Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN BENCANA PADA TAHAP INTRA BENCANA

OLEH :

KELOMPOK 2 (KELAS A)

1. Susilawati 6. Gustiyo Permata Putra


2. Sonya Aprily Mulyanti 7. Arif Rahman
3. Baiq Qorin Maulida 8. Zaenudin
4. Nida Rozarna 9. Rina Puji Lestari
5. Andi Rini Masnaimang 10. Widiawati Agustina
11. Hamza Dinata

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok
kami dengan baik. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Bencana dengan judul "Asuhan Keperawatan Bencana Tahap Intra
Bencana". Tidak lupa kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing kami
untuk menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat menerima kritik dan saran dari pembaca.

Mataram , 10 Februari 2022


DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. Dasar-Dasar Tanggap Darurat...........................................................................6
B. Proses tanggap darurat secara umum................................................................6
C. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap darurat................................9
D. Asuhan Keperawatan.........................................................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja di seluruh penjuru dunia.
Bencana dapat berdampak kepada individu, keluarga dan komunitas. Bencana
adalah gangguan serius yang mengganggu fungsi komunitas atau penduduk
yang menyebabkan manusia mengalami kerugian, baik kerugian materi,
ekonomi atau kehilangan penghidupan yang mana berpengaruh terhadap
kemampuan koping manusia itu sendiri. Indonesia dengan keadaan geografis
dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik disebabkan oleh
kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung
berapi, banjir, angin putting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan
oleh ulah manusia dalam pengolahan sumber daya dan lingkungan (contohnya
kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, kecelakaan transportasi, kecelakaan
industri, dan tindakan teror bom) serta konflik antar kelompok masyarakat.
Bencana memiliki dampak yang sangat merugikan manusia. Rusaknya sarana
dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, pelayanan
kesehatan, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain)
Perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi dengan situasi
bencana. Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan situasi
tertentu. Kompetensi dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Tingkat
pengetahuan yang cukup dan keahlian yang memadai mengenai manajemen
bencana disemua aspek dan fase bencana merupakan hal yang sangat
mempengaruhi kompetensi perawat dalam menghadapi bencana. Sebagai
kelompok terbesar dari tenaga kesehatan, perawat harus mengembangkan
kompetensi dalam tanggap darurat penanggulangan bencana. Bagaimanapun
pendidikan tentang bencana sangat dibutuhkan oleh semua perawat (ICN,
2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Dasar-Dasar Tanggap Darurat?
2. Bagaimana gambaran Secara umum proses tanggap darurat?
3. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap darurat?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Bencana?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Dasar-Dasar Tanggap Darurat
2. Untuk Mengetahui Gambaran Secara umum proses tanggap darurat
3. Untuk Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap
darurat
4. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Bencana
BAB II

PEMBAHASAN
A. Dasar-Dasar Tanggap Darurat
Tanggap Darurat adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan segera
sesudah kejadian bencana oleh lembaga pemerintah atau non pemerintah.
Tujuan umum dari tanggap darurat adalah:
1. Memastikan keselamatan sebanyak mungkin korban dan menjaga mereka
dalam kondisi kesehatan sebaik mungkin.
2. Menyediakan kembali kecukupan diri dan pelayanan-pelayanan dasar
secepat mungkin bagi semua kelompok populasi, dengan perhatian khusus
bagi mereka yang paling membutuhkan yaitu kelompok paling rentan baik
dari sisi umur, jenis kelamin dan keadaan fisiknya.
3. Memperbaiki infrastruktur yang rusak atau hilang dan menggerakkan
kembali aktivitas ekonomi yang paling mudah.
4. Dalam situasi konflik kekerasan, tujuannya adalah melindungi dan
membantu masyarakat sipil dengan memahami bentuk kekerasan yang
mungkin manifestasinya berbeda bagi korban lelaki, perempuan dan anak-
anak. Kekerasan dalam situasi konflik yang dialami perempuan seperti
kekerasan seksual tak selalu mudah terungkap terutama jika kaum lelaki
dari kelompok korban menyembunyikan fakta itu untuk menjaga harga
diri kelompok.
5. Dalam kasus pengungsian, tujuannya adalah mencari solusi-solusi yang
bertahan lama secepat mungkin

B. Proses tanggap darurat secara umum


1. Siaga Darurat
Setelah ada peringatan maka aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah
siaga darurat. Peringatan mengacu pada informasi yang berkaitan dengan jenis
ancaman dan karakteristik yang diasosiasikan dengan ancaman tersebut.
Peringatan harus disebarkan dengan cepat kepada institusi-institusi
pemerintah, lembaga-lembaga, dan masyarakat yang berada di wilayah yang
berisiko sehingga tindakan-tindakan yang tepat dapat diambil, baik
mengevakuasi atau menyelamatkan properti/aset dan mencegah kerusakan
lebih lanjut. Peringatan dapat disebarkan melalui radio, televisi, media massa
tulis (internet), telepon, dan telepon genggam.
2. Pengkajian Cepat
Tujuan utama pengkajian adalah menyediakan gambaran situasi paska
bencana yang jelas dan akurat. Dengan pengkajian itu dapat diidentifikasikan
kebutuhan-kebutuhan seketika serta dapat mengembangkan strategi
penyelamatan jiwa dan pemulihan dini. Oleh karena itu tools pengkajian cepat
ini harus responsif pada kebutuhan korban yang beragam dari sisi umur,
gender dan keadaan fisik dan kebutuhan khususnya. Sebab pengkajian
menentukan pilihan-pilihan bantuan kemanusiaan, bagaimana menggunakan
sumber daya sebaik-baiknya, atau mengembangkan permintaan/proposal
bantuan berikutnya. Kaji cepat dialkukan pada umumnya dengan
menggunakan beberapa indikator diantaranya adalah :
a. Jumlah korban meninggal dunia dan luka-luka
b. Tingkat kerusakan infrastruktur
c. Tingkat ketidakberfungsian pelayanan-pelayanandasar
d. Cakupan wilayah bencana
e. Kapasitas pemerintah setempat dalam merespon bencanatersebut
3. Penentuan Status
Kedaruratan Penentuan status kedaruratan dilakukan setelah pengkajian
cepat dilakukan. Penentuan status dilakukan oleh pemerintah setelah
berkoordinasi dengan tim pengkaji. Penentuan status dilakukan sesuai dengan
skala bencana, dan status kedaruratan dibagi menjadi tiga:
a. Darurat nasional
b. Darurat propinsi
c. Darurat kabupaten/kota
Saat status kedaruratan ditetapkan, tindakan yang dilakukan Badan
Nasional Penanggulangan Bencana adalah membentuk satuan komando
tanggap darurat yang dipimpin kepala BNPB atau BPBD. Memberikan
kemudahan akses dalam pengerahan sumber daya manusia, pengerahan
peralatan, pengerahan logistik, imigrasi-cukai-karantina, izin operasi,
pengadaan barang dan jasa, pengelolaan bantuan, pengelolaan informasi,
pengelolaan keuangan, penyelamatan, komando terhadap sektor-sektor terkait.
4. Search and Rescue (SAR)
Search and rescue (SAR) adalah proses mengidentifikasikan lokasi korban
bencana yang terjebak atau terisolasi dan membawa mereka kembali pada
kondisi aman serta pemberian perawatan medis. Dalam situasi banjir, SAR
biasanya mencari korban yang terkepung oleh banjir dan terancam oleh
naiknya debit air. SAR dilakukan baik dengan membawa mereka ke tempat
aman atau memberikan makanan dan pertolongan pertama lebih dahulu hingga
mereka dapat dievakuasi. Dalam kasus setelah gempa bumi, SAR biasanya
terfokus pada orang-orang yang terjebak atau terluka di dalam bangunan yang
roboh.
5. Pencarian, Penyelamatan dan Evakuasi(PPE)
Evakuasi melibatkan pemindahan warga/masyarakat dari zona berisiko
bencana ke lokasi yang lebih aman. Perhatian utama adalah perlindungan
kehidupan masyarakat dan perawatan segera bagi mereka yang cedera.
Evakuasi sering berlangsung dalam kejadian seperti banjir, tsunami, konflik
kekerasan, atau longsor (yang bisa juga diawali oleh gempa bumi). Evakuasi
yang efektif dapat dilakukan jika ada:
a. Sistem peringatan yang tepat waktu dan akurat.
b. Identifikasi jalur evakuasi yang jelas dan aman.
c. Identifikasi data dasar tentang penduduk.
d. Kebijakan/peraturan yang memerintahkan semua orang melakukan
evakuasi ketika perintah diberikan
e. Program pendidikan publik yang membuat masyarakat sadar tentang
rencana evakuasi.
Dalam kasus bencana yang terjadi perlahan-lahan seperti kekeringan
parah, perpindahan orang dari wilayah berisiko ke tempat yang lebih aman,
proses evakuasi ini disebut sebagai migrasi akibat krisis. Perpindahan ini
biasanya tidak terorganisasi dan dikoordinasi oleh otoritas tetapi respon
spontan dari para migran untuk mencari jalan keluar di tempat lain.
6. Respon and Bantuan (Response and Relief)
Response and relief harus berlangsung sesegera mungkin; penundaan tidak
bisa dilakukan dalam situasi ini. Oleh karena itu, sangat penting untuk
memiliki rencana kontinjensi sebelumnya. Relief adalah pengadaan bantuan
kemanusiaan berupa material dan perawatan medis yang dibutuhkan untuk
menyelamatkan dan menjaga keberlangsungan hidup. Relief juga
memampukan keluarga-keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti tempat tinggal, pakaian, air, makanan, dan medis. Perhatikan
kebutuhan khusus bagi bayi, perempuan yang baru melahirkan/sedang
mentsruasi atau perempuan manula. Kebutuhan dasar juga harus
mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan.
Penyediaan bantuan atau layanan biasanya bersifat gratis pada hari-hari atau
minggu-minggu sesudah terjadinya bencana. Dalam situasi darurat yang
perlahan-lahan namun sangat merusak dan meningkatkan pengungsian
populasi, masa pemberian bantuan darurat dapat diperpanjang

C. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap darurat


1. Logistik dan Suplai
Pemberian bantuan darurat membutuhkan fasilitas dan kapasitas
logistik. Pelayanan suplai yang terorganisasi dengan baik sangat penting
dalam menangani pengadaan barang atau tanda terima,
penyimpanan/gudang, pengaturan. Layanan pasokan yang terorganisasi
dengan baik sangat penting untuk menangani pengadaan, penerimaan dan
penyimpanan. Demikian halnya komunikasi untuk pengaturan suplai
bantuan yang didistribusikan kepada korban
2. Manajemen Informasi dan Komunikasi
Semua aktivitas di atas tergantung pada komunikasi. Ada dua aspek
komunikasi dalam bencana. Pertama adalah alat komunikasi untuk
penyaluran informasi seperti radio, telepon, dan sistem pendukung seperti
satelit, listrik, charger dan jalur transmisi. Kedua adalah manajemen
informasi yaitu protokol untuk mengetahui siapa memberikan informasi
apa kepada siapa, prioritas apa yang diberikan dalam komunikasi,
bagaimana informasi disebarkan dan ditafsirkan.
3. Respon dan Kemampuan Korban
Dalam situasi tergesa-gesa untuk merencanakan dan melakukan operasi
bantuan, sangat mungkin terjadi kurangnya perhatian pada kebutuhan dan
sumber daya riil para korban. Untuk itulah pengkajian harus
mempertimbangkan mekanisme kearifan lokal yang sudah ada yang
mungkin dapat memberdayakan masyarakat dan tak terlalu bergantung
kepada bantuan luar. Di sisi lain, para korban mungkin memiliki
kebutuhan-kebutuhan khusus dan baru dalam pelayanan sosial untuk
menyesuaikan diri dengan trauma dan gangguan akibat bencana. Partisipasi
anggota dan organisasi masyarakat dalam tanggap darurat penting bagi
proses pemulihan dini.
4. Keamanan
Keamanan kadang-kadang tidak menjadi isu utama sesudah bencana.
Namun, potensi bahaya setelah bencana bisa muncul kapan saja. Keamanan
dapat ditinjau dari dua hal. Pertama, keamanan yang berkaitan dengan
kejadian bencana lanjutan seperti gempa susulan atau robohnya bangunan
yang rapuh. Kedua, keamanan yang berkaitan dengan kejahatan yang
dilakukan semasa tanggap darurat misalnya pencurian, penjarahan,
pencegatan bantuan secara liar, dll. Khusus dalam isu kekerasan etnis atau
konflik SARA, bentuk keamanan yang harus diwaspadai adalah
penyerangan kepada kelompok lawan dengan memanfaatkan kerentanan
kaum perempuan hingga terjadi perkosaan oleh kelompok yang lebih kuat.
Kegiatan keamanan dapat menciptakan situasi yang lebih kondusif bagi
proses tanggap darurat. Beberapa kegiatan keamanan antara lain:
a. Perintah larangan kembali ke daerah asal atau masuk bangunan yang
belum aman dari bencana.
b. Patroli atau penjagaan pencegahan menuju daerah yang belum aman.
c. Patroli keamanan oleh polisi dan petugas keamanan desa yang
terorganisir.
d. Hindari penggunaan organisasi para-militer yang tidak netral atau
memihak ke salah satu kelompok yang bertikai (dalam kasus konflik
SARA). Jika mereka mendesak, berilah tugas-tugas yang tidak terkait
langsung dengan masyarakat korban tetapi dengan infrastruktur seperti
membersihkan puing atau membangun tenda dll.

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian:
a. Primary Survey
1) General Impressions
a) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
b) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
c) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat,
orang)
2) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan
airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada
kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain :
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
 Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang
belakang.
f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
 Lakukan intubasi
3) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan. Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah
ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating
injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan
otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling
iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk
diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu.
c) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d) Penilaian kembali status mental pasien.
e) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
g) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
4) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik . Langkah-langkah dalam
pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
e) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
f) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
5) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
6) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang,
imobilisasi in-line penting untukdilakukan. Lakukan log roll
ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah
semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang diduga telah terjadi
mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
b. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik.
1) Anamnesis
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association,
2007):
 A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
 M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
 P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
 L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
 E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri


pada pasien yang meliputi :

 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang


membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan
nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat nyeri?
apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah
seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar,
kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan
kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana?
Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10
dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau
lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus
atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini
sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya
atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah


pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu,
nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat
badan, dan skala nyeri.

2) Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita
yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di
lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita.
Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka
termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala.
b) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan
kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan
lalai memeriksa mata, karenapembengkakan di mata akan
menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re
evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
 Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis,
adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies
campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia
 Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas
(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
 Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan
senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
 Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
 Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
 Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,
pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada
massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati
adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
Palpasi adanya respon nyeri
c) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas
tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji
adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak
harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea,
dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri,
deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,
kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga
imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway,
pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah
kerusakan otak sekunder.
d) Toraks
 Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping
dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka,
lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan
irama denyut jantung,
 Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan
krepitasi.
 Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
 Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
e) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,
misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan
kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita
tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan
dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka,
lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus,
perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).
Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau
nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,,
nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan
adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan
pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun
USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak
dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang
kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang
operasi bila diperluka
f) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini
kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok,
yang harus segera diatas
Ektremitas Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move.
Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka
dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur
pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi
pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan
sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,
kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi
tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya
kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf
perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan
bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako
lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan
foto rongent.
2. Diagnosa Keperawatan Komunitas bencana
Diagnosa keperawatan komunitas bencana yang mungkin muncul, yaitu :
a. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan karena trauma
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan darah/cairan aktif
c. Ketidakefktifan koping komunitas b.d pemajanan pada bencana (alami
atau perbuatan manusia) dan riwayat bencana (mis : alam, perbuatan
manusia).
d. Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan ahli di komunitas,
ketidakcukupan biaya program dan ketidakcukupan sumber daya
e. Sindrom pascatrauma b.d kejadian strategi yang melibatkan banyak
kematian
3. Intervensi Keperawatan Komunitas

No. Diagnosa Noc Nic

Nyeri akut b.d Pain Level Pain Management


kerusakan jaringan Pain control ➢Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karena trauma Comfort level karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
➢Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Kriteria Hasil :
➢Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
➢Mampu mengontrol nyeri (tahu
nyeri pasien
penyebab nyeri, mampu
➢Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
menggunakan tehnik
➢Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan
nonfarmakologiuntuk mengurangi
tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau
nyeri, mencari bantuan)
➢Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
➢Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan ➢Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
manajemen nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan

➢Mampu mengenali nyeri (skala, ➢Kurangi faktor presipitasi nyeri


intensitas, frekuensi dan tanda ➢Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
nyeri) inter personal)
➢Menyatakan rasa nyaman ➢Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
setelah nyeri berkurang ➢Ajarkan tentang teknik non farmakologi
➢Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
➢Evaluasi keefektifan kontrolnyeri
➢Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
➢Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
➢Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi Cek riwayat alergi
➢Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
➢Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
➢Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
➢Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
➢Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
➢Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
➢Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

Kekurangan volume Fluid balance Fluid management


cairan b.d Hidration ➢Pertahankan cairan intake dan output yang akurat
kehilangan Nutrition status and fluid ➢Monitor status dehidrasi (kelmbapan membrane mukosa, nadi adekuat,
darah/cairan aktif Intake tekanan darah ortostatik), jika dperlukan
➢Monitor tanda-tanda vital
Kriteria hasil
➢Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
➢Mempertahankan urine output
➢Kolaborasika pemberian cairan IV f. Monitor status nutrisi
sesuai dengan usia dan BB, BJ
urin normal, HT normal ➢Berikan cairan IV

➢Tekanan darah, nadi, suhu ➢Dorong masukan oral


tubuh dalam batas normal ➢Berikan penggantian nasogastrik sesuai output
➢Tidak ada tanda tanda dehidrasi, ➢Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
elastisitas turgor kulit baik, ➢Tawarkan snack (jus buah, biah segar)
membran mukosa lembab, tidak
➢Kolaborasi dengan dokter m.Atur kemungkinan transfuse
ada rasa haus berlebihan
➢Persiapkan untuk transfuse
Hypovolemia Management
➢Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
➢Pelihara IV line
➢Monitor tingkat Hb dan Hematokrit
➢Monitor tanda-tanda vital
➢Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan
➢Monitor berat badan
➢Dorong pasien untuk menambah intake oral
➢Monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan
➢Monitor adanya tanda gagal ginjal

Ketidakefktifan Domain VII : kesehatan Persiapan bencana di masyarakat :


koping komunitas Komunitas ➢ Identifikasi tipe bencana potensial yang ada di daerah tersebut
b.d pemajanan pada Kelas 2 : perlindungan kesehatan (misalnya yang berhubungan dengan cuaca, industri, lingkungan)
bencana (alami atau komunitas ➢ Bekerja bersama dengan instansi-instansi lain dalam perencanaan
perbuatan manusia) Level 3: terkait dengan bencana (misalnya pemadaman kebakaran, palang merah
dan riwayat bencana Intervensi tentara, layanan-layanan ambulan, lembaga layanan sosial)
(mis : alam, 2804: Kesiapan komunitas
➢ Kembangkan rencana persiapan sesuai dengan tipe bencana tertentu
perbuatan manusia).
terhadap bencana (misalnya insiden kasual multipel, banjir).
➢ 280401 identifikasi tipe ➢ Identifikasi semua perangkat medis dan sumber daya lembaga sosial
bencana potensial yang tersedia untuk dapat menanggapi bencana
➢ 280436 rencana tertulis untuk ➢ Kembangkan prosedur-prosedur triase
evakuasi ➢ Dorong persiapan masyarakat untuk menghadapi kejadian bencana
➢ 280437 rencana tertulis untuk ➢ Didik anggota masyarakat mengenai keselamatan
triase
➢ Dorong anggota masyarakat untuk memiliki rencana kesiapsiagaan
➢ 280411 keterlibatan lembaga pribadi m
penting dalam perencanaan
➢ Lakukan latihan simulasi (tiruan) mengenai kejadian bencana
➢ 280427 pendidikan public
tentang peringatan bencana dan
respon

2 Defisiensi kesehatan Domain 1 : Promosi Kesehatan Pendidikan kesehatan


komunitas b.d Kelas 2: Manajemen Kesehatan ➢ Targetkan sasaran pada kelompok beresiko tinggi dan rentang usia
ketidakcukupan ahli Level 3: yang akan mendapat manfaat besar dari pendidikan kesehatan
di komunitas, Intervensi ➢ Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan
ketidakcukupan Kesiapan komunitas terhadap
➢ Identifikasi sumber daya
biaya program dan bencana
➢ Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung atau manfaat
ketidakcukupan ➢ 280401 identifikasi tipe
sumber daya bencana potensial jangka pendek yang bisa diterima masyarakat
➢ 280436 rencana tertulis untuk ➢ Kembangkan materi pendidikan tertulis yang tersedia dan sesuai
evakuasi dengan sasaran
➢ 280437 rencana tertulis untuk ➢ Berikan ceramah untuk menyampaikan informasi dalam jumlah besar
triase ➢ Pengaruhi pengemban kebijakan yang menjamin pendidikan kesehatan
➢ 280411 keterlibatan lembaga sebagai kepentingan masyarakat
penting dalam perencanaan
➢ 280427 pendidikan public Peningkatan sistem dukungan
tentang peringatan bencana dan ➢ Tentukan kecukupan dari jaringan social yang ada
respon ➢ Tentukan hambatan terhadap sistem dukungan yang tidak terpakai dan
kurang dimanfaatkan
➢ Identifikasi kekuatan dan kelemahan sumber daya masyarakat dan
advokasi terkait perubahan jikadiperlukan
➢ Sediakan layanan dengan sikap peduli dan mendukung
➢ Identifikasi sumber daya yang tersedia terkait dengan dukungan
pemberi perawatan

3 Sindrom Domain I : kesehatan Psikososial peningkatan system dukungan


pascatrauma b.d Level 2 : kesejahteraan Psikologis ➢ Identifikasi respon psikologis terhadap situasi dan ketersediaan system
kejadian strategi 1204 : keseimbangan alam
yang melibatkan perasaan dukungan
banyak kematian ➢ 120401 menunjukkan efek yang ➢ Identifikasi tingkat dukungan keluarga, dukungan keuangan dan
sesuai dengan situasi sumber daya lainnya
➢ 120402 Menunjukkan alam ➢ Tentukan hambatan terhadap sistem dukungan yang tidak terpakai dan
perasaan yang stabil kurang dimanfaatkan
➢ 120406 berbicara dengan ➢ Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalamkegiatan social dan
kecepatan sedang masyarakat
➢ 120415 menunjukkan minat ➢ Sediakan layanan yang dengan sikap perduli dan mendukung
terhadapsekeliling ➢ Libatkan keluarga, orang tua dan teman-teman dalam perawatan dan
perencanaan
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat dan masyarakat. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang berfokus pada masyarakat dan berorientasi pada hasil,
sebagaimana yang digambarkan pada rencana. Implementasi pada
keperawatan bencana adalah memberikan program bencana kepada
masyarakat agar masyarakat dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi
bencana dan mengurangi resiko dan kemungkinan hal yang tidak
diinginkan. Dalam hal ini melibatkan pihak Puskesmas, Bidan desa dan
anggota masyarakat.
5. Evaluasi
Efektivitas dari suatu program yang dievaluasi dapat melalui :
a. Survei mendalam berkaitan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui
kuesioner, wawancara dan test. Hal tersebut dapat dilakukan sebelum
dan sesudah program/implemantasi.
b. Ukuran lain yang dapat digunakan angka stasistik komunitas. Terdapat
tiga tipe evaluasi yang menjelaskan apa yang perlu dievaluasi yaitu :
struktur, proses dan hasil.
1) Evaluasi struktur mencakup : fasilitas fisik, perlengkapan, kapan,
layanan.
2) Evaluasi proses : tindakan keperawatan dalam setiap komponen
proses keperawatan yang mencakup adekuasi, kesesuain, efektifitas
dan efisiensi.
3) Evaluasi hasil: perubahan perilaku masyarakat yang mencakup :
respon fisiologis dan psikologis, keterampilan psikomotor,
pengetahuan dan kemampuan
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana adalah gangguan serius yang mengganggu fungsi komunitas atau
penduduk atau kehilangan penghidupan yang mana berpengaruh terhadap
kemampuan koping manusia itu sendiri. Bencana memiliki dampak yang sangat
merugikan manusia. Rusaknya sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk,
bangunan perkantoran, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan,
jembatan dan lain-lain). Perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi
dengan situasi bencana. Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan
situasi tertentu. Kompetensi dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Tingkat
pengetahuan yang cukup dan keahlian yang memadai mengenai manajemen
bencana disemua aspek dan fase bencana merupakan hal yang sangat
mempengaruhi kompetensi perawat dalam menghadapi bencana. Sebagai
kelompok terbesar dari tenaga kesehatan, perawat harus mengembangkan
kompetensi dalam tanggap darurat penanggulangan bencana. Bagaimanapun
pendidikan tentang bencana sangat dibutuhkan oleh semua perawat
DAFTAR PUSTAKA
Prandika, R. 2019. Asuhan Keperawatan pada Daerah Rawan Bencana dengan
Pemberian Edukasi Kesiapsiagaan Bencana di Kelurahan Belakang Balok
Kecamatan Birugo Tigo Baleh. Karya Ilmiah Akhir Ners : Stikes Perintis
Padang

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi. 2017. Modul
Manajeman Penanggulangan Bencana Pelatihan Penanggulangan Bencana
Banjir. Bandung: Kemen PUPR RI

Anda mungkin juga menyukai