Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-
komponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik.
Benda alami ini terbentuk oleh hasil interaksi antara iklim dan jasad hidup
terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk dan waktu
(Arsyad,2006). Tanah memiliki sifat-sifat kimia, biologi dan fisika. Fisika tanah
adalah penerapan konsep dan hukum-hukum fisika pada kontinum tanah-tanaman
atmosfer. Sifat fisik tanah berperan penting dalam mendukung pertumbuhan
tanaman. Sifat fisik tanah, seperti kerapatan isi dan kekuatan tanah sudah lama
dikenal sebagai parameter utama dalam menilai keberhasilan teknik pengolahan
tanah (Afandi, 2005).
Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-sifat tanah yang lain dalam
hubungannya dengan kemampuannya untuk mendukung pertumbuhan tanaman
dan kemampuan tanah untuk menyimpan air. Walaupun sifat fisika tanah telah
lama dan secara luas dipahami sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan tanaman, sampai dewasa ini perhatian terhadap kepentingan menjaga
dan memperbaiki sifat fisik tanah masih sangat terbatas (Utomo, 1994, dalam
Damayani 2008).
Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi dan pergerakan benda serta
aliran energi dalam tanah. Sifat fisika tanah dibentuk oleh empat komponen
utama tanah yaitu: partikel-partikel mineral, bahan organik, air dan udara.
Perbandingan keempat komponen tersebut sangat bervariasi berdasarkan jenis
tanah, lokasi, dan kedalaman. Sifat fisik tanah terbentuk akibat proses degradasi
mineral batuan oleh asam-asam organik-anorganik. Degradasi mineral batuan
merupakan proses perubahan permukaan bumi karena terjadi penyingkiran
mineral batuan oleh proses fisika, kimia, dan biologi. Proses ini termasuk dalam
proses eksogenik yang terdiri dari pelapukan, erosi, dan pergerakan massa.
Pelapukan berperan menyediakan bahan mentah tanah. Erosi berpengaruh

1
dominan menghilangkan tanah yang telah terbentuk, serta pergerakan massa
mampu menjalankan fungsi pelapukan dan erosi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana memahami sifat fisik pada tanah?
2. Bagaimana menganalisis 7 sifat fisik tanah?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami sifat fisik pada tanah.
2. Mahasiswa mampu menganalisis 7 sifat fisik tanah.

2
BAB II

PENBAHASAN

2.1 Bahan induk tanah


Bahan Induk adalah bahan pemula tanah yang tersusun dari bahan organik dan
tau mineral. Asal bahan induk dari batuan atau bhan tanah yang di endapkan dari
tempat lain. sebagai akibat proses transportasi oleh angin dan air. Melalui proses
pelapukan batuan berubah menjadi bahan induk dan dengan adanya proses
pelapukan lebih lanjut serta proses-proses pembentukan tanah yang lain bahan
induk berubah menjadi tanah dalam waktu yang relative lama Sifat bahan induk
tanah ditentukan oleh asal batuan dan komposisi mineralogi yang berpengaruh
terhadap kepekaan erosi dan longsor. Di daerah pegunungan, bahan induk tanah
didominasi oleh batuan kokoh dari batuan volkanik, sedimen, dan metamorfik.
Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen, terutama batu liat, batu liat berkapur
atau marl dan batu kapur, relatif peka terhadap erosi dan longsor. Batuan volkanik
umumnya tahan erosi dan longsor.
Tanah terbentuk dari bahan batuan yang mengalami fragmentasi dan proses
pelapukan (fragmented rock material). Fragmented rock material dapat tetap di
atas bedrock asal sebagian bahan yang relative tidak padu (unconsolidated
material) atau in situ , tapi kebanyakan telah tererosi dan ditransportasikan baik
oleh air, angina, es atau gravitasi ke lain tempat membentuk deposit (debris
mantels). Bahan-bahan deposit tak padu inilah (nukan solid bedrock) yang
umumnya disebut sebagai bahan induk tanah (soil parent materials). Tanah
bersama dengan debris atau bedrock yang terlapuk di bawahnya disebut sebagai
regolith.
Bahan yang merupakan asal tanah disebut sebagai bahan induk. Sedikit tanah
yang berkembang secara lansgung dari batuan di bawahnya. Kebanyakan tanah
berkembang dari bahan-bahan dari tempat lain. Bahan-bahan dibagian bawah
tanah biasanya.
Oleh karena batuan tersusun atas mineral-mineral yang beragam serta berbeda
ketahuannya terhadap pelapukan, maka mineralogy bahan induk sangat

3
berpengaruh atas laju perkembangan tanah, tipe produk pelapukan, komposisi
mineral dari tanah dan kesuburan tkimia tanah. Konsolidasi dan ukuran partikel
bahan induk juga berpengaruh atas permeabilitas air.
2.2 Tekstur tanah
Tekstur adalah perbandingan fraksi pasir, debu, dan liat dalam massa tanah
yang ditentukan dilaboratorium. Definisi dari Tekstur tanah adalah susunan relatif
dari tiga ukuran zarah tanah,yaitu : pasir berukuran 2mm–50µm,debu berukuran
50–2µm, dan liat berukuran < 2µm (Soil Survey Staff, 1998). Terdapat 13
kelastekstur tanah, yaitu: pasir, debu, liat, pasir berlembung, lempung
berpasir,lempung, lempung berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir,
lempung liat berdebu, liat berpasir, dan liat berdebu. Berdasarkan atas
perbandingan anyaknya butir-butir kerikil, pasir, debu, maka krokos
dikelompokkan kedalam kelas tekstur kerikil(Hardjowigeno,2003).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah yang
berbeda akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan
air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman yang berbeda pula (Soil Survey
Staff, 1998). Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %,
prositasnya rendah (<40%), sebagian ruang pori berukuran besar sehingga airasi
nya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah.
Tanah pasir juga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur berliat jika litany
>35% kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap
dengan energi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering
sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat disebut juga disebut tanah
berat. Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat
sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat. Jadi
aerasi dan tata udara serta udara cukup baik, kemampuan menyimpan dan
menyediakan air untuk tanaman tinggi (IslamidanUtomo,1995).
2.3 Kepadatan tanah
Pada awal proses pemadatan, berat volume tanah kering (γd) bertambah
seiring dengan ditambahnya kadar air. Pada kadar air nol (w=0), berat 20 volume

4
tanah basah (γb) sama dengan berat volume tanah kering (γd). Ketika kadar air
berangsur-angsur ditambah (dengan usaha pemadatan yang sama), berat butiran
tanah padat tiap volume satuan (γd) juga bertambah. Pada kadar air lebih besar
dari kadar air tertentu, yaitu saat kadar air optimum, kenaikan kadar air justru
mengurangi berat volume keringnya. Hal ini karena air mengisi rongga pori yang
sebelumnya diisi oleh butiran padat. Kadar air pada saat berat volume kering
mencapai maksimum (γd maks) disebut kadar air optimum (Hardiyatmo, 2004).
2.4 Porositas tanah
Porositas adalah prosentase total pori dalam tanah yang ditempati oleh air dan
udara, dibandingkandengan volume total tanah. Pori tanah pada umumnya
ditempati udara untuk pori kasar,sementara pada pori kecil akan ditempati air.
Adapun faktor yang mempengaruhi nilai porositas adalah ukuran butiran dan berat
jenis tanah. Jumlah ruang pori akan dipengaruhi oleh susunan butir padat. Ukuran
pori pada susunan butiran tanah akan menentukan jumlah dan sifat pori.
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang dapat
ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi drainase dan
aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro) dan
pori-pori halus (mikro). Pori-pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang
mudah hilang karena gaya gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler
atau udara. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada
tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit menahan air
sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat mempunyai pori total (jumlah
pori-pori makro + mikro), lebih tinggi daripada tanah pasir (Hardjowigeno 2007).
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur
tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah dengan
struktur granuler/remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-
tanah dengan struktur massive/pejal. Tanah bertekstur kasar (pori makro)
memiliki porositas lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (pori mikro),
sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 2007). Hal ini dikarenakan ruang pori
total yang mungkin rendah tetapi mempunyai proporsi yang besar dimana disusun
oleh komposisi pori-pori yang besar dan efisien dalam pergerakan udara dan air.

5
Selanjutnya proporsi volume yang terisi pada tanah menyebabkan kapasitas
menahan air menjadi rendah, dimana kandungan tekstur halus memiliki ruang pori
lebih banyak dan disusun oleh pori-pori kecil karena proporsinya relatif besar
(Hanafiah 2005).
2.5 Temperatur tanah
Temperatur tanah mempengaruhi aktivitas biologi tanah, dan menjadi tidak
optimal apabila suhu tertentu tidak dapat dipertahankan. Tingkat aktivitas
optimum dari organisme tanah adalah suhu 18 – 30°C, di bawah 10°C maka akan
menghambat perkembangan mikroorganisme dan menghambat pengambilan K
oleh tanaman, di atas 40°C mikroorganisme tidak aktif, kecuali mikroorganisme
tertentu (mo termophil). Temperatur tanah juga menentukan reaksi kimia dan
aktivitas mikroorganisme yang dapat merombak senyawa tertentu menjadi unsur
hara. Misal: proses nitrifikasi (temperatur optimum ± 30°C) yaitu pada kondisi
agak panas Temperatur tanah juga mempengaruhi pelapukan bahan induk tanah.
Temperatur tanah mempengaruhi perkembangan akar, karena mempengaruhi
kelembaban dan aerase tanah. Temperatur tanah mempengaruhi pekecambahan
biji dan pertunasan menjadi meningkat.
2.6 Warna tanah
Warna tanah merupakan salah satu ciri tanah yang paling mudah diamati.
Warna tanah dapat digunakan untuk menduga sifat-sifat tanah antara lain :
kandungan bahan organik, kondisi drainase, aerase tanah dan lain-lainnya.
Warna disusun atas 3 variabel yaitu Hue menunjukkan warna spektrum. Value
menunjukkan kecerahan warna dan Chroma menunjukkan intensitas warna.
Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan warna tanah dengan warna
baku pada Munsell Soil Color Chart. Penentuan warna meliputi : warna dasar
tanah (matrix) dan warna karatan (jika ada). Karena kelembaban mempengaruhi
warna yang terbentuk, maka penentuan warna dilakukan pada kondisi kering dan
2.7 Konsistensi tanah
Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi di antara partikel-partikel
tanah dan ketahanan massa tanah terhadap perubahan bentuk oleh tekanan dan
berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah. Konsistensi tanah

6
ditentukan oleh tekstur dan struktur tanah. Pentingnya konsistensi tanah adalah
untuk menentukan cara penggarapan tanah yang efisien dan penetrasi akar
tanaman di lapisan tanah bawahan. Penentuan konsistensi tanah harus
disesuaikan dengan kandungan air tanah yaitu dalam keadaan basah, lembab atau
kering.
KONSISTENSI TANAH Adalah salah satu sifat fisika tanah yang
menggambarkan ketahanan tanah pada saat memperoleh gaya atau tekanan dari
luar yang menggambarkan bekerjanya gaya kohesi (tarik menarik antar partikel)
dan adhesi (tarik menarik antara partikel dan air) dengan berbagai kelembaban
tanah Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan Tanah Tekanan Mengelincir Jenuh air
Kegemburan kandungan air lebih sedikit Keliatan lebih sedikit kandungan air
Kelekatan kandungan airnya paling sedikit
2.8 Struktur tanah
Struktur tanah merupakan susunan partikel-partikel yang membentuk
gumpalan-gumpalan tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu sama lain.
Satu unit struktur disebut ped. Apabila unit struktur tersebut tidak terbentuk maka
dikatakan bahwa tanah tersebut tidak berstruktur. Dalam hal ini ada dua
kemungkinan yaitu : 1) Butir tunggal (single grain) = butir-butir tanah tidak
melekat satu sama lain (contoh tanah pasir), 2) Pejal (massive) = butir-butir tanah
melekat satu sama lain dengan kuat sehingga tidak membentuk gumpalan-
gumpalan (ped). Bentuk struktur tanah dibedakan menjadi : 1. Lempeng (platy) :
sumbu vertikal lebih pendek dari sumbu horisontal. 2. Prismatik (prismatic) :
sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horisontal. Sisi atas tidak membulat. 3.
Tiang (columnar) : sumbu vertikal lebih panjang dari horisontal. Sisi-sisi atas
membulat. 4. Gumpal bersudut (angular blocky) : sumbu vertikal sama dengan
sumbu horisontal. Sisi-sisi membentuk sudut tajam. 5. Gumpal membulat
(subangular blocky) : sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal. Sisi-sisi
membentuk sudut membulat. 6. Granuler (granular) : membulat, atau banyak sisi.
Masing-masing butir ped tidak porous. 7. Remah (crumb) : membulat atau banyak
sisi, sangat porous.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dimana dalam mempelajari sifat fisik tanah yang
dapt diperhatikan adalah bahan induk tanah itu sendiri, tekstur tanah, kepadatan
tanah, porositas tanah, temperature tanah, konsistensi tanah da struktur tanah.
Dalam hal ini, ternyata tekstur tanah berbeda dengan strukut tanah. Kepdatan
tanah tergantung dari kadar air yang tergantung dalam tanah tersebut. Dan saling
berkaitan satu sama lain.

8
DAFTAR PUSTAKA

Afandi. 2005. Fisika Tanah 1. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 87 hlm.

Afandi. 2005. Metode Analisis Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar


Lampung. 57 hlm.

Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: Penerbit IPB (IPB
Press)

Damayani, P. 2008. Pengaruh Aplikasi Kompos terhadap Kerapatan Isi , Ruang


Pori, dan Kekuatan Tanah pada Pertanaman Tebu PT Gunung Madu
Plantations di Lampung Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Tanah. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika


Pressindo. 250 hal.

Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. 288 hal.

Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. [Terjemahan] Bratara Karya Aksara. Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Soepraptohardjo. 1978. Jenis-Jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian.


Bogor.

Sudjadi, 1984. Problem Soil in Indonesia and Their Menagement Centre for Soil
Research Ministry, of Agriculture. Dalam Pemberitaan dan Penelitian
Tanah. No. 9. tahun 1990. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai