Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTOR SKENARIO II

KEPERAWATAN JIWA
HALUSINASI

Oleh : Kelompok 3
1. Alettri novita sari (21121002P)
2. Ayu febriana (21121003P)
3. Baderia suci (21121004P)
4. Cahya yulia pratiwi (21121005P)
5. Della yerisya (21121006P)
6. Febrina sari putri (21121026P)
7. Anisa eki febriyanti (21121030P)

Program Studi/Semester : PSIK REG B / V


Dosen Pembimbing :Murbiah, S.Kep., Ns., M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahuwataala yang


telah memberikan keluasan waktu dan kesehatan kepada penulis agar bisa
menyelesaikan laporan tutor keperawatan jiwa skenario 2 tentang Halusinasi.
Melalui penugasan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang
segala yang berkaitan dengan kejang demam yang menyerang pada anak-anak.
Saya menyadari sebagai mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan
masih perlu banyak belajar dalam penulisan laporan tutor, laporan ini penuh
dengan kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar laporan tutor ini dapat
menjadi lebih baik lagi.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
......................................................................................................................................
......................................................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Halusinasi
1. Definisi............................................................................................................7
2. Jenis-Jenis Halusinasi......................................................................................8
3. Etiologi............................................................................................................8
4. Rentang Respon...............................................................................................9
5. Manifestasi Klinis............................................................................................9
6. Mekanisme......................................................................................................11
7. Faktor predisposisi...........................................................................................12
8. Pathway...........................................................................................................12
9. Penatalaksanaan...............................................................................................12
10. Strategi Pelaksanaan........................................................................................16
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.........................................................................................................17
2. Diagnosis...........................................................................................................19
3. Intervensi...........................................................................................................20
4. Implementasi.....................................................................................................26
5. Evaluasi.............................................................................................................27
BAB III HASIL TUTORIAL
1. STEP 1 : Klasifikasi Masalah................................................................................30
2. STEP 2 : Pertanyaan...............................................................................................30
3. STEP 3 : Menjawab Pertanyaan.............................................................................31
4. STEP 4 : Pathway...................................................................................................32
5. STEP 5 : Learning Objectif....................................................................................32
6. STEP 6 : Belajar Mandiri.......................................................................................32
7. STEP 7 : Menjawab Learning Objectif..................................................................32
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................36
B. Saran......................................................................................................................36

3
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi adalah perubahan sensori dimana pasien merasakan
sensasi yang tidak ada berupa suara, penglihatan, pengecapan,dan perabaan
(Damaiyanti, 2012). Menurut Valcarolis dalam Yosep Iyus (2009)
mengatakan lebih dari 90% pasen dengan skizofrenia mengalami halusinasi,
halusinasi yang sering terjadi yaitu halusinasi pendengaran, halusinasi
penglihatan, dan halusinasi penciuman.
Menurut Valcarolis dalam Yosep Iyus (2009) mengatakan lebih dari
90% pasien dengan skizofrenia mengalami halusinasi, dan halusinasi yang
sering terjadi adalah halusinasi pendengaran, halusinasi penglihatan,
halusiansi penciuman dan halusinasi pengecapan. Menurut Videbeck dalam
Yosep Iyus (2009) tanda pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu
pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah
sendiri, menutup telinga karena pasien menganggap ada yang berbicara
dengannya. Halusinasi terjadi karena adanya reaksi emosi berlebihan atau
kurang, dan perilaku aneh Damaiyanti (2012).
Bahaya secara umum yang dapat terjadi pada pasien dengan
halusinasi adalah gangguan psikotik berat dimana pasien tidak sadar lagi
akan dirinya, terjadi disorientasi waktu, dan ruang ( Iyus Yosep, 2009).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 prevalensi
gangguan jiwa di jawa timur sebesar 3,1% dengan jumlah penduduk Jawa
Timur laki-laki 49,30% dan perempuan 50,66%. Berdasarkan prevalensi
pasien dengan halusinasi di Rumah Sakit JiwaMenur Provinsi Jawa Timur
ruang Flamboyan mulai dari 31 Desember 2015 sampai 6 juni 2016
sebanyak 89 orang.

4
Pelaksanaan CBT sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan
jiwa hal tersebut sudah dibuktikan oleh peneliti sebelunya yaitu Endang
Caturini S, dan Siti Handayani (2014) yang berjudul Pengaruh Cognitive
Behavioral Therapy (CBT) terhadap perubahan Kecemaasan, Mekanisme
Koping, Harga Diri pada pasien gangguan jiwa dengan skizofrenia di RSJD
Surakarta. Penelitian ini menggunakan quasi experiment model pre-post test
dengan kelompok kontrol. CBT dilakukan secara konsisten pada pasien dan
mampu menurunkan kecemasan sebesar 10,0%, menurunkan mekanisme
koping 8,50%, meningkatkan harga diri sebesar 31,3%. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Ketut (2011) berjudul Efektivitas Cognitive
Behavioral Therapy dan Rational Emotive Behavioral Therapy terhadap
klien perilaku kekerasan dan halusinasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Ketut menggunakan desain penelitian quasi experiment model pre-post test
dengan kelompok kontrol, peneliti menggunakan 5 sesi dalam CBT dan
lembar observasi di setiap sesi. Didapatkan hasil CBT dapat menurunkan
gejala halusinasi, kognitif, dan perilaku sebesar 85%.
Menurut Linda Carman (2007) tujuan utama CBT pada halusinasi
yaitu membantu pasien mengembangkan pola pikir yang rasional, terlibat
dalam uji realitas, dan membentuk kembali perilaku dengan mengubah
pesan-pesan internal. CBT telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk
memperbaiki distorsi kognitif. Pemberian CBT terbukti memberikan
perubahan pada pasien dengan halusinasi dan waham (Benjamin Sadock
2010).
Menurut Yosep Iyus (2009) faktor genetik merupakan salah satu
faktor terjadinya gangguan jiwa terutama gangguan persepsi sensori.
Individu yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak
memiliki faktor herediter. Stres psikososial dan stres perkembangan yang
terjadi secara terus menerus dengan koping yang tidak efektif akan
mendukung timbulnya gejala psikotik. Halusinasi terjadi melalui beberapa
tahap mulai dari fase awal (sleep disorder) dimulai saat timbulnya masalah
5
yang dihadapi pasien seperti terlibat narkoba, penyakit dan PHK di tempat
kerja.
Pasien akan mengalami sulit tidur yang berlangsung terus-menerus
sehingga pasien akan terbiasa untuk menghayal, pasien menganggap
lamunanya adalah pemecahan masalah yang dihadapi pasien. Comforting
pasien menerima halusinasinya sebagai sesuatu yang alami.
Condemningpasien tidak mampu lagi mengontrol halusinasinya karena
sering mendatanginya. Controling fungsi sensori menjadi tidak relevan
dengan kenyataan pada tahapan mulai fase gangguan psikotik..
Menurut Keliat dan Akemat (2009) dampak halusinasi yang terjadi
bagi pasien yaitu isolasi sosial karena pasien akan cenderung menyendiri
menghadapi halusinasinya dan resiko perilaku kekerasan apabila pasien
mengikuti perintah halusinasinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelesaian kasus tutorial skenario 1 dengan
menggunakan metode seven jump?
a) Klarifikasi Instilah
b) Pertanyaan
c) Menjawab Pertanyaan
d) Pathway
e) Learning Objectif
f) Belajar Mandiri
g) Menjawab Learning Objectif

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menyelesaikan kasus tutorial skenario 1 dengan
menggunakan metode seven jump

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata (Keliat, 2011).
Halusinasi adalah sala satu gejala gangguan dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada (Damianti. M & iskandar, 2012)
Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi merupakan perubahan persepsi
terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang di sertai dengan
respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2016). Stuart dan
Laraia (2005) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan distorsi persepsi
yang terjadi pada respon neurobiologis yang maladaptif, pengalaman sensori
yang salah/ palsu yang dapat terjadi pada indra pendengaran, penglihatan,
pengecapan, perabaan dan penciuman.
Halusinasi merupakan persepsi sensoris yang palsu yang tidak disertai
dengan stimuli eksternal yang nyata; mungkin terdapat atau tidak terdapat
interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi (Kaplan, Sadock &
Grebb, 2007).
Halusinasi adalah resepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan kenyataan seperti melihat atau rasa yang sebernanya tidak ada
( Hartono 2012).
Jadi, Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi
7
merasakan sensasi palsu berupa suara,  penglihatan, pengecapan,  perabaan,
atau penghinduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.
2. Etiologi
Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebegai berikut:
a. Biologis ( gangguan pada fungsi otak )
Gejala yang timbul adalah hambatan dalam belajar daya ingat dan
berbicara.
b. Psikologis
Pengaruh lingkungan klien sangat memperngaruhi respon psikologis
diri klien, sikap / keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realita .
c. Sosial dan budaya
Kehidupan sosial budaya adalah dapat pula mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti konflik sosial budaya, kehidupan yang terpahit
disertai setres yang mempengaruhi ( Hartono 2012 ).

3. Tanda dan Gejala


Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien
dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari
data subyektif dan data obyektif klien,yaitu:
a. Data Subyektif :
1) Mendengar suara atau bunyi.
2) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
4) Mendengar seseorang yang sudah meninggal.
5) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain
bahkan suara lain yangmembahayakan.
b. Data Obyektif :
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara.
2) Bicara sendiri.
3) Tertawa sendiri.
8
4) Marah-marah tanpa sebab.
5) Menutup telinga
6) Mulut komat-kamit
7) Ada gerakan tangan

4. Jenis-jenis Halusinasi
Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien
skizofrenia yaitu sekitar 70% (Setyo, 2008 dalam Andika, 2018).
Jenis-jenis halusinasi menurut Struart dan Sundeen (2007 dalam
Andika, 2018), meliputi:
a. Halusinasi pendengaran
b. Halusinasi penglihatan
c. Halusinasi penciuman
d. Halusinasi pengecapan
e. Halusinasi perabaan
f. Halusinasi sinesthetic
g. Halusinasi kinesthetic

5. Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan
respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut.
Respon adaptif, meliputi :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
9
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan

b. Respon psikosossial Meliputi :


1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.

c. Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan


masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang
tidak teratur.
10
4) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam
(Damaiyanti,2012).

Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:


Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Proses pikir 1. Gangguan


2. Persepsi kadang proses pikir
akurat terganggu waham
3. Emosi 2. Ilusi 2. Halusinasi
konsisten 3. Emosi 3. Kerusakan
 Perilaku berlebihan/ku proses

6. Proses Terjadinya Halusinasi


Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari
1) Faktor biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain
(NAPZA).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.
Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan
serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau
overprotektif.

11
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebahagian besar pasien halusinasi
berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu
pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia
perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki
tingkat pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri),
serta tidak bekerja.

b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau
kelainan struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau
adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan
atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai
dengan pasien serta konflik antar masyarakat (Nurhalimah, 2016).

7. Tahapan Halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut :
a. Tahap I
Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien
sedang. Pada tahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya
perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada
tahap ini pasien mencoba menenangkan pikiran untuk mengurangi
ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang
dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang Teramati:
1) Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Respon verbal yang lambat
4) Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
12
b. Tahap II
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas
tingkat berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik : pengalaman sensori yang dialmi pasien bersifat
menjijikkan dan menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai
merasa kehilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya
dari sumber yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena
pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non
psikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Peningkatan kerja susunan sarapotonom yang menunjukkan
timbulnya ansietas seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan.
2) Kemampuan kosentrasi menyempit.
3) Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.

c. Tahap III
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien,
pasien berada pada tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi
menguasai pasien.
Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini
menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan membiarkan
halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan,
individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman tersebut
berakhir ( Psikotik )
Perilaku yang teramati:
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolak.
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain.

13
3) Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik
dari ansietas berat seperti : berkeringat, tremor,
ketidakmampuan mengikuti petunjuk.

d. Tahap IV
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat
ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi
lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika individu
tidak mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi bisa berlangsung
dalam beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi (psikotik).
Perilaku yang teramati :
1) Perilaku menyerang - teror seperti panik.
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain.
3) Amuk, agitasi dan menarik diri.
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

8. Pohon Masalah

Effect Resiko Tinggi Prilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensosi:


Core problem Halusinasi

Causa Isolasi sosial

9. Strategi Pelaksanaan
Srategi pelaksanaan (SP) pada pasien halusinasi terdiri dari SP Pasien
dan SP Keluarga. SP Pasien yaitu bantu klien mengenal halusinasinya
14
meliputi isi, waktu terjadi halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan
perasaan saat terjadi halusinasi, kaji respon klien terhadap halusinasi, Latih
klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi (SP 1
pasien), Latih klien bercakap-cakap saat halusinasi muncul (SP 2 pasien),
Bantu klien melaksakan aktifitas terjadwal (SP 3 pasien), Pendidikan
kesehatan mengenai penggunaan obat (SP 4 pasien) dan Pendidikan
kesehatan keluarga klien halusinasi (SP keluarga) (Sulahyuningsih, 2016).
a. Strategi Pelaksanaan pada Klien
Strategi pelaksanaan I, antara lain :
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi respon halusinasi
6. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
7. Menganjurkan klien untuk menghardiks halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
8. Mengajarkan klien memasukan cara menghardiks

Strategi pelaksanaan II, antara lain :


1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
3. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kagiatan

Strategi pelaksanaan III, antara lain :


1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan /
menyibukan diri
3. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan
sehari-hari
15
Strategi pelaksanaan IV, antara lain :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang minum obat secara
teratur kepada klien

b. Strategi Pelaksanaan pada Keluarga


Strategi pelaksanaan I, antara lain :
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan kelaurga dalam
merawat klien
2. Menjelaskan pengertian tanda dan gejala halusinasi dan jenis
halusinasi yang dialami beserta penyebab terjadinya halusinasi
3. Menjelaskan cara merawat klien halusinasi

Strategi pelaksanaan II, antara lain :


1. Melatih keluarga cara merawat klien dengan halusinasi
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
klien halusinasi

Strategi pelaksanaan III, antara lain :


1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up setelah pulang

Strategi pelaksanaan IV, antara lain :


1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitasnya dirumah
termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

10. Penatalaksanaan
Menurut Townsend, (2003) ada dua jenis penatalaksanaan yaitu
sebagai berikut:
16
a. Terapi Farmakologis
1) Haloperidol (HLP)
2) Chlorpromazin
3) Trihexypenidil (THP)

b. Terapi non Farmakologis


1) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan
Sensori Persepsi:Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
2) Elektro Convulsif Therapy(ECT)
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik
dengan kekuatan75-100 volt, cara kerja belum diketahui jelas
dikatakan bahwa terapi ini dapat memperpendek lamanya serang
an Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang
lain.
3) Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik
seperti mansetuntuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki
sprei pengekangan dimana kliendapat dimobilisasi dengan
membalutnya,cara ini dilakukan pada klien halusinasiyang mulai
menunjukan perilaku kekerasan diantaranya :
marah-marah/mengamuk

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari
proes keperawatan terdiri drai pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian

17
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki
(Afnuhazi, 2015) :
Pengkajian awal mencakup :
a) Keluhan atau masalah utama
b) Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c) Riwayat pribadi dan keluarga
d) Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau
komunitas
e) Kegiatan sehari-hari
f) Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
g) Pemakaian obat yang diresepkan
h) Pola koping
i) Keyakinan dan nilai spiritual
Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional
dan wawancara. Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai
secara observasional.

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan


pengkajian wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu
a) Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan
tujuan untuk mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh
klien.
b) Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk
mengetahui halusinasi yang dialami klien.
c) Waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan
tujuan untuk mengetahui kapan saja halusinasi itu muncul.

18
d) Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan
tujuan untuk mengetahui berapasering halusinasi itu muncul
pada klien.
e) Situasi Munculnya Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan
tujuan untuk mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f) Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk
mengetahui respon halusinasi dari klien dan dampa dari
halusinasi itu.

2. Diagnosis Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi berhubungan dengan
gangguan penglihatan di buktikan dengan mendengar suara
bisikan atau melihat bayangan, melihat ke satu arah, menyendiri
b. Isolasi Sosial berhubugan dengan perubahan status mental di
tandai dengan menarik diri
c. Resiko perilaku kekerasan di buktikan dengan halusinasi

19
3. Intervensi
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Gangguan Persepsi KH A T SIKI 1: Manajemen
Sensori Halusinasi
Verbalisasi 2 5
Definisi :
mendengar Observasi : Observasi:
Perubahan persepsi
bisikan 1. Monitor perilaku 1. Untuk memonitor
terhadap stimulus
Verbalisasi 2 5 yang mengindikasi perilaku
baik internal maupun
melihat halusinasi halusinasi
eksternal yang di
bayangan 2. Monitor dan 2. Untuk memonitor
sertai dengan respon
Perilaku 2 5 sesuaikan tingkat tingkat aktivitas
yang berkurang,
halusinasi aktivitas dan dan stimulasi
berlebihan atau
Menarik 2 5 stimulasi lingkungan
terdistorsi
diri lingkungan
Melamun 2 5 3. Untuk
3. Monitor isi
SLKI:Persepsi Sensori mengetahui isi
halusinasi (mis.
halusinasi
Kekerasan atau
membahayakan
diri)
Skala indicator : Terapeutik:
Terapeutik 1. Untuk
1. Meningkat 1. Pertahankan memberikan
2. Cukup lingkungan yang lingkugan aman
meningkat aman 2. Untuk menjaga
2. Lakukan tindakan keselamatan
3. Sedang keselamatan ketika
4. Cukup menurun tidak dapat
5. Menurun mengontrol
perilaku (mis.
Limit setting,
pembatasan
wilayah,
pengekangan fisik, 3. Untuk
seklusi) mengetahui
3. Diskusikan respon halusimasi
perasaan dan Untuk
respons terhadap menghindari
halusinasiHindari tentang validitas
perbedaan tentang dan halusinasi
validitas halusinasi Edukasi :
1. Untuk
Edukasi : mengetahui
20
1.Anjurkan terjadinya
memonitor sendiri halusinasi
situasi terjadinya 2. Untuk
halusinasi memberikan
2. Anjurkan bicara kenyamanan pada
pada orang yang di klien
percaya untuk
memberi dukungan
dan umpan balik 3. Agar klien tidak
terhadap halusinasi merasa jenuh
3. Anjurkan
melakukan
distraksi (mis.
Mendengarkan
music, melakukan 4. Untuk
aktivitas dan mengetahui cara
teknik relaksasi mengontrol
4. Ajarkan pasien dan halusinasi
keluarga cara
mengontrol Kolaborasi:
halusinasi 1. Untuk
memberikan obat
Kolaborasi: pada klien
1. Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotik dan
ansietas, jika perluObservasi:
1. Untuk
SIKI 2: Minimalisasi mengetahui
Rangsangan status sensori,
Observasi : mental pada klien
1. Periksa status
mental, status 2. Agar klien tidak
sensori dan tingkat merasa terganggu
kenyamanan (mis.
Nyeri, kelelahan)
2. Batasi stimulus 3. Untuk
lingkungan ( mis. memberikan
Cahaya,suara, kenyamanan pada
aktivitas) klien
3. Jadwalkan aktivitas 4. Untuk melakukan
harian dan waktu tindakan sesuai
istirahat kebutuhan

4. Kombinasikan Edukasi :
prosedur/tindakan 1. Agar klien

21
dalam satu waktu, menjadi tahu
sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Ajarkan cara
meminimalisasi
stimulus (mis.
Mengatur
pencahayaan
ruangan, 2. Untuk
mengurangi mengetahui obat
kebisingan, yang
membatasi mempengaruhi
kunjungan ) persepsi stimulus
2. Kolaborasi
pemberian obat
yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
2 Isolasi Sosial SLKI : Keterlibatan SIKI 1 : Promosi
Definisi: Sosial Sosialisasi
Ketidakmampuan
Observasi: Observasi:
untuk membina KH A T
1. Identifikasi 1. Agar pasien
hubungan yang erat, Minat 2 5
kemampuan mampu
hangat, terbuka, dan interaksi
melakukan melakukan
interdependen Verbalisasi 2 5
interaksi dengan interaksi dengan
dengan orang lain sosial
orang lain orang lain
Perilaku 2 5
2. Identifikasi 2. Untuk
menarik
hambatan mengetahui
diri
melakukan dengan kebutuhan pasien
Afek 2 5
murung orang lain
Teraupetik:
Sedih 2 5 Teraupetik:
1. Agar pasien
1. Motivasi
termotivasi
Skala indicator : meningkatkan
a. Meningkat keterlibatan dalam
b. Cukup suatu hubungan 2. Agar pasien dapat
meningkat 2. Motivasi berpartisipasi
c. Sedang berpartisipasi melakukan
d. Cukup menurun dalam aktivitas aktivitas baru
e. Menurun baru dan kelompok 3. Agar pasien dapat
3. Motivasi berinteraksi
berinteraksi di luar
lingkungan Edukasi
Edukasi: 1. Agar pasien dapat
1. Anjurkan berinteraksi
berinteraksi degan orang baru
22
dengan orang lain
secara bertahap 2. Agar pasien dapat
2. Anjurkan ikut serta ikut serta dalam
kegiatan sosial dan kegiatan sosial
bermasyarakat 3. Agar pasien lebih
3. Anjurkan berbagi tenang
pengalaman
dengan orang lain

SIKI2: Terapi Observasi:


Aktivitas 1. Untuk
Observasi: mengetahui
1. Identifikasi defisit defisit aktivitas
tingkat aktivitas 2. Agar pasien dapat
2. Identifikasi berpartisipasi
kemampuan dalam kegiatan
berpartisipasi dalm 3. Agar pasien lebih
aktivitas tertentu baik
3. Identifikasi sumber
daya untuk
aktivitas yang di 4. Agar pasien dapat
inginkan berpartisipasi
4. Identifikasi strategi dalam aktivitas
meningkatkan
partisipasi dalam 5. Untuk respons
aktivitas emosional
5. Monitor respons Teraupetik:
emosional 1. Agar fasilitas
Teraupetik: lebih fokus
1. Fasilitasi fokus
pada kemampuan,
2. Agar pasien dapat
buka defisit yang
memilih aktivitas
di alami
sesuai usia
2. Koordinasi
3. Agar pasien
pemilihan aktivitas
terfasilitasi
sesuai usia
3. Fasilitasi pasien
dan keluarga dalm
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi 4. Agar pasien
aktivitas yang di terpenuhi fasiitas
pilih aktivitas rutin
4. Fasilititasi aktivitas 5. Agar aktivitas
fisik rutin motorik terpenuhi

23
5. Tingkatkan
aktivitas motorik 6. Agar keluarga
untuk lebih terlibat
merelaksasikan 7. Agar pasien
otot terfasilitas dalam
6. Libatkan keluarga motivasi diri
dalm aktivitas
7. Fasilitasi 8. Agar pasien lebih
mengembangkan lebih kuat
motivasi dan
penguatan diri Edukasi
8. Berikan penguatan 1. Agar pasien lebh
positif atas paham
partisipasi dalam
aktivitas 2. Agar pasien dapat
Edukasi melakukan
1. Jelaskan metode aktivitas yang di
aktivitas fisik pilih
sehari-hari 3. Agar pasien dapat
2. Ajarkan cara melakukan
melakukan aktivitas
aktivitas yang di
pilih
3. Anjurkan
melakukan
4. Agar pasien lebih
aktivitas fisik,
terlibat dalam
sosial, dan kognitif
aktivitas
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
4. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok dan
terapi
3 Resiko Perilaku SLKI : Kontrol Diri SIKI: Promosi
Menyimpang Koping
Definisi: KH A T
Bicara 2 5 Observasi: Observasi:
Beresiko
ketus 1. Identifikasi 1. Untuk
membahyakan
kemampuan yang mengetahui
secara fisik, emosi Alam 2 5
di miliki kemampuan yang
dan/atau seksual perasaan
di miliki
pada diri sendiri atau depresi
2. Identifikasi 2. Agar pasien lebih
orang lain. Skala indicator :
pemahaman proses paham
a. Meningkat
b. Cukup penyakit
3. Identifikasi 3. Untuk
meningkat
24
c. Sedang dampak situasi mengetahui
d. Cukup menurun terhadap peran dan dampak terhadap
e. Menurun hubungan kondisi
4. Identifikasi 4. Untuk
kebutuhan dan mengetahui
keinginan terhadap kebutuhan pasien
dukungan sosial
5. Identifikasi metode 5. Untuk
penyelesaian mengetahui
masalah metode
penyelesaian
Teraupetik: Teraupetik:
1. Diskusikan 1. Untuk
perubahan yang di mengetahui
alami perubahan yang
2. Gunakan di alami
pendekatan yang 2. Agar pasien lebih
tenang dan nyaman
meyakikan
3. Kurangi 3. Agar pasien lebih
rangsangan aman
lingkungan yang
mengancam
4. Agar pasien lebih
4. Motivasi terlibat
termotivasi
dalam kegiatan
sosial 5. Agar pasien lebih
5. Fasilitasi dalam terpenuhi
memperoleh kebutuhan
informasi yang di informasi
butuhkan
Edukasi
Edukasi 1. agar pasien lebih
1. Anjurkan menjalin mampu
hubungan yang berinteraksi
memiliki
kepentingan dan
tujuan sama 2. Agar terpenuhi
2. Anjurkan kebutuhan
penggunaan spiritual
sumber spiritual 3. Agar keluarga
3. Anjurkan lebih terlibat
keterlibatan
keluarga 4. Agar dapat
4. Ajarkan cara memecahkan
memecahkan masalah dengan
masalah secara baik

25
konstruktif 5. Agar pasien lebih
5. Latih penguatan tenang
teknik relaksasi

4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah disusun. Menurut Azizah (2015) dan Keliat
(2011) Implementasi dilakukan pada klien dan keluarga klien yang
dilakukan di rumah. Semua pelaksanaan yang akan dilakukan pada
klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi ditujukan untuk
mencapai hasil maksimal.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menciptakan lingkungan yang aman
c. Memonitor isi, frekuensi, waktu halusinasi yang dialaminya
d. Mendiskusikan respon klien terhadap halusinasi
e. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi
f. Menganjurkan klien mengontrol halusinasi dengan menerapkan
aktifitas terjadwal
g. Menjelaskan tentang aktivitas terjadwal
h. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
i. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
j. Membantu klien membuat jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih.
k. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif
l. Menjelaskan klien menggunakan obat secara teratur
m. Melibatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien n.
Melibatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal klien

26
n. Melibatkan keluarga dalam memantau pelaksanaan aktivitas
terjadwal
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai
dengan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat
dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif, dilakukan
setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan yang
telah ditentukan (Afnuhazi, 2015).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
SOAP sebagai pola pikir, dimana masing-masing huruf tersebut akan
diuraikan sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada yang
kontradiksi dengan masalah yang ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.

27
BAB III
HASIL DISKUSI

SKENARIO II
Ringkasan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan pengelolaan kasus pada
pasien Tn. W dengan Halusinasi.
Hasil pengkajian tanggal 08 Mei – 12 Mei 2019 di Ruang Merak RS Ernaldi
Bahar. Didapatkan identitas klien nama Tn. W, umur 38 tahun, status menikah,
pendidikan DIII Bahasa Inggris, klien belum bekerja, alamat Palembang.
Sebelum masuk RS pasien marah – marah tanpa sebab, 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien berbicara ngelantur, kadang berbicara sendiri. Klien
mengatakan ingin marah bila keinginanya tidak dituruti. Klien mengatakan
mendengar suara bisikan dan melihat bayangan yang selalu mengganggunya.
Klien mengatakan minder dan malu dengan teman sebayanya karena klien belum
28
bekerja sehingga klien merasa malas untuk bergaul. Keluarga mengatakan klien
lebih banyak duduk, kontak mata kurang ketika sedang mengobrol, pandangan
mata tidak fokus dan bila ditanya kadang selalu menjawab pertanyaan namun
kadang melantur. Oleh keluarga langsung dibawa ke IGD RS Ernaldi Bahar dan
pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena pengobatan yang tidak lancar.
Faktor predisposisi didapatkan bahwa pasien pernah mengalami gangguan
jiwa di masa lalu. Sebelumnya pernah dirawat di RS Ernaldi Bahar 2x yaitu tahun
2011. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena pasien tidak teratur minum
obat dan tidak kontrol lagi. Anggota keluarga tidak ada yang menderita sakit
gangguan jiwa seperti klien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan data : TD 120/80 mmHg. Suhu 26,5C,
nadi 82x/menit, RR 20 x/ menit, TB 164 cm, BB 50 kg. Dalam pemeriksaan
keluhan fisik tidak ada karena klien merasa sehat – sehat saja badan tidak merasa
sakit.

STEP 1 : KLARIFIKASI ISTILAH


1. Halusinasi (Alettri)
Gangguan persepsi yang membuat seseorang mendengar, merasa, mencium,
atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada (Cahya)
2. Predisposisi (Ayu)
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara ain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan
sebagainya. (Baderia)
3. Minder (Della yerisya)
Perasaan saat seseorang tidak yakin akan kemampuannya dan secara tidak
sadar menganggap dirinya tidak akan cukup untuk mencapai suatu targer
tertentu. (Febriana sari)
4. Melantur (Anisa eki)

29
Meninympang (tentang pembicaraan, anagn-angan, dan sebagainya atau
tersesat. (Alettri)
5. Kontak mata kurang (Ayu)
Sebuah tatapan mata yang tidak mau menatap lawan bicara.(Baderia)

STEP 2 : PERTANYAAN
1. Apa yang menyebabkan pengobatan pasien sebelumnya tidak teratur dan
tidak terkontrol? (Cahya)
2. Bagaimana cara perawat mengatasi halusinasi pasien dan cara perawat
memberikan edukasi kepada keluarga pasien? (Della yerisya)
3. Bagaimana cara perawat untuk mengatasi pasien yang tidak percaya diri
atau minder? (Febriana sari)
4. Apa faktor penyebab seseorang sering berbicara melantur? (Anisa eki)
5. Apakah kontak mata itu penting saat berinteraksi dengan lawan bicara?
(Alettri)

STEP 3 : MENJAWAB PERTANYAAN


1. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang pentingnya minum obat
secara teratur. Sebagai perawat, kita harus menjelaskan lebih jelas kepada
pasien tentang pentingnya minum obat secara teratur dan kepada
keluarganya ketika pasien sudah diperbolehkan pulang. Penting juga
dukungan keluarga untuk pasien lebih semangat lagi dalam minum ibat
secara teratur. (Ayu)
2. - Dengan cara memberikan strategi pelaksanaan halusinasi terhadap pasien
dan keluarga (Baderia)
- Cara mengatasi halusinasi pasien kita kenali dulu jenis halusinasi baru
bisa menentukan strategi pelaksanannya, begitupun juga dengan edukasi
kekeluarganya. (Cahya)

30
- Cara perawat mengatasi halusinasi dengan mengajarkan cara
menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan
aktivitas terjadwal, mengkonsumsi obat secara teratur. (Febrina)
3. Cara perawat mengatasi pasien dengan perasaan kurang percaya diri atau
minder adalah dengan melakukan pendekatan kepada pasien dimulai dari
membangun pola pikir kepada pasien, meminta pasien mengenali
kekurangan dan kelebihan yang dimiliki hingga meminta pasien melakukan
hal positif yang diinginkan. (Alettri)
4. Adanya halusinasi, delusi atau keyakinan kuat terhadap suatu kenyataan
yang tidak benar, perubahan perilaku, dan pikiran yang kacau. (Ayu)
5. Iya, karena kontak mata merupakan salah satu bentuk komunikasi non
verbal yang disebut okulesik dan memiliki pengaruh besar dalam perilaku
sosial. (Baderia)

STEP 4 : PATHWAY

Effect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensosi:


Core problem Halusinasi

Causa Isolasi sosial

STEP 5 : LEARNING OBJECTIF


1. Mahasiswa mampu memahami definisi halusinasi
2. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis halusinasi
31
3. Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala halusinasi
4. Mahasiswa mampu memahami faktor penyebab halusinasi
5. Mahasiswa mampu memahami strategi pelaksanaan halusinasi

STEP 6 : BELAJAR MANDIRI

STEP 7 : MENJAWAB LEARNING OBJECTIF

1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Jenis-Jenis Halusinasi
Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien
skizofrenia yaitu sekitar 70% (Setyo, 2008 dalam Andika, 2018).
Jenis-jenis halusinasi menurut Struart dan Sundeen (2007 dalam
Andika, 2018), meliputi:
a. Halusinasi pendengaran
b. Halusinasi penglihatan
c. Halusinasi penciuman
d. Halusinasi pengecapan
e. Halusinasi perabaan
f. Halusinasi sinesthetic
g. Halusinasi kinesthetic
32
3. Tanda Dan Gejala Halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai
dari hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan
gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit

4. Faktor Penyebab Halusinasi


Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebegai berikut:
a. Biologis ( gangguan pada fungsi otak )

33
Gejala yang timbul adalah hambatan dalam belajar daya ingat dan
berbicara.
b. Psikologis
Pengaruh lingkungan klien sangat memperngaruhi respon psikologis
diri klien, sikap / keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realita .
c. Sosial dan budaya
Kehidupan sosial budaya adalah dapat pula mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti konflik sosial budaya, kehidupan yang terpahit
disertai setres yang mempengaruhi ( Hartono 2012 ).

5. Strategi Pelaksanaan Halusinasi


Strategi pelaksanaan I, antara lain :
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
2. Mengidentifikasi isi halusinasi
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
5. Mengidentifikasi respon halusinasi
6. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
7. Menganjurkan klien untuk menghardiks halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
8. Mengajarkan klien memasukan cara menghardiks

Strategi pelaksanaan II, antara lain :


1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
3. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kagiatan

Strategi pelaksanaan III, antara lain :


1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
34
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan /
menyibukan diri
3. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan sehari-hari

Strategi pelaksanaan IV, antara lain :


1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang minum obat secara teratur
kepada klien

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Halusinasi adalah salah satu gejala gang- guan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa
stimulus yang nyata
2. Tanda dan gejala untuk pasien halusinasi didapat dari data objektif
dan data subjektif

35
3. Dari kasus ini Diagnosis yang dapat ditegakkan ada 3, yaitu
Gangguan persepsi sensori, Isolasi Sosial, dan Risiko perilaku
kekerasan
4. Dan dari beberapa hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis pada kasus adalah Halusinasi.

B. Saran
Demikian materi yang kami paparkan, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan
kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul
makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah dikesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga parapembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aji, W. M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa


Halusinasi Dengar Dalam Mengontrol Halusinasi.
Andri, J., Febriawati, H., Panzilion, P., Sari, S. N., & Utama, D. A. (2019).
Implementasi keperawatan dengan pengendalian diri klien halusinasi
pada pasien skizofrenia. Jurnal Kesmas Asclepius, 1(2), 146-155.
Handayani, D., Sriati, A., & Widianti, E. (2013). Tingkat Kemandirian Pasien
Mengontrol Halusinasi setelah Terapi Aktivitas Kelompok. Jurnal
Keperawatan Padjadjaran, 1(1).
Herawati, N., & Afconneri, Y. (2020). Perawatan Diri Pasien Skizofrenia dengan
Halusinasi. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 9-20.
36
Lukitasari, P., & Hidayati, E. (2013). Perbedaan Pengetahuan Keluarga Tentang
Cara Merawat Pasien Sebelum Dan Sesudah Kegiatan Family Gathering
Pada Halusinasi Dengan Klien Skizofrenia Diruang Rawat Inap Rumah
Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. Jurnal keperawatan
jiwa, 1(1).
Tim Pokja DPP PPNI, (2016). SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia): Cetakan III (Revisi)
Sulayuningsih, E. (2016). pengalaman perawat dalam mengimplementasikan
strategi pelaksanaan (sp) tindakan keperawatan pada pasien halusinasi di
rumah sakit jiwa daearah surakrta. surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ns. Nurhalimah, S. M. (2016). keperawatan jiwa. Jakarta Selatan : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
wulansari, a. (2017). pengaruh terapi konigtif terhadap mengontrol halusinasi
(skizofrenia) puskesmas sukodadi. lamongan: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan muhammadiyah lamongan .
Nita Fitria. (2009), Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika
Durand, V.M. and Barlow, D.H. 2012. Intisari Psikologi Abnormal. Penerjemah
(Soetjipto, H.P. dan Soetjipto, S.M). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadi, P. 2014. Depresi & Solusinya. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Hawari, D. 2013. Manajemen stres, cemas, dan depresi. Jakarta: BP FK UI.
Gerald, C, 2011. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, edisi terjemahan.
Bandung : PT Refika Aditama
Videbeck, Sheila L. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Khasanah, D.N. 2013. Studi Kasus : Asuhan Keperawatan pada Ny.T dengan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran di Ruang Srikandi RSJD.
Surakarta.
Afnuhazi, R.2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Gosyen Publishing.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

37

Anda mungkin juga menyukai