Anda di halaman 1dari 14

Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1.

Januari- Juni 2021


ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

ANALISIS WACANA KRITIS DALAM LINGKUP PENELITIAN DI BIDANG


PERPUSTAKAAN

Endang Fatmawati
Universitas Diponegoro, Semarang
(endangfatmawati456@lecturer.undip.ac.id)

Abstract
Discourse about a library can influence users in their thinking about a library. The
existence of discourse that is built can form a certain image of a library. Library
discourse analysis means discussing the language used to communicate related themes
or topics in the library field. This method can help researchers to uncover the
motivation behind a text. The text goes hand in hand with the social context in which the
text is created and used. Library discourse becomes a way of how the library is
discussed openly to the public so that it gives rise to a wider understanding. In
conducting critical discourse analysis, one can use data source objects such as
documents, newspapers, speeches, photos, pamphlets, films, and other media sources.

Keywords: discourse analysis, library, multimodal, critical discourse analysis.

Abstrak
Wacana tentang sebuah perpustakaan dapat mempengaruhi pemustaka dalam
pemikirannya terhadap suatu perpustakaan. Adanya wacana yang terbangun dapat
membentuk citra tertentu dari sebuah perpustakaan. Analisis wacana perpustakaan
berarti membahas tentang bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terkait tema
atau topik di bidang perpustakaan. Cara ini dapat membantu peneliti untuk mengungkap
motivasi di balik sebuah teks. Teks berjalan berkelindan dengan konteks sosial dimana
teks tersebut dibuat dan digunakan. Wacana perpustakaan menjadi suatu cara
bagaimana perpustakaan itu dibicarakan secara terbuka pada khalayak sehingga
memunculkan pemahaman yang menyebar secara lebih luas. Dalam melakukan analisis
wacana kritis bisa menggunakan objek sumber data seperti halnya dokumen, surat
kabar, pidato, foto, pamflet, film, maupun sumber media lainnya.

Kata kunci: analisis wacana, perpustakaan, multimodal, analisis wacana kritis.

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

Pendahuluan pembicaraan, gambar, meme, film,


Pustakawan dalam menjalankan novel, komik, pidato, iklan, dan lain
kegiatannya di perpustakaan, tentu ada sebagainya. Wacana positif maupun
wacana yang terbangun, baik itu yang negatif akan memiliki dampak bagi
berasal dari dalam perpustakaan maupun reputasi sebuah perpustakaan. Sejauh ini
dari pihak pemustaka sebagai pengguna analisis wacana masih belum banyak
jasa layanan perpustakaan. Dalam artian dilakukan dalam penelitian dalam
bahwa wacana menjadi sebuah lingkup perpustakaan. Mahasiswa
konstruksi yang menekankan pada program studi ilmu perpustakaan
realitas sosial melalui konstruksi bahasa maupun pustakawan masih jarang yang
dan simbol tertentu sehingga memiliki melakukan penelitian dengan analisis
dampak setelah wacana tersebut beredar. wacana. Hal ini bisa dicermati dari
Jika dari dalam berarti wacana dikemas lulusan S1 Ilmu Perpustakaan dalam
untuk memberikan informasi kepada skripsinya maupun hasil kajian para
pemustaka. pustakawan dalam kegiatan
Perpustakaan melalui peran aktif pengembangan sistem kepustakawanan.
pustakawannya wajib membangun Dalam artikel ini dipaparkan pengantar
wacana dengan memberikan informasi analisis wacana dari pengertian, ruang
bukan sekedar promosi mengenalkan lingkup analisis wacana, analisis wacana
fasilitas apa yang dimiliki. Namun kritis, serta contoh perspektif analisis
demikian, justru yang terpenting adalah wacana.
menginformasikan manfaat apa yang
diperoleh pemustaka dari fasilitas yang Pembahasan
dimiliki oleh perpustakaan tersebut. 1. Pengertian Analisis Wacana
Semua wacana itu bisa sebagai alat Analisis wacana (discourse
untuk menyampaikan persepsi dari analysis) dapat dijelaskan sebagai suatu
keberadaan perpustakaan. Wacana yang disiplin ilmu yang mempelajari wacana.
dibangun bisa disebarkan melalui media Manfaat dari analisis wacana bagi
surat kabar, berita di website, media peneliti atau penganalisis wacana adalah
sosial perpustakaan, informasi yang dapat mengetahui hakikat bahasa, proses
masuk di kotak saran, maupun belajar bahasa, maupun perilaku
disampaikan secara langsung. Wacana berbahasa. Unsur dalam wacana terdiri
yang positif dapat meningkatkan citra dari subjek yang menanyakan, kepada
baik perpustakaan, begitu pula siapa disampaikan, ruang lingkup yang
sebaliknya jika wacana yang muncul mau direpresentasikan, maupun kontes
kurang baik maka juga berakibat pada waktunya. Analisis wacana dalam Arifin
jeleknya citra perpustakaan. Wacana dan Rani (2000) dijelaskan sebagai
sudah merupakan tindakan sehingga disiplin ilmu yang berusaha mengkaji
dapat dilihat sebagai suatu bentuk penggunaan bahasa yang nyata dalam
praksis sosial yang menggabungkan tindak komunikasi.
antara struktur sosial dan peristiwa Analisis wacana bisa dilakukan
sosial. untuk meneliti dalam lingkup bidang
Wacana tentang perpustakaan perpustakaan. Sejauh ini memang belum
sebagai praksis sosial bisa diketahui dari banyak mahasiswa program studi ilmu
adanya interaksi simbolis. Hal ini perpustakaan atau pustakawan yang
nampak pada bentuk sebuah tulisan, menggunakan analisis wacana dalam

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
U
g
P
i
u
l
s
F
t
a
K
f
r
M
m
e
n
o
h
analisis
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021

wacana
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

risetnya. Padahal analisis wacana


menjadi hal yang menarik dan perlu
dilakukan. Hasil analisis wacana yang
dilakukan dapat memberikan kontribusi
manfaat teoritis maupun praktik dalam
memberikan konsep penelitian terkait
sehingga

luas dalam bidang perpustakaan.

Gambar 1. Satuan Pendukung


Kebahasaan

Dari Gambar 1 dapat dijelaskan


dapat
dikembangkan cakupannya secara lebih

Wacana dijelaskan sebagai acuan


yang maknanya lebih luas dari hanya
sebagai bacaan. Artinya melibatkan
penggunaan bahasa secara nyata dalam
tindak sosial. Satuan untuk pendukung
kebahasaan yang
diilustrasikan sebagai berikut:
dimaksud

bahwa rangkaian bunyi akan membentuk


sebuah kata lalu rangkaian kata yang
dibentuk akan menjadi suatu frasa.
Selanjutnya dari rangkaian frasa akan
membentuk kalimat, dan akhirnya
rangkaian kalimat akan membentuk
paragraf. Pengertian wacana juga
sebagai satuan bahasa, hasil dan proses,
maupun penggunaan bahasa.
Komunikasi dengan bahasa tutur
terkadang tidak bisa dipahami dengan
efektif ketika tidak disertai dengan aspek
komunikasi
menyertainya.
nonverbal
Contohnya
Pustakawan A menunjukkan letak buku
yang
ketika

ada di rak 12. Pustakawan A berbicara


sambil tersenyum dan menggerakkan
tangan kanannya ke arah rak 12 yang ada
di sebelah kanan maka pemustaka akan
mudah memahami dengan baik dari
pesan yang disampaikan pustakawan.
Bahasa linguistik bukan satu-
satunya alat sebagai penyampai pesan.
Contoh pertama, ketika pustakawan
memberikan “bunga” bagi pemustaka
yang berulang tahun, walaupun ada
ungkapan indah bahwa “katakan dengan
bunga” tetapi “bunga” dalam konteks ini
sebetulnya menjadi simbol untuk
mengkomunikasikan makna. Sama-sama
bunga mawar segar misalnya, tetapi
pemberian setangkai bunga mawar segar
dengan satu ranjang bunga mawar juga
maknanya jelas berbeda. Contoh kedua,
ketika perpustakaan memberikan ucapan
selamat dan
pengunjung yang paling
frekuensi
merchandise

berkunjungnya
perpustakaan. Ketika ucapan selamat
ditulis dalam kertas seadanya maka
menjadi berbeda ketika ucapan selamat

di tepinya. Contoh ketiga, ketika


perpustakaan menggunakan media sosial
misalnya instagram untuk unggah foto
kegiatan perpustakaan. Dalam konteks
instagram yang digunakan berarti ada
pembauran linguistik berupa caption
bagi
banyak

dengan berbagai tipografi maupun citra


visual perpustakaan yang ditunjukkan
dengan pilihan informasi, komposisi

linguistik juga berperan penting dalam


segala bentuk praktik komunikasi,
ke

ditulis rapi di kertas warna dengan jenis


huruf yang menarik dan bermotif batik

warna, bahasa, serta simbol lainnya yang


ditunjukkan. Dari ketiga contoh tersebut
artinya bahwa aspek di luar bahasa

seperti: media, warna, pilihan tipografi,


tata letak, dan lain sebagainya.
Analisis wacana menjadi paradigma
kritis dan bisa digunakan untuk
menganalisis
perpustakaan.
kajian
Wacana
di

perpustakaan dan pustakawan yang


bidang
mengenai

berkembang di masyarakat, dapat dilihat


melalui teks yang diproduksi di berbagai
media. Cakupannya sangat luas dan bisa

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

dieksplorasi lebih jauh. Untuk contoh - analisis wacana pada program


kajiannya antara lain: tayangan gemilang perpustakaan
- analisis untuk mengetahui citra nasional yang ditayangkan melalui
perpustakaan yang ditinjau dari televisi;
perspektif analisis wacana yang - analisis wacana generasi pemustaka
berkembang; milenial dalam karikatur yang ada di
- analisis respon khalayak terhadap media massa, dan lain sebagainya.
informasi tentang perpustakaan;
- analisis untuk mengetahui Pada saat pustakawan menggunakan
pandangan surat kabar tertentu yang analisis wacana untuk menganalisis
memuat wacana berita tentang respon pemustaka terhadap iklan tentang
perpustakaan; perpustakaan yang diunggah di media
- analisis citra pustakawannya, sosial, maka komentar dari pemustaka
misalnya untuk mengungkap yang tertulis pada komentar bisa disebut
karakter; sebagai wacana tertulis. Hal ini karena
- analisis fitur stilistik pada wacana komentar tersebut berupa teks yang
iklan masyarakat terkait promosi menarik untuk dianalisis maknanya. Jadi
perpustakaan; analisis wacana dalam konteks ini
- analisis struktur wacana tulisan merupakan instrumen untuk melihat
terkait perpustakaan dalam rubrik makna di balik kata-kata yang
media tertentu; disampaikan oleh pemustaka melalui
- analisis wacana pada jenis koleksi komentar yang diunggah. Jadi melalui
(misalnya: ensiklopedi), misalnya analisis wacana diharapkan dapat
dilihat dari penyajian informasinya; membongkar ideologi di balik tulisan
- analisis wacana terhadap retorika, yang ada.
misalnya dari pidato kepala
perpustakaan dengan menganalisis 2. Ruang Lingkup Analisis Wacana
konteks tempat dibacakannya Analisis wacana berhubungan
pidato, konteks peserta yang dengan yang namanya kata, kemudian
mendengarkan pidato, maupun kalimat, dan juga ungkapan komunikatif,
konteks tujuan dari dibacakannya baik itu yang secara lisan maupun tulis.
pidato. Suatu contoh ada analisis wacana tulis
- analisis wacana terhadap muatan yang pengklasifikasian wacananya
tanggapan pemustaka dalam berdasarkan bentuk saluran. Jika wacana
pemberian informasi perpustakaan tulis berarti teksnya berupa rangkaian
di media sosial; kalimat dengan bahasa tulis. Dalam
- analisis representasi peran konteks ini bisa ditemukan misalnya
perpustakaan dalam wacana pada dalam bentuk buku, artikel, berita surat
novel tertentu; kabar, maupun makalah. Artinya teks
- analisis representasi pustakawan dan tersebut menjadi rekaman suatu
perpustakaan dalam film tertentu; peristiwa komunikatif. Wacana dalam
- analisis wacana lirik lagu mars komunikasi tertulis nampak dari ide atau
perpustakaan; gagasan yang diungkapkan. Analisis
- analisis representasi Undang- wacana yang berupa teks tulis
Undang tentang perpustakaan pada berdasarkan pada bentuk transkripsi
bab tertentu; kalimat yang dirangkai melalui ragam

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

bahasa tulis. Jadi ada penanda Wacana menjadi satuan bahasa


metalingual yang berfungsi memberikan untuk berkomunikasi dalam konteks
tanda hubungan antara klausa sehingga sosial. Sifatnya bisa transaksional
penganalisis atau peneliti wacana akan maupun interaksional. Kriteria yang
berupaya mengkaji untuk apa bahasa menentukan dalam wacana adalah
tersebut dipakai. keutuhan makna atau organisasi
Oleh karena analisis wacana semantis yang dimiliki. Hal ini
berhubungan pada pemahaman entah itu sebagaimana yang dikemukakan oleh
secara verbal dan nonverbal, maka maka Mulyana (2005: 5) bahwa ada tidaknya
pustakawan yang tertarik melakukan kesatuan makna itu menjadi pembeda
kajian dengan analisis wacana antara bentuk wacana dengan bentuk
memerlukan bekal pengetahuan bukan wacana.
kebahasaan yang komprehensif dan
memperhatikan deskripsi sintaksis 3. Analisis Wacana Kritis
kalimat maupun semantiknya. Analisis Metode menggunakan Analisis
wacana dalam pandangan Brown dan Wacana (AW) berbeda dengan Analisis
Yule (1996), bahwa analisis tidak Wacana Kritis (AWK). Haryatmoko
dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa (2016: 14) menjelaskan letak
yang tidak terikat pada tujuan atau perbedaannya pada struktur pengetahuan
fungsi yang dirancang untuk kerangka acuan, dan tujuannya. Dari
menggunakan bentuk tersebut. struktur pengetahuannya, AW
Unsur pendukung wacana mendeskripsikan tentang fakta dengan
dikelompokkan ke dalam unsur internal ambisi bebas nilai (objektif), sedangkan
dan unsur eksternal. Unsur internal AWK merupakan pengembangan dari
terdiri atas satuan kata dan kalimat tradisi ilmu sosial kritis bersifat tidak
maupun teks dan koteks. Koteks bebas nilai (subjek harus ikut terlibat).
merupakan alat bantu memahami Selanjutnya dari kerangka acuannya,
wacana, ada hubungan dengan teks lain, AW tidak mau condong ke nilai atau
bersifat sejajar dan koordinatif, serta politik tertentu, mengambil jarak,
memiliki struktur yang saling berkaitan menjelaskan, mengontrol maupun
sehingga menjadi utuh dan lengkap. memprediksi. Sementara itu jika AWK,
Unsur internal dalam wacana terkait dimotivasi oleh tujuannya memberi
dengan aspek sintaksis, kohesi dan dasar ilmiah bagi pertanyaan kritis
koherensi, fungsi konteks, hubungan terhadap kehidupan sosial dalam rangka
antar kalimat, maupun aspek internal moral, politik, keadilan sosial dan
kebahasaan dan gramatikal lainnya. kekuasaan (berpihak).
Sementara itu, unsur eksternal berarti Apabila dari tujuannya, AW
dengan mengeksplorasi wacana dari segi memberdayakan bentuk-bentuk
eksternalnya di luar wacana. Artinya kehidupan sosial agar bisa bekerja lebih
tidak nampak secara eksplisit, misalnya efektif dan efisien tanpa merasa terlibat
melihat hubungan antara wacana dengan dalam masalah moral dan politik.
berbagai persoalan sosial yang muncul, Sementara itu, AWK menumbuhkan
faktor lingkungan, aspek psikologis, kesadaran kritis dengan membongkar
maupun hubungan interdisipliner bentuk-bentuk dominasi yang
lainnya. disembunyikan (menjadi agent of
change), mendemistifikasi bahasa karena

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

membekukan ideologi dan jadi kekuatandandominanbiasanyaterorganisi


instrumen kekuasaan, dan menghasilkan r.
pengetahuan untuk melawan cara Dalam teori wacana diketahui
memerintah yang dominan. bahwa fenomena sosial tidak pernah
Jadi AWK bukan hanya persoalan paripurna atau total. Selanjutnya dalam
bagaimana menganalisisteks. Namun analisis wacana kritis, teks tidak hanya
jugapada struktursosialnya, berupa satuan bunyi bahasa saja. Apalagi
ketidaksetaraansosialdanposisianalisiswa jika tidak menyertakan sejumlah
canadalamhubungansosial, kuasa, perangkat praktis yang berorientasi
kelompokkekuasaan, tekstual. Jadi sebagai pengembangan
dominasi,sertakognisipadateks yang teori wacana perlu melengkapi teori dari
dianalisis. Dalam van Dijk (1985) pendekatan model atau perspektif
dijelaskansisiperbedaanAWKdengantipe lainnya dalam analisis wacana.
lainnya. Van Jorgensen dan Phillips (2002)
Dijkmemfokuskanpadaperanwacanadala menjelaskan bahwa AWK bisa untuk
m (re)produksidantantangandominan. mengkaji perkembangan sosial kultural
Dominandidefinisikansebagaipenggunaa yang tentunya dalam domain sosial yang
nkekuatan sosial seperti halnya elit, berbeda.
institusi, kelompok. Adanya dominan
berakibatadanyaketidaksetaraansosial, 4. Contoh Analisis Wacana
termasukketidaksetaraanpolitik, kultural, Beberapa konsep teori dari analisis
kelas, etnik, ras,danketidaksetaraan wacana yang bisa diterapkan untuk
gender. menganalisis wacana tentang
Prinsipdan tujuanAWK bahwa perpustakaan ada berbagai macam
seharusnyaberhadapanutamanyadengand perspektif. Bahan referensi yang
imensiwacanadaripenyalahgunaankekuas mendukung, antara lain: analisis wacana
aandanketidakadilandanketidaksetaraan kritis model Norman Fairclough (1995),
yang diakibatkandarikondisi.Strateginya model Teun A. van Dijk (1985), model
dengan menekanisu-isusosial yang van Leeuwen (2005, 2008, 2015);
harapannyauntukdapatlebihbaikdalamme analisis wacana historis model Ruth
mahamimelaluianalisiswacana.Target Wodak (2009); analisis wacana
kritikalAWK adalahkekuasaanparaelit multimodal model Gunther Kress dan
yang membuat, memberlangsungkan, Theo van Leeuwen (2001) maupun
melegitimasi, analisis wacana geopolitik kritis model
mengampuniatautidakmemperdulikanket Argentina Ernesto Laclau dan Chantal
idakadilandanketidaksetaraansosial. Mouffe (1985). Dalam artikel ini akan
Satuanggapanpentingpada AWK dibahas konsep dasar analisis wacana
adalahmemahamikealamiahankekuatans dalam perspektif Mills, van Dijk,
osialdandominan.Kekuatansosialadalah maupun van Leeuwen.
melandaskandiripadaaksesistimewapada a. Perspektif Sara Mills
sumber-sumbernilaisosial Penekanan analisis wacana menurut
(sepertikekayaan, pendapatan, posisi, Mills (2001) yaitu posisi dari berbagai
status, kekuatan, keanggotaankelompok, aktor sosial maupun posisi suatu
pendidikanataupengetahuan. Hal ini peristiwa atau gagasan yang ada dalam
melibatkankontrololehanggotasuatukelo teks. Hal ini bisa dijelaskan bahwa
mpokpadakelompok yang lain dan ketika peneliti atau pustakawan

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

melakukan analisis wacana dalam yang memuat berita atau opini tentang
perspektif Mills berarti melihat perpustakaan. Media yang dimaksud bisa
bagaimana (how) teks dapat media cetak maupun online. Selanjutnya
memposisikan subjek, dan begitu pula untuk memperkuat analisis wacana
posisi dari pembaca dalam relasi sosial. tentang perpustakaan, maka bisa
Jadi untuk menganalisis diskursus menggunakan data sekunder yang
tentang perpustakaan bisa menggunakan berupa studi literatur, baik riset
analisis wacana perspektif Sara Mills. terdahulu, maupun buku atau literatur
Caranya adalah dengan mengidentifikasi lainnya yang mendukung.
secara cermat dan mencoba untuk
menempatkan dirinya dalam penceritaan b. Perspektif Teun A. van Dijk
teks. Dalam perspektif van Dijk, analisis
Selanjutnya adalah menganalisis wacana adalah dengan memandang
posisi dari para aktor yang ditampilkan bahasa dikaitkan dengan kekuasaan,
dalam teks wacana. Posisi para aktor ideologi, maupun politik. Elemen-
yang dimaksud adalah memahami subjek elemen wacana dapat dielaborasikan
penceritaan dan objeknya sehingga sehingga praktis digunakan. Tahap
penganalisis bisa melihat struktur teks analisis dengan
dan maknanya. Setelah mengetahui cara menggabungkandimensiteks, kemudian
penceritaan yang ditampilkan dalam teks kognisi sosial, dan juga konteks sosial.
maka penganalisis wacana bisa Dimensiteks dengan
mengetahui posisi aktor sosial dan melihatstrukturteksmaupun
bagaimana posisi gagasan dalam teks. strategiwacana untukmenegaskantema
Mills (2001) menyebutkan bahwa dengan tingkatan strukturmakro,
setiap subjek memiliki perbedaan sudut superstruktur, dan struktur mikro.
pandang dalam memandang suatu objek. Struktur makro berarti teks ditinjau
Jika dibumikan dalam konteks dari makna umumnya. Hal ini diamati
perpustakaan maka dapat dijelaskan dengan menganalisis topik maupun tema
bahwa setiap aktor perpustakaan maupun dalam cerita, maupun struktur argumen
pihak luar perpustakaan bisa menjadi dari sebuah deskripsi. Superstruktur
subjek dirinya sendiri sehingga dapat dengan menganalisis kerangka teks,
mendeskripsikan dirinya sendiri dan bagian teks dalam cerita secara utuh,
mampu menggambarkan perpustakaan penjelasan (asumsi), norma, serta nilai
menurut persepsi dirinya. Dalam hal ini yang dipresentasikan. Struktur mikro
berarti dalam penceritaan perpustakaan berarti menganalisis makna wacana
akan ditempatkan sebagai objek suatu dengan mengamati bagian kecil cerita,
wacana. Selanjutnya representasi dengan melihat gaya retorikanya,
perpustakaan bisa ditampilkan oleh aktor stilistik, bagian semantik, maupun
lainnya. Jadi baik pihak perpustakaan sintaksisnya. Selanjutnya kognisisosial
maupun pihak di luar perpustakaan akan menekankan proses produksipada
menghasilkan wacana yang berbeda teksberita sehingga
dalam menceritakan perpustakaan adakognisiindividudariredakturnya.
sebagai objek dalam wacana. Kalau konteks sosial berarti terkait
Penelitian analisis wacana bisa masalah yang
dengan menggunakan data primer mempengaruhikognisiredakturnya.
melalui observasi pada sejumlah media

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

Van Dijk mengembangkan sehingga ideologimenjadikognisisosial


framework dalam analisis terhadap berita yang fundamental yang
(terutama koran) sebagai discourse. merefleksikantujuandasar,
Metode atau cara kerjanya adalah: ketertarikandannilai-nilaikelompok.
Pertama, naming choice, yaitu melihat Contohnya berita di suratkabartentange-
pemilihan nama. Hal ini merefleksikan resources di Perpustakaan Nasional
keterlibatan emosi penulis terhadap adalahberdasarkan model
orang yang disebut. Dalam naming jurnalistiktentangkoleksi elektronik, dan
choice ini ada persoalan in group dan out model-model
group. Contohnya penyebutan Kepala inikemudiandikonstruksikansepanjangint
UPT Perpustakaan (lebih official), Ibu erpretasidariberbagaisumberteksmisalny
Endang (lebih netral), Ibu Pimpinan a media lain, dibentukolehpengetahuan
(lebih bias).Kedua, lexical choice, yaitu yang ada (tentang perpustakaan, akses
dengan melihat pemilihan kata yang digital, cara mengunduh, dan lain
sama oleh orang yang berbeda sehingga sebagainya).
akan menunjukkan ideologi yang Proses
berbeda.Contohnya walaupun sama- reproduksimemungkinkanadanyaketerlib
sama menyebut ‘Ibu kepala’ tetapi jika atan mode-mode wacana yang
diucapkan oleh orang yang berbeda, berbedarelasikuasasebagailebihkurangdu
maka memiliki makna yang berbeda pula kunganlangsungatau yang tampak,
(melihat siapa yang menyebut). pembuatan, representasi, legitimasi,
Analisis wacana dalam perspektif pengingkaran,
van Dijk juga dikenal dengan nama mitigasiataupenyembunyian sang
modelSocial Cognitive Approach (SCA) dominandiantara yang
misalnya dengan mengembangkan berita lain.Secaraspesifik,
di koran dari analisis teks menjadi analisiswacanamenekankan pada
analisis diskursif. Dalam menganalisis struktur, perlengkapan lainnya pada
tentang praktik produksi dan sebuahteks, interaksi verbal,
pemahaman berita adalah dengan maupunperistiwakomunikatifyang
menekankan pada proses kognisi sosial. memainkanperandalam mode
Sebagai unit analisisnya yang dilihat reproduksi. Menurutpendapat van Dijk
adalah paragraf sehingga memfokuskan mendeskripsi detail,
pada pemilihan nama, pemilihan leksikal penjelasandankritiktentangbagaimanawa
dan argumen yang diberikan editor cana-wacanadominan
(dalam hubungannya dengan deskripsi (secaratidaklangsung)
topik yang dibahas, misalnya tentang mempengaruhipengetahuan, perilakudan
relasi kuasa di perpustakaan). Kognisi ideologi yang dibagisecarasosial,
sosial itu menjadi perantara antara level melaluiperanmereka didalammanufaktur
(mikrodanmakromasyarakat), kemudian model-model yang
antara(wacanadantindakan), serta antara konkret.Pendekatankritis van
(individual dankelompok). Norma- Dijklebihmengarahuntukfokuspadaparae
normaumumdannilai-nilai yang litdanstrategidiskursifmerekauntukmeme
yangkemudianditurunkandalambentuk- liharaketidaksetaraan. Jadi
bentukkepercayaan yang kognisisosialtelahmenjadisatudarikelema
lebihjauhdiorganisirkedalamideologi hanteoritisdalamhampirsemuaanalisislin
yang lebihkompleks, abstrakdan basic guistikdanwacanakritis.

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

Untuk wacanadan akses, maka dapat menganalisisnya dari kedua media


aksesmenjadi sesuatu yang massa tersebut yaitu bagaimana sebuah
menariksekaligusagaksamarsecaraanaliti kejadian (events), pemain/aktor
s. Sebuahanalisispadaberbagai mode (players), dan kebijakan (policy) terkait
wacanamenguakadanyaparalelismeantar berita tentang perpustakaan dipotretkan
akekuatansosialdanakseswacana.Terkait di Surat Kabar Suara Merdeka dan
struktur wacana Koran Sore Wawasan.
meskipunsetiapbentukdominanmemiliki
properti sosial, politik dan budaya c. Perspektif Theovan Leeuwen
masing-masing, Van Leeuwen (2015) menjelaskan
danjugaperbedaancarareproduksidiskursi bahwa perkembangan teknologi media
f, namun dapat diasumsikan yang semakin pesat menyebabkan
bahwaterdapat domain-domain gender, komunikasi menjadi bersifat multimodal.
kelas, kasta, agama, bahasa, Dalam konteks ini nampak ketika ada
pandanganpolitik, wilayahataukriteria interaksi maupun tindakan representasi
lain yang memungkinkankelompok lain dalam sebuah praktik komunikasi. Oleh
dibedakan, ditekanataudimarjinalkan. karena itu, multimodalitas menjadi
Bahkan dalamproduksi wacana, karakter yang kuat dari berbagai macam
terutamaketikamengarahpadaanggotakel praktik komunikasi. Multimodal
ompok yang didominasi, merujuk pada kombinasi moda-moda
seringkaliakanmenjadikasusadanyapenya semiotik yang berbeda. Hal ini tentu
lahgunaankekuasaan. produsen teks ikut andil dalam pemilihan
Selanjutnya dalam pandanganvan modanya.
Dijk, struktur maupun strategi dipahami Apalagi saat ini dengan pesatnya
sebagai objek tekstual, praktik sosial perkembangan teknologi media maka
budaya, serta tindakan dan hubungan. juga mengakibatkan munculnya
Metode analisis wacana van Dijk dengan persoalan moda baru dalam membangun
cara pemilihan editorial dengan sebuah makna tertentu. Contohnya
menganalisis bagaimana unggahan foto perpustakaan di facebook,
mempresentasikan argumen/opini lalu pemustaka yang melihat
pemilik. Dalam editorial ini biasanya memberikan tanda like, tanda hati, atau
memiliki 3 (tiga) skema, yaitu: pilihan simbol lainnya. Belum lagi
mendefinisikan sesuatu dan menjelaskan pemustaka yang memberikan komentar
event-event; memberikan evaluasi pada dengan moda bahasa tulis untuk
event; dan memberikan kesimpulan mengekspresikan sesuatu. Jadi moda
(conclusion). semiotik tidaklah bersifat universal,
Studi van Dijk dengan melihat tetapi justru spesifik tergantung oleh
bahwa para aktor yang berkuasa yang orang yang memang memahami
berargumen seringkali melakukan karakteristik dari modanya.
manipulasi dalam argumen-argumen Analisis wacana multimodal
mereka, baik secara eksplisit maupun menjadi alat metodis untuk mengkaji
implisit. Contohnya:“Bagaimana konfiguransi wacana yang ada dalam
kebijakan tentang perpustakaan sebuah teks. Dalam Kress dan van
dipotretkan editor pada Surat Kabar Leeuwen (2001) juga jelas disebutkan
Suara Merdeka dan Koran Sore bahwa makna dalam berkomunikasi
Wawasan?”Dengan demikian, saya multimodal dibentuk melalui tahapan

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

atau strata yang bekerjanya tidak digambarkan dengan Pustakawan B yang


berurutan secara hierarkis, yaitu: ditampilkan dengan tidak berubah sama
discourse, design, production, dan sekali, baik dari sisi tampilan orang
distribution. Hierarkis mengandung maupun bajunya. Padahal dari sisi
makna bahwa kedudukan antara satu pemustakanya sudah jauh berbeda
strata dengan strata lainnya tidak berarti tampilannya, misalnya dulu semester
lebih tinggi atau lebih rendah. Jadi dapat satu masih lugu karena barangkali baru
dikatakan dalam multimodalitas itu lulus SMA, sedangkan saat mau wisuda
berarti masing-masing moda mempunyai sudah tampil dengan modis dan
kapasitas setara atau sejajar. Kress dan berdandan. Hal ini menjadi menarik jika
van Leeuwen menempatkan wacana dilakukan kajian dengan AWK dengan
sebagai sesuatu yang terpisah berada di unit analisis pada adegan terkait dengan
luar bahasa/moda relasi lainnya maupun komponen perpustakaan, termasuk
sebagai sesuatu yang ditampilkan yang koleksi, pustakawan, dan pemustakanya.
muncul dalam moda relasi. Analisis dari alur, proses cerita,
Film sebagai wacana bisa diungkap penokohan, tempat, dan yang lainnya
maknanya melalui media audio visual dapat digunakan peneliti untuk
yang diperlakukan sebagai teks. Untuk mengetahui posisi maupun konteks
filmnya bisa dibatasi dalam kurun waktu perpustakaannya sehingga dapat
era tahun tertentu. Film era tahun 2000- membongkar stereotip yang
an bertema perpustakaan, misalnya: The dimunculkan dalam film tersebut.
Librarian (2004, 2005, 2008); Contoh lainnya karikatur gambar
Heartbreak Library (2008); The Library pustakawan wanita jaman dulu dan
(2013); Library Wars (2013). Jadi jaman sekarang yang merupakan teks
pustakawan bisa melakukan analisis yang oleh pemroduksi teksnya memang
dengan metode AWK dengan objek dirancang untuk membangun wacana
berupa film dengan memilih film yang di tentang pustakawan wanita. Dalam
dalamnya ada scene perpustakaan atau konteks ini peneliti wacana bisa
menggambarkan adegan cerita di melakukannya dengan analisis wacana
perpustakaan. Hal ini seperti film hantu multimodal ala Kres dan van Leeuwen.
di perpustakaan, buku hantu, cintaku di Karikatur pustakawan wanita jaman dulu
perpustakaan, pemustaka yang sedang yang digambarkan dengan perempuan
berkunjung ke perpustakaan, dan cerita tua berkaca mata tebal, memakai
perpustakaan lainnya dalam film. Ada sanggul, dan selalu mengacungkan jari
film yang di dalamnya menggambarkan telunjuk di depan mulut (seolah
pustakawan yang berbaju kurang rapi memberikan isyarat sssstttt kepada
atau lusuh menunjukkan stereotip pemustaka agar diam/tidak ramai). Lalu
tertentu yang bisa dianalisis secara kritis. disejajarkan dengan gambar karikatur
Misalnya scene film ketika pemustaka pustakawan wanita era digital yang
berjenis kelamin perempuan masih diilustrasikan dengan pustakawan yang
semester 1 dilayani oleh Pustakawan B masih muda, cantik, enerjik, murah
dengan baju seragam tertentu (misalnya senyum, dan berinteraksi dengan gawai.
agal kusuh), kemudian dalam film ada Karikatur tidak hanya memaki bahasa
scene lagi beberapa tahun kemudian tulis saja dalam merepresentasikan
setelah pemustaka mengurus bebas makna pustakawan wanita, tetapi juga
pustaka mau wisuda, tetap saja hal lainnya. Hal ini seperti moda visual

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
e
lu
D
g
k
L
Ifra
sin
p
o
C
tm
y
h
R
lainnya.
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

dengan citra tak bergerak, tipografi,


warna, pengaturan spasial, dan yang

Semua moda tersusun sehingga


menyatu sebagai sebuah teks yang
koheren. Van Leeuwen (2005: 181)
menjelaskan cara yang digunakan untuk
membangun koherensi dan kohesi dalam
sebuah teks, yaitu:

Gambar 2. Cara Membangun


Koherensi dan Kohesi

Kohesi merupakan kepaduan bentuk


yang secara struktural membentuk ikatan
sintaktikal dan menekankan aspek
(bentuk, lahiriah, formal), sedangkan
koherensi merupakan pertalian makna
semantis atau isi kalimatnya yang
menekankan aspek (makna, batiniah,
ujaran). Apabila ditinjau dari sisi dukung
terhadap struktur wacana, maka jika
aspek arah dari dalam berarti kohesi
sedangkan jika dari luar disebut dengan
koherensi. Dari Gambar 2 dapat
dijelaskan bahwa rhythm menyediakan
kohesi untuk teks yang bergerak secara
temporal, misalnya: tarian, percakapan,
musik, film, televisi.Composition
menyediakan kohesi untuk teks yang
terorganisir secara spasial, misalnya
layout pada halaman, layar, kanvas, tata
letak di sebuah bangunan gedung
maupun kota. Information linking untuk
menghubungkan elemen informasi yang
ada dalam sebuah teks maupun
hubungan waktu dan kausal. Contoh
konkretnya sebuah teks tentang prosedur
pemustaka menjadi

membuat kartu dan sesudahnya.


Selanjutnya dialogue,

pemaknaan yang digambarkan buruk.


anggota
perpustakaan, berarti ada keterkaitan
informasi satu dengan yang lainnya, ada
hal yang perlu dilakukan sebelum

merupakan
interaksi melalui pertukaran dialogis,
misalnya pertanyaan jawaban, aksi
reaksi, stimulus respons, dan seterusnya.
Menurut perspektif van Leeuwen
bahwa ada banyak ragam sumber daya
yang
mengkomunikasikan
digunakan
makna
diinginkan. Hal ini termasuk meneliti
seseorang

lebih
atau

memiliki
kelompok
dimarjinalkan posisinya dalam suatu
wacana. Hal ini berarti yang dominan
kekuatan
memegang kendali. Lalu yang posisinya
lebih rendah berarti menjadi objek

Dalam wacana ada transformasi realitas


untuk
yang

yang

dalam

sehari-hari menjadi realitas versi wacana


dalam konteks tertentu. Van Leeuwen
(2005: 110) menyebutkan
transformasi realitas ke dalam wacana
yang memungkinkan

sebuah aspek realitas. Keempat tipe


tersebut yaitu:
1. Exclusion, artinya

2. Rearrangement, artinya wacana


menyusun dan mengatur ulang
elemen-elemen dari sebuah praktik
sosial;
3. Addition, artinya wacana bisa
menambah elemen-elemen baru,
memberi evaluasi, membubuhkan
tujuan
legitimasi;
4. Substitution,
membangun
maupun

artinya
tipe

produksi
pengetahuan yang berbeda-beda tentang

wacana
melakukan eksklusi atas beberapa
elemen dari sebuah praktik sosial;

membangun

substitusi
wacana
untuk

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

elemen-elemen yang konkret dari diinginkan oleh penulis. Setiap


sebuah praktik sosial. pernyataan orang yang menjadi
narasumber dalam pemberitaan bisa jadi
Antara image dan viewer, sebagai memang merupakan pilihan seorang
“social distance” artinya dalam gambar, pengemas berita sesuai tujuan yang
jarak bersifat simbolis. Untuk gambar diinginkan. Jika dalam komunikasi,
yang jauh (bayang-bayang) maka word dan image dalam
menunjukkan jarak dengan viewer, discoursevan Leeuwen dijelaskan bahwa
sementara gambar yang nampak secara word memberikan penjelasan
close up menunjukkan orang dalam (explanation) dan menceritakan sesuatu
gambar sebagai “one of us”. Strategi yang butuh diceritakan dengan kata-kata.
dalam merepresentasikan orang sebagai Sementara itu, image menyediakan
“others” sebagai “bukan seperti saya”, interpretasi; secara ideologis
untuk viewer ditempatkan dengan gaze memberikan warna terhadap ‘angle-
mereka. Strateginya ada 3 (tiga), yaitu: angle’ (detail); dan tidak secara eksplisit
1. Strategidistanciation, merupakan tetapi melalui konotasi-konotasi dan
merepresentasikan orang as “not dengan suggestions. Van Leeuwen
close to us,” as “strangers”; (2008: 28) menyatakan bahwa
2. Strategidisempowerment, yakni “representasi memasukkan dan
merepresentasikan orangsebagai mengeluarkan aktor sosial agar sesuai
“below us,” as “downtrodden”; dengan minat dan tujuan mereka dalam
3. Strategi kaitannya dengan pembaca yang menjadi
objectivation,yaknimerepresentasika tujuan mereka.
n orangsebagai objek daripada
sebagai subjek. Penutup
Wacana dijelaskan sebagai satuan
Dalam konteks semiotika, image gramatikal, terdiri dari semua unsur
atau visualisasi adalah penjelasan yang kebahasaan yang digunakan untuk
komplit, paling jelas menggambarkan. berkomunikasi. Unsur pendukung
Kata-kata seringkali menjadi catatan wacana berupa unsur internal berkaitan
kaki (footnote), label, dan kalau perlu dengan aspek formal kebahasaan
penjelasan. Selanjutnya dalam iklan, maupun unsur eksternal di luar wacana.
image memberikan ‘mimpi, luxuriousity’ Bahasa mampu mendefinisikan dan
dan ‘word’ menjelaskan apa yang akan menghasilkan objek pengetahuan.
dibeli. Selanjutnya dalam konteks Pemroduksi wacana tentang
popular culture, untuk words dan image perpustakaan diharapkan selalu
memiliki posisi berbeda, kata-kata mewacanakan sesuatu yang positif dari
seringkali disensor, tetapi image lebih serangkaian peristiwa dalam lingkup
sering tidak disensor.Contohnya laki-laki perpustakaan ke dalam narasi yang
kulit hitam dengan gigi tetap putih, konstruktif. Dalam konteks ini termasuk
sehingga dalam hal ini image tidak ketika mengkonstruksi simbol dan
pernah diubah. bahasa dalam wacana sesuai dengan
Representasi inklusi atau eksklusi yang diinginkan oleh pihak internal
aktor sosial disesuaikan dengan perpustakaan maupun pemustakanya.
ketertarikan penulis dan tujuannya Analisis wacana dalam bidang
berhubungan dengan pembaca yang perpustakaan menjadi perangkat metodis

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

bagi peneliti untuk untuk mengkaji Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara


wacana terkait perpustakaan yang Wacana.
diproduksi dan melakukan penelitian van Dijk, Teun A. 1985. Handbook of
secara kritis yaitu bagaimana Discourse Analysis: Disciplines of
pengetahuan tentang realita itu dibangun Discourse. New York: Academic
dan direalisasikan dari berbagai moda Press, Inc.
yang kompleks. Oleh karena analisis van Leeuwen, T. 2005. Introducing
wacana kritis itu selalu berorientasi pada Social Semiotics. London & New
masalah sosial, maka selain menuntut York: Routledge.
peneliti menggunakan pendekatan lintas van Leeuwen, T. 2008. Discourse And
keilmuan, juga harus bisa reflektif di Practice (New Tools For Critical
dalam proses penelitiannya. Discourse Analysis. New York:
Oxford University Press.
van Leeuwen, T. 2015. “Multimodality”.
Daftar Pustaka Dalam The Handbook of Discourse
Brown, G. dan Yule, G. 1996. Analisis Analysis. John Wiley & Sons, Inc.
Wacana: Discourse Analysis. Wodak, R. and Meyer, M. 2009.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. “Critical Discourse Analysis:
Fairclough, N. 1995. Critical Discourse History, Agenda, Theory and
Analysis: The Critical Study of Methodology”. Dalam Methods of
Language. New York: Addison Critical Discourse Analysis. Second
Wesley Longman. Edition. London: Sage.
___________. 1995. Media Discourse.
New York: Edward Arnold.
Haryatmoko. 2016. Critical Discourse
Analysis (Analisis Wacana Kritis):
Landasan Teori, Metodologi dan
Penerapan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Jorgensen, M. dan Phillips, L.2002.
Discourse Analysis as Theory and
Method. London: Sage.
Kress, G. dan van Leeuwen, T. 2001.
Multimodal Discourse: The Modes
and Media of Contemporary
Communication. London: Hodder
Education.
Laclau. E. dan Mouffe, C. 1985.
Hegemony and Socialist Strategy:
Towards a Radical Democratic
Politics. London & New York:
Verso.
Mills, S. 2001. Discourse. New York:
Routledge.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori,
Metode & Aplikasi Prinsip-Prinsip

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna
Maktabatuna: Jurnal Kajian KepustakawananVol 3 No 1. Januari- Juni 2021
ISSN 2723-0163 (Print) ISSN 2723-0171 (Online)

© 2021Maktabatuna: Jurnal Kajian Kepustakawanan. This is an open access article under the CC BY-SA license
Website: https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/maktabatuna

Anda mungkin juga menyukai