Anda di halaman 1dari 34

SISTEM MANAGEMENT KESEHATAN DAN KESELAMATAN

KERJA (K3) DI INSTALASI RADIOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Metodelogi Penelitian ARS

Disusun Oleh:

1) DEVI AFRILIA 19002011


2) HENJELINA PRANSISKA 19002021
3) MUHAMMAD PRATAMA 19002030
4) MUTIA RIZKY HAULINA 19002031
5) PRATIWI MUTIARA Z 19002040
6) RIZKY RAMADHAN 19002050

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK RADIOLOGI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AWAL BROS PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul,

Sistem Management Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) Di Instalasi

Radiologi.

Penyusunan Laporan Kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata

kuliah Metodelogi Penelitian Semester V Prodi DIII Radiologi STIKes Awal Bros

Pekanbaru. Dalam penyusunan Laporan Kasus ini penulis mendapat banyak

dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan laporan

kasus ini. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari

pembaca, guna memperbaiki laporan kasus selanjutnya. Penulis juga berharap

laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca.

Pekanbaru, 05 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)....................................... 3


B. Sistem Management Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ....................... 3
C. Efek dan Penyakit Akibat Radiasi .................................................................. 7
D. Pengaruh Radiasi Terhadap Organ Tubuh Manusia ....................................... 8
E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Radiologi .......................................... 11
F. Upaya Perlindungan Dari Ancaman Radiasi ................................................ 18

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 26


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 26
C. Subyek Penelitian ......................................................................................... 26
D. Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 26
E. Instrument Penelitian .................................................................................... 26
F. Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 27
G. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................ 27

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 28
B. Saran ............................................................................................................. 28

ii
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah bidang yang terkait dengan

kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja disebuah

institusi maupun lokasi proyek (Sinambela,2017). Kesehatan kerja adalah suatu

kondisi yang bebas dari gangguan secara fisik dan psikis yang disebabkan oleh

lingkungan kerja. Resiko kesehatan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor

dalam lingkungan kerja yang melebihi periode waktu yang ditentukan dan

lingkungan yang menimbulkan stress atau gangguan fisik. Sedangkan

Keselamatan Kerja merupakan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan

dan kerusakan atau kerugian ditempat kerja berupa penggunaan mesin,

peralatan, bahan-bahan dan proses pengolahan, lantai tempat bekerja dan

lingkungan kerja, serta metode kerja (Megginson, 2016).

Penggunaan radiasi pengion saat ini telah berkembang pesat dalam

aspek kehidupan, tak terkecuali dalam bidang kesehatan/kedokteran karena

kebutuhan manusia sendiri. Radiasi pengion yang digunakan dalam bidang

kedokteran dapat berupa sinar X, sinar-y, atau radiasi pengion yang lain (Khoiri

M, 2010). Data BAPETEN menyebutkan bahwa sebanyak 24 rumah sakit di

Indonesia memanfaatkan radiasi untuk radiodiagnostik (pemeriksaan) dan

radioterapi (pengobatan). Data statistic lain menunjukkan bahwa sekitar 50%

1
2

keputusan medis harus didasarkan pada diagnosis sinar-x, bahkan untuk

beberapa Negara maju angka tersebut bisa lebih besar (Uthami, 2010).

Radiasi-radiasi ini mempunyai potensi bahaya terhadap manusia yang

tidak dapat diabaikan. Bahaya radiasi pengion ini adalah ketika radiasi pengion

menembus bahan terjadi tumbukan foton dengan atom-atom bahan yang akan

menimbulkan ionisasi. Kejadian inilah yang memungkinkan timbulnya bahaya

terhadap tubuh, baik yang bersifat deterministic, maupun stokastik (Khoiri,

2010). Efek negative nya dapat berupa somatic akut (luka bakar, anemia,

kemandulan, katarak, dsb), efek somatic laun (late somatic effect) seperti kanker

dan leukemia, serta efek genetic. Karena itulah upaya untuk meningkatkan

aspek-aspek keselamatan radiasi ini harus selalu diperhatikan dan diusahakan

(Khoiri, 2010).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian ini akan

memfokuskan untuk meneliti:

1. Bagaimana cara sistem management kesehatan dan keselamatan kerja (K3)

di instalasi radiologi?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis akan membatasi masalah

ini dengan:

1. Menjelaskan tentang cara sistem management kesehatan dan keselamatan

kerja (K3) di instalasi radiologi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Menurut Mangkunegara, kesehatan kerja adalah kondisi yang bebas dari

gangguan fisik, mental emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan

kerja. Sedangkan keselamatan kerja adalah pengawasan terhadap orang, mesin,

material, dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar supaya pekerja

tidak mengalami cidera (Sayuti, 2013).

Menurut Mondy dan Noe, Manajemen Keselamatan kerja meliputi

perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja sedangkan, kesehatan

merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik maupun mental

(Pangabean Mutiara, 2012).

B. Sistem Management Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Pelayanan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja

radiasi. Kegiatan ini selain memberikan manfaat juga dapat menyebabkan

bahaya, baik itu bagi pekerja radiasi, masyarakat umum maupun lingkungan

sekitar. Bahaya ini dapat ditimbulkan oleh pemanfaatan radiasi pengion adalah

timbulnya efek radiasi baik yang bersifat non stokastik maupun efek genetic.

Selain itu pemanfaatan radiasi yang tidak sesuai standar juga dapat

menyebabkan kecelakaan radiasi (Uthami, 2010).

Peraturan pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan

Kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan diatur lagi dengan

3
4

keputusan Kepala BAPETEN No. 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi

Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.

Peraturan ini bertujuan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan

ketentraman, kesehatan para pekerja dan anggota masyarakat, serta

perlindungan terhadap lingkungan hidup (Anizar, 2009).

Radiographer adalah tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi

dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan kegiatan

radiografi, imaging, kedokteran nuklir dan radioterapi di pelayanan kesehatan

dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Secara umum, tugas

dan tanggung jawab radiographer, adalah (Anizar, 2009);

1) Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan

untuk radiodiagnostik dan imaging termasuk kedokteran nuklir dan

ultrasonografi (USG).

2) Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi.

3) Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang

radiologi / radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya.

4) Menjamin akurasi dan keamanan tindakan proteksi radiasi dalam

mengoperasikan peralatan radiologi dan atau sumber radiasi.

5) Melakukan tindakan jaminan mutu peralatan radiografi.

Rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus

mengupayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja

rumah sakit (Kemenkes, 2010; Ristiono dan Nizwardi, 2010). Upaya Kesehatan
dan Keselamatan Kerja harus diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas

kerja yang optimal di semua tempat kerja, khususnya tempat yang mempunyai

risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit. Sejalan dengan itu, maka

rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai potensi

bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan seperti potensi bahaya

radiasi (Kemenkes, 2010).

Salah satu pelayanan medik spesialis penunjang di rumah sakit ialah

radiologi yang menggunakan pesawat sinar X. Pemanfaatan pesawat sinar X

radiologi diagnostik di Indonesia terus berkembang. Radiologi ini

memanfaatkan sinar-X untuk keperluan diagnosis baik radiologi diagnostik

maupun radiologi intervensional (Perka BAPETEN Nomor 8, 2011). Kegiatan

radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi. Sinar-X

merupakan jenis radiasi pengion yang dapat memberikan manfaat (diagnosa)

dengan radiasi suatu penyakit atau kelainan organ tubuh dapat lebih awal dan

lebih teliti dideteksi (Suyatno, 2008).

Untuk memastikan pesawat sinar-X memenuhi persyaratan keselamatan

radiasi dan memberikan informasi diagnosis maka diperlukan uji fungsi atau uji

kesesuaian sebagai bentuk penerapan proteksi radiasi agar dosis yang diterima

serendah mungkin. Kesesuaian ini kesesuaian terhadap peraturan perundangan

keselamatan radiasi dan peraturan pelaksanaannya untuk peralatan pesawat

sinar X (Hastuti, dkk, 2009). Risiko bahaya yang mungkin terjadi pada pekerja

radiasi yaitu efek deterministik dan efek stokastik. Pengaruh sinar-X dapat

5
6

menyebabkan kerusakan haemopoetik (kelainan darah) seperti: anemia,

leukimia, dan leukopeni yaitu menurunnya jumlah leukosit.

Kontribusi terbesar dosis radiasi yang diterima oleh penduduk dunia

adalah dari aplikasi radiasidi bidang medik, dan lebih dari 90% kontribusi ini

berasal dari sinar-X diagnostik. Keselamatan pekerja radiasi tidak terlepas dari

dosis radiasi. Berdasarkan laporan pemantauan dosis pekerja radiasi, pada tahun

2013 nilai dosis tertinggi yang diterima pekerja radiasi di Indonesia sebesar

21,85 mSv, nilai dosis terendah 1,20 mSv, dan rata-rata 1,20 mSv. Pada tahun

2011-2012 nilai minimum dosis yang diterima pekerja radiasi masing-masing

sebesar 1,20 mSv dan nilai maksimum dosis yang diterima masing-masing

sebesar 25,03 mSv dan 23,64 mSv. Sedangkan nilai ratarata dosis yang diterima

secara keseluruhan sebesar 1,20 mSv, nilai ini di bawah NBD (Nilai Batas

Dosis) yang dipersyaratkan yaitu sebesar 20 mSv. Nilai Batas Dosis ialah dosis

terbesar yang diizinkan oleh BAPETEN yang dapat diterima oleh pekerja

radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu dan tanpa

menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga

nuklir (BAPETEN, 2011).

Namun demikian, pada tahun 2013 dari 42.450 pekerja radiasi yang

melakukan analisis masih terdapat pekerja radiasi yang mendapatkan dosis

melebihi NBD (Nilai Batas Dosis) sebanyak 17 pekerja. Hal ini dapat

dibuktikan dengan adanya nilai dosis tertinggi sebesar 21,85 mSv pada pekerja

radiasi. Sedangkan pada tahun 2011 dari 42.430 pekerja radiasi yang melakukan
analisis dan 2012 dari 31.940 pekerja radiasi yang melakukan analisis terdapat

pekerja radiasi yang mendapatkan dosis melebihi NBD masing-masing

sebanyak 34 dan 25 pekerja dengan nilai dosis tertinggi masing-masing 25,03

mSv dan 23,64 mSv. Kejadian tersebut disebabkan karena terdapat pelanggaran

dan kelalaian terhadap prosedur keselamatan kerja yaitu pekerja tidak memakai

TLD (Thermoluminisence Dosemeter) saat bekerja di medan radiasi dan

menempatkan TLD dekat dengan sumber radiasi (BAPETEN, 2011).

Mengingat potensi bahaya radiasi yang besar dalam pemanfaatan sinar

X, faktor keselamatan merupakan hal yang penting sehingga dapat memperkecil

risiko akibat kerja di instalasi radiologi dan dampak radiasi terhadap pekerja

radiasi. Untuk mencegah hal tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan

aspek manajemen keselamatan radiasi dimana keselamatan radiasi merupakan

tindakan yang dilakukan untuk melindungi pasien, pekerja, dan anggota

masyarakat dari bahaya radiasi.

C. Efek dan Penyakit Akibat Radiasi

1) Efek Somatik

Adalah efek radiasi yang dapat langsung dirasakan oleh orang yang

menerima radiasi tersebut.

a. Efek Stokastik

Adalah efek yang peluang timbulnya merupakan fungsi dosis radiasi

dan diperkirakan tidak mengenal dosis ambang.

b. Efek Non Stokastik

7
8

Adalah efek yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis dan

hanya timbul bila dosis ambang dilampaui.

2) Efek Genetik

Efek biologi dari radiasi ionisasi pada generasi yang belum lahir

disebut efek genetic ini timbul karena kerusakan molekul DNA pada sperma

atau ovarium akibat radiasi.

Penyakit akibat radiasi yaitu (Anizar, 2009):

1) Radiodermatitis

Adalah peradangan pada kulit yang terjadi akibat penyinaran local

dengan dosis tinggi.

2) Katarak

Katarak terjadi pada penyinaran mata dengan dosis di atas 1,5 Gy,

dengan massa tenang antara 5-10 tahun.

3) Sterilitas

Sterilitas dapat terjadi karena akibat penyinaran pada kelenjar

kelamin dan efeknya berupa pengurangan kesuburan sampai

kemandulan.

D. Pengaruh Radiasi Terhadap Organ Tubuh Manusia

1. Darah dan Sumsum Tulang Merah

Merupakan komponen seluler darah yang tercepat mengalami

perubahan akibat radiasi. Efek pada jaringan ini berupa penurunan jumlah

sel. Komponen seluler darah yang lain (butir pembeku dan darah merah)
menyusun setelah sel darah putih. Sumsum tulang merah yang mendapat

dosis tidak terlalu tinggi masih dapat memproduksi sel - sel darah merah,

sedang pada dosis yang cukup tinggi akan terjadi kerusakan permanen yang

berakhir dengan kematian (dosis lethal 3 – 5 Sv). Akibat penekanan

aktivitas sumsum tulang maka orang yang terkena radiasi akan menderita

kecenderungan pendarahan dan infeksi, anemia dan kekurangan

Hemoglobin. Efek Stokastik pada penyinaran sumsum tulang adalah

leukemia dan kanker sel darah merah.

2. Saluran Pencernaan Makanan

Kerusakan pada saluran pencernaan makanan memberikan gejala

mual, muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan makanan serta diare.

kemudian dapat timbul karena dehidrasi akibat muntah dan diare yang

parah. Efek stokastik yang dapat timbul berupa kanker pada epithel saluran

pencernaan.

3. Organ Reproduksi

Efek somatik non stokastok pada organ reproduksi adalah sterilitas,

sedangkan efek genetik (pewarisan) terjadi karena mutasi gen atau

kromosom pada sel kelamin.

4. Sistem Syaraf

Sistem syaraf termasuk tahan radiasi. Kematian karena kerusakan

sistem syaraf terjadi pada dosis puluhan Sievert.

5. Mata

9
10

Lensa mata peka terhadap radiasi. Katarak merupakan efek somatik

non stokastik yang masa tenangnya lama (bisa bertahun-tahun).

6. Kulit

Efek somatik non stokastik pada kulit bervariasi dengan besarnya

dosis, mulai dengan kemerahan sampai luka bakar dan kematian jaringan.

efek somatik stokastik pada kulit adalah kanker kulit.

7. Tulang

Bagian tulang yang peka terhadap radiasi adalah sumsum tulang dan

selaput dalam serta luar pada tulang. kerusakan pada tulang biasanya terjadi

karena penimbunan stontium-90 atau radium-226 dalam tulang. Efek

somatik stokastik berupa kanker pada sel epithel selaput tulang.

8. Kelenjar Gondok

Kelenjar gondok berfungsi mengatur metabolisme umum melalui

hormon Tiroxin yang dihasilkannya. Kelenjar ini relatif tahan terhadap

penyinaran luar namun mudah rusak karena kontaminasi internal oleh

Yodium Radioaktif.

9. Paru-paru

Paru-paru pada umumnya menderita kerusakan akibat penyinaran dari

gas, uap atau partikel dalam bentuk aerosol yang bersifat radioaktif yang

terhirup melalui pernafasan.

10. Hati dan Ginjal

Hati dan Ginjal relatif tahan terhadap radiasi.


E. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Radiologi

Definisi K3 menurut ILO (International Labour Organization) yaitu :

Suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan

fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan,

pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh

kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat

faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam

suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan

psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan

setiap manusia kepada jabatannya.

Bekerja pada bagian radiologi haruslah memperhatikan hal-hal yang

dapat mempengaruhi aspek keselamatan dan kesehatan kerja, hal ini disebabkan

spesifikasinya yang memungkinkan terjadinya kecelakaan apabila peraturan dan

ketelitian tidak menjadi etos kerja. Terdapat beberapa hal penting yang harus

diperhatikan, yaitu:

A. Keselamatan terhadap arus listrik

1) Arde listrik peralatan sinar-x Arde dilakukan dengan menghubungkan

permukaan metal/logam pada pesawat sinar-x ke tanah melalui

konduktor tembaga. Konduktor ini bisa berupa:

a) Satu lempeng tembaga yang ditempelkan ke permukaan metal/logam

dari meja pemeriksaan, tuas penyangga tabung, tranformator dan

11
12

control consoul dan menghu-bungkannya ke tanah. Perhatikan betul

bahwa lempeng logamnya benar-benar menempel.

b) Satu konduktor bumi yang terdapat pada kabel utama dari pesawat

sinar-x bergerak (mobile unit) yang terhubung pada bagian akhir dari

rangkaian pesawat yangmembutuhkan arde dan ujung yang lain pada

konduktor bumi di dalam colokan listrik (pulg socket).

c) Penggunaan kabel pe-nyambung (extention cable) atau adaptor akan

meng-hambat kelancaran kerja dari konduktor bumi dan jangan

digunakan, kecuali jika tidak terdapat alternatif lain. Tetapi, jika

harus menggunakan kabel penyambung harap diingat ukuran dan

besar kabel harus sama dengan kabel utamanya dan kedua ujung

ardenya harus benar-benar tersambung dengan baik.

d) Periksalah secara teratur kabel dan sambungan pada kedua ujung

dengan kondisi seperti di bawah ini:

a. Karet pembungkus kabel. Jika terdapat potongan atau kerusakan

hendaknya segera diperbaiki atau diganti.

b. Sambungan antara ujung kabel dan colokan listrik. Karet

pembungkus kabel hendaknya terlindung di dalam kotak colokan

listrik.

c. Kotak colokan listrik. Jika kotak ini retak atau pecah hendaknya

segera diganti.
d. Ujung arde yang terdapat di dalam colokan listrik hendaknya

terkait dengan baik. Setiap 6 bulan teknisi listrik atau petugas

yang cakap harus mengecek keadaan ini. jika colokannya putus,

maka jangan dimasukkan ke dalam soket listrik sampai ia benar-

benar telah diperbaiki dan aman.

Kerusakan dapat dicegah dengan penanganan yang cermat dan hati-hati

terhadap peralatan sinar-x dan kabelnya. Jangan sampai kabel dalam keadaan

tegang, kusut, menempel pada permukaan yang tajam saat digerakkan.

2) Sekering/Fuse

Peralatan listrik dilengkapi dengan sekering sebagai alat

pengaman untuk mencegah arus yang tidak sesuai pada saat melewati

rangkaian. Oleh sebab itu, sangat penting untuk memasang sekering

yang benar nilainya. Jika sekeringnya tidak berfungsi maka sebaiknya

ditukar dengan yang lain pada nilai yang sama. Jika gagal lagi maka

terdapat kerusakan pada rangkaian dan harus dicari sebabnya serta

diperbaiki.

Jangan Pernah menaikkan nilai sekering, karena hal ini sangat

bahaya dilakukan. Beberapa model pesawat sinar-x mempunyai colokan

listrik khusus, biasanya berwarna merah dan ditandai dengan “hanya

sinar-x”. Hal ini jangan digunakan untuk pemakaian yang lain, karena ia

colokan khusus tanpa sekering.

13
14

Alat itu didesain khusus untuk menerima tegangan listrik pada

saat eksposi yang amat sangat rendah, akan tetapi sangat berbahaya bila

digunakan dengan tegangan listrik biasa yang tidak mempunyai

peralatan pengaman khusus di dalam pesawat sinar-x nya.

3) Colokan dan soket listrik

Jika memungkinkan hendaknya semua soket listrik harus punya

penghubung (switch) sehingga aliran listrik dapat diputus sebelum

colokan dilepaskan. Jangan pernah mencabut colokan dengan menarik

kabelnya. Dengan cara mematikan penghu-bungnya adalah lebih baik,

hal itu akan menghindari terjadinya bunga api pada colokan dan soket

tetap baik. Soket harus terhindar dari air atau cairan dan jangan

ditempatkan pada tempat yang memungkinkan terjadinya percikan air

atau air yang mengalir. Jika peralatan kamar gelap seperti tabung

iluminator membutuhkan penghubung listrik, maka kabelnya harus

ditempatkan pada posisi yang aman dan jangan sampai tersentuh petugas

yang sedang bekerja.

Jika colokan atau soket sudah berumur tua atau jika sekering

penghubung tidak mengait dengan baik, maka ujung logam co-lokannya

atau soketnya akan menjadi panas. Kalau hal ini terjadi, hendaknya

colokan atau soketnya harus diganti walaupun sebe-narnya disebabkan

oleh ukuran kabel yang tidak sesuai dengan besar arus listrik yang
mengalir. Atau panggillah tenaga yang berkompeten tentang listrik

untuk memperbaikinya.

4) Pelindung/pembungkus peralatan

Peralatan yang berisi komponen listrik harus mempunyai

pelindung. Pelindung ini untuk meyakinkan bahwa tidak ada komponen

yang terkelupas dan bisa tersentuh. Bagian ini dirancang terpisah dengan

bagian lain dan mempunyai pembungkus. Sehingga pembungkusnya

harus selalu terlindung dengan baik dan jika rusak harus dipindahkan

setelah semua peralatan listrik “diputus” dan periksalah semua ujung

peralatan, tidak ada yang menempel pada bagian lain.

Jika terdapat kerusakan pada bagian dalam dari peralatan

hendaknya yang mengambil adalah teknisi listrik. Dan semua ujung

peralatan harus dalam keadaan tidak ada arus listrik. Periksa sekering

apakah masih melekat ketika pelindung logam sedang diperbaiki.

5) Pembersihan peralatan

Jangan pernah menggunakan air atau lap basah untuk

membersihkan peralatan listrik. Gunakanlah krim pembersih yang tidak

mudah terbakar (nonflammable) seperti krim pembersih “bodi” mobil

yang dengan mudah dapat dibeli di pasar.

6) Perbaikan peralatan

Perbaikan peralatan harus dilakukan oleh orang terlatih dan

mempunyai kecakapan untuk jenis pekerjaan tersebut.

15
16

7) Konsleting (electrical fire)

Peralatan listrik karena kesalahan bisa terjadi konsleting atau

kelebihan arus listrik sehingga menjadi panas yang bisa mengakibatkan

kebakaran. Jika asap atau rasa panas terasa, peralatan yang ada harus

diputus dari sambungan listriknya dengan segera. Api yang timbul pada

peralatan listrik biasanya tidak cepat merambat bila penghubung

listriknya dimatikan, karena bahannya dibuat dari yang tidak mudah

terbakar. Tetapi jika api telah menjalar hendaknya dipadamkan dengan

tabung pemadam api yang berisi gas CO2 atau bubuk pemadam api.

Tidak menggunakan air bila terjadi konsleting. Pasir yang kering

bisa digunakan bila tidak terdapat peralatan yang lain. Bila terjadi

kebakaran, panggil teman untuk memindahkan setiap orang/pasien ke

tempat yang aman dan dekat dengan pintu. Karena untuk mencegah

bahaya kebakaran, maka segala serpihan yang mudah terbakar jangan

berada dekat atau di dalam bagian yang mengandung listrik. Udara harus

dapat dengan mudah bertukar pada bagian peralatan tersebut sehingga

tidak terjadi peningkatan panas pada bagian itu.

B. Keselamatan peralatan mekanik

Ruangan untuk pesawat sinar-x dan kamar gelap dibuat cukup besar

agar tidak terjadi kecelakaan pada radiografer dan pekerja lainnya. Perlu

pemeriksaan barang-barang perabot terletak secara aman di dinding, lantai

atau atap, Kunci dan gembok berfungsi dengan baik.


Tombol dan pembungkus peralatan terletak dengan aman pada

posisinya sehingga tidak ada jari-jari pasien atau radiografer yang tersentuh

atau luka akibat keadaan tersebut. Sekrup atau mur yang lepas harus diganti

dengan ukuran yang sama. Periksa konus dan pembatas sinar-x, apakah

tersambung dengan baik ke tabung sinar-x dan tabung sinar-x tersambung

dengan baik dengan penyangganya.

C. Keselamatan radiasi

Periksa karet Pb yang digunakan untuk meyakinkan tidak adanya

sinar-x yang tembus ketika melakukan pemeriksaan (terutama pada eksposi

yang dekat organ/daerah sensitif). Jika karet timbal yang digunakan tidak

cukup tebal, maka gunakan karet timbal yang lebih tebal sehingga tidak

timbul kabut pada film hasil.

Apron/Pelindung Pb. Periksalah apron untuk meyakinkan bahwa tidak

ada bagian yang rusak, ingat bahwa bila apron yang digunakan terdapat

celah atau renggang yang kecil sekalipun maka tetap harus dilakukan

perbaikan atau pemindahan letak bagian yang rusak tersebut. Lipatan dapat

ditekan dan ditempel dengan lem perekat untuk menghindari terjadinya

berbagai pecahan pada karet Pb. Jika bagian yang rusak ini telah diperbaiki,

hendaknya diperiksa dengan menggunakan sinar-x apakah masih terdapat

kebocoran radiasi.

D. Pengamanan cairan kimia

17
18

Cairan kimia untuk pemrosesan film adalah bahan yang berbahaya

karena ia dapatmerusak/iritasi kulit dan menyebabkan uap yang berbahaya

ketika terhirup. Oleh sebab itu ventilasi yang baik pada kamar gelap adalah

kebutuhan yang mendasar dan jika ingin membuat larutan kimia hendaknya

dilakukan di luar ruangan kamar gelap/udara terbuka. Perlu dingatkan juga

pada petugas yang mengaduk cairan/bubuk pemroses film agar berhati-hati

ketika menuangkan cairan/bubuk tersebut ke dalam air karena bisa terpercik,

terhirup atau menempel pada dinding ruangan dan berakibat larutan menjadi

terkontaminasi.

Pakaian pelindung: sarung tangan karet, masker, apron dan kaca mata

pelindung harus digunakan ketika mengaduk cairan kimia. Tangan harus

selalu dicuci segera setelah bekerja dengan larutan. Jika larutan terpercik ke

wajah atau mata maka harus dicuci dengan air bersih. Penggunaan larutan

penetap (fixer) harus selalu hati-hati karena terdapat kandungan perak (Ag.)

yang bisa menyebabkan polusi.

F. Upaya Perlindungan Dari Ancaman Radiasi

Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk

membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja

radiasi dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut.

Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber

radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi.


A. Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari

ancaman bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara :

1. Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi

tidak melebihi batas-batas yang dianggap aman.

2. Melengkapi setiap ruangan radiasi dengan perlengkapan proteksi radiasi

yang tepat dalam jumlah yang cukup.

3. Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena

bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat

monitor radiasi.

4. Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan radiasi.

5. Membuat dan melaksankan prosedur bekerja dengan radiasi yang baik

dan aman

B. Desain dan paparan di ruangan radiasi

1. Ukuran Ruangan Radiasi

Ukuran minimal ruangan radiasi sinar-x adalah panjang 4 meter,

lebar 3 meter, tinggi 2,8 meter. Ukuran tersebut tidak termasuk ruang

operator dan kamar ganti pasien.

2. Tebal Dinding

Tebal dinding suatu ruangan radiasi sinar-x sedemikian rupa

sehingga penyerapan radiasinya setara dengan penyerapan radiasi dari

timbal setebal 2 mm. Tebal dinding yang terbuat dari beton dengan rapat

19
20

jenis 2,35 gr/cc adalah 15 cm. Tebal dinding yang terbuat dari bata

dengan plester adalah 25 cm.

3. Pintu dan Jendela

Pintu serta lobang-lobang yang ada di dinding (misal lobang stop

kontak, dll) harus diberi penahan-penahan radiasi yang setara dengan 2

mm timbal. Di depan pintu ruangan radiasi harus ada lampu merah yang

menyala ketika meja kontrol pesawat dihidupkan.

Tujuannya adalah :

a. Untuk membedakan ruangan yang mempunyai paparan bahaya radiasi

dengan ruangan yang tidak mempunyai paparan bahaya radiasi.

b. Sebagai indikator peringatan bagi orang lain selain petugas medis

untuk tidak memasuki ruangan karena ada bahaya radiasi di dalam

ruangan tersebut.

c. Sebagai indikator bahwa di dalam ruangan tersebut ada pesawat

rontgen sedang aktif.

d. Diharapkan ruangan pemeriksaan rontgen selalu tertutup rapat untuk

mencegah bahaya paparan radiasi terhadap orang lain di sekitar

ruangan pemeriksaan rontgen.

Jendela di ruangan radiasi letaknya minimal 2 meter dari lantai

luar. Bila ada jendela yang letaknya kurang dari 2 meter harus diberi

penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal dan jendela tersebut

harus ditutup ketika penyinaran sedang berlangsung. Jendela pengamat di


ruang operator harus diberi kaca penahan radiasi minimal setara dengan 2

mm timbal.

4. Paparan Radiasi

Besarnya paparan radiasi yang masih dianggap aman di ruangan

radiasi dan daerah sekitarnya tergantung kepada pengguna ruangan

tersebut. Untuk ruangan yang digunakan oleh pekerja radiasi besarnya

paparan 100 mR/minggu. Untuk ruangan yang digunakan oleh selain

pekerja radiasi besarnya paparan 10 mR/minggu.

C. Perlengkapan Proteksi Radiasi

a. Pakaian Proteksi Radiasi (APRON)

Setiap ruangan radiasi disediakan pakaian proteksi radiasi dalam

jumlah yang cukup dan ketebalan yang setara dengan 0,35 mm timbal.

b. Sarung tangan timbal

Setiap ruangan fluoroskopi konvensional harus disediakan sarung

tangan timbal.

c. Alat monitor Radiasi

a) Film Badge

Setiap pekerja radiasi dan/atau pekerja lainnya yang karena

bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi diharuskan

memakai film badge setiap memulai pekerjaannya setiap hari. Film

badge dipakai pada pakaian kerja pada daerah yang diperkirakan

paling banyak menerima radiasi atau pada daerah yang dianggap

21
22

mewakili penerimaan dosis seluruh tubuh seperti dada bagian depan

atau panggul bagian depan.

d. Survey meter

Di unit radiologi harus disediakan alat survey meter yang dapat

digunakan untuk mengukur paparan radiasi di ruangan serta mengukur

kebocoran alat radiasi.

e. Pesawat Radiasi

a) Kebocoran tabung

Tabung pesawat rontgen (tube) harus mampu menahan radiasi

sehingga radiasi yang menembusnya tidak melebihi 100 mR per jam

pada jarak 1 meter dari fokus pada tegangan maksimum.

b) Filter

Filter radiasi harus terpasang pada setiap tabung pesawat

rontgen.

c) Diafragma berkas radiasi

Diafragma berkas radiasi pada suatu pesawat harus berfungsi

dengan baik.Ketebalan difragma minimal setara dengan 2 mm timbal.

Posisi berkas sinar difragma harus berhimpit dengan berkas radiasi.

d) Peralatan Fluoroskopi

Tabir flouroskopi harus mengandung gelas timbal dengan

ketebalan yang setara dengan 2 mm timbal untuk pesawat rontgen

berkapasitas maksimum 100 KV atau 2,5 mm timbal untuk pesawat


rontgen berkapasitas maksimum 150 KV. Karet timbal yang

digantungkan pada sisi tabir flouroskopi harus mempunyai ketebalan

setara dengan 0,5 timbal dengan ukuran 45 x 45 cm. Tabung peswat

rontgen dengan tabir flouroskopi harus dihubungkan secara permanen

dengan sebuah stop kontak otomatis harus dipasang untuk mencegah

beroperasinya pesawat apabila pusat berkas radiasi tidak jatuh tepat di

tengah-tengah tabir flouroskopi. Semua peralatan flouroskopi harus

dilengkapi dengan tombol pengatur waktu yang memberikan

peringatan dengan bunyi sesudah waktu penyinaran terlampaui.

Penyinaran akan berakhir jika pengatur waktu tidak di reset dalam

waktu satu menit.

f. Pemeriksaan Kesehatan

Setiap pekerja radiasi harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara

berkala sedikitnya sekali dalam setahun.

g. Kalibrasi Pesawat Rontgen

Pesawat rontgen harus dikalibrasi secara berkala terutama untuk

memastikan penunjukkan angka-angkanya sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya.

h. Ekstra Fooding

Rumah sakit berkewajiban menyediakan makanan ekstra puding yang

bergizi bagi pekerja radiasi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

terhadap radiasi.

23
24

i. Prosedur Kerja di Ruangan Radiasi

a) Menghidupkan lampu merah yang berada di atas pintu masuk ruang

pemeriksaan.

b) Berkas sinar langsung tidak boleh mengenai orang lain selain pasien

yang sedang diperiksa.

c) Pada waktu penyinaran berlangsung, semua yang tidak berkepentingan

berada di luar ruangan pemeriksaan , sedangkan petugas berada di

ruang operator. Kecuali sedang menggunakan flouroskopi maka

petugas memakai pakaian proteksi radiasi.

d) Waktu pemeriksaan harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan

kebutuhan.

e) Tidak menyalakan flouroskopi apabila sedang ada pergantian kaset.

f) Menghindarkan terjadinya pengulangan foto.

g) Apabila perlu pada pasien dipasang gonad shield.

h) Ukuran berkas sinar harus dibatasi dengan diafragma sehingga pasien

tidak menerima radiasi melebihi dari yang diperlukan.

i) Apabila film atau pasien memerlukan penopang atau bantuan, sedapat

mungkin gunakan penopang atau bantuan mekanik. Jika tetap

diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang film

selama penyinaran maka ia harus memakai pakaian proteksi radiasi

dan sarung tangan timbal serta menghindari berkas sinar langsung

dengan cara berdiri disamping berkas utama.


j) Pemeriksaan radiologi tidak boleh dilakukan tanpa permintaan dari

dokter.

Prosedur Kerja di Ruang ICU dengan menggunakan Mobile Unit X-Ray:

a) Berkas sinar langsung tidak boleh mengenai orang lain selain pasien

yang sedang diperiksa.

b) Pada waktu penyinaran berlangsung, semua petugas harus berada

sejauh mungkin dari pasien dan memakai pakaian proteksi radiasi.

c) Waktu pemeriksaan harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan

kebutuhan.

d) Menghindarkan terjadinya pengulangan foto.

e) Apabila perlu pada pasien dipasang gonad shield.

f) Ukuran berkas sinar harus dibatasi dengan diafragma sehingga pasien

tidak menerima radiasi melebihi dari yang diperlukan.

g) Apabila film atau pasien memerlukan penopang atau bantuan, sedapat

mungkin gunakan penopang atau bantuan mekanik. Jika tetap

diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang film

selama penyinaran maka ia harus memakai pakaian proteksi radiasi

dan sarung tangan timbal serta menghindari berkas sinar langsung

dengan cara berdiri disamping berkas utama.

25
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan


kualitatif, yaitu metode yang bertujuan memberikan gambaran mengenai suatu
pokok permasalahan menurut apa adanya, bersifat informasi sehingga pesan
yang tersurat dapat tersampaikan kepada pembacanya.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada November-Desember 2021 dengan
mengambil lokasi di Instalasi Radiologi.
C. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian dalam Proposal ini adalah semua staf dan radiographer
di Instalasi Radiologi.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang akan digunakan penulis yaitu:
1. Dokumentasi

Penulis memperoleh data dari dokumen yang berhubungan dengan


sistem management kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di instalasi
radiologi.

2. Wawancara
Untuk membuktikan kebenaran serta melengkapi data dalam proposal
penelitian ini maka penulis mengadakan wawancara kepada Radiografer
tentang sistem management kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di
instalasi radiologi.
E. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dengan cara pengamatan (observasi), dan wawancara


dilakukan untuk memperoleh gambaran realistic tentang tingkat penilaian yang

26
27

sedang dikaji. Instrument dalam proposal penelitian ini adalah alat untuk
pengambilan data antara lain:

1. Pedoman Wawancara
2. Buku Catatan
3. Alat Tulis
4. Kamera
5. Alat Perekam

F. Pengelolahan dan Analisis Data


Menurut (Ascarya, 2021), terdiri 5 teknik analysis data kualitatif yaitu:
1. Analisis Data Kualitatif / Pengumpulan Data
2. Analisis Narratif / Mendengarkan pemberi informasi bercerita
3. Analisis Diskursus / Menganalisis Bahasa
4. Grounded Theory / Penyajian Data
5. Interpretive Phenomenological Analysis / Menarik Kesimpulan.

G. Kerangka Konsep Penelitian


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelayanan bidang radiologi yang merupakan pelayanan penunjang kesehatan


yang menggunakan sinar pengion atau bahan radioaktif, mempunyai dua sisi
yang saling berlawanan, yaitu dapat sangat berguna bagi penegakan diagnose
dan terapi penyakit dan di sisi lain akan sangat berbahaya bila penggunaannya
tidak tepat dan tidak terkontrol.
2. Tindakan proteksi radiasi yang dilakukan tentunya merupakan tindakan
proteksi radiasi terhadap paparan radiasi sinar-X, tindakan proteksi adalah
tindakan untuk mengupayakan agar tingkat paparan radiasi yang diterima
pekerja radiasi menjadi serendah mungkin.
3. Penyakit akibat kerja dan akibat radiasi, bukan hanya cedera, trauma, cacat,
tapi juga dapat menyerang organ dari tubuh manusia.
4. Bekerja pada bagian radiologi harus memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja misalnya terkait dengan penggunaan listrik, penggunaan
radiasi, bahan kimia dan peralatan lainnya.
5. Sebagai upaya untuk terhindar dari bahaya radiasi yakni, mendesain ruangan
sesuai dengan aturan, menyiapkan dan menggunakan alat perlindung diri,
serta membuat prosedur tetap dalam melakukan pekerjaan.
6. Dalam sistem manajemen keselamatan radiasi maka diatur mengenai Personil
atau pekerja radiasi yang bekerja harus sesuai kualifikasi, perlu dilakukan
pelatihan Proteksi Radiasi, Pemantauan kesehatan, Peralatan proteksi radiasi
dan memiliki Rekaman / dokumentasi.

B. Saran

Di bagian radiologi sangat rentan terhadap paparan radiasi yang dapat


membahayakan manusia jika tidak dikontrol dengan baik, oleh karena itu setiap

28
rumah sakit sangat perlu membuat dan menjalankan prosedur tetap dan beberapa
aturan atau kebijakan lainnya yang dapat mencegah timbulnya penyakit akibat
kerja atau akibat radiasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Uthami R, Mutahar R, Hasyim H, Analisis Manajemen Keselamatan Radiasi


pada Instalasi Radiologi RSUD Dr. H. M. Rabain Muara Enim Tahun
2009. Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI.
2010:1-8.
2. Anizar. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta:
Graha Ilmu; 2009.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
172/MENKES/PER/III/1991 [press release].
4. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion [press release].

Anda mungkin juga menyukai