dalam Islam ternyata tidak dapat disebut
sebagai air suci. Ada pembagian macam-macam air yang terbagi menjadi
empat bagian diantaranya: air suci dan menyucikan, air musyammas (air yang
terkena langsung atau efek dari sinar matahari), air suci tidak mensucikan (air
musta’mal), dan air mutanajjis.
Pembagian di atas adalah pembagian yang telah disepakati oleh
mayoritas ulama (jumhur al-ulama’). Masing-masing dari pembagian di atas
berdasarkan pada dalil-dalil hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Di
antara hadis-hadis tersebut ialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari berikut ini:
ُ‫ «دَ عُوه‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ُّ‫ َف َقا َل لَ ُه ُم ال َّن ِبي‬، ُ‫ َف َت َن َاولَ ُه ال َّناس‬،ِ‫ َقا َم َأعْ َر ِابيٌّ َف َبا َل فِي ال َمسْ ِجد‬:‫َقا َل‬
َ ‫ َفِإ َّن َما ُبع ِْث ُت ْم ُم َيس ِِّر‬،‫ َأ ْو َذ ُنوبًا مِنْ َما ٍء‬،‫ َعلَى َب ْولِ ِه َسجْ اًل مِنْ َما ٍء‬0‫َو َه ِريقُوا‬
َ ‫ م َُعس ِِّر‬0‫ َولَ ْم ُتب َْع ُثوا‬،‫ين‬
‫ين‬
“Abu Hurairah berkata: “seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid, lalu
orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka,
biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba atau seember
air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan bukan untuk
memberikan kesulitan.”
Di dalam kajian fiqih, air yang volumenya tidak mencapai dua qullah
disebut dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah
atau lebih disebut air banyak. Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa
air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai
kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah
bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-
masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-
Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).
1. Air suci dan menyucikan
Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa
digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan
air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air
yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:
,‫ وماء العين‬،‫ وماء البئر‬،‫ وماء النهر‬،‫ وماء البحر‬،‫ ماء السماء‬:‫المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه‬
‫ وماء البرد‬،‫وماء الثلج‬
“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air
laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“
Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli
penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut
air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air
bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena
air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak
bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh
tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak
belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul
Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34). Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun
dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.
2.Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar
matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain
emas dan perak, seperti besi atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan
menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Air ini juga
makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan
yang bisa terkena kusta seperti kuda, tetapi tak mengapa bila dipakai
untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi
makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

Anda mungkin juga menyukai