OLEH :
KELOMPOK 2 (KELAS A)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok
kami dengan baik. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Bencana dengan judul "Asuhan Keperawatan Bencana Tahap Intra
Bencana". Tidak lupa kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kami
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membimbing kami
untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat menerima kritik dan saran dari pembaca.
COVER..............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. Dasar-Dasar Tanggap Darurat...........................................................................6
B. Proses tanggap darurat secara umum................................................................6
C. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap darurat................................9
D. Asuhan Keperawatan.........................................................................................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja di seluruh penjuru dunia.
Bencana dapat berdampak kepada individu, keluarga dan komunitas. Bencana
adalah gangguan serius yang mengganggu fungsi komunitas atau penduduk
yang menyebabkan manusia mengalami kerugian, baik kerugian materi,
ekonomi atau kehilangan penghidupan yang mana berpengaruh terhadap
kemampuan koping manusia itu sendiri. Indonesia dengan keadaan geografis
dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik disebabkan oleh
kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung
berapi, banjir, angin putting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan
oleh ulah manusia dalam pengolahan sumber daya dan lingkungan (contohnya
kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, kecelakaan transportasi, kecelakaan
industri, dan tindakan teror bom) serta konflik antar kelompok masyarakat.
Bencana memiliki dampak yang sangat merugikan manusia. Rusaknya sarana
dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, pelayanan
kesehatan, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain)
Perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi dengan situasi
bencana. Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan situasi
tertentu. Kompetensi dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Tingkat
pengetahuan yang cukup dan keahlian yang memadai mengenai manajemen
bencana disemua aspek dan fase bencana merupakan hal yang sangat
mempengaruhi kompetensi perawat dalam menghadapi bencana. Sebagai
kelompok terbesar dari tenaga kesehatan, perawat harus mengembangkan
kompetensi dalam tanggap darurat penanggulangan bencana. Bagaimanapun
pendidikan tentang bencana sangat dibutuhkan oleh semua perawat (ICN,
2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Dasar-Dasar Tanggap Darurat?
2. Bagaimana gambaran Secara umum proses tanggap darurat?
3. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap darurat?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Bencana?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Dasar-Dasar Tanggap Darurat
2. Untuk Mengetahui Gambaran Secara umum proses tanggap darurat
3. Untuk Mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan selama tanggap
darurat
4. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Bencana
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar-Dasar Tanggap Darurat
Tanggap Darurat adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan segera
sesudah kejadian bencana oleh lembaga pemerintah atau non pemerintah.
Tujuan umum dari tanggap darurat adalah:
1. Memastikan keselamatan sebanyak mungkin korban dan menjaga mereka
dalam kondisi kesehatan sebaik mungkin.
2. Menyediakan kembali kecukupan diri dan pelayanan-pelayanan dasar
secepat mungkin bagi semua kelompok populasi, dengan perhatian khusus
bagi mereka yang paling membutuhkan yaitu kelompok paling rentan baik
dari sisi umur, jenis kelamin dan keadaan fisiknya.
3. Memperbaiki infrastruktur yang rusak atau hilang dan menggerakkan
kembali aktivitas ekonomi yang paling mudah.
4. Dalam situasi konflik kekerasan, tujuannya adalah melindungi dan
membantu masyarakat sipil dengan memahami bentuk kekerasan yang
mungkin manifestasinya berbeda bagi korban lelaki, perempuan dan anak-
anak. Kekerasan dalam situasi konflik yang dialami perempuan seperti
kekerasan seksual tak selalu mudah terungkap terutama jika kaum lelaki
dari kelompok korban menyembunyikan fakta itu untuk menjaga harga
diri kelompok.
5. Dalam kasus pengungsian, tujuannya adalah mencari solusi-solusi yang
bertahan lama secepat mungkin
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian:
a. Primary Survey
1) General Impressions
a) Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
b) Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
c) Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat,
orang)
2) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan
airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada
kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain :
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang
belakang.
f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
Lakukan intubasi
3) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan. Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah
ada tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating
injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan
otot bantu pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling
iga, subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk
diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b) Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu.
c) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d) Penilaian kembali status mental pasien.
e) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced
airway procedures
g) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa
lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
4) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ
dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok
paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada
temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda
hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian
segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac,
spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang
nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara
memadai dan dikelola dengan baik . Langkah-langkah dalam
pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
f) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
5) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
6) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang,
imobilisasi in-line penting untukdilakukan. Lakukan log roll
ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah
semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang diduga telah terjadi
mekanisme trauma yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
b. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam
artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik.
1) Anamnesis
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association,
2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2) Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita
yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di
lantai yang berasal dari bagian belakang kepala penderita.
Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka
termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit
kepala.
b) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan
kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan
lalai memeriksa mata, karenapembengkakan di mata akan
menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re
evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis,
adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies
campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,
subconjunctival perdarahan, serta diplopia
Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,
penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas
(pembengkokan) lakukan palpasi akan kemungkinan
krepitasi dari suatu fraktur.
Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan,
penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa dengan
senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah
tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,
pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada
massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati
adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
Palpasi adanya respon nyeri
c) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas
tulang atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji
adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak
harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea,
dan pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri,
deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,
kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga
imobilisasi segaris dan proteksi servikal. Jaga airway,
pernafasan, dan oksigenasi. Kontrol perdarahan, cegah
kerusakan otak sekunder.
d) Toraks
Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping
dan belakang untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka,
lecet, memar, ruam , ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan
kedalaman pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada,
penggunaan otot pernafasan tambahan dan ekspansi toraks
bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan
irama denyut jantung,
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri tekan dan
krepitasi.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki,
wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop,
friction rub)
e) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,
misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan
kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita
tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan
nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan
dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka,
lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus,
perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).
Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau
nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,,
nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan
adanya perdarahan intra abdominal, dapat dilakukan
pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun
USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak
dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi berulang
kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang
operasi bila diperluka
f) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini
kemungkinan penderita akan masuk dalam keadaan syok,
yang harus segera diatas
Ektremitas Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move.
Pada saat inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka
dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi
jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur
pada saat menggerakan, jangan dipaksakan bila jelas fraktur.
Sindroma kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam
ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),
mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan
kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi
pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan
sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot,
kontraktur, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik
kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi
tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu
pergerakan. Gangguan sensasi dan/atau hilangnya
kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan oleh syaraf
perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan
bagian lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako
lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan
foto rongent.
2. Diagnosa Keperawatan Komunitas bencana
Diagnosa keperawatan komunitas bencana yang mungkin muncul, yaitu :
a. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan karena trauma
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan darah/cairan aktif
c. Ketidakefktifan koping komunitas b.d pemajanan pada bencana (alami
atau perbuatan manusia) dan riwayat bencana (mis : alam, perbuatan
manusia).
d. Defisiensi kesehatan komunitas b.d ketidakcukupan ahli di komunitas,
ketidakcukupan biaya program dan ketidakcukupan sumber daya
e. Sindrom pascatrauma b.d kejadian strategi yang melibatkan banyak
kematian
3. Intervensi Keperawatan Komunitas
Analgesic Administration
➢Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi Cek riwayat alergi
➢Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
➢Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
➢Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
➢Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
➢Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama
kali
➢Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
➢Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana adalah gangguan serius yang mengganggu fungsi komunitas atau
penduduk atau kehilangan penghidupan yang mana berpengaruh terhadap
kemampuan koping manusia itu sendiri. Bencana memiliki dampak yang sangat
merugikan manusia. Rusaknya sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk,
bangunan perkantoran, pelayanan kesehatan, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan,
jembatan dan lain-lain). Perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi
dengan situasi bencana. Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan
situasi tertentu. Kompetensi dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan,
keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan dalam sebuah pekerjaan. Tingkat
pengetahuan yang cukup dan keahlian yang memadai mengenai manajemen
bencana disemua aspek dan fase bencana merupakan hal yang sangat
mempengaruhi kompetensi perawat dalam menghadapi bencana. Sebagai
kelompok terbesar dari tenaga kesehatan, perawat harus mengembangkan
kompetensi dalam tanggap darurat penanggulangan bencana. Bagaimanapun
pendidikan tentang bencana sangat dibutuhkan oleh semua perawat
DAFTAR PUSTAKA
Prandika, R. 2019. Asuhan Keperawatan pada Daerah Rawan Bencana dengan
Pemberian Edukasi Kesiapsiagaan Bencana di Kelurahan Belakang Balok
Kecamatan Birugo Tigo Baleh. Karya Ilmiah Akhir Ners : Stikes Perintis
Padang
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi. 2017. Modul
Manajeman Penanggulangan Bencana Pelatihan Penanggulangan Bencana
Banjir. Bandung: Kemen PUPR RI