Disusun
SAPARWADI (200805003)
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas
terselesaikan makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan
kita Baginda Nabi Muhammad SAW. Beserta seluruh keluarga, para sahabat, dan para pengikut
beliau yang setia hingga akhir zaman.
Alhamdulillah wa Syukurillah atas berkat Rahmat, Inayah dan Hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Mashuri Putra. M. Pd selaku dosen yang telah
memberikan pengarahan dan koreksi sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai waktu
yang telah ditentukan. Kami juga sangat berterimakasih kepada teman-teman kelas yang telah
berpartisipasi dan memberikan motivasinya hingga terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, karena memang salah
datangnya dari saya manusia dan kebenaran hanya milik-Nya Allah SWT. Maka dari itu kami
sangat mohon maaf apabila ada kekurangan dalam makalah ini, kami juga menerima apabila
ada kritik dan saran dari bapak. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
Kata pengantar..........................................................................................................................i
Daftar isi....................................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. tujuan..........................................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUANA
1.1 .Latar Belakang
Pada dasarnya manusia sebagai makhluk hidup berpikir dan selalu berusaha untuk mengetahui
segala sesuatu, tidak mau menerima begitu saja apa adanya sesuatu itu, selalu ingin tahu apa
yang ada dibalik yang dilihat dan diamati. Segala sesuatu yang dilihatnya, dialaminya,dan gejala
yang terjadi di lingkungannya selalu dipertanyakan dan dianalisis atau dikaji. Ada tiga hal yang
mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu keheranan, kesangsian, dan kesadaran atas
keterbatasan. Berfilsafat kerap kali didorong untuk mengetahui apa yang telah tahu dan apa
yangbelum tahu, berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah
diketahui dalam kemestaan yang seakan tak terbatas.Filsafat memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia.
1.3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1.2.1. Pengertian Filsafat dan asal usul filsafat
Menurut catatan sejarah bahwa asal kata filsafat berasal dari bahsa Yunani philosophia yang
berasal dari kata philo dan sophia. Philo berarti cinta dan shopia berarti kebijaksanaan. Jadi
filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Kemudian istilah philosophia diarabisasikan dengan istilah
falsafah dan bagi bangsa Indonesia terjadi pengharakatan yang salah dari deretan huruf f-l-s-f-h
(falsafah, Arab) atau f-l-s-f-t (falsafat, Persi) dan dikenal dengan istilah filsafat.
Sebenarnya makna filsafat yang dipahami oleh masyarakat Yunani tidak sederhana seperti arti
filsafat yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “the love of wisdom”, melainkan lebih pada
usaha pencarian yang berhubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan atau dalam
bahasa lain lebih mengembangkan pada sikap curiosity (rasa ingin tahu) yang dimiliki oleh
manusia untuk mengungkapkan hakikat segala sesuatu yang ada.
Selain itu, filsafat bagi masyarakat Yunani bukanlah sebagai ilmu pengetahuan seperti
yang dipahami sekarang. Filsafat bagi mereka merupakan segala pengetahuan ilmiah yang
awalnya dimaksudkan untuk melepaskan diri dari kekuasaan golongan agama berhala (ber-
sahaja) dengan jalan menguji kebenaran ajaran-ajarannya. Apa yang dibenarkan oleh akal
pikiran dinamakan filsafat, sedangkan yang tidak dapat diterima oleh akal pikiran dimasukkan
kedalam cerita-cerita keagamaan.
Metode filsafat adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu berdasarkan objek
formal yang ditentukan menurut suatu pendapat dan pemikiran khas untuk berfilsafat.
Metode filsafat terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan filsafatnya itu
sendiri. Meskipun disebut perkembangan, bukan berarti penemuan terbaru adalah metode
yang terbaik. Nyatanya, dalam dunia filsafat yang spekulatif, tidak ada metode terbaik.
Yang ada adalah metode tepat guna untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau kembali
kepada efektifitas filosofnya sendiri dalam menggunakan metode tersebut. Berikut ini adalah
beberapa metode filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah zamannya.
a. Metode Kritis
Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan mengembangkan metode ini. Metode
kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam hermeneutika yang
menjelaskan keyakinan dan berbagai pertentangannya.
Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak bertumpu
pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual. Manusia terkadang
harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian
kenyataan dan keaslian fitrah manusia
Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini
mengajak kita berpikir dalam semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat
oleh rasio dan logika. Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba
dilakukan.
c. Metode Skolastik
Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247) merupakan
salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai pengguna
metode ini. Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan yang erat dengan
metode mengajar.
Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan membacakan atau mengutarakan suatu pokok
bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan diberi penafsiran dan komentar oleh
filsuf lain. Agar topik dipahami, semua istilah, ide dan kenyataan dirumuskan, dibedakan dan
diuji dari segala sisi.
Segala pro dan kontra kemudian dihimpun dan dibandingkan. Melalui proses ini, yang disebut
“lectio” diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik. Namun, jika tidak berhasil,
maka akan dilanjutkan ke tahap “disputatio” atau perdebatan.
Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau mencari hal nyata yang
telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika, analisa
geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.
e. Metode Empiris-Eksperimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama dalam
menekankan data kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi
mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang
rasio.
David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme ini dan menjadi antitesa terhadap
Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode dekrates adalah metode ini juga
membutuhkan eksperimen yang ketat guna mendapatkan bukti kebenaran empiris yang sejati.
f. Metode Transendental
Metode ini juga sering disebut dengan metode neo-skolastik. Immanuel Kant (1724-1804)
merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode baru bagi filsafat
Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang berseberangan: rasionalisme dan empirisme.
Dari satu sisi, ia mempertahankan objektivitas, univesalitas dan keniscayaan suatu pengertian.
Di sisi lain, ia juga menerima pendapat bahwa pengertian berasal dari fenomena yang tidak
dapat melampaui batas-batasnya.
Kant menempatkan kebenaran bukan pada konsep tunggal, tetapi dalam pernyataan dan
kesimpulan lengkap. Ia membedakan dua jenis pengertian:
Pengertian analistis, yakni pengertian yang selalu bersifat apriori, misalnya dalam ilmu pasti;
Pengertian sintesis, pengertian ini dibagi menjadi dua yakni: aposteriori singular yang dasar
kebenarannya pengalaman subjektif seperti ungkapan “Saya merasa panas”, dan apriori yang
merupakan pengertian universal dan pasti seperti ungkapan “Suhu udara hari ini panasnya
mencapai 34 derajat celcius”.
Intinya, metode ini menerima nilai objektif ilmu-ilmu positif, sebab terbukti telah menghasilkan
kemajuan hidup sehari-hari. Ia juga menerima nilai subjektif agama dan moral sebab
memberikan kemajuan dan kebahagiaan.
Dengan catatan syarat paling minimal yang mutlak harus dipenuhi dalam subjek supaya
objektifitasnya memungkinan. Seperti efek placebo obat yang sebetulnya tidak dapat
menyembuhkan, namun membuat seseorang percaya ia akan sembuh karena telah
meminumnya.
Di dalam pengertian dan penilaian metode ini terjadi kesatuan antara subjek dan objek,
kesatuan antara semua bentuk. Hal ini menuntut adanya kesatuan kesadaran yang disebut
“transcendental unity of apperception”.
g. Metode Dialektis
Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini disebut dengan ‘Hegelian
Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Langkah awal
metode ini ialah pengiyaan dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan
jelas.
Kemudian membuat suatu anti tesis atau bantahan dari konsep atau pengertian yang lazim
tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan dari keduanya dan dibentuklah suatu sintesis dari
keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut akan menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian
disintesiskan kembali untuk mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi.
h. Metode Fenomenologis
Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat dicerap dengan
observasi empiris seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna aslinya yang
berasal dari bahasa Yunani: phainomai, artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena adalah
data sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman. Metode fenomenologi dilakukan
dengan melakukan tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu:
Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak substansial.
Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur subjektif seperti perasaan, keinginan dan
pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi eidetis.
Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan wende zum
subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya penampakan diri sendiri. Dasar-dasar
dalam kesadaran yang membentuk suatu subjek disisihkan.
Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi subjektifnya seperti
kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial. Bayangkan bagaimana rasa penasaran seorang
anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika menemukan hal baru. Ia akan
mengobservasinya dan melakukan apapun untuk secara tidak sadar mempelajari dan
mengenalnya, termasuk meremas dan menendang kucing liar yang ia temukan di halaman
belakang rumah. Metode ini dipopulerkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada” (exist) itu tidak dapat “mengada”
tanpa ada konteks pembentuk disekitarnya: perasaan manusia, interaktifitas individu dalam
suatu kelompok dan kepentingan tertentu.
Wittgenstein adalah tokoh dominan dalam metode ini. Ia mempelajari filsafat dengan alasan
yang kemungkinan sama dengan kebanyakan orang. Ia penasaran dengan filsafat yang begitu
membingungkan. Setelah melakukan penelitian, ia menemukan bahwa kebingungan ini banyak
disebabkan oleh bahasa filosofis yang rancu dan kacau.
Bagaimana seseorang bisa mengetahui benar salahnya suatu pendapat, sebelum ia mampu
memastikan bahwa bahasa yang dipakai untuk menyampaikan pertanyaan, pernyataan dan
perbincangan itu adalah benar?
“Arti” bukanlah sesuatu yang berada “di belakang” bahasa; tidak ada arti “pokok”. Arti kata
tergantung dari pemakaiannya, makna timbul dari penggunaan. Arti kata itu seluruhnya
tergantung dari permainan bahasa (language games) yang sedang dimainkan.
Metode ini meneliti dan membedakan permainan-permainan bahasa itu untuk mendapatkan
keyakinan yang lebih baik. Juga menetapkan peraturan masing-masing bahasa agar tidak terjadi
kekeliruan logis dan kesalahpahaman yang disebabkan oleh kerancuan makna kata.
Sains adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Sains :
1. bersifat empiris
2. berhubungan dengan fakta - fakta menggunakan eksperimen yang bisa terukur oleh indra
3. bersifat analisis (ada objek formalnya)
4. bersifat objektif
5. kuantitatif
Filsafat adalah kajian masalah umum dan mendasar tentang persoalan seperti eksistensi,
pengetahuan, akal, pikiran dan bahasa.
Filsafat :
1. bersifat konseptual
2. sesuatu yang tidak dapat dirasakan oleh indra belum tentu bukan merupakan kebenaran
hakiki
4. bersifat subjektif
5. kualitatif
7. tanpa eksperimen/riset sehingga dapat menelaah penyelesaian yang tidak dapat dicarikan
penyelesaiannya oleh sains
2. Logika: berarti ilmu yang berpikir luas dan membahas mengenai ilmu pengetahuan tentang
penarikan kesimpulan mengenai suatu hal. Dan merupakan bagian dari bidang pengetahuan
yang mempelajari aturan dan penalaran yang benar.
3. Kritik ilmu-ilmu: adalah teori yang dapat membagi beberapa ilmu-ilmu didalamnya.
Contohnya: fisika, kimia.
2. Wujud ada relatif artinya membicarakan manusia dan alam diluar manusia. Contohnya:
kehidupan setelah mati.
6. Antropologi: adalah ilmu yang membahas tentang manusia, seperti apakah manusia?
Bagaimana hubungan manusia dengan alam?
7. Kosmologi: adalah ilmu yang membahas pengetahuan filosofis tentang keteraturan alam.
8. Etika: mempelajari tentang tingkah laku baik dan buruk nya manusia. Dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Deskriptif, menjelaskan bagian dasar dari tingkah laku atau etika manusia,
9. Estetika: mempelajari tentang hakekat keindahan di dalam senin. Dibagi menjadi 2 yaitu:
10. Sejarah Filsafat: adalah laporan suatu peristiwa yang berkaitan dengan pemikiran Filsafat.
Jadi, sejarah Filsafat itu erat hubungannya dengan teori-teori yang ada pada Filsafat.
Filsafat Sains sebagai cabang filsafat yang mencoba mengkaji Sains dari segi ciri-ciri dan cara
pemerolehannya. Filsafat Sains merupakan jawaban filsafat atas pertanyaan sains, atau Filsafat
Sains merupakan upaya penjelasan dan penelaahan secara mendalam hal-hal yang berkaitan
dengan sains terutama berhubungan dengan Sains Fisika. Oleh karena itu, dalam rangka ikut
membantu masyarakat (masyarakat akademis pada khususnya) dalam menyelenggarakan sains
secara bertanggungjawab, maka buku Filsafat Sains ini mencoba untuk sedikit memberikan
sumbangan pemikiran, memberikan pencerahan mengenai sains. Pembaca diajak berpikir
secara rasional (kritis, kreatif, logis, dan sistematis) tentang Sains yang merupakan objek
sasarannya. Hal ini untuk memperoleh pemahaman yang jelas, objektif, lengkap/menyeluruh
dan secara mendalam hingga menemukan unsurunsur hakiki/pokok tentang Sains.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a. Secara etimologis, filsafat diambil dari bahasa Arab, falsafah-berasal dari bahasa Yunani,
Philosophia, kata majemukyang berasal dari kata Philos yang artinya cinta atau suka, dan kata
Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian secara etimologis, filsafat
memberikanpengertian cinta kebijaksanaan.
b. Manfaat mempelajari filsafat diantaranya adalah manfaat dari sisi pengetahuan dan manfaat
dalam kehidupan sehari-hari. Dari sisi pengetahuan filsafat disebuat sebagai induk dari setiap
disiplian ilmu pengetahuan, maka untuk memahami ilmu pengetahuan dan mampu me-
interdisipliner-kan kita butuh filsafat. Filsafat dalam kehidupan sehari-hari bisa dijadikan
patokan utama dalam mengembangan kebutuhan-kebutuhan manusia serta piranti dalam
memahami proses keseharian secara mendalam dan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
https://serupa.id/metode-filsafat-10-contoh-penjelasan-lengkap/
https://brainly.co.id/tugas/15538295#:~:text=Filsafat%20adalah%20kajian%20masalah%20umum,segi
%20kenyataan%20dalam%20alam%20manusia.
https://www.kompasiana.com/isrorul/5d94504d0d82303b0940a6a2/filsafat-ilmu-cabang-cabang-
filsafat?page=2&page_images=1
https://www.researchgate.net/publication/340375566_FILSAFAT_SAINS