Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien dengan
gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri terlihat
dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri antaranya mandi, makan minum
secara mandiri, berhias secara mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
2. Etiologi
Menurut Ridhayalla (2015) penyebab kurang perawatan diri adalah
kelelahan fisik dan penurunan kesadaran. Menurut Depkes (2000) dikutip dalam
Ridhayalla, (2015) terdapat penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu
2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya
dan lingkungan termasuk perawatan diri
4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah
yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu
melakukan perawatan diri. Menurut Ridhayalla (2015), Faktor – faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body image gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3) Status sosial ekonomi, personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
4. Pohon masalah
Gangguan pemeliharaan kesehatan : Effect
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygine adalah
gangguan kebutuhan aman nyaman , kebutuhan cinta mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial (Damaiyanti, 2012).
b. Strategi Pelaksanaan
STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 PASIEN SP 1 KELUARGA
Pengkajian dan melatih cara menjaga Melatih cara merawat dan
kebersihan diri : mandi,cuci membimbing pasien : kebersihan diri
rambut,sikat gigi,potong kuku
1) Identifikasi masalah perawatan 1) Mendiskusikan masalah yang
diri : kebersihan diri, berdandan, dirasakan keluarga dalam merawat
makan / minum, BAB/BAK klien.
2) Menejelaskan pentingnya 2) Jelaskan pengertian, tanda dan
kebersihan diri, cara dan alat gejala , proses terjadinya defisit
kebersihan diri perawatan diri (gunakan booklet)
3) Melatih cara menjaga kebersihan 3) Jelaskan cara merawat defisit
diri : mandi dan ganti pakaian, perawatan diri
sikat gigi, cuci rambut, potong 4) Bimbing cara merawat : kebersihan
kuku diri
4) Memasukan dalam jadwal
5) Anjurkan membantu pasien sesuai
kegiatan
jadwal dan memberikan pujian
SP2P SP2K
Melatih cara merawat
Melatih cara berdandan setelah
dan membimbing pasien :
kebersihan diri : sisiran, rias muka
berdandan
untuk perempuan: sisiran cukuran
untuk laki- laki
5. Implementasi
Implementasi atau tindakan yang akan dilakukan disesuaikan dengan intervensi
atau rencana keperawatan yang dilakukan.
6. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, adapun
evaluasi tersebut yakni evaluasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
dan kemampuan yang dapat digunakan.
b. Faktor presipitasi
1) Lingkungan
3. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari skizofrenia adalah:
a. Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Jenis skizofrenia yang sifatnya ditandai terutama oleh gangguan dan kelainan di
pikiran. Seseorang yang menderita skizofrenia sering menunjukkan tanda-tanda
emosi dan ekspresi yang tidak sesuai untuk keadaan nya. Halusinasi dan
khayalan adalah gejala gejala yang sering dialami untuk orang yang mederita
skizofrenia jenis ini. (Videbeck, 2011)
c. Skizofrenia Katatonia (F.20.2)
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stres emosional. Merupakan salah satu tipe skizofrenia yang
gambaran klinisnya didominasi oleh suatu hal berikut ini, yaitu :
1) Stupor katatonik
Pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang. Menunjukkan
pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan atau
pengurangan dari pergerakan. Walaupun penampilan klinisnya demikian,
pasien sering menyadari hal-hal yang sedang berlangsung disekitarnya.
2) Kekakuan (rigiditas) katatonik
Mempertahankan sikap kaku terhadap semua upaya untuk menggerakan
dirinya.
3) Kegaduhan katatonik
Kegaduhan aktivitas motorik yang tidak bertujuan dan tidak dipengaruhi
oleh rangsangan yang datangnya dari luar.
4) Sikap tubuh katatonik
Secara sadar mengambil sikap tidak wajar atau aneh.
5) Kegembiraan katatonik
a. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar di pasaran yang hanya bisa
diperoleh dengan resep dokter dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Adapun
contoh obat jenis golongan pertama dengan nama generic, antara lain:
chlorpromazin HCL, trifluoperazine HCL, thioridazine HCL, dan haloperidol.
Contoh obat golongan kedua dengan nama generic antara lain: risperidone,
paliperidone, clozapine, quetiapine, olanzapine dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan apabila penerita dengan terapi psikofarmaka sudah
mencapai tahap yang mana kemampuan menilai (Reality Testing Ability/RTA)
sudah kembali pulih dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi
diberikan dengan catatan penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Ada banyak macam psikoterapi, biasanya diberikan sesuai kebutuhan dan latar
belakang sebelum sakit (Pramorbid), misalnya:
1) Psikoterapi suportif
c. Terapi psikososial