Anda di halaman 1dari 54

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335320470

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran

Book · August 2019

CITATION READS

1 7,759

2 authors, including:

Ika Lestari
Jakarta State University
29 PUBLICATIONS   91 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Developing wordless picture book to improve the storytelling ability of 5 to 6 years old children View project

Development of English Language Teaching Materials in Elementary School based on Direct Metho View project

All content following this page was uploaded by Ika Lestari on 22 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Buku ini memberikan pengetahuan awal tentang konsep
dasar kreativitas dikaitkan dengan konteks pembelajaran.
Penting bagi para calon guru terutama guru SD sebagai pengguna
buku ini untuk mengetahui konsep dasar kreativitas sehingga
dapat merancang pembelajaran kreatif dalam menumbuhkan
dan mengembangkan kreativitas baik kognitif maupun afektif di
dalam diri peserta didik.
Sebelum mampu merancang kegiatan pembelajaran yang
kreatif hendaknya guru dapat menumbuhkan dan menstimulus
dirinya untuk kreatif. Buku ini memberikan penjelasan tentang
cara-cara yang dapat dilakukan agar dapat menumbuhkan
kreativitas dalam diri peserta didik.

ISBN 978-602-6976-52-9
Kreativitas dalam Konteks
Pembelajaran

Penyusun : Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si


Linda Zakiah, M.Pd.
Editor : Erminawati
Desain Sampul : Malikul Falah
Penata Letak : Deden Arya
Ilustrasi Sampul : freepik.com

ISBN: 978-602-6976-52-9

Diterbitkan oleh:
ERZATAMA KARYA ABADI
Anggota IKAPI
Grand Kahuripan Cluster Patuha V Blok EG No. 16
Klapanunggal Bogor 16871 Email: erzatamapress@gmail.com
www.erzatamapress.com

Cetakan I, Juni 2019

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini


dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Esa, penyusunan buku


berjudul Makna Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran dapat
selesai disusun tepat pada waktunya. Penulisan buku teks ini
bertujuan sebagai luaran penelitian hibah unggulan universitas
tahun 2019 sekaligus sebagai sumber belajar yang dapat
memfasilitasi mahasiswa dalam mempelajari kreativitas dalam
konteks pembelajaran.
Buku ini memberikan pengetahuan awal tentang konsep dasar
kreativitas dikaitkan dengan konteks pembelajaran. Penting bagi
para calon guru terutama guru SD sebagai pengguna buku ini untuk
mengetahui konsep dasar kreativitas sehingga dapat merancang
pembelajaran kreatif dalam menumbuhkan dan mengembangkan
kreativitas baik kognitif maupun afektif di dalam diri peserta didik.
Sebelum mampu merancang kegiatan pembelajaran yang
kreatif hendaknya guru dapat menumbuhkan dan menstimulus
dirinya untuk kreatif. Buku ini memberikan penjelasan tentang cara-
cara yang dapat dilakukan agar dapat menumbuhkan kreativitas
dalam diri peserta didik. Semoga buku ini bermanfaat bagi semua
pembaca.
Jakarta, Juni 2019

Tim Penulis

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran iii


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................. iii


Daftar Isi....................................................................................... iv
Prakata.......................................................................................... v
A. Pengertian Kreativitas........................................................ 1
B. Ciri-ciri Kreativitas............................................................. 10
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kreativitas............... 12
D. Mengukur Kreativitas......................................................... 15
E. Pengembangan Kreativitas................................................. 20
F. Pendekatan Pengembangan Kreativitas........................... 22
G. Arah Kreativitas................................................................... 38
H. Karakteristik Guru yang Kreatif........................................ 40
Daftar Pustaka............................................................................. 43
Profil Penulis................................................................................ 46

iv Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


PRAKATA

Penulisan buku teks ini bermula dari penelitian yang dilakukan


tim peneliti dengan didanai oleh Hibah Unggulan Universitas
Negeri Jakarta tahun 2019 yang berjudul “Model 4C`S (Creativity,
Critical Thinking, Communication, Collaboration)” untuk Calon
Guru Sekolah Dasar. Tujuan penulis membuat penelitian tersebut
adalah ditemukannya desain model keterampilan belajar untuk
para calon guru sekolah dasar serta menghasilkan luaran penelitian
yang dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Isi buku teks ini tidak disusun dengan kaidah bab tetapi
langsung masuk ke dalam topik-topik yang sesuai dengan judul
buku. Sesuai dengan topik-topik yang berkaitan dengan kreativitas
ada delapan topik yang dibahas yaitu (1) pengertian kreativitas;
(2) ciri-ciri kreativitas; (3) faktor-faktor yang mempengaruhi
kreativitas; (4) mengukur kreativitas; (5) pengembangan kreativitas;
(6) pendekatan pengembangan kreativitas; (7) arah kreativitas; serta
(8) karakteristik guru yang kreatif. Dikarenakan langkahnya bersifat
sistematis, maka mahasiswa harus mempelajarinya secara bertahap
karena bab satu dengan yang lainnya saling berkesinambungan.
Penguasaan materi yang rendah terhadap satu bab menyebabkan
ketidakpahaman dalam mempelajari bab lainnya.
Pembuatan buku teks ini dimaksudkan agar para mahasiswa,
calon guru, maupun yang telah menjadi guru dapat mengembangan

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran v


kegiatan pembelajaran yang mendorong terjadinya kreativitas
dalam diri peserta didik. Meskipun, buku teks ini lebih banyak
menjelaskan konsep kreativitas untuk siswa sekolah tetapi tidak
menutup kemungkinan dapat juga digunakan bagi mahasiswa di
tingkat penddikan tinggi tentunya melalui penyesuaian konsep.
Bagi para guru yang telah mengajar selama bertahun-tahun belum
menjamin dapat merancang kegiatan pembelajaran yang mendorong
kreativitas dalam diri peserta didik. Oleh karena itu, menjadi sebuah
pertimbangan sekaligus hal yang melatarbelakangi dengan ditulisnya
buku ini sebagai sumber belajar bagi mahasiswa, calon guru, praktisi
pembelajaran, maupun guru yang memang memiliki ketertarikan
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran anak didiknya.
Manfaat dari penggunaan buku teks adalah menjadi salah
satu rujukan sumber belajar bagi mahasiswa kependidikan dalam
melakukan penelitian di bidang kreativitas. Dengan adanya buku
teks ini, mahasiswa dapat membaca secara mandiri. Bermula dari
itulah, maka buku teks ini dapat digunakan oleh calon guru; praktisi
pembelajaran; mahasiswa S1, S2, S3; maupun dosen. Kehadiran
buku teks ini tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya sumber
belajar karena dengan semakin banyaknya referensi sumber,
wawasan dosen maupun mahasiswa akan semakin luas dan kaya
pengetahuan. Buku ini hanya sebagai pengantar konsep awal
kreativitas.

vi Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


KREATIVITAS

Kreativitas yang dimiliki manusia lahir bersamaan dengan


lahirnya manusia itu. Sejak tahir, manusia memperlihatkan
kecenderungan mengaktualkan dirinya yang mencakup
kemampuan kreatlf (memiliki kemampuan untuk mencipta).
Pada masa kanak-kanak, seseorang ingin mengetahui apa saja
yang dilihatnya. Mereka melontarkan pertanyaan pertanyaan yang
orisinal. Sebagian bahkan berusaha memperoleh jawaban dengan
melakukan eksplorasi langsung. Apa yang dilakukan pada masa ini
adalah bukti kreativitas manusia.

A. Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan aspek penting dari perkembangan
manusia tidak terkecuali di dalam lembaga pendidikan. Lembaga
pendidikan merupakan tempat yang tepat dalam memelihara bakat
kreatif serta kemampuan peserta didik dalam berpikir secara kreatif.
Tantangan yang sebenarnya ada dalam lembaga pendidikan yang
berhubungan dengan kreativitas yaitu tingkat pengetahuan guru
mengenai cara membelajarkan yang kreatif, strategi pembelajaran
yang dapat digunakan untuk mengembangkan kreativitas peserta
didik, serta konsep kreativitas itu sendiri.
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern saat ini,
kreativitas sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan
berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 1


ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas
memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan
dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan
berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas
dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas
memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.
Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan
berpikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan
perincian sedangkan dari segi afektifnya, kreativitas ditandai dengan
motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk,
berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai
keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman
baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dan sebagainya.
Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai,
dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan.
Kreativitas banyak didefinisikan oleh para ahli dengan cara
yang berbeda dan dalam disiplin ilmu yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, kreativitas, dikenal dengan sebutan “inovasi”; dalam
bisnis dikenal dengan istilah “kewirausahaan”; dalam matematika
dikenal dengan sebutan “pemecahan masalah”; serta dalam dunia
musik dikenal dengan “kinerja atau komposisi” (Gomez, 2007).
Tetapi, banyak juga yang mengartikan kreativitas sebagai penemuan.
Kreativitas saat ini tidak hanya mengenai penemuan saja, tetapi
telah mencakup tindakan dan pikiran.

2 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


Kreativitas (atau pemikiran kreatif; atau kreativitas) berkaitan
dengan campuran yang kompleks antara kondisi motivasi, faktor
kepribadian, kondisi lingkungan, faktor kebetulan, dan bahkan
produk; semua berkontribusi terhadap ide-ide baru dan orisinal.
Ini adalah aktivitas kognitif kompleks yang melibatkan penciptaan
sesuatu yang baru atau asli (Feldhusen, 2002). Sesuatu biasanya
dinilai kreatif jika “baru” bagi masyarakat yang membuat, dan
jika itu “berguna”, atau sebaliknya mengagumkan. Semua hal yang
baru tidak selalu “kreatif,” tetapi harus memiliki semacam kualitas
atau keindahan estetika atau kegunaan. Berpikir kreatif mencakup
keterampilan fleksibilitas, orisinalitas, elaborasi, brainstorming,
modifikasi, mengasosiasikan pemikiran, dan seterusnya. Singkatnya,
kreativitas adalah proses mental yang melibatkan kemunculan ide
atau konsep baru, atau asosiasi baru antara ide atau konsep yang
ada.
Kreativitas merupakan kumpulan kemampuan dan
karakteristik yang menyebabkan berpikir kreatif. Kreativitas
berhubungan dengan faktor genetik dan bawaan tetapi tidak dapat
dipungkiri jika peran orang tua, guru, dan lingkungan pendidikan
dalam menyediakan kondisi yang mampu memicu kreativitas dalam
pembelajaran peserta didik (Ravari & Salari, 2015). Kemampuan
berpikir kreatif adalah kemampuan individu untuk menggunakan
pikiran dalam menghasilkan ide-ide baru, kemungkinan baru,
dan penemuan baru berdasarkan orisinalitas dalam prosesnya.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 3


Kreativitas dapat dalam bentuk ide-ide yang nyata atau abstrak
atau terkadang dapat bertentangan dengan logika. Namun, berpikir
kreatif hendaknya didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan
yang ada. Melalui pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki,
seseorang akan berusaha untuk menemukan ide-ide masukan
dalam berbagai perspektif dan dimensi untuk menciptakan ide
baru atau produk yang lebih baik dari sebelumnya dalam membuat
keputusan dan memecahkan masalah (Daud, Omar, Turiman, &
Osman, 2012).
Kreativitas dapat dikatakan berkaitan dengan kesanggupan
untuk melakukan suatu tindakan yang dimiliki seseorang untuk
membuat kreasi baru yang diwujudkan dalam bentuk pikiran dan
atau benda. Dalam bentuk pikiran mencakup gagasan, konsep,
dan teori yang baru sedangkan dalam bentuk benda merupaknn
perwujudan atau hasil pikiran yang dapat dilihat, diraba, atau
dirasakan. Baru bisa berarti baru sama sekali yang sebelumnya
belum ada dan atau sebagai hasil kombinasi beberapa pikiran /
benda yang sudah ada sebelumnya.
Kreativitas merupakan potensi yang bersifat alamiah pada
semua manusia. Ketika anak dapat bergerak dan kepadanya
dibebankan benda, maka akan menampak kreativitasnya. Gelas
misalnya, bagi anak-anak dapat difungsikan sebagai kursi, mobil-
mobilan, goa, penampung ludah, tempat menyimpan uang, pot,
tempat menyimpan kodok atau burung, dan sebagainya. Buku,

4 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


sebagai contoh, di mata anak-anak dapat difungsikan sebagai meja,
kursi, mobil-mobilan, rumah-rumahan, deretan pertokoan, dan
sebagainya. Cara memandang fungsi gełas dan buku yang orisinal
sepertı di atas menunjukkan bahwa anak-anak telah memiliki
potensi kreatif (Nashori & Mucharam, 2002).
Kreativitas tidak saja dianggap sebagai daya cipta. Kreativitas
memiliki jangkauan yang lebih luas. Seperti pengertian kreativitas
dari Edy dan Astuti yang dikutip oleh Haryati (2003) merumuskan
bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menghubungkan
masalah yang satu dengan yang lainnya dan membuat analisa yang
tepat. Pengertian ini menunjukkan bahwa kreativitas berkaitan
dengan kemampuan yang berusaha menemukan hubungan-
hubungan baru yang timbul dari adanya masalah sedangkan
menurut Guilford seperti dikutip oleh Nashori dan Mucharam
(2002) mengungkapkan bahwa kreativitas adalah kemampuan
berpikir divergen untuk menjajaki bermacam-macam alternatif
jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya. Berpikir
divergen adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan
jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah
pada kuantitas ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.
Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan
terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang. tentu saja
jawaban-jawaban itu harus sesuai dengan masalahnya dan jawaban
yang diberikan berkualitas dan bermutu. Definisi dari Guilford

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 5


tersebut menjelaskan bahwa berpikir divergen merupakan
kemampuan berpikir kreatif. Dalam pemikiran divergen tidak
hanya mampu memberikan jawaban untuk pertanyaan 1 +1 sama
dengan 2, tetapi dapat menuliskan kemungkinan-kemungkinan
jawaban lainnya seperti (-5) + 7. Namun, pengertian kreativitas
dari Guilford hanya menjelaskan kepada kemampuan kognitif
dari kreativitas sehingga Munandar (1992) melengkapi pengertian
kreativitas secara operasional dilihat dari sudut pandang kognitif
maupun afektif.
Secara operasional, Munandar (1992) merumuskan bahwa
kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran,
keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya,
memperinci) gagasan. Ciri-ciri dari kreativitas ini disebut dengan
kemampuan berpikir kreatif.
Kelancaran berpikir adalah kecepatan seseorang dalam
menghasilkan banyak gagasan sedangkan keluwesan berpikir
adalah keanekaragaman gagasan. Elaborasi adalah kemampuan
untuk menyempurnakan suatu gagasan dengan menambahkan
detail-detail yang akan membuatnya semakin bermutu. Orisinalitas
adalah keunikan dari gagasan, sesuatu yang tak terpikirkan oleh
orang lain (Salim, 2004). Namun, memiliki ciri-ciri tersebut
belum menjamin perwujudan kreativitas seseorang. Ciri-ciri dari

6 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


kreativitas lain yaitu menyangkut sikap dan perasaan seseorang
disebut ciri-ciri afektif dan kreativitas.
Ciri-ciri afektif dari kreativitas adalah rasa ingin tahu,
tertarik terhadap tugas-tugas yang sulit, berani mengambil resiko,
tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa
humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dan dapat
menghargai baik diri sendiri maupun orang lain (Munandar, 1992).
Orang yang kreatif memiliki kebebasan berpikir dan bertindak.
Kebebasan tersebut berasal dari diri sendiri, termasuk di dalamnya
kemampuan untuk mengendalikan diri dalam mencari alternatif
yang memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif
yang dimilikinya.
Kreativitas sebagai suatu proses memberikan berbagai gagasan
aiam menghadapi suatu persoalan atau masalah, sebagai proses
bermain dengan gagasan-gagasan merupakan keasyikan yang
menyenangkan dan penuh tantangan bagi siswa kreatif. Kreativitas
dalam hal ini merupakan proses berpikir di mana siswa berusaha
untuk mendapatkan jawaban metode atau cara baru dalam
memecahkan suatu masalah.
Bagi pendidikan, yang terpenting bukanlah apa yang dihasilkan
dari proses tersebut, tetapi keasyikan dan kesenangan siswa terlibat
dalam proses tersebut. Proses bersibuk diri secara kreatif perlu
juga mendapatkan penghargaan dari pendidik. Guru tidak perlu
selalu mengharapkan produk-produk yang berguna dari kegiatan

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 7


kreativitasnya, yang perlu dirangsang dan dipupuk adalah sikap
dan minat untuk melibatkan diri dalam kegiatan kreatif.
Pada dasarnya, setiap individu memiliki kreativitas sehingga
perlu ditingkatkan dengan cara memberikan kesempatan untuk
terlibat dalam kegiatan yang dapat meningkatkan kreativitas.
Berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi
dalam Taksonomi Bloom yang merujuk pada Anderson dan
Krathwohl sehingga kreativitas dapat diajarkan dimulai dari peserta
didik sekolah dasar (Dettmer, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat
didefinisikan bahwa kreativitas adalah kesanggupan seseorang
untuk melakukan suatu tindakan yang tidak hanya memiliki
daya cipta untuk membuat suatu kreasi baru, tetapi juga mampu
memberikan berbagai gagasan (ide pemecahan masalah) dalam
menghadapi suatu persoalan atau masalah. Kreativitas yang ada
merupakan gabungan dari kemampuan berpikir kreatif dan
kemampuan bersikap kreatif.

8 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


Gambar 1. Model Proses dan Kemampuan Berpikir (Diadaptasi dari Swartz,
Fischer, dan Parks, 1998)

Gambar 1 menjelaskan bahwa seseorang memiliki pemikiran


kreatif saja tidak menjamin produk kreatif. Hal ini disebabkan,
individu adalah seorang yang kompleks karena memiliki sistem
keterampilan kognitif, kemampuan, faktor kepribadian, dan
motivasi, serta gaya, strategi, dan keterampilan metakognitif
untuk menghasilkan perilaku kreatif (Feldhusen dan Goh, 1995).
Kompetensi menyimpulkan, menemukan, mengidentifikasi,
dan mengklarifikasi masalah adalah tindakan yang lebih kreatif
daripada perilaku pemecahan masalah yang konvergen.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 9


B. Ciri-ciri Kreativitas
Pada dasarnya manusia itu mempunyai potensi untuk
kreatif. Untuk dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap
kreatif tentunya perlu diketahui terlebih dahulu ciri-ciri orang
yang mempunyai potensi kreatif. Setelah dilakukan penelitian
mengenai kreativitas, Guilford dalam Nashori dan Mucharam
(2002) menemukan bahwa faktor penting yang merupakan ciri dari
kemampuan berpikir kreatif adalah kelancaran berpikir (fluency of
thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang
keluar dari pemikiran seseorang; keluwesan berpikir (flexibility),
yaitu kemampuan untuk dapat melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-
macam cara pemikiran; elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan
dalam mengembangkan gagasan dan memperinci detil-detil dari
suatu objek sehingga menjadi lebih menarik; keaslian (originality),
yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik (unusual); dan
evaluasi, yaitu kemampuan untuk menentukan aspek penilaian dan
menganalisis masalah dengan selalu bertanya (Munandar, 1992).
Ciri-ciri kreativitas tersebut merupakan ciri-ciri kreativitas
yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif atau
berpikir kognitif pada kreativitas. Ciri-ciri lain yang berkaitan
dengan perkembangan afektif seseorang sama pentingnya agar
bakat kreatif seseorang dapat terwujud.

10 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


Munandar (1992) menjelaskan mengenai ciri-ciri kemampuan
bersikap kreatif yang terdiri dari rasa ingin tahu, imajinatif, merasa
tertantang oleh kemajemukan, sifat berani mengambil resiko,
dan sifat menghargai. Pada rasa ingin tahu, individu kreatif akan
selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak pengetahuan; dan
mendorong siswa untuk mencoba sesuatu yang belum dikenal.
Imajinatif dapat terlihat dari membayangkan hal-hal yang tidak
atau belum pernah terjadi dan membuat cerita tentang tempat;
atau kejadian yang belum pernah dikenal. Merasa tertantang
oleh kemajemukan. Pada ciri ini, individu kreatif harus merasa
terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit, dan melibatkan
diri dalam tugas yang sulit. Sikap berani mengambil resiko. Pada
ciri ini individu kreatif harus berani mencoba hal-hal baru. Sifat
menghargai. Pada sikap ini, individu kreatif harus dapat menghargai
orang lain serta menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri
yang sedang berkembang,
Hal-hal di atas merupakan perwujudan dai ciri-ciri kreativitas.
Agar bakat kreatif siswa dapat terwujud tidak hanys dibutuhkan
keterampilan berpikir kreatif, tetapi juga ciri-ciri afektif. Oleh karena
itu, pendidikan (baik di sekolah maupun di rumah) hendaknya
tidak hanya memperhatikan pengembangan keterampilan berpikir
semata-mata, tetapi pembentukan sikap, perasaan dan ciri-ciri
kepribadian yang mencerminkan kreativitas yang perlu juga
dipupuk sehingga seseorang dapat dikatakan sebagai individu

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 11


kreatif apabila memenuhí kemampuan berpikir kreatif dan bersikap
kreatif.

C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kreativitas
Kreativitas seseorang dipengaruhi tidak hanya oleh faktor-
faktor dari dalam dirinya (internal) berupa keinginan dan hasrat
untuk mencipta dan bersibuk diri secara kreatif, tetapi juga faktor
dari luar individu (eksternal) itu sendiri, karena kreativitas adalah
hasil proses interaksi antara individu dan lingkungannya.
Kreativitas siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan
belajar yang diciptakan oleh guru di dalam kelas, bagaimana guru
bersikap dan berperilaku terhadap siswa akan berpengaruh terhadap
pengembangan kreativitas siswa. Semiawan (1995) mengungkapkan
bahwa yang harus dilakukan guru di dalam kelas agar kreativitas
berkembang adalah bersikap terbuka terhadap minat dan gagasan
siswa, memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan dan
mengembangkan ide atau gagasan kreatif, menciptakan suasana
yang hangat dan mendukung, memberi keamanan untuk berpikir
menyelidiki (eksploratif, memberikan kesempatan kepada siswa
mengambil keputusan, untuk berperan serta dan mengusahakan
semua anak terlibat dalam pemecahan masalah dan memberikan
dukungan pada gagasan dan rencana pemecahan masalah oleh
siswa.

12 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


Kreativitas guru berhubungan dengan cara-cara guru mengajar
secara kreatif kepada siswa didiknya, yaitu guru yang mampu
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi pengembangan
kreativitas, guru yang mampu menerapkan teknik pembelajaran
yang merangsang pemikiran kreatif dengan memadukan
perkembangan kognitif dan afektif siswa, dan guru yang memiliki
ciri-ciri kemampuan berpikir dan bersikap kreatif dari kreativitas.
Faktor individu yang mendukung berkembangnya kreativitas
adalah keterbukaan terhadap pengalaman di sekitarnya, kemampuan
untuk mengevaluasi hasil yang diciptakan dan kemampuan untuk
menggunakan elemen dan konsep yang ada. Hal yang membedakan
kreativitas antara individu dengan individu yang lain adalah
perbedaan aspek internal individu dan aspek ekstemalnya.
Sprinthall (1974) (dalam Zulkarnain, 2006) mengatakan
bahwa di samping faktor lingkungan yang mampu menerima dan
mendorong individu untuk selalu mencoba altematif dani apa yang
selama ini telah diketahui, maka indvidu kreatif juga atuntut untuk
memiliki pengetahuan dan kemampuan mengolah segala apa yang
telah dimilikinya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukannya.
Kemampuan menguasai pengetahuan sangat ditentukan oleh
kemampuan inteligensi.
Aspek eksternal (lingkungan) yang memungkinkan
berkembangnya kreativitas adalah lingkungan kebudayaan yang
mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Kreativitas

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 13


muncul dari kualitas dan keunikan individu yang memungkinkan
terciptanya hal-hal yang baru. Faktor lingkungan yang terpenting
adalah lingkungan yang memberikan dukungan dan kebebasan
bagi individu.
Timbul dan berkembangnya kreativitas menjadi suatu kreasi
tidak lepas dari kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat
individu tinggal. Senada dengan pendapat tersebut, Munandar
(1992) mengatakan bahwa kebudayaan yang memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan kreativitas adalah kebudayaan
yang menghargai kreativitas. Pada kebudayaan yang menghargai
kreativitas akan muncul individu-individu yang kreatif. Sebagai
misal, bila lembaga pendidikan formal menghargai kreativitas, maka
berkembanglah kreativitas dalam diri anak didik Sebaliknya, bila
guru sebagai ujung tombak lembaga pendidikan tidak menghargai
kreativitas, maka kreativitas yang secara potensial ada dalam diri
setiap anak akhimya menjadi layu. Munandar (1992) menjelaskan
jika ternyata ciri-ciri yang diinginkan oleh guru (juga orangtua)
berkembang dalam diri anak didik kurang mencerminkan
kepribadian kreatif. Anak yang baik, yang diharapkan oleh guru
adalah anak didik yang sopan, rajin, sehat, dan patuh sehingga,
apabila disimpulkan dari penjabaran di atas, maka faktor yang
mempengaruhi kreativitas bisa berasal dari internal maupun
ekstemal.

14 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


Dan segi intemal berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta
atau bersibuk diri secara kreatif. Selain itu, individu juga harus
memiliki suatu dorongan kuat dalam dirinya untuk mewujudkan
potensi dirinya dalam berkreatif sedangkan faktor ekstemal dari
pengembangan kreativitas berupa terbentuknya suatu lingkungan
kebudayaan yang tidak hanya mengandung keamanan dan
kebebasan psikologis tetapi juga suatu lingkungan yang dapat
menghargai kreativitas, dan kreativitas dari seorang guru.

D. Mengukur Kreativitas
Untuk mengukur kreativitas, di Indonesia telah ada suatu tes
kreativitas yaitu tes kreativitas verbal dan skala sikap kreatif. Tujuan
utama tes kreativitas adalah untuk mengidentifikasi bakat kreatif
anak. Tes untuk mengukur kreativitas, meliputi ciri kognitif dari
kreativitas dan skala sikap kreatif meliputi ciri afektif dari kreativitas.
Tes kreativitas pertama yang dikonstruksi di Indonesia pada
tahun 1977 adalah Tes Kreativitas Verbal (mengukur kemampuan
berpikir divergen) yang dikonstruksi oleh Munandar (2002).

1. Tes Kreativitas Verbal


Tes ini terdiri dari enam subtes yang semuanya mengukur
dimensi operasi berpikir divergen. Keenam subtes dari Tes
Kreativitas Verbal adalah Permulaan kata, Menyusun kata,
Membentuk kalimat tiga kata, Sifat-sifat yang sama, Macam-macam
penggunaan, dan Sebab-Akibat.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 15


a. Permulaan Kata
Pada subtes ini, subjek harus memikirkan sebanyak mungkin
kata yang mulai dengan susunan huruf tertentu sebagai
rangsangan. Tes ini mengukur kelancaran dengan kata,
yaitu kemampuan untuk menemukan kata yang memenuhi
persyaratan struktural tertentu. Selain itu juga, kelancaran
kata merupakan kemampuan untuk menghasilkan kata-kata
dari satu huruf atau kombinasi huruf-huruf contoh: siswa
diminta untuk meneruskan stimulus “Sa...” maka diharapkan
siswa memberi respon: “saja, sakit, sandiwara, sabar, sate,…”
Semakin banyak kata dimulai kata “sa... yang diungkap siswa
semakin tinggi tingkat kelancaran berpikimya.
b. Menyusun Kata
Pada subtes ini, subjek harus menyusun sebanyak mungkin
kata dengan menggunakan huruf-huruf dari satu kata yang
diberikan sebagai stimulus. Seperti tes Permulaan Kata, tes
ini mengukur kelancaran kata, tetapi tes ini juga menuntut
kemampuan dalam terorganisasi persepsi; contoh: siswa
diminta membuat kata dengan menggunakan huruf dalam
kata kotabaru. Maka, siswa akan memberi respon: “bata, batu,
buta, rata, ratu, buat, baut, dan seterusnya....
c. Membentuk Kalimat Tiga Kata
Pada subtes ini, subjek harus menyusun kalimat yang terdiri
dari tiga kata, huruf pertama untuk setiap kata diberikan

16 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


sebagai rangsang, akan tetapi urutan dalam penggunaan ketiga
huruf tersebut boleh berbeda-beda, menurut kehendak subjek
contoh: dalam suatu tugas, anak-anak diminta menyusun
kalimat sebanyak mungkin yang terdiri dari tiga kata, di mana
huruf pertama dan kata tersebut diberikan, misainya a-m-p.
Seperti Ani makan pisang, Parmi asyik menari (urutan huruf-
huruf boleh diubah), Maukah Anto pergi?
Ada anak yang dalam jawabannya hanya menyebut kata-kata
yang memang masing-masing mulai dengan huruf tersebut,
tetapi secara keseluruhan tidak membentuk kalimat yang
berarti seperti akal, mandi, palu. Jawaban ini tidak sesuai
dengan tuntutan persoalannya. Anak yang kreatif tidak akan
menjawab pertanyaan dengan jawaban seperti ini karena
mereka memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan tiap-
tiap kata.
d. Sifat-sifat yang sama
Pada subtes ini, subjek harus menemukan sebanyak mungkin
objek yang semuanya memiliki dua sifat yang ditentukan. Tes
ini merupakan ukuran dari kelancaran dalam memberikan
gagasan, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan yang
memenuhi persyaratan tertentu dalam waktu yang terbatas
contoh: siswa diminta menyebutkan nama-nama benda yang
memiliki sifat merah dan cair, maka jawabannya adalah darah,
sirup mawar, sop tomat, cat merah, tinta merah, dan seterusnya.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 17


e. Macam-macam Penggunaan
Pada subtes ini, subjek harus memikirkan sebanyak mungkin
penggunaan yang tidak lazim (tidak biasa) dari benda sehari-
hari. Tes ini merupakan ukuran dari kelenturan dalam berpikir,
karena dalam tes ini, subjek harus dapat melepaskan diri dari
kebiasaan melihat benda sebagai alat untuk melakukan hal
tertentu saja. Recuali mengukur kelenturan dalam berpikir,
tes ini juga mengukur orisinalitas dalam berpikir. Orisinalitas
ditentukan secara statistik dengan melihat kelangkaan jawaban
itu diberikan (Munandar, 2002). Contoh: tes ini meminta
anak-anak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
“Sapu ijuk digunakan untuk apa saja?” Jawaban yang diberikan
anak-anak untuk “sapu ijuk” antara lain: untuk memukul
ayam, untuk main kuda-kudaan, ijuknya dapat dipakai untuk
membuat rambut boneka, untuk menyumbat lubang, untuk
menyaring air, atau untuk membuat hiasan. Jawaban-jawaban
ini menunjukkan variasi. Akan tetapi, jika jawaban yang
diberikan berupa untuk menyapu, maka jawaban tersebut
walaupun banyak tidak menunjukkan variasi, karena jawaban
menyangkut kegunaan sapu ijuk untuk menyapu. Hal yang
sudah biasa terjadi.
f. Sebab-Akibat
Pada subtes ini, subjek harus memikirkan segala sesuatu
yang mungkin terjadi dari suatu kejadian hipotesis yang

18 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


telah ditentukan sebagai stimulus. Kejadian atau peristiwa
itu sebetulnya tidak mungkin tejadi di Indonesia, akan tetapi
dalam hal ini subjek harus mengumpamakan, andaikata hal itu
terjadi di sini, dan akibatnya.
Tes ini merupakan ukuran dai kelancaran dalam memberikan
gagasan digabung dengan “elaborasi”, diartikan sebagai kemampuan
untuk dapat mengembangkan suatu gagasan, memperincinya,
dengan mempertimbangkan macam-macam implikasi (Munandar,
2002). Tes ini meminta anak untuk mengantisipasi (membayangkan,
meramalkan) kemungkinan-kemungkinan akibat dari suatu
keadaan yang belum permah terjadi di sini. Contoh: “Apa akibatnya
jika di Indonesia ada musim dingin, sehingga salju turun dan
air dapat menjadi beku?” Kalau anak-anak lain mungkin hanya
mengatakan “Orang-orang akan kedinginan”. Anak yang memiliki
kemampuan mengelaborasi akan menjawab: Orang-orang akan
kedinginan, terutama yang miskin dan gelandangan, karena mereka
tidak punya pakaian yang hangat, juga tidak punya rumah, di dalam
rumah itu tidak ada alat pemanas seperti yang ada di bungalow-
bungalow di Puncak.

2. Skala Sikap Kreatif


Berdasarkan pertimbangan bahwa perilaku kreatif tidak
hanya memerlukan kemampuan berpikir kreatif (kognitif), tetapi
juga sikap kreatif (afektif). Sikap kreatif diadaptasi dari Schaefer
(dalam Munandar, 1977) sebagai berikut, keterbukaan terhadap

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 19


pengalaman baru, kelenturan dalam sikap, kebebasan dalam
ungkapan diri, menghargai fantasi, minat tehadap kegiatan kreatif,
kepercayaan tehadap gagasan sendiri, serta kemandirian dalam
memberikan pertimbangan (Munandar, 2002). Skala ni disusun
untuk siswa SD dan SMP serta memerlukan 10-15 menit untuk
diisi, setiap pernyataan dijawab dengan ‘ya’ atau “tidak.
Kedua tes ini akan diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi karena siswa tersebut banyak memberikan jawaban secara
rinci dan fleksibel, sedangkan siswa yang daya kreatifnya rendah
akan memberikan jawaban yang kurang rinci dan tentunya juga
tidak fleksibel.

E. Pengembangan Kreativitas
Pengembangan kreativitas adalah serangkaian unsur yang
membantu siswa untuk berkembang kreativitasnya sehingga siswa
menghasilkan suatu kreasi dari kegiatan-kegiatan yang disajikan
oleh guru dalam pembelajaran. Secara eksplisit dinyatakan pada
setiap tahap perkembangan anak dan jenjang pendidikan, mulai
dari pra-sekolah sampai di perguruan tinggi, bahwa kreativitas
perlu dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan, di samping
mengembangkan kecerdasan dan ciri-ciri lain yang menunjang
pembangunan.
Alasan kreativitas penting dipupuk dan dikembangkan dalam
diri anak, yaitu pertama, karena dengan berkreasi orang dapat
mewujudkan dirinya, dan perwujudan diri termasuk salah satu

20 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


kebutuhan pokok dalam hidup manusia; kedua, kreativitas atau
berpikir kreatif, sebagai kemarmpuan untuk melihat bermacam-
macam kemungkinan penyelesaian terhadap Buatu masalah,
merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini kurang mendapat
perhatian dalam pendidikan formal; ketiga, bersibuk diri secara
kreatif tidak hanya bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan
kepada individu; serta keempat, kreativitaslah yang memungkinkan
manusia meningkatkan kualitas hidupnya (Munandar, 1992).
Dasar pertimbangan untuk mengembangkan kreativitas,
yaitu adanya kesenjangan antara kebutuhan akan kreativitas dan
perwujudannya di dalam masyarakat, dan dalam pendidikan
di sekolah; pendidikan di sekolah lebih berorientasi pada
pengembangan kecerdasan (inteligensi) daripada pengembangan
kreativitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai
keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup; pendidik (guru dan
orangtua) masih kurang memahami arti kreativitas yang meliputi
ciri kognitif dan afektif dari kreativitas dan cara mengembangkannya
pada anak dalam tiga lingkungan pendidikan: di rumah, di sekolah,
dan di dalam masyarakat (Munandar, 2002).
Beberapa masalah yang dihadapi dalam upaya pengembangan
kreativitas di sekolah antara lain disebabkan para pendidik
masih banyak yang belum memahami arti kreativitas dan cara
strategi pengembangannya di lingkungan sekolah; keadaan dan
suasana lingkungan sekolah cenderung kurang kondusif untuk

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 21


berkembangnya kreativitas misalnya berbeda pandangan antara
peserta didik dengan para pendidik masih dianggap tabu dan
pendidik masih merupakan sumber belajar utama dan tidak dapat
disalahkan; tuntutan pengembangan kreativitas dengan sistem
penilaian/ujian yang berlaku kurang sesuai (Depdiknas, 2002).
Menurut Munandar (2004), konsep dan pengembangan
kreativitas dapat dilakukan dengan bertitik tolak pada apa yang
dinamakan pendekatan 4P, yaitu pribadi, pendorong, proses, dan
produk. Aspek pribadi menekankan pada pemahaman anak adalah
pribadi yang unik. Oleh karenanya, pendidik haruslah menghargai
bakat dan minat yang khas dari setiap anak. Itu berarti, anak periu
diberi kesempatan dan kebebasan mewujudkannya. Kreativitas
juga dapat ditinjau dari aspek pendorong, yakni suatu kondisi yang
memungkinkan anak berperilaku kreatif sedangkan kreativitas
sebagai proses lebih menekankan pada pemahaman kemampuan
anak menciptakan sesuatu yang baru, paling tidak menemukan
hubungan-hubungan jawaban antarberbagai unsur. Ketiga aspek
inilah akhinya yang menentukan kualitas produk kreativitas.

F. Pendekatan Pengembangan Kreativitas


Sehubungan dengan pengembangan kreativitas siswa, perlu
ditinjau empat pendekatan dari pengembangan kreativitas yaitu
pendekatan pribadi kreatif, pendekatan pendorong kreatif,
pendekatan proses kreatif dan pendekatan produk kreatif
(Munandar, 2004). 1)

22 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


1. Pendekatan Pribadi Kreatif
Ditinjau dari segi pribadi, kreativitas dapat diartikan sebagai
adanya ciri-ciri sifat kreatif pada pribadi tertentu, Orang yang
disebut pribadi kreatif memiliki dua kelompok ciri khusus, yaitu
bakat kreatif dan sikap kreatif. Bakat kreatif berupa kemampuan
berpikir kreatif yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir,
elaborasi, orisinalitas dan evaluasi. Sikap kreatif antara lain rasa
ingin tahu, imajinatif, tertantang oleh kemajenukan, sikap berani
mengambil resiko, dan sikap menghargai. Oleh karena itu, bila
ingin siswa menjadi seorang yang kreatif, perlu dirangsang sikap
kreatif pada mereka (Munandar, 1992).
Teori humanistik mengungkapkan tiga kondisi internal
dari pribadi yang kreatif adalah pertama, keterbukaan terhadap
pengalaman; kedua, kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan
patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation). Dasar
penilaian dari produk-produk ciptaannya terutama ditentukan
oleh diri sendiri, walaupun tidak tertutup untuk pendapat atau
kritik orang lain; ketiga, kemampuan untuk bereksperimen, untuk
“bermain dengan konsep-konsep. Kemampuan untuk membentuk
kombinasi-kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya
(Nashori & Mucharam, 2002).
Ciri-ciri kepribadian kreatif dari sudut pandang yang berbeda
yaitu (1), pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang
memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 23


penuh, tetapi mereka juga bisa tenang dan rileks, bergantung pada
situasinya; (2) orang kreatif dapat bersikap rendah diri dan bangga
akan karyanya; (3) kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat
bila menyangkut karya mereka, tetapi juga sangat objektif dalam
penilaian karyanya; (4) sikap keterbukaan dan sensitivitas orang
kreatif sering membuatnya menderita jka mendapat banyak kritik
dan serangan terhadap hasil jerih payahnya, namun di saat yang
sama ia juga merasakan kegembiraan yang luar biasa. (Munandar,
2002)
Berikut ini adalah peringkat dari 10 ciri-ciri pribadi kreatif yang
diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah sebagai
berikut (1) imajinatif; (2) mempunyai prakarsa (inisiatif); (3)
mempunyai minat luas; (4) mandiri dalam berpikir; (5) rasa ingin
tahu; (6) senang berpetualang; (7) penuh energi; (8) percaya diri;
(9) bersedia mengambil resiko; serta (10) berani dalam pendirian
dan keyakinan (Munandar, 2002).
Dari teori-teori yang diungkapkan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pribadi kreatif adalah seseorang yang secara
nyata memiliki bakat kreatif dan sikap kreatif dalam interaksinya
dengan lingkungan dan diharapkan timbul produk kreatif.

2. Pendekatan Dorongan Kreatif


Ditinjau dari segi dorongan, kreativitas dapat diartikan
sebegai perdorong baik berupa internal maupun eksternal. Internal

24 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


diartikan bahwa tenaga pendorong berasal dari diri sendiri
berupa hasrat dan motivasi yang kuat pada individu. Sedangkan
eksternal berarti pendorong tersebut berasal dari luar individu
seperti pengalaman-pengalaman, sikap orang tua yang menghargai
kreativitas anak, tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang
sikap kreatif. Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan
adanya dorongan dalam diri individu berupa keinginan untuk
bersibuk diri secara kreatif dan untuk mewujudkan potensi diri
maupun dorongan dari lingkungan. Untuk itu, bila sudah benar-
benar mengenal potensi pribadi anak, dapat menghargai keunikan
kreativitasnya kemudian ditunjang dengan dorongan eksternal
serta internal dan di lain pihak anak dapat memperoleh kesempatan
bersibuk secara kreatif, maka dengan sendirinya produk-produk
yang berartipun akan muncul.
Di dalam keluarga, sekolah, lingkungan pekerjaan, maupun
dalam masyarakat harus ada penghargaan dan dukungan terhadap
sikap dan perilaku kreatif individu atau kelompok individu. Banyak
orangtua yang kurang menghargai kegiatan kreatif anak mereka,
yang lebih memprioritaskan pencapaian prestasi akademik yang
tinggi dan memperoleh “ranking” tinggi di dalam kelas.
Demikian pula, beberapa guru meskipun menyadari
pentingnya pengembangan kreativitas tetapi dengan kurikulum
yang ketat dan kelas-kelas dengan jumlah murid yang banyak, maka
“tidak ada waktu untuk kreativitas” menjadi lebih dikedepankan.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 25


Padahal kesibukan kreatif memperkaya hidup anak dan tidak
sampai merugikan prestasi akademik; justru sebaliknya, karena
anak merasa senang dan puas bahwa bakat dan minatnya dapat
dikembangkan ia menjadi lebih semangat untuk belajar.
Aspek eksternal yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya kreativitas adalah lingkungan kebudayaan
yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Faktor
lingkungan yang terpenting adalah lingkungan yang memberikan
dukungan atas kebebasan bagi individu. Rogers mengemukakan
kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif, yaitu
penciptaan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis
(Munandar, 2002). Keamanan psikologis yaitu: menerima individu
sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasannya,
mengusahakan suasana yang di dalamnya evaluasi eksternal tidak
ada, dan memberikan pengertian secara empatis (dapat ikut
menghayati) serta kebebasan psikologis, jika orang tua atau guru
mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak untuk bebas
mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaan-
perasaannya, permissiveness ini memberikan pada anak kebebasan
dalam berpikir atau merasa sesuai dengan apa yang ada dalam
pikirannya (Munandar, 2004).
Penciptaan kondisi keamanan psikologis dan kebebasan
psikologis dimaksudkan agar anak merasa aman dan bebas atau
tidak merasakan adanya suatu keterpaksaan atau tekanan dari

26 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


pihak manapun pada saat ia sedang berkreatif. Hal ini nantinya
dapat membuat ia mengekspresikan diri yang sebenarnya secara
simbolis pikiran atau perasaannya sehingga dapat tertuang dalam
sebuah kreasi. Misalnya: seseorang remaja yang jengkel pada
ayahnya tidak dapat menunjukkan perasaan jengkel ini dengan
memukul ayahnya. Tetapi, ia dapat mengungkapkan perasaan-
perasaannya seperti dalam buku harian, dalam gambar atau lukisan,
atau ia dapat menyatakan emosinya yang meluap dengan bermain
musik. Ini merupakan ekspresi simbolis dari keadaan dirinya yang
menimbulkan rasa lega dan bahkan dapat menimbulkan karya-
karya kreatif.
Dalam pendidikan formal, kemampuan-kemampuan
mental yang dilatih umumnya berpusat pada pemahaman bahan
pengetahuan, ingatan dan pendekatan logis. Di sekolah, siswa
biasanya dituntut untuk menerima apa yang dianggap penting
oleh guru, dan menghafalnya. Keberhasilan dalam pendidikan
sering hanya dinilai dari sejauh mana siswa mampu mereproduksi
bahan pengetahuan yang diberikan. la dihadapkan pada soal-soal
yang harus ia pecahkan dengan menemukan satu-satunya jawaban
yang benar, seringkali ia dituntut pula untuk memecahkan soal-
soal tersebut hanya dengan satu cara. Cara-cara lain, walaupun
menuju pada jawaban yag sama, sering tidak diperbolehkan oleh
guru. Dapatlah dipahami bahwa pendekatan seperti ini justru
menimbulkan kekakuan dalam berpikir dan kesempitan dalam

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 27


meninjau suatu masalah. Dengan demikian, daya pikir kreatif
sebagai kemampuan untuk dapat melihat suatu masalah dari
berbagai sudut tinjau, justru terhambat. Jika anak di sekolah tidak
pernah atau jarang dituntut untuk menjajaki berbagai alternatif
jawaban terhadap suatu persoalan, maka kreativitas akan sulit
berkembang. Oleh karena itu, maka siswa memerlukan penciptaan
kondisi keamanan dan kebebasan psikologis agar kreativitasnya
berkembang.
Jadi, pendorong kreatif adalah sesuatu yang dapat membantu
pribadi kreatif dalam melakukan tindakan kreatif melalui adanya
dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun
dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik). Tindakan kreatif
merupakan suatu perbuatan untuk menghasilkan sesuatu yang baru
atau menemukan metode pemecahan masalah yang baru dengan
mengkombinasikan antara unsur yang ada dan didasari oleh cara
berpikir yang luwes, lancar, orisinal, dan evaluasi.

3. Pendekatan Proses Kreatif


Untuk mengembangkan kreativitas, anak perlu diberi
kesempatan untuk bersibuk diri secara kreatif. Pendidik hendaknya
dapat merangsang anak untuk melibatkan dirinya dalam kegiatan
kreatif, dengan membantu mengusahakan sarana prasarana yang
diperlukan. Pertama-tama yang perlu ialah proses bersibuk diri
secara kreatif tanpa perlu selalu atau terlalu cepat menuntut

28 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


dihasilkannya produk-produk kreatif. Misalnya: dalam lomnba
lukis, orangtua karena ingin anaknya meniadi pemenang terus
mengawasi upaya anak, memberikan instruksi atau contoh, sehingga
mengurangi spontanitas dan kegembiraan anak untuk berkreasi.
Produk yang kreatif akan muncul dengan sendirinya dalam
iklim yang menunjang, menerima dan menghargai anak. Perlu
pula diingat bahwa kurikulum sekolah yang terlalu padat sehingga
tidak ada peluang untuk kegiatan kreatif, dan jenis penugasan
atau pekerjaan yang monoton, tidak menunjang pengembangan
kreativitas siswa. Hendaknya orangtua dan guru menyadari bahwa
waktu luang seyogianya digunakan untuk melakukan kegiatan
yang diminati anak, dan tidak belajar semata-mata atau melakukan
kegiatan yang pasif.
Proses kreatif meliputi empat tahap, yaitu: 1) persiapan; 2)
inkubasi; 3) iluminasi; dan 4) verifikasi (Munandar, 2004). Tahap
pertama yaitu tahap persiapan merupakan tahap yang digunakan
oleh guru untuk memperkenalkan proses pemecahan masalah
kepada siswa dengan menggunakan materi yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari. Misalnya siswa diminta untuk mendaftar
proyek yang ingin mereka kejakan bersama kelompok dan atau
mendaftar masalah di dalam kelas yang mereka rasakan perlu
dipecahkan.
Pada tahap persiapan, seseorang mempersiapkan diri untuk
memecahkan masalah dengan belaiar berpikir, mencari jawaban,

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 29


bertanya kepada orang, dan sebagainya (Munandar, 2004). Pada
tahap ini, ide itu datang dan timbul dari berbagai kemungkinan.
Namun, biasanya ide itu berlangsung dengan hadirnya suatu
keterampilan, keahlian, atau ilmu pengetahuan tertentu sebagai
latar belakang atau sumber dari mana ide itu lahir. (Semiawan dkk.,
2002) Persiapan meliputi persiapan jangka panjang dan jangka
pendek. Persiapan jangka panjang berlangsung sepanjang hidup
seseorang, sejak masih kecil sampai saat ia menggunakannya. Yang
berperan di sini adalah segala informasi yang diperolehnya, baik
di rumah maupun di sekolah. Pendeknya, segala sesuatu yang
dipelajarinya baik secara formal maupun informal. Persiapan
jangka pendek adalah saat seseorang mempelajari masalah yang
dihadapinya dari berbagai sudut (Salim, 2004).
Tahap inkubasi adalah tahap di mana individu seakan-akan
melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam
arti bahwa ia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi
“mengeramnya” dalam alam bawah sadar. Tahap ini penting arlirya
dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik awal dalam
proses timbulnya kreativitas. (Munandar, 2004)
Tahap iluminasi ialah tahan timbulnya “insight” atau “Aha-
Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta
proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti
munculnya inspirasi atau gagasan baru. Contohnya siswa diminta
mengemukakan pertanyaan kreatif dari masalah yang mereka

30 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


temukan atau dari informasi faktual yang diperdoleh. Ide, gagasan,
dan hasil pemikiran berharga seorang pribadi kreatif muncul pada
tahap ketiga ini. (Munandar, 2004)
Tahap verifikasi atau tahap evaluasi ialah tahap di mana ide atau
kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Di sini diperlukan
pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan lain, proses
divergensi (pemikiran kreatif) harus dikuti oleh proses konvergensi
(pemikiran kritis) (Munandar, 2004). Jadi, pendekatan tahapan
proses kreatif adalah suatu proses bersibuk diri secara kreatif yang
meliputi empat tahap, yaitu: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan
verifikasi. Tahapan ini merupakan suatu tahapan proses di mana
siswa mulai diarahkan untuk mengeluarkan segala potensi kreatif
yang dimiliki dengan cara yang sistematis.

4. Pendekatan Produk Kreatif


Pada pribadi kreatif, jika memiliki pribadi dan lingkungan
yang menunjang, atau lingkungan yang memberi kesempatan atau
peluang untuk bersibuk diri secara kreatif, maka diprediksikan
bahwa produk kreativitasnya akan muncul. Hendaknya pendidik
menghargai produk kreativitas siswa dan mengkomunikasikannya
kepada yang lain, misalnya dengan mempertunjukkan atau
memamerkan hasil karya siswa. Ini akan lebih menggugah minat
siswa untuk berkreasi.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 31


Istilah produk di sini tidak terbatas pada produk komersial,
tetapi meliputi keragaman dari benda atau gagasan. Menurut
Besemer dan Treffinger (1981) seperti dikutip oleh Munandar (2002)
menyarankan bahwa produk kreatif dapat digolongkan menjadi tiga
kategori, yaitu (1) kebaruan, adalah sejauh mana produk itu baru,
dalam hal teknik baru, bahan baru, atau konsep baru yang terlibat;
(2) pemecahan, menyangkut sejauh mana produk itu memenuhi
kebutuhan untuk mengatasi situasi bermasalah; (3) elaborasi
dan sintesis. Dimensi ini merujuk pada sejauh mana produk itu
menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama atau serupa menjadi
keseluruhan yang canggih dan koheren (Munandar, 2002).
Ketiga hal di atas, penekanannya bahwa produk kreatif tersebut
merupakan produk yang baru dan asli. Kemudian produk tersebut
merupakan jawaban atas suatu masalah yang sedang dihadapi,
dapat memenuhi kebutuhan dari suatu situasi, harus logis yaitu
dengan mengikuti aturan yang ditentukan, serta dapat diterapkan
secara praktis. Hal ini merujuk pada derajat sejauh mana produk itu
menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama atau serupa menjadi
keseluruhan yang canggih dan koheren.
Batasan produk kreatif melihat pada tiga kategori jika
diterapkan secara ketat, maka kebanyakan karya seni tidak
memenuhi persyaratan ini. Dilihat dari dimensi kebaruan, jika
diterapkan pada anak, kemungkinan besar tidak ada karya anak
yang dapat dinilai kreatif. Kebanyakan pakar sependapat bahwa

32 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


“kebaruan” harus dipertimbangkan dan sudut pengalaman si
pencipta. Sebagai contoh, lukisan anak jika dinilai dengan kriteria
orang dewasa, mungkin tidak termasuk kreatif, karena sudah
pernah dibuat sebelumnya oleh anak lain. Namun, ditinjau dan
tingkat perkembangan anak, misalnya ia baru usia prasekolah,
dan baginya karya itu baru, misalnya ia belum pernah membuat
sebelumnya dan lukisannya itu tidak merupakan tiruan dari contoh,
maka produk anak itu dapat dikatakan termasuk kreatif.
Kreativitas merupakan suatu kegiatan yang mendatangkan
hasil yang sifat-sifatnya: pertama, baru atau novel, yang diartikan
sebagai inovatif, tidak ada sebelumnya; kedua, berguna; bermanfaat,
yang diartikan sebagai mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil
yang baik; ketiga, dapat dimengerti yaitu diartikan sebagai hasil
karya yang dicipta atau dibuat dapat dimengerti oleh orang lain.
(Nashori & Mucharam, 2002)
Sementara itu, Feldman berpendapat bahwa produk kreatif
memliki sifat baru. Sifat baru itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(a) produk yang sifatnya baru sama sekali yang sebelumnya belum
ada; (b) produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi
beberapa produk yang sudah ada sebelumnya; (c) suatu produk yang
bersifat baru sebagai hasil pembaruan (inovasi) dan pengembangan
dari hal yang sudah ada. (Nashori & Mucharam, 2002)
Dengan demikian, produk kreatif adalah suatu ide, konsep,
benda, dan gagasan yang dihasilkan oleh pribadi kreatif dengan ciri-

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 33


ciri yaitu baru - yang sebelumnya belum ada dan atau kombinasi
beberapa produk yang sudah ada sebelumnya, berguna dan atau
bermanfaat, serta dapat dipahami; melalui lingkungan yang
memberi peluang untuk bersibuk diri secara kreatif.
Kreativitas memang dapat dilihat dari pendekatan yang
berbeda (pribadi, proses, pendorong, dan produk), namun
keempat pendekatan tersebut harus tetap saling berhubungan.
Hubungan keempat pendekatan itulah yang akan membentuk
pola pengembangan kreativitas. Pribadi kreatif sebagai faktor
pembawaan yang mempunyai potensi kreatif dalam kehidupan
sehari-hari harus memiliki kemampuan berpikir kreatif (kelancaran
berpikir, keluwesan berpikir, elaborasi, orisinalitas dan evaluasi)
serta kemampuan bersikap kreatif (rasa ingin tahu, bersifat
imajinatif, tertantang oleh kemajemukan, sikap berani mengambil
resiko, dan sikap menghargai).
Lalu dengan adanya dorongan baik secara internal maupun
eksternal, siswa diharapkan dapat melalui suatu proses kreatif pada
saat ia berinteraksi dengan lingkungan. Hasil interaksi pribadi
kreatif dengan lingkungan itulah yang disebut produk kreatif.
Dengan demikian, produk kreatif sebagai ujung dari pengembangan
kreativitas dihasilkan melalui hubungan antara pribadi, pendorong,
dan proses.

34 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


2. Hambatan dalam Pengembangan Kreativitas
Dalam mengembangkan dan mewujudkan potensi kreatifnya,
seseorang dapat mengalami berbagai hambatan yang dapat
merusak bahkan mematikan kreativitasnya. Amabile (1989)
(Nashori & Mucharam, 2002) dalam mengemukakan empat cara
yang mematikan kreativitas, yaitu evaluasi, hadiah, persaingan,
dan lingkungan yang membatasi. Oleh karena itu, hendaknya
guru dan orangtua bertindak secara seimbang. Anak memerlukan
pengendalian sehingga mereka merasa aman dalam lingkungan
yang stabil dan andal, tetapi tidak sedemikan jauh bahwa mereka
merasa seakan-akan apapun yang mereka lakukan adalah karena
diharuskan.
a. Evaluasi
Rogers (dalam Nashori & Mucharam, 2002) menekankan
salah satu syarat untuk memupuk kreativitas ialah bahwa pendidik
tidak memberikan evaluasi, atau paling tidak menunda pemberian
evaluasi sewaktu siswa sedang asyik berkreasi. Bahkan menduga
akan dievaluasi pun dapat mengurangi kreativitas. Oleh karena itu,
hendaknya guru melakukan hal-hal seperti pertama, memberikan
umpan balik yang berarti daripada evaluasi yang abstrak dan tidak
jelas. Kedua, melibatkan siswa dalam menilai pekerjaannya dan
belajar dari kesalahan sendiri. Ketiga, penekanannya hendaknya
terhadap “Apa yang telah kau pelajari?” dan bukan pada “Bagaimana
kau melakukannya?”. (Nashori & Mucharam, 2002)

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 35


Dalam kelas yang menunjang kreativitas, guru menilai
pengetahuan dan kemajuan siswa melalui interaksi yang terus-
menerus dengan siswa. Pekerjaan siswa dikembalikan dengan
banyak catatan dari guru, terutama menampilkan segi-segi yang
baik dan yang kurang baik dari pekerjaan siswa. Secara berkala,
guru memberikan catatan tentang kemajuan siswa untuk orang tua.
Sebelum menulis laporan untuk orang tua, guru memberikan secara
per orangan dengan setiap siswa, dengan tidak hanya memberikan
pendapat guru tetapi juga meminta pandangan siswa. Catatan
tertulis untuk orangtua dan pembicaraan secara lisan, hendaknya
juga melibatkan pandangan siswa.
Sistem ini membuat evaluasi lebih bersifat memberi informasi
daripada mengawasi. Siswa melihat komentar guru tidak sebagai
hadiah atau hukuman untuk mengawasinya, tetapi sebagai
informasi yang berguna bagi belajar dan kinerja siswa. Dengan
demikian. motivasi intrinsik dan kreativitas tidak menurun, tetapi
dapat meningkat.

b. Hadiah
Kebanyakan orang percaya bahwa memberi hadiah akan
memperbaiki atau meningkatkan perilaku tersebut. Ternyata tidak
demikian. Pemberian hadiah dapat merusak motivasi intrinsik dan
mematikan kreativitas. Hadiah dapat diberikan dalam berbagai
bentuk di dalam kelas, tetapi jika siswa merasa bahwa hadiah

36 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


menjadi alasan utama untuk melakukan sesuatu, kreativitas mereka
dapat berkurang.
Hadiah yang terbaik untuk pekerjaan yang baik adalah
yang tidak berupa materi (intangible), seperti senyuman atau
anggukan, kata penghargaan, kesempatan untuk menampilkan dan
mempresentasikan pekerjaan sendiri, dan pekerjaan tambahan. Jika
iklim kelas sedemikian sehingga belajar menank dan menyenangkan,
maka hendaknya berkaitan dengan kegiatannya (misalnya
mendeklamasikan sajak yang dibuat, atau membacakan karangan
yang dibuat di depan kelas dengan baik), sehingga meningkatkan
motivasi intrinsik dan kreativitas. (Nashori & Mucharam, 2002)

c. Persaingan (Kompetisi)
Kompetisi sering terjadi di dalam kelas. Kompetisi lebih
kompleks daripada pemberian evaluasi atau hadiah secara tersendiri,
karena kompetisi meliputi keduanya. Biasanya persaingan terjadi
apabila siswa merasa bahwa pekerjaannya akan dinilai terhadap
pekerjaan siswa lain dan bahwa yang terbaik akan menerima
hadiah, Hal ini dapat mematikan kreativitas.

d. Lingkungan yang Membatasi


Siswa sekolah cenderung mempunyai pengalaman sekolah
yang sangat menekankan pada disiplin dan hafalan semata-mata.
Siswa selalu diberitahu apa yang harus dipelajari, bagaimana

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 37


mempelajarinya, dan pada ujian harus dapat mengulanginya
dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa jika berpikir dan belajar
dipaksakan dalam lingkungan yang membatasi, maka minat dan
motivasi intrinsik siswa dapat rusak.
Untuk merangsang kreativitas tentunya perlu dihindari
hambatan-hambatan tersebut. Oleh karena itu, orang tua, guru,
dan orang dewasa lainnya perlu sangat berhati-hati dengan faktor
penghambat tadi. Tunda pemberian evaluasi pada anak. Biarkan
anak merasa bebas dalam beraktivitas. Jangan membuat anak
berkonsentrasi pada evaluasi serta kehilangan konsentrasi dan
gairahnya pada aktivitas kreatif. Hadiah memang menyenangkan,
tetapi dapat menghilangkan motivasi intrinsik. Oleh karena itu,
perlu sangat hati-hati dalam pemberian hadiah. Jangan sampai arti
dari hadiah ditekankan secara berlebihan sehingga mengalahkan
arti keasyikan berkreasi. Terlalu banyak kegiatan terstruktur dan
kurangnya pilihan pada siswa akan berakibat buruk pada kreativitas.

G. Arah Kreativitas
Beghetto & Kaufman, 2007; Kaufman & Beghetto, 2009
merumuskan kreativitas yang terkait dengan pendidikan 12 tahun
dan diberi nama Model Four-C yang memandang kreativitas sebagai
perkembangan dari kreativitas sehari-hari ke kreativitas kreatif. Hal
ini yang membedakan antara “little-c” (kreativitas sehari-hari) dan
“Big-C” (kreativitas utama).

38 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


Kreativitas memiliki empat arah yaitu Little-c, Big-C, mini-c,
dan Pro-c (Kaufman & Beghetto, 2009). Little-c adalah kreativitas
sehari-hari yang dapat ditemukan di semua orang; Big-C yaitu
kreativitas terkemuka disediakan untuk karya yang hebat; mini-c
adalah kreativitas yang melekat dalam proses pembelajaran;
sedangkan Pro-c adalah untuk orang-orang profesional yang
memiliki keahlian dalam bidang kreatif apapun (Kaufman &
Beghetto, 2009). Konsep mini-c muncul ketika peserta didik
membuat konsep atau metafora baru yang seringkali diabaikan oleh
konsep Little-c sehingga Beghetto & Kaufman (2007) merancang
konsep kreativitas yang melekat dalam proses pembelajaran.
Beghetto & Potter (2016) memfokuskan pada pembelajaran
kreatif yang dihadirkan dalam kegiatan pembelajaran seperti diskusi
kelas, di mana peserta didik dapat mengembangkan dan berbagi
pemahaman baru mengenai materi pelajaran. Menemukan model
yang menggambarkan pembelajaran kreatif yang mungkin terjadi
dalam konteks kegiatan pembelajaran formal yang ditemukan di
kelas 12 (Beghetto & Potter, 2016): peserta didik diberikan stimulus
belajar yang berbeda secara optimal; peserta didik diberikan
stimulus belajar yang menggabungkannya dengan pemahaman
yang telah ada; serta peserta didik memaknai kombinasi stimulus
belajar dengan pengetahuan baru

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 39


H. Karakteristik Guru yang Kreatif
Untuk menciptakan proses belajar yang menumbuhkan dan
melatih kemampuan berpikir kreatif di kelas, komponen seperti
guru, suasana kelas, manajemen kelas, kepemimpinan guru
memiliki pengaruh terhadap kreativitas dan peningkatan akademik
peserta didik. Guru yang terlatih tentunya memiliki dampak yang
cukup signifikan di dalam diri peserta didik. Guru agar dapat
menumbuhkan kreativitas peserta didik dengan berperilaku seperti
mengajukan pertanyaan terbuka, menerima semua jawaban yang
diberikan peserta didik, menghadirkan perilaku berpikir kreatif,
serta selalu menghargai peserta didik yang memberikan jawaban tak
terduga (Ravari & Salari, 2015). Dengan melatih peserta didik untuk
menerima pemikiran baru, melakukan penilaian diri secara teratur,
menjelaskan gagasan untuk teman sekelas, menghormati peserta
didik yang mengajukan pertanyaan tak terduga, serta menghargai
kegiatan pembelajaran dapat menimbulkan tumbuhnya pemikiran
kreatif peserta didik. Interaksi antara guru dan peserta didik sangat
mungkin terjadi untuk mempercepat suasana kreativitas di kelas.
Di kelas kreatif, lebih menekankan pada proses berpikir
dibandingkan ingatan. Guru menyeimbangkan antara kenyamanan
peserta didik secara mental untuk bertanya maupun mengungkapkan
pendapat dan kebebasan sehingga peserta didik berani dalam
mencoba. Guru bertindak sebagai direktur dan fasilitator. Sementara
di kelas non-kreatif, peran guru dominan, sangat memperhatikan

40 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


waktu, tidak sensitif terhadap kebutuhan emosional peserta didik
dan terpaku dengan pemberian informasi. Selain itu, kelas non-
kreatif mengacu pada buku pegangan yang mempelajari topik
tertentu serta lebih sedikit kesempatan yang disediakan bagi peserta
didik untuk menguji apa yang telah dipelajari dengan waktu yang
cukup. dan pemikiran kritis dan kreatif.
Dalam era teknologi informasi berbasis pengetahuan, guru
ditantang dalam memberikan pengetahuan dan menanamkan
nilai-nilai secara formal dan informal, individu dan sosial, tatap
muka maupun elektronik. Para guru diharapkan terbuka dalam
menerima keragaman dan keunikan anak-anak dari semua latar
belakang, untuk mengembangkan bakat serta menggali potensi
dalam situasi yang aman dan lingkungan sosiokultural beragam
(Tan, 2007).
Dalam konteks pendidikan ada beberapa hal yang menjadi
perhatian:
a. Setiap inidvidu berpotensi menjadi kreatif
b. Kreativitas dapat dipupuk ketika komponen prasyarat (misal,
motivasi, kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan) ada
dalam diri individu, didukung oleh lingkungan interpersonal
dan sosial-budaya
c. Guru harus merasa kompeten di bidang spesialisasi (mis.,
materi pelajaran) dan pedagogi (misal, perencanaan pelajaran,
memilih model pengajaran yang sesuai dan mengelola

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 41


perilaku). Guru sebaiknya memiliki pengetahuan dan
kompetensi yang memadai untuk mengajar secara efektif serta
berlatih untuk mengembangkan siswa secara holistik. Selain
itu, mereka harus termotivasi untuk mengintegrasikan strategi
dan teknik kreatif ke dalam mengajar, menumbuhkan perilaku
menumbuhkan kreativitas, dan memelihara kreativitas di
antara siswa (Tan, 2007).

42 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


DAFTAR PUSTAKA

Beghetto, R. A., & Kaufman, J. C. (2007). Toward a Broader


Conception of Creativity : A Case for “ mini-c ” Creativity.
Psychology of Aesthetics, Creativity, and the Arts, 1(2), 73–
79. https://doi.org/10.1037/1931-3896.1.2.73
Beghetto, R. A., & Potter, H. B. (2016). Creative Learning:
A Fresh Look. Journal of Cognitive Education and
Psychology, 15(1), 1–18. Retrieved from https://static1.
squarespace.com/static/52d6f16be4b0770a479dfb9c/
t/568fcec057eb8d347f143716/1452265152469/
Beghetto%28JCEP_2016%2C+uncorrected+proof%29.
pdf
Daud, A. M., Omar, J., Turiman, P., & Osman, K. (2012).
Creativity in Science Education. In Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 59, 467–474. Elsevier. https://doi.
org/10.1016/j.sbspro.2012.09.302
Dettmer, P. (2005). New Blooms in Established Fields : Four
Domains of Learning and Doing. Roeper Review, 28(2),
70–78. https://doi.org/10.1080/02783190609554341
Gomez, J. G. (2007). What Do We Know About
Creativity? The Journal of Effective Teaching, 7(1), 31–
43. Retrieved from https://pdfs.semanticscholar.
org/3ad5/30c1138e10eb674e456c3ec4ed52cb0a209c.pdf

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 43


Haryati, Ismatoyo, & Triyono. (2003). Peningkatan
pembelajaran kerajinan tangan dan kesenian dengan
pendekatan kreativitas di kelas III SDN 2 Borokulon
Purworejo. Laporan Penelitian tidak diterbitkan. Semarang:
Lembaga Penelitian Universitas Terbuka.
Kaufman, J. C., & Beghetto, R. A. (2009). Beyond Big and
Little : The Four C Model of Creativity. Review of General
Psychology, 13(1), 1–12. https://doi.org/10.1037/
a0013688
Munandar, S.C. (2002). Kreativitas dan Keberbakatan,
Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Munandar, SC, (1992). Mengembangkan Bakat dan
Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: Grasindo.
Nashori, F. & Mucharam, R.D. (2002). Mengembangkan
Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta:
Menara Kudus.

National Education Association. (2010). Preparing 21st


Century Students for a Global Society An Educator ’ s Guide
to the “ Four Cs”. Retrieved from http://www.nea.org/
assets/docs/A-Guide-to-Four-Cs.pdf
Ravari, H. K., & Salari, P. (2015). Examining the impact of
teacher ’ s creativity on learning motive and students

44 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran


’ improvement. International Academic Journal of Social
Sciences, 2(10), 11–19. Retrieved from http://iaiest.com/
dl/journals/3- IAJ of Social Sciences/v2-i10-oct2015/
paper2.pdf
Sipayung, D. H., & Bunawan, H. (2018). Collaborative
Inquiry For 4C Skills. In 3rd Annual International Seminar
on Transformative Education and Educational Leadership,
200, 440–445. Retrieved from https://www.atlantis-
press.com/proceedings/aisteel-18/55909140
Feldhusen, JF (2002). Creativity: the knowledge base and children.
High Ability Studies, 13, 179–183.
Singgih-Salim, E. (2004). Kreativitas dan Sikap Kreatif dari
Siswa Berbakat Akademik. Akselerasi. Jakarta:PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Swartz, RJ, Fisher, SD & Parks, S (1998). Infusing the Teaching of
Critical and Creative Thinking into Secondary Science: A Lesson
Design Handbook. Pacific Grove, CA: Critical Thinking Press
& Software.
Feldhusen, JF and Goh, BE (1995). Assessing and accessing creativity:
An integrative review of theory, research, and development,
Creativity Research Journal, 8, 231–247.

Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran 45


PROFIL PENULIS

Dr. Ika Lestari, S.Pd., M.Si. Lulus S1 di Program Studi


Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Jakarta tahun 2006, lulus S2 di
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia tahun 2009,
kemudian melanjutkan studi di jenjang S3 pada Program
Studi Teknologi Pendidikan, Pascasarjana, Universitas
Negeri Jakarta tahun 2017. Saat ini, adalah dosen tetap pada Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Jakarta dari tahun 2008 sampai sekarang. Aktif menulis di berbagai
prosiding seminar nasional maupun internasional, menulis buku teks,
maupun artikel jurnal ilmiah yang semuanya bertemakan Belajar dan
Pembelajaran. Selain mengajar, saat ini juga sebagai Evaluator Pembukaan
Program Studi dari Direktorat Kelembagaan, Kemenristekdikti dari tahun
2016 sampai sekarang.

Linda Zakiah, S.Pd, M.Pd. Lulus S1 di Program Studi


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta tahun
2004, lulus S2 di Program Studi Teknologi Pendidikan,
Pascasarjana, Universitas Negeri Jakarta tahun 2014.
Pernah mengajar di Sekolah Menengah Pertama di
Jakarta dari tahun 2005 sampai tahun 2014. Saat ini,
adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta dari tahun 2015
sampai sekarang.

46 Kreativitas dalam Konteks Pembelajaran

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai