Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pabrik kimia merupakan susunan atau rangkaian berbagai unit pengolahan yang
terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan pengoperasian
pabrik kimia secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan baku
menjadi produk yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya pabrik akan selalu
mengalami gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Penggunaan
pengendalian proses baik untuk unit process maupun unit operation tidak dapat
dihindari karena untuk kerja keduanya baik secara kualitatif maupun kuantitatif
sangat dipengaruhi oleh pengendalian proses. Analisis sistem pengendalian proses
adalah studi perilaku sistem-sistem dinamis.
Pengontrolan dapat diartikan sebagai pengaturan atau pengendalian.
Pengontrolan dalam proses produksi didefinisikan sebagai upaya pengaturan untuk
mempertahankan nilai atau output yang diinginkan tetap terjaga dari pengaruh
perubahan atau deviasi yang ditimbulkan oleh proses tersebut. Integrasi komponen
kontrol dan measurement, berfungsi untuk mendapatkan sistem kontrol yang tepat.
Dalam melakukan tuning controller ada beberapa metode yang secara umum dapat
dibagi dua, yaitu: open loop dan closed looptuning. Pada cascade control, bagian
sekunder di tuning terlebih dahulu diikuti bagian primer.
Perubahan kecil pada control dan pengukuran, akan membawa dampak yang
besar pada proses produksi. Pengontrolan secara elektrik dan pneumatik atau
kombinasinya lebih banyak ditemukan dalam industri maupun aplikasi teknis lainnya.
Hal ini disebabkan beberapa kelebihan yang diberikannya, yaitu pemakaian daya
yang lebih kecil, kemampuan untuk pengontrolan jarak jauh, lebih mudah diperoleh
dan responnya lebih cepat.

1
Sistem pengendalian proses merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
menjamin tingkat keberhasilan proses. Dengan unit pengendali yang kuat maka
proses dapat dijalankan pada kondisi optimalnya dengan cara merejeksi/menolak
segala macam gangguan seperti fluktuasi laju aliran umpan, suhu, aliran pendingin,
ataupun gangguan lain yang tidak terprediksi.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Memahami sistem kerja pengendalian proses.
2. Mengoperasikan sistem pengendalian proses dengan menggunakan metode-
metode yang telah dikenal dalam literatur.
3. Menganalisis pengaruh perubahan parameter-parameter pengendali dan
berbagai gangguan (disturbance) terhadap kinerja sistem kendali.
4. Bekerja secara tim dan professional.

1.3 Tinjauan Pustaka


1.3.1 Pengendalian Proses
Pengendalian proses adalah suatu kegiatan untuk menjaga kondisi dari suatu
sistem dengan cara mengatur variabel manipulasi dalam suatu sistem tersebut.
Hakikat utama sistem pengendalian adalah menjaga atau mengendalikan process
variable agar selalu sama dengan set point. Walaupun keadaan steady itu tidak pernah
tercapai sepenuhnya, tetap diupayakan agar process variable dapat sedekat mungkin
dengan set point pada keadaan load. Langkah utama yang dilakukan setelah
merencanakan semua instrumentasi pengendalian adalah menyetel sistem agar
process variable dapat mengikuti set point. Sistem harus disetel (tuning) agar tidak
berisolasi pada semua kondisi operasi (Anerasari, 2011)
Alat-alat pengendalian proses yang dipasang di Pabrik maupun Industri
memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Menjaga keamanan dan keselamatan kerja
Keamanan dalam operasi suatu pabrik kimia merupakan kebutuhan primer
untuk orang-orang yang bekerja di pabrik dan untuk kelangsungan perusahaan. Untuk

2
menjaga terjaminnya keamanan, berbagai kondisi operasi pabrik seperti tekanan
operasi, temperatur, konsentrasi bahan kimia, dan lain sebagainya harus dijaga tetap
pada batas-batas tertentu yang diizinkan (Endang dkk, 1996).
2. Memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan
Pabrik harus menghasilkan produk dengan jumlah tertentu (sesuai kapasitas
desain) dan dengan kualitas tertentu sesuai spesifikasi. Untuk itu dibutuhkan suatu
sistem pengendali untuk menjaga tingkat produksi dan kualitas produk yang
diinginkan (Endang dkk, 1996).
3. Menjaga peralatan proses dapat berfungsi sesuai yang diinginkan dalam
desain
Peralatan-peralatan yang digunakan dalam operasi proses produksi memiliki
kendala-kendala operasional tertentu yang harus dipenuhi. Pada pompa harus
dipertahankan NPSH, pada kolom distilasi harus dijaga agar tidak flooding,
temperatur dan tekanan pada reaktor harus dijaga agar tetep beroperasi aman dan
konversi menjadi produk optimal, isi tangki tidak boleh luber ataupun kering, serta
masih banyak kendalakendala lain yang harus diperhatikan (Endang dkk, 1996).
4. Menjaga agar operasi pabrik tetap ekonomis
Operasi pabrik bertujuan menghasilkan produk dari bahan baku yang memberi
keuntungan yang maksimum, sehingga pabrik harus dijalankan pada kondisi yang
menyebabkan biaya operasi menjadi minimum dan laba yang diperoleh menjadi
maksimum (Endang dkk, 1996).
5. Memenuhi persyaratan lingkungan
Operasi pabrik harus memenuhi berbagai peraturan lingkungan yang
memberikan syarat-syarat tertentu bagi berbagai buangan pabrik kimia. Untuk
memenuhi persyaratan diatas diperlukan pengawasan (monitoring) yang terus
menerus terhadap operasi pabrik kimia dan intervensi dari luar (external intervention)
untuk mencapai tujuan operasi. Hal ini dapat terlaksana melalui suatu rangkaian
peralatan (alat ukur, kerangan, pengendali, dan komputer) dan intervensi manusia
(plant managers, plants operators) yang secara bersama membentuk control system.
Dalam pengoerasian pabrik diperlukan berbagai prasyarat dan kondisi operasi

3
tertentu, sehingga diperlukan usaha-usaha pemantauan terhadap kondisi operasi
pabrik dan pengendalian proses supaya kondisi operasinya stabil (Endang dkk, 1996).

1.3.2 Elemen Sistem Pengendalian


Dalam suatu sistem kontrol sekurang kurangnya terdapat lima macam elemen
utama yang membentuk sistem kontrol yaitu:
a. Sensor
Sensor adalah elemen yang pertama kali merasakan adanya variable proses
dan kemudian merubahnya ke dalam bentuk gerakan mekanik atau sinyal elektrik
yang sesuai dengan besarnya varibel yang dideteksinya.
b. Transmitter
Transmitter berfungsi untuk merubah nilai variabel proses yang dirasakan
oleh sensor menjadi bentuk signal standard dan ditransmisikan ke dalam instrumen
lainnya (controller, recorder) yang besarnya tergantung dari jenis transmitternya.
yaitu 4-20 mA atau 1-5 Vdc (untuk transmitter elektrik) atau 3-15 psi untuk
transmitter pneumatic (Ritonga, 2009).
c. Controller
Controller adalah elemen pengatur memanfaatkan signal error yang dihasilkan
untuk kemudian digunakan sebagai dasar untuk memberikan memberikan perintah
perbaikan yang akan dilakukan oleh elemen pengontrol akhir (Ritonga, 2009).
d. Final Control
Final control element adalah elemen akhir dari suatu sistem pengendalian
yang fungsinya mengkoreksi perbedaan antara process variable (PV) terhadap set
variable (SV) berupa gerakan naik-turun (buka-tutup) valve sesuai sinyal yang
diterimanya dari kontroler. Elemen kontrol akhir dapat berupa control valve, motor,
pompa yang menerima dan melaksanakan signal instruksi yang diberikan oleh
controller untuk mempertahankan nilai variabel proses pada nilai set point-nya.
Kelima macam elemen tersebut dapat dihubungkan satu sama lain baik secara
hubungan terbuka (open loop) maupun tertutup (closedloop). Istilah open loop dan

4
closed loop akan mempermudah dalam memahami sistem kontrol manual dan
otomatis (Ritonga, 2009).

Gambar 1.1 Diagram Blok Sistem Proses

Suatu proses kimia secara umum ditunjukkan melalui gambar 1.1, memiliki
output (y), potensial disturbance atau gangguan (d) dan manipulated variable (m),
sehingga tujuan pengendalian proses dilakukan untuk menjaga nilai output (y) tetap
pada suatu nilai yang diinginkan (setpoint, ysp) (Stephanopoulus, 1984).
Gambar 1.1 menggambarkan langkah pengendalian proses. Aksi pengendali
dilakukan dengan mengendalikan ouput tersebut dengan cara mengukur,
membandingkan, mengevaluasi dan mengoreksi. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
 Mengukur nilai output menggunakan perangkat pengukur yang sesuai. Nilai
yang ditunjukkan oleh sensor pengukur dinotasikan sebagai ym.
 Membandingkan nilai output hasil pengukuran (ym) dengan nilai output yang
diinginkan (setpoint, ysp). Hasil perbandingan berupa penyimpangan atau error.
ε = ysp – ym ……………………………………………………... (1.1)
 Nilai penyimpanan ε ditransmisikan ke pengendali utama (main controller).
 Pengendali utama kemudian mengubah nilai manipulated variabel (m) dengan
cara tertentu untuk memperkecil penyimpangan ε.

5
 Controller tidak mengubah nilai m secara langsung, tetapi melakukannya
melalui peralatan yang disebut elemen pengendali akhir (final control element).

1.3.4 Pemilihan Variabel yang Dimanipulasi


Dalam proses kimia, umumnya terdapat beberapa variabel input yang dapat
diatur dengan bebas. Untuk memilih variabel mana yang akan dimanipulasi, harus
dipertimbangkan efek dari tindakan yang diambil terhadap kualitas pengendalian.
Sebagai contoh pengendalian ketingguan cairan dalam reaktor, tangki, ataupun kolom
distilasi dapat dilakukan dengan mengatur laju alir masuk dan laju alir keluar cairan.

1.3.5 Control Loop


Apabila dilihat dari bentuknya, Control loop dibagi dalam dua kategori, yaitu:
open dan closed loop. Perbedaan utama antara kedua contol loop adalah adanya
proses koreksi (feedback) pada tipe closed loop, sedangkan pada open loop tidak
terdapat proses koreksi tersebut, sehingga tidak ada mekanisme yang
menghubungkan produk yang terjadi dengan input yang dikehendaki (Ritonga, 2009).
Sistem pengendalian loop tertutup atau sering juga disebut sebagai sistem
pengendalian umpan balik (feed back control) adalah merupakan sistem pengendalian
yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengendaliannya.
Pada sistem pengendalian loop tertutup ini terdapat signal kesalahan penggerak, yang
merupakan selisih antara signal masukan dan signal umpan balik (yang berupa signal
keluaran dari proses yang dikendalikan) yang diumpan balikkan ke arah masukan
untuk memperkecil kesalahan dan membuat harga keluaran akan mendekati dengan
harga yang diinginkan. Atau dengan kata lain, pada aksi umpan balik digunakan
untuk memperkecil kesalahan sistem dan sistem tersebut biasanya bekerja pada
automatic control. Berikut sistem pengendalian loop tertutup dapat dilihat pada
gambar 1.2 berikut ini (Ritonga, 2009).

6
Gambar 1.2 Sistem Pengendalian Loop Tertutup

Metoda pengendalian tertutup (close loop control) antara lain adalah:


a. Feed Back Control System
Feedback control termasuk kategori single loop control. Feedback loop
mengirimkan hasil pengukuran ke controller untuk dibandingkan dengan nilai
setpoint. Jika proses variabel tidaksama dengan setpoint, controller akan bereaksi
untuk menyamakannya. Feedback control paling banyak dipakai di industri.
Keuntungan utamanya adalah dapat mengontrol semua proses secara langsung.
Kekurangannya adalah error harus terjadi sebelum dapat dikoreksi. (Coughanowr,
1991).

Gambar 1.3 Sistem pengendalian feedback pada tangki pemanas

7
Berikut adalah aplikasi feedback control:
 Pressure control loop
Pressure control loop bereaksi berdasarkan kecepatan. Kecepatan
pengontrolan ditentukan oleh volume dari proses fluida. Contohnya pada sebuah
sistem penyimpanan gas yang besar (gas storage facilities) pergerakan controller
cenderung lebih lambat dibandingkan dengan sistem yang bervolume kecil.

Gambar 1.4 Pressure control loop

 Level control loop


Perubahan kecepatan aliran liquida pada level control loop umumnya
disebabkan oleh ukuran dan bentuk proses vessel (tangki). Contoh misalnya tangki
yang besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diisi dibandingkan
tangki kecil. Faktor lain adalah flow rate input dan outflow. Tank overflow menjadi
masalah yang harus dihindari sehingga digunakan redundant control system.

8
Gambar 1.5 Level control loop

b. Feed-forward (FF) Control


Feed forward (FF) control adalah metode umum untuk kompensasi
disturbance terukur. FF controller mengukur disturbance sebelum mempengaruhi
proses, dan melakukan manipulasi untuk menghilangkannya. Untuk itu dibutuhkan
magnitude dan timing yang tepat ketika aksi koreksi terjadi. Proses akan memburuk
jika manipulated variable yang dikoreksi terlalu cepat atau sebaliknya (Coughanowr,
1991). Pada aplikasi yang sama dapat dilihat pada gambar 1.6.

Gambar 1.6 Sistem Pengendalian Feed Forward pada Tangki Pemanas

Feed forward controller biasanya digabungkan dengan feedback controller.


Ini bertujuan untuk mendapatkan nilai magnitude dan laju perubahan yang konsisten.

9
c. Cascade Control
Cascade control pada prinsipnya adalah 2 buah control loop yang disusun
secara serial. Output controller yang pertama (primary/master) diumpankan pada
setpoint controller kedua (secondary/slave). Secara umum cascade control dipakai
apabila variabel kontrol primer bereaksi lambat terhadap perubahan disturbance
(Coughanowr, 1991).
Keuntungan pemakaian control ini adalah:
 Mengkondisikan agar secondary controller bereaksi lebih cepat mengatasi
disturbance
 Mengkondisikan agar secondary controller dapat mengatasi kondisi non linear
pada valve

1.3.6 Sistem Pengendali (Controller)


Sistem pengendali (controller) adalah elemen aktif dalam sistem pengendali
yang menerima informasi dari pengukuran dan membuat tindakan yang sesuai untuk
mengatur harga variabel manipulasi. Pengaturan variabel manipulasi bergantung pada
control law. Beberapa control law yang umum diterapkan pada sistem pengendalian
adalah sebagai berikut.
1. Proportional Controller (P-Controller)
Kebanyakan sistem kontrol sudah bekerja bagus hanya dengan menggunakan
proportional control (P only). Pada proportional controller, perubahan set point atau
load akan menimbulkan permanent error yang disebut offset. Offset tidak mungkin
dihilangkan oleh proportional controller karena proportional output hanya merespon
terhadap perubahan error, bukan error permanen.
Timbulnya offset dapat diilustrasikan misalnya sebuah tangki dikontrol oleh
proportional only level controller. Selama output tangki konstan, level akan tetap
berada pada nilai setpoint. Ketika operator membuka outlet valve lebih besar, level
akan turun. Error akan bertambah sehingga controller akan menaikkan output-nya
proporsional dengan besarnya error. Control valve akan membuka lebih besar hingga

10
akhirnya tercapai keseimbangan antara liquida masuk dan keluar. Pada titik ini level
kembali stabil, namun tidak lagi berada pada set point-nya (Zainudin, 2008).
Pengendali proporsional hanya dapat digunakan untuk proses yang dapat
menerima offset. Faktor kelipatan disebut gain pengendali (Kc). Pengendali
proporsional sebanding dengan error-nya dengan persamaan matematis sebagai
berikut:
c’(t)= Kc.ε + cs .......................................................................................................(1.2)
Dengan Kc adalah Proportional gain (gain pengendali) dan ε merupakan error (SP –
PV).

2. Proportional-Integral Controller (PI-Controller)


Proportional-Integral control (PI-controller) adalah aksi control yang paling
direkomendasikan pada hampir semua aplikasi di lapangan. Penggabungan aksi
proportional dan integral ini memberikan respon dan stabilitas control yang tinggi
tanpa offset. Integral berfungsi sebagai automatic bias adjustment untuk
menghilangkan offset. Aksi integral (reset) didefinisikan sebagai waktu yang
dibutuhkan untuk merubah controller output sebanyak perubahan yang disebabkan
oleh aksi proportional. Aksi integral umumnya digunakan bersama dengan aksi
proportional (hampir tidak ada controller yang mempunyai mode integral only).
Dengan tambahan mode integral, output controller akan merespon terhadap besar dan
lamanya error. Persamaan pengendali PI adalah:
Kc
c’(t)= Kc.ε +
τi
∫ ε . dt + cs ....................................................................................(1.3)
Dengan τi merupakan waktu integral (integral action).

3. Proportional-Integral-Derivative Controller (PID-Controller)


Pengaturan mode controller ini melibatkan tiga fungsi kontrol matematis yang
bekerja sekaligus, yaitu: Proportional-Integral-Derivative (PID). PID dapat diartikan
sebagai serangkaian aturan-aturan untuk memberikan kestabilan pada sistem control
closed loop. Penggunaan PID bertujuan untuk membuat nilai terukur (PV) agar sama
dengan nilai set point.

11
Aksi derivative (rate) membuat output controller sebanding dengan laju
perubahan error. Derivative umumnya dikombinasikan dengan aksi proportional atau
proportional - Integral. Aksi derivative menambahkan elemen antisipasi (lead action)
pada controller. Fungsinya menaikkan kecepatan respon controller dan kompensasi
lag yang ditimbulkan oleh aksi integral. Fungsi PID adalah didefinisikan sebagai
berikut:
 Proportional control (gain): Menentukan selisih antara setpoint dan process
variable (error), lalu memberikan perubahan yang proporsional kepada
control untuk menghilangkan error tersebut. Proportional control digunakan
untuk menjaga proses sesuai dengan set point tanpa fluktuasi yang berarti
menggunakan proportional control
 Integral control (reset): Menentukan apakah terjadi offset dari set point dan
PV terhadap waktu, kemudian melakukan koreksi untuk menghilangkan offset
tersebut. Integral control digunakan untuk menghilangkan offset
menggunakan reset control.
 Derivative Control (rate): Memonitor laju perubahan PV dan melakukan aksi
koreksi jika terdeteksi laju perubahan yang tidak normal. Derivative
digunakan untuk mempercepat respon controller pada disturbance yang besar
menggunakan derivative control.
Persamaan standar pengendali proporsional integral derivatif (PID) adalah sebagai
berikut:
Kc dε
τi ∫
c’(t) = Kc.ε + ε . dt + Kc . τd . + cs ...............................................................(1.4)
dt
Dengan τ d merupakan waktu derivative (menit). Dasar pemakaian mode
kontrol disesuaikan dengan sifat proses yang akan dikendalikan. Tidak semua proses
membutuhkan full PID control. Jika offset yang kecil dapat ditolerir pada sebuah
proses, maka proportional control saja (P only) sudah cukup. PI kontrol digunakan
jika offset tidak dapat ditolerir. PID control dipakai jika pada proses terjadi offset,
noise dan deadtime yang menjadi masalah (Zainudin, 2008).

12
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

Percobaan pengendalian level terdiri atas 3 percobaan yang dapat dilakukan


secara seri atau berurut, yaitu proses start-up, servo, dan regulatory. Sebelum
memulai percobaan, jalankan prosedur start-up peralatan sebagai berikut:
1. MCB unit compressor utama diatur pada posisi ON.
2. Dibuka katup udara 50%, dari compressor ke unit Control Trainer.
3. Diubungkan kabel power ke sumber arus listrik.
4. Daikkan saklar MCB pada Main Power. Ditunggu beberapa saat (5 menit)
sampai putaran kipas pada unit pengendali konstan.
5. MCB DC Power dinaikkan
6. MCB instrument power dinaikkan, dan ditunggu beberapa saat hingga display
UMC800 menampilkan loop trend dari proses yang sedang berlangsung.
7. Katup V3 dan V4 dipastikan dalam posisi tertutup penuh, kemudian katup V4
dibuka (putaran 90°).
8. MCB pump dinaikkan, pompa akan mengalirkan air dari tangki umpan ke
tangki proses. Perhatikan, apakah alat-alat ukur sudah bekerja semestinya.

2.1. Start-up Proses


2.1.1. Tujuan
1. Mengoperasikan suatu proses start-up yang dilengkapi sistem pengendali
pada berbagai parameter pengendali
2. Mempelajari dan menganalisis dinamika proses start-up yang dilengkapi
sistem pengendali.

2.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan adalah air dan udara. Air yang digunakan pada
percobaan harus air yang bersih, bebas dari pengotor seperti logam berat maupun
pengotor organik.Periksa air umpan, jika kotor maka harus segera diganti. Udara

13
dipasok dari udara sekitar menggunakan unit kompresor utama yang selanjutnya
didistribusikan ke alat percobaan melalui pipa besi dan selang bertekanan.

2.1.3 Alat
Percobaan menggunakan level dilakukan menggunakan Control Trainer H-
ICS-8189. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah penghitung waktu (stopwatch) dan
alat tulis untuk mencatat perubahan-perubahan variabel proses yang terjadi saat
melakukan percobaan.

Gambar 2.1 Skema Peralatan Percobaan Pengendalian Level

Control Trainer H-ICS-8189 dilengkapi dengan Universal Modular


Controller UMC800 yang digunakan untuk berinteraksi dengan user. Operator
interface UMC800 dapat dilihat pada gambar 2.2.

14
Gambar 2.2 Operator Interface UMC-800

Tombol (Button) pada interface UMC800 telah diprogram untuk keperluan


tertentu. Daftar interface penting UMC800 diantaranya adalah:
1. Button 1 : tampilan Flow dan Level berikut harga dari PV,SPdan OUT.
2. Button 2 : tampilan trend dari Flow, Pressure dan Level secara periodic.
3. Button 3 : tampilan Overview besaranharga Flow, Pressure danLevel.
4. Button 4 : menampilkan Flow, Pressure, dan Level, beserta hargamasing
masing variabel.
5. Button 5 : tampilan Main Menu yang terdiri atas: Recipes, SP Programs,
Loops, Alarms/events/diags, variables, unit setup dan disc
utilities.
6. Home : fungsinya sama seperti button 5.
7. Panah : untuk berpindah dari tampilan flow ke level maupun sebaliknya.
8. Input set point : tombol untuk memasukkan harga set point yang baru. Dapat
berfungsi jika tampilan flow atau level pada keadaan aktif.
9. Enter

2.1.4 Prosedur
Prosedur percobaan untuk kasus start-up adalah:
1. Jika di dalam tangki proses masih terdapat air, maka katup V3 dibuka penuh dan
tunggu hingga air dalam tangki proses kosong.

15
2. Diatur V3 pada posisi tertutup penuh dan V4 terbuka (putaran 90°)
3. Dimasukkan harga parameter pengendalian berupa set-point, Gain, Reset dan Rate
(akan diberikan di lembar penugasan). Pengaturan Gain, Reset, dan Rate dapat
diakses melalui Home → Loops → Level → Tune Constant. Sedangkan untuk
pengukuran level dapat diakses melalui button 1, pindah ke display level
menggunakan panah kekanan, tombol input, set point, dimasukkan harga set point,
botton 1.
4. Dinaikkan saklar MCB pump, kemudian dilakukan pengambilan data sesaat
setelah air mengisi tangki proses.
5. Diakukan hal ini pada Proporsional (P) dengan parameter controller (gain 20 dan
gain 60), Propotional Integral (PI) dengan parameter controller (gain 60, Reset
0,1 dan Reset 0,5), Propotional Integral Derivatif (PID) dengan parameter
controller (Gain 60, Reset 0,1; Rate 0,1 dan Rate 0,5) dan set point yang
digunakan adalah 300.

2.1.5 Perhitungan/Analisis
Data hasil percobaan berupa level dicatat setiap 10 detik selama 5 menit.

2.2 Kasus Servo


2.2.1 Tujuan
1. Mengaplikasikan kasus servo pada proses yang dilengkapi sistem pengendali
dengan berbagai parameter pengendali.
2. Mempelajari dan menganalisis kasus servo pada proses yang dilengkapi
sistem pengendali.

2.2.2 Prosedur
Percobaan untuk kasus servo merupakan lanjutan dari kasus start-up proses.
Pada percobaan ini, praktikan akan memasukkan harga set point yang baru.
Kemudian mengamati perubahan tinggi air dan mencatat perubahan variabel proses
sesaat setelah harga set point yang baru dimasukkan.

16
Cara memasukkan harga set point yang baru dapat dilakukan melalui langkah
sebagai berikut:
1. Dimasukkan harga parameter pengendalian berupa set-point, Gain, Reset dan Rate
(akan diberikan di lembar penugasan). Pengaturan Gain, Reset dan Rate dapat
diakses melalui Home → Loops → Level → Tune Constant.
2. Sedangkan untuk pengukuran level dapat diakses melalui button 1 pindah ke
display level menggunakan panah ke kanan. Gunakan tombol input set point untuk
memasukkan harga set point pertama, selanjutnya gunakan panah ke kiri, bawah
dan atas untuk membantu memasukkan harga set point pertama.
3. Tekan tombol Enter. Tekan button 1 untuk menampilkan Flow dan Level.
Kemudian tekan button 3 untuk menampilkan data flow, pressure dan level.
4. Dinaikkan saklar MCB pump, kemudian dilakukan pengambilan data sesaat
setelah air mengisi tangki proses.
5. Dibiarkan sampai set point pertama sudah tercapai dan stabil
6. Tekan button 1. Gunakan tombol panah kekanan untuk berpindah ketampilan
level, sehingga tampilan level berada pada posisi aktif.
7. Gunakan tombol input set point untuk memasukkan harga set point baru,
selanjutnya gunakan panah ke kiri, bawah dan atas untuk membantu memasukkan
harga set point baru.
8. Tekan tombol Enter, sesaat setelah itu lakukan proses pengambilan data sampai
stabil.
6. Lakukan hal ini pada Proporsional (P) dengan parameter controller (gain 20 dan
gain 60), Propotional Integral (PI) dengan parameter controller (gain 60, Reset
0,1 dan Reset 0,5), Propotional Integral Derivatif (PID) dengan parameter
controller (Gain 60, Reset 0,1; Rate 0,1 dan Rate 0,5) dan set point yang
digunakan adalah 200 dan 250.

2.2.3 Perhitungan/Analisis
Data hasil percobaan berupa level dicatat setiap 10 detik selama 5 menit.

17
2.3 Kasus Regulatory
2.3.1 Tujuan
Mempelajari dinamika proses jika diberikan gangguan dari lingkungan.
Gangguan dapat diberikan melalui 2 cara, yaitu step dan sinusoidal. Praktikan harus
mampu memberikan gangguan melalui 2 cara tersebut dan mampu menilai respon
kendali yang akan terjadi.

2.3.2 Prosedur
Percobaan untuk kasus regulatory dilakukan untuk mempelajari kelakuan dinamika
pengendalian level dengan memberikan gangguan dari luar sistem. Gangguan yang
diberikan yaitu berupa perubahan laju alir keluaran tangki proses.

2.3.3 Prosedur Kasus Step


Percobaan untuk kasus disturbance dilakukan untuk mempelajari kelakuan
dinamika pengendalian level dengan memberikan gangguan dari luar sistem.
Gangguan pertama adalah step, yang dilakukan dengan membuka katup V4 putaran
sebesar 90° selama 1 menit, dilanjutkan ke putaran 180° sampai menit ketiga, dan
kembali ke 90° sampai menit kelima. Saat yang bersamaan dilakukan proses
pengambilan data mulai dari keadaan sebelum stabil dan ketika diberikan gangguan
sampai stabil kembali. Hal ini dilakukan pada Proporsional (P) dengan parameter
controller (gain 20 dan gain 60), Propotional Integral (PI) dengan parameter
controller (gain 60, Reset 0,1 dan Reset 0,5), Propotional Integral Derivatif (PID)
dengan parameter controller (Gain 60, Reset 0,1; Rate 0,1 dan Rate 0,5) dan set point
yang digunakan adalah 200.

2.3.4 Prosedur Kasus Sinusoidal


Percobaan untuk kasus disturbance dilakukan untuk mempelajari kelakuan
dinamika pengendalian level dengan memberikan gangguan dari luar sistem.
Sedangkan gangguan yang kedua adalah sinusoidal dengan membuka katup secara
perlahan-lahan ke arah 180° dan kembali lagi ke arah 90° dengan kecepatan

18
pembukaan dan penutupan katup yang konstan. Saat yang bersamaan dilakukan
proses pengambilan data mulai dari keadaan sebelum stabil dan ketika diberikan
gangguan sampai stabil kembali. Hal ini dilakukan pada Proporsional (P) dengan
parameter controller (gain 20 dan gain 60), Propotional Integral (PI) dengan
parameter controller (gain 60, Reset 0,1 dan Reset 0,5), Propotional Integral
Derivatif (PID) dengan parameter controller (Gain 60, Reset 0,1; Rate 0,1 dan Rate
0,5) dan set point yang digunakan adalah 200.

19
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus Start-Up


Proses start up merupakan proses awal dimana percobaan akan dimulai. Pada
percobaan ini, waktu dimulai pada saat air masuk kedalam tangki. Pada percobaan
ini, nilai set point yang diberikan adalah 300 mm. Pada percobaan ini, data diambil
dengan rentang waktu 10 detik. Percobaan ini bertujuan untuk menganalisa berbagai
pengaruh mode controller terhadap level.

3.1.1 Sistem Pengendali Proporsional (P-controller)


Pada pengendali proporsional memiliki karakteristik dimana besar output unit
pengendali selalu sebanding dengan besarnya input. Penggunaan pengendali
proporsional dapat mempengaruhi kecepatan respon, semakin besar nilainya dapat
mempercepat respon dan memperkecil offset tetapi dapat menimbulkan osilasi. Dari
percobaan yang dilakukan, dapat dilihat dinamika level dengan menggunakan P-
controller seperti pada berikut.

350
300
250
Level (mm)

200
150 Set Poin
100 Gain 20
Gain 60
50
0
0 30 60 90 0 0 0 0 0 0 0
12 15 18 21 24 27 30
Waktu (detik)

Gambar 3.1 Respon P-controller terhadap Level pada Kasus Start up

20
Gambar 3.1 menunjukkan hubungan antara level air pada bejana terhadap
waktu proses. Perbedaan gain (Kc) pada proposional controller kasus start up
menunjukkan respon yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada level yang
dicapai.

Hal ini terbukti pada percobaan berikut yaitu pada Gain 20 level yang dapat
dicapai angka set point 300 pada rise time 90 detik, sedangkan pada Gain 60 dapat
mencapai set point 300 pada rise time 80 detik. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa penambahan parameter Gain berfungsi untuk mempercepat rise
time sehingga dengan peningkatan nilai Gain maka kestabilan level akan menjadi
lebih baik, karena jika nilai Gain (sensitivitas) dinaikkan maka respon sistem
pengendali menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan stabil mendekati set
pointnya (lebih sensitif terhadap error).

3.1.2 Penggunaan Pengendali Proporsional Integral (PI-controller)


Pengontrol proporsional dapat menimbulkan offset pada keluaran pengendali.
Aksi pengendali integral dapat menghilangkan perbedaan pengukuran dan titik acuan
yang dapat mengakibatkan keluaran pengendali berubah sampai dengan perubahan
tersebut berharga nol. Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat dinamika level
dengan menggunakan PI-controller seperti gambar berikut.

350
300
250
Level (mm)

200
150 Set Poin
100 Reset 0.1
50
Reset 0.5
0
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300

Waktu( detik)

Gambar 3.2 Respon PI-controller terhadap Level pada Kasus Start Up dengan Gain
60

21
Pada Gambar 3.2 dapat dilihat hubungan antara level dengan waktu proses
dengan menggunakan sistem pengendali PI-controller. Pada Gain 60, Reset 0,1, rise
timenya adalah 90 detik, sedangkan Reset 0,5, rise timenya adalah 80 detik. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa penambahan parameter Reset
berfungsi untuk mempercepat rise time, meminimalkan offset, dan overshoot.

PI dengan reset yang lebih besar berarti memiliki integral yang lebih kecil
sehingga pengendalier ini lebih responsif dan dapat menghilangkan offset. Pada PI
controller sistem pengendali cenderung mudah berosilasi. Sehingga dapat dilihat pada
penggunaan PIC ini semakin tinggi nilai resetnya maka sistem pengendali yang
digunakan semakin baik, karena dinamika yang dihasilkan semakin stabil dan tidak
memberikan overshoot yang lebih tinggi dibandingkan PI-controller dengan reset
yang lebih rendah. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan nilai Kc atau gain
akan meminimalkan osilasi dan overshoot dan nilai τi atau reset berbanding terbalik
dengan Kc. Peningkatan nilai τi akan menyebabkan respon semakin oscillatory.

3.1.3 Penggunaan Pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID-controller)


Sistem pengontrol derivatif merupakan pengontrol dengan proses umpan balik
yang berlawanan dengan cara pengendalian integral. Penambahan aksi derivatif pada
pengendalian proporsional + integral bertujuan untuk meningkatkan kestabilan
pengontrolan dan mempercepat tanggapan dari sistem, peningkatan kestabilan sistem
pengendali diperoleh dari penurunan overshoot. Dari percobaan yang dilakukan,
dapat dilihat dinamika level dengan menggunakan PID-controller seperti Gambar
berikut.

22
400
350
300
250
Level (mm) 200
Set Poin
150
Rate 0.1
100 Rate 0.5
50
0
0 30 60 90 0 0 0 0 0 0 0
12 15 18 21 24 27 30
Waktu( detik)

Gambar 3.3 Respon PID-controller Terhadap Level Pada Kasus Start up dengan
Gain 60 dan Reset 0.1

Dari Gambar 3.3 dapat dilihat bahwa perbedaan Rate (τd) pada PID-controller
kasus start up menunjukkan respon yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat
pada rise time yang terjadi. Pada Gain 60, Reset 0,1, Rate 0,1 rise timenya adalah 100
detik. Pada Rate 0,5 rise timenya adalah 80 detik. Hal ini sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa penambahan parameter Reset berfungsi untuk mempercepat rise
time, meminimalkan offset, dan overshoot. Ini juga sesuai dengan teori yang
menyatakan aksi derivative bertujuan mempercepat respon dan memperkecil offset,
namun sistem ini sangat peka terhadap gangguan (noise).

3.2 Kasus Servo


Pada kasus servo dilakukan perubahan terhadap set point sehingga dinamika
perubahan level dari set point pertama yaitu 200 mm ke set point kedua yaitu 250 mm
dapat diamati. Pada kasus servo sistem pengendalian yang dilakukan adalah sistem
pengendalian P-Controller, PI-Controller, PID-Controller.

23
3.2.1 Penggunaan Pengendali Proporsional (P-controller)
Kasus servo merupakan suatu gangguan yang diberikan dengan mengubah set
point. Perubahan set point (servo) pada setiap variasi Gain yang menunjukkan
perbedaan yang signifikan. Perubahan yang terjadi yaitu respon pengendaliler untuk
mencapai set point yang mengalami perubahan dengan mengganti nilai Gain yang
diberikan. Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat dinamika level dengan
menggunakan P-controller pada kasus servo seperti gambar berikut.

300
250
200
Level (mm)

150
set poin
100
Gain 60
50 Gain 20
0
60 8 0 10 0 12 0 1 4 0 16 0 18 0 2 0 0 2 2 0 24 0 2 6 0 2 8 0 30 0

Waktu (detik)

Gambar 3.4 Respon P-controller terhadap Level Pada Kasus Servo

Kasus servo ini merupakan lanjutan dari kasus start up proses, yaitu dengan
memasukkan harga set point yang baru. Set point yang digunakan adalah dari 200
diubah menjadi 250. Perubahan yang terjadi yaitu respon controller untuk mencapai
set point yang mengalami perubahan. Dari Gambar 3.4 dapat dilihat pada saat Gain
20 respon untuk berubah ke set point yang baru (250 mm) mempunyai nilai rise time
100 detik setelah start-up, sedangkan pada Gain 60 mempunyai nilai rise time 90
detik setelah start-up. Pada Gain 60 offset yang dihasilkan lebih kecil dibanding pada
Gain 20. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa proposional Gain
dapat mempengaruhi kecepatan respon, semakin besar nilainya dapat mempercepat
respon dan memperkecil offset.

3.2.2 Penggunaan Pengendali Proporsional Integral (PI-controller)

24
Aksi pengendali integral dapat menghilangkan perbedaan pengukuran dan
titik acuan yang dapat mengakibatkan keluaran pengendali berubah sampai dengan
perubahan tersebut berharga nol. Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat
dinamika level dengan menggunakan PIC seperti gambar berikut.

300

250

200
Level (mm)

150
Set Poin
100 Reset 0.1
Reset 0.5
50

0
70 90 11 0 13 0 15 0 1 7 0 1 9 0 2 1 0 2 3 0 25 0 27 0 29 0

Waktu (detik)

Gambar 3.5 Respon PI-controller terhadap Level Pada Kasus Servo dengan Gain 60

Penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proporsional bertujuan


untuk menghilangkan offset. Dari gambar 3.5 dapat dilihat bahwa perbedaan reset
pada PI-controller kasus servo menunjukkan respon yang berbeda. Perubahan yang
terjadi yaitu respon controller untuk mencapai set point yang mengalami perubahan.
Dari gambar 3.5 dapat dilihat pada Gain 60, Reset 0,1 respon untuk berubah ke set
point yang baru (250 mm) mempunyai nilai rise time 90 detik setelah start-up dan
pada Reset 0,5 mempunyai nilai rise time 100 detik setelah start-up. Dengan
peningkatan nilai reset, maka sistem pengendali akan lebih stabil karena fungsi
integral akan meminimalkan atau dapat menghilangkan offset lebih cepat.

3.2.3 Penggunaan Pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID-controller)

25
Penambahan aksi derivatif pada pengendalian proporsional + integral
bertujuan untuk meningkatkan kestabilan pengontrolan dan mempercepat tanggapan
dari sistem, peningkatan kestabilan sistem pengendali diperoleh dari penurunan
overshoot. Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat dinamika level dengan
menggunakan PID-controller seperti gambar berikut.

350

300

250

200
Level (mm)

150 Set Poin


Rate 0.1
100
Rate 0.5
50

0
80 11
0
14
0
17
0
20
0
23
0
26
0
29
0

Waktu (detik)

Gambar 3.6 Respon Pengendali PID-controller terhadap Level Pada Kasus Servo
dengan Gain 60 dan Reset 0.1

Gambar 3.6 menjelaskan hubungan antara level dengan waktu proses . Sistem
pengendali yang digunakan adalah PID-controller dengan Gain 60, Reset 0,1, Rate
0,1 dan Gain 60, Reset 0,1, Rate 0,5. Pada Gain 60, Reset 0,1, Rate 0,1, nilai rise
time 110 detik setelah start-up, sedangkan pada Gain 60, Reset 0,1, Rate 0,5 nilai rise
time 90 detik setelah start-up. Sistem pengendali dengan nilai reset yang lebih tinggi
dapat merespon untuk merubah set point awal ke set point yang baru lebih cepat. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyatakan aksi derivatif bertujuan mempercepat
respon.

26
3.3 Kasus Regulatory
Pada Kasus regulatory ini dilakukan dengan cara memberikan gangguan dari
luar sistem. Mula-mula bukaan v4 dibuka pada 1800, kemudian bukaan v3 dibuka 900
selama 1 menit lalu ditutup kembali, kemudian bukaan v3 dibuka 180 0 selama 1
menit lalu ditutup kembali. Kasus regulatory ini dilakukan dengan cara memberikan
gangguan dari luar sistem. Gangguan yang diberikan yaitu berupa gangguan step dan
sinusoidal. Gangguan step diberikan dengan cara memperkecil aliran keluar menjadi
setengahnya (V3 diputar dari 180o menjadi 90o). Kemudian dilanjutkan dengan
gangguan sinusoidal dengan cara memperbesar dan memperkecil aliran keluar secara
periodik (V4 diputar dari 0o ke 180o secara perlahan dan dikembalikan ke 0o).

3.3.1 Penggunaan Pengendali Proporsional (P-controller)


Aksi pengendaliler P memiliki karakteristik dimana besar output unit control
P selalu sebanding dengan besarnya input. Gangguan impulse yang diberikan
menyebabkan respon yang selalu berfluktuasi setiap waktu. Gangguan yang diberikan
secara impulse untuk setiap variasi Gain pada percobaan yang dilakukan, dapat
dilihat dinamika level dengan menggunakan PC seperti gambar berikut.

240
230
220
210
Level (mm)

200 Set poin


190 Gain 60
Gain 20
180
170
0 30 60 90 12
0
15
0
18
0
21
0
24
0
27
0
30
0

Waktu (detik)

Gambar 3.7 Respon P-controller terhadap Level pada Kasus Regulatory step

27
240

230

220

210
Level (mm)

200 Set Poin


Gain 60
190 Gain 20
180

170
0 20 4 0 6 0 80 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 0 0
1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 3

Waktu (detik)

Gambar 3.8 Respon P-controller terhadap Level pada Kasus Regulatory sinusoidal

Dari Gambar 3.7 dan 3.8 dapat dilihat bahwa saat aliran diperkecil step, level
cairan dalam tangki tidak lagi berada pada set point-nya atau terjadi error permanen
(offset). Timbulnya offset dapat dijelaskan bahwa selama output tangki konstan, level
akan tetap berada pada nilai setpoint. Ketika outlet valve diperkecil, level akan naik.
Error akan bertambah sehingga controller akan menyesuaikan output-nya
proposional dengan besarnya error. Control valve akan membuka lebih kecil hingga
akhirnya tercapai keseimbangan antara aliran masuk dan keluar. Pada titik ini level
kembali stabil, namun tidak lagi berada pada set point-nya. Oleh karena itu pada gain
20 level-nya agak jauh dari set point. Pada gain 60, karena nilai gain-nya lebih tinggi,
responnya terhadap gangguan step menjadi lebih cepat sehingga offset yang terjadi
lebih kecil dan lebih stabil. Begitu juga dengan responnya terhadap gangguan
sinusoidal. Ketika V4 diperbesar, level-nya sedikit menurun kemudian naik dan
kembali stabil walaupun tidak pada set point. Sedangkan pada gain 20, ketika V4
diperbesar, level-nya berkurang dan ketika V4 ditutup, level-nya terus meningkat
sampai V4 diperbesar lagi. Offset yang terjadi tersebut tidak mungkin dihilangkan
oleh proposional controller karena proposional output hanya merespon terhadap
perubahan error, bukan error permanen.

28
3.3.2 Penggunaan Pengendali Proporsional Integral (PI-controller)
Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat dinamika level dengan
menggunakan PI-controller seperti gambar berikut.
240
230
220
Level (mm)

210
Set Poin
200
Reset 0.1
190 Reset 0.5
180
0 30 60 90 0 0 0 0 0 0 0
12 15 18 21 24 27 30
Waktu (detik)

Gambar 3.9 Respon PI-controller terhadap Level pada Kasus Regulatory step
dengan Gain 60

240
230
220
210
Level (mm)

200 Set Poin


190 Reset 0.1
Reset 0.5
180
170
0 30 60 90 12
0
15
0
18
0
21
0
24
0
27
0
30
0

Waktu (detik)

Gambar 3.10 Respon PI-controller terhadap Level pada Kasus Regulatory sinusoidal
dengan Gain 60

Walaupun penambahan fungsi aksi integral pada pengendali proposional


bertujuan untuk menghilangkan offset, tetapi saat diberikan gangguan step pada aliran
keluar, offset tidak dapat langsung dihilangkan. Pada nilai reset 0,1, ketika V4

29
diperkecil terjadi offset yang sangat besar dibanding dengan reset 0,5. Hal ini dapat
disebabkan karena respon yang diberikan oleh nilai reset 0,1 belum cukup cepat
untuk menghilangkan offset dari gangguan tersebut. Begitu juga dengan pengaruh
yang diberikan oleh gangguan sinusoidal. Semakin lama, pengaruh yang terjadi
akibat gangguan sinusoidal terlihat semakin kecil.

3.3.3 Penggunaan Pengendali Proporsional Integral Derivatif (PID-controller)


Dari percobaan yang dilakukan, dapat dilihat dinamika level dengan
menggunakan PI-controller seperti gambar berikut.
400
350
300
250
Level (mm)

200
150 Set Poin
100 Rate 0.1
50 Rate 0.5
0
0 30 60 90 0 0 0 0 0 0 0
12 15 18 21 24 27 30
Waktu (detik)

Gambar 3.11 Respon Pengendali PID-controller terhadap Level pada Kasus


Regulatory step dengan Gain 60 dan Reset 0.1
300
250
200
Level (mm)

150
Set Poin
100
Rate 0.1
50 Rate 0.5
0
0 30 60 90 0 0 0 0 0 0 0
12 15 18 21 24 27 30
Waktu (detik)

Gambar 3.12 Respon Pengendali PID-controller terhadap Level pada Kasus


Regulatory sinusoidal dengan Gain 60 dan Reset 0.1

30
Saat diberikan gangguan step, offset tetap terjadi pada PID controller, tetapi
nilainya tidak terlalu besar dan cendrung semakin kecil, sehingga ada kemungkinan
jika waktu pengambilan data diperpanjang, offset yang terjadi dapat dihilangkan.
Offset tersebut terjadi karena fungsi aksi integral yang bertujuan menghilangkan
offset memiliki reset yang kecil sehingga respon terhadap gangguan step lebih lambat.
Dari kedua nilai rate tersebut, rate 0,1 terlihat memberikan respon yang lebih stabil
saat diberikan gangguan step dan sinusoidal.

31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Pengendalian proses adalah suatu kegiatan untuk menjaga kondisi dari suatu
sistem tetap sesuai dengan yang diinginkan dengan cara mengatur variabel-
variabel tertentu dalam sistem tersebut.
2. Pada mode proposional (P) controller, nilai gain yang lebih tinggi
meningkatkan kecepatan respon. Tetapi mode ini tidak mampu
menghilangkan error permanen atau offset yang tejadi karena perubahan set
point atau terjadi disturbance. Mode ini memiliki nilai error yang cukup
tinggi.
3. Pada mode proposional integral (PI) controller, nilai reset yang lebih tinggi
meningkatkan kecepatan respon. Mode ini mampu mengatasi offset yang
terjadi karena perubahan set point, tetapi membutuhkan waktu yang sedikit
lebih lama untuk mengatasi offset karena adanya disturbance. Mode ini
memiliki respon yang lebih cepat dibanding dengan P controller tetapi mudah
terjadi overshoot.
4. Pada mode proposional integral derivatif (PID) controller, nilai rate yang
lebih tinggi meningkatkan kecepatan respon. Mode ini memberikan respon
yang cepat dan stabil saat mengalami perubahan set point maupun saat
mengalami disturbance, nilai error sangat kecil dan tidak terjadi overshoot.

4.2 Saran
1. Sebelum memulai percobaan pastikan start-up peralatan dilakukan dengan
benar.
2. Pastikan aliran air masuk ke tangki berjalan lancar. Jika tidak, periksa aliran
udara dari kompresor dan selang udara jangan sampai tergulung karna akan
mengganggu pneumatic valve yang mengatur aliran masuk.

32
DAFTAR PUSTAKA

Anerasari. 2011. Petunjuk Praktikum Pengendalian Proses. Palembang: Electrical


Console. POLSRI.

Coughanowr, D. 1991. Process Systems Analysis and Control. McGraw-Hill


International Editions.

Endang. R, dkk. 1996. Petunjuk Praktikum Instrumentasi dan Pengendalian Proses.


Direktorat Jendral Pendidikan. Bandung: Direktorat Jendral Pendidikan.

Ritonga, M.Y. 2009. Pengendalian Proses – I. Program Studi Teknik Kimia


Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Stephanopoulus, G. 1984. Chemical Process Control Introduction to Theory and


Practice. Department of Chemical Enginnering Massachusetts Institute of
Technology

Zainudin G. 2008. Pengendalian Proses. http://lab.tekim.undip.ac.id/ proses


/2012/09/21 /kontrol-level-dan-suhu-air-dengan-pid-controller/. Diakses 16
Mei 2016

33

Anda mungkin juga menyukai