Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga. Jika mendengar istilah sampah, pasti
yang terlintas dalam benak kita adalah setumpuk limbah yang menimbulkan aroma bau busuk
yang sangat menyengat. Sampah diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses. Sampah adalah zat kimia, energi atau makhluk hidup yang tidak
mempunyai nilai guna dan cenderung merusak. Sampah merupakan konsep buatan manusia,
dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.

Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akanmenyebabkan berbagai
permasalahan baik langsung mau pun tidak langsung bagipenduduk kota apalagi daerah di
sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang
bijaksana diantaranya adalah timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit
serta gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsung diantaranya adalah bahaya
banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan
sampah yang dibuang ke sungai. Selain penumpukan di tempat pembuangan sementara
(TPS), jumlah sampah pun akan semakin meningkat di tempat pembuangan akhir (TPA).
sampah yang ada di Jalan ambon Bakung tersebut sudah menggununng serta memakan area
yang cukup luas. Selain itu sampah yang ada di sana belum dikelola dengan baik oleh
pemerintah setempat.

Berdasarkan hal itu kami merasa perlu untuk mengangkat masalah ini karenaberhubungan
dengan kerusakan alam dan lingkungan sekitar serta kesehatan manusia. Dampak yang
ditimbulkan dari pencamaran tersebut tidak hanya bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang
sebentar melainkan perlu waktu yang lama karena efek negatif yang ditimbulkan akan
bersifat permanen.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang disebut dengan TPA?


1.2.2. Apa fungsi dari TPA?
1.2.3. Bagaimana dampak pecemaran sampah di TPA?

1.3 Tujuan

1.3.1. Memahami pengertian dari TPA.


1.3.2. Mengetahui fungsi dari TPA.
1.3.3. Mengetahui dampak yang disebabkan oleh sampah yang ada di TPA.

1
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca maupun penulis mengerti
dampak tercemarnya lingkungan oleh sampah dan mengetahui cara cara mengurangi
pencemaran yang di akibatkan oleh sampah serta cara menanggulanginya.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang dilakukan untuk penelitian tentang TPA berikut ialah metode lapangan
dam metode pustaka. Metode lapangan ialah metode yang dilakukan dengan cara langsung
meninjau tempat penelitian dengan mendatangi TPA tersebut, TPA yang dituju yakni TPA
Bakung, Telukbetung, Bandarlampung. Sedangkan, untuk metode pustaka ialah metode yang
dilakukan dengan cara mencari bahan isi makalah ini dari berbagai sumber, misalnya isi buku
tentang TPA atau dari internet.

2
BAB II.
PEMBAHASAN

2.1 Tempat Pembuangan Akhir

TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan
pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari pengolahan sampah
perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah sampah. Proses sampah itu
sendiri mulai dari timbulnya di sumber - pengumpulan - pemindahan/pengangkutan -
pengolahan - pembuangan. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara
alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat,
sementara yang lain lebih lambat sampai puluhan dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini
memberi gambaran bahwa di TPA masih terdapat proses-proses yang menghasilkan beberapa
zat yang dapat mempengaruhi lingkungan. Zat-zat tersebut yang mempengaruhi lingkungan
itulah yang menyebabkan adanya bentuk-bentuk pencemaran.

Dalam diagram diatas dapat dijelaskan bahwa pada Tempat Pembuangan Sampah
(TPA) pertama kali untuk tempat mengumpulkan berbagai sampah dari rumah tangga maupun
non- rumah tangga. Tempat tersebut yang disebut sebagai Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) dengan bentuk wadah penampungan atas pengumpulan sampah.Pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA), ada sampah yang tidak langsung dibuang dan ada yang langsung
dibuang serta

3
ada yang diolah secara fisik, kimia, dan biologi. Sampah yang tidak langsung dibuang
biasanya dilakukan pemindahan dan pengangkutan. Pemindahan sampah tersebut diangkut
pada Tempat Pembuangan Akhir, sedangkan sampah yang langsung dibuang akan ditampung
pada Tempat Pembuangan Akhir. Untuk pengolahan sampah yang dibagi secara fisik, kimia,
dan biologi, sampah-sampah tersebut diuraikan terlebih dahulu sesuai bahan sampahnya.

Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdapat syarat sebagai tempat tersebut, syarat-
syarat tersebut yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu :

1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari
3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air, dll
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat perdagangan
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berdasarkan penelitian kelompok kami ambil sampel
di daerah Bakung, Telukbetung, Bandarlampung. Lahan yang tersedia di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat,
Bandar Lampung, hanya mampu menampung sampah hingga tiga tahun ke depan. Hal itu
dikatakan oleh Koordinator Lapangan TPA Bakung Rohendi. Pada Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) digunakan solusi agar sampah yang terdapat pada TPA tidak terlalu menggunung
yaitu dengan cara diratakan oleh alat berat, dijadikan kompos dan dipilah oleh pemulung.
TPA di Kelurahan Bakung tiap hari menerima ratusan ton sampah dengan rata-rata 800 ton
sampah dari penduduk Bandarlampung. Daya tampung itu tidak sesuai dengan kapasitas
sampah yang terus masuk ke lokasi tersebut. Menurut UPTD TPA Bakung Setiawan Batin,
TPA Bakung dibangun sejak tahun 1994 di atas lahan 14,5 hektar dan memiliki kedalaman
15 meter.

2.2 Tahapan Pengemanan Pencemaran Lingkungan

2.2.1 Tahap PraRekonstruksi

1. Pemilihan Lokasi TPA


Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh
metode pembuangan akhir sampah yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di
berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting adalah memilih lokasi yang
sesuai dengan persyaratan.

Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA,
bahwa lokasi yang memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah
adalah :

• Jarak dari perumahan terdekat 500 m


• Jarak dari badan air 100 m
• Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
• Muka air tanah > 3 m
• Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
• Merupakan tanah tidak produktif
• Bebas banjir minimal periode 25 tahun

4
Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode
pembuangan akhir sampah, perlu dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang
komprehensif (feasibility study dan studi amdal). Sulitnya mendapatkan lahan yang
memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA yang dapat
digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat
menggunakan sistem transfer station.

2. Survey dan pengukuran Lapangan

Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :

 Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA dan karakteristik sampah


 Data jaringan jalan ke lokasi TPA
 Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer)
maupun tidak langsung (sekunder).

Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA


seperti:

 Topografi
 Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah,
konduktivitas hidrolik, pH, KTK dan lain-lain) dan karakteristik kimia
(komposisi mineral tanah, anion dan kation)
 Sondir dan geophysic
 Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air
tanah, kualitas air tanah (COD, BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
 Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level
air musim hujan dan kemarau, kualitas air sungai (BOD, COD, logam
berat chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
 Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
 Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan
lain-lain.
 Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain.
 Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m).

3. Perencanaan
Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat
mengantisipasi terjadinya pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka
perencanaan TPA tersebut harus meliputi :

 Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia


 Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi,
saluran drainase, kantor TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan
(tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan pengolah lindi,
ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain)
dan fasilitas pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-
lain)
 Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan
daerah untuk membangun suatu TPA sehingga dengan kondisi yang paling
minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari lingkungan.

5
 Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen
tender, spesifikasi teknis, disain note dan lain-lain.

4. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin
timbul seperti kurang memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya
terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan minimal dapat digunakan untuk
menampung sampah selama
5 tahun.

5. Pemberian izin
Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi
seperti dilarangnya pembangunan kawasan perumahan atau industri pada radius <
500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin
timbul dari berbagai kegiatan TPA.

6. Sosialisasi
Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA,
perlu diadakan sosialisasi dan advokasi publik mengenai apa itu TPA,
bagaimana mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak negatif yang
dapat terjadi namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk
menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat
terhadap rencana pembangunan TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan jauh
sebelum dilakukanperencanaan.

2.2.2 Tahap Konstruksi

2.2.2.1. Mobilitas Tenaga dan Alat

1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan
melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA. Untuk tenaga profesional seperti
tenaga supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan persyaratan
kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut
dari tenaga setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk
menghindari terjadinya konflik atau kecemburuan sosial.

2. Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan
dan debu, namun sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan
mobilisasi atau demobilisasi alat berat dilakukan pada saat lalu lintas dalam
keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat.

2.2.2.2. Pembersihan lahan (land clearing)

Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan


debu sehingga perlu dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat green
barrier yang memadai.

6
2.2.2.3. Pembangunan fasilitas umum

1. Jalan Masuk TPA


Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan
kapasitas yang cukup besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan
perlu memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang mungkin terjadi.
Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar
TPA sedemikian rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena
dapat mengurangi efisiensi pengangkutan.

2. Kantor TPA
Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir
mulai dari penimbangan/ pencatatan sampah yang masuk (sumber,
volume/berat, komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan
menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan konstruksi bangunan kantor TPA
perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi dengan
ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi
yang akan dibuang kebadan air penerima.

3. Drainase
Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak
masuk ke area timbunan TPA, selain untuk mencegah tergenangnya area
timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.

4. Pagar TPA
Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat
berfungsi sebagai green barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat
dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis pohon yang rimbun dan
cepat tumbuh seperti pohon angsana.

2.2.2.4. Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan

1. Lapisan Dasar Kedap Air

Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya


pencemaran lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA
harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasar
geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan kepadatan
dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah lempung
sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan
pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari
terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan
peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung”. Sebagai contoh dapat
dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.

7
2. Jaringan Pengumpul Lindi

Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan


lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi.
Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi
oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA,
tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain.

3. Pengolahan Lindi

Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar


pencemar lindi sampai sesuai dengan ketentuan standar efluen yang
berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen organik
dengan nilai BOD rata-rata 2000 – 10.000 ppm (Qasim, 1994), maka
pengolahan lindi yang disarankan minimal dengan proses pengolahan biologi
(secondary treatment). Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi,
karakteristik lindi dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal
tersebut berkaitan dengan pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas
dan dimensi kolam serta perhitungan waktu detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan
aktivitas mikroorganisme, maka pengkondisian dan pengendalian proses
memegang peranan penting. Sebagai contoh kegagalan proses yang terjadi
selama ini adalah karena tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses
biologi, sehingga efisiensi proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung
sangat rendah.

Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa
tahap sebagai berikut :

 Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul


 Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses
ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
 Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik,
dilakukan di kolam fakultatif. Proses ini diharapkan dapat menurunkan BOD
sampai 70 %
 Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan
efisiensi proses 80 %
 Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi
sebagai saringan biologi yang terdiri dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman
yang dapat menyerap bahan polutan.

Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang


diharapkan, maka dapat dilakukan proses resirkulasi lindi ke lahan timbunan
sampah melalui pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling filter”,
diharapkan dapat menurunkan kadar BOD lindi.

4. Ventilasi Gas

Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang
terbentuk karena proses dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme.
8
Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat menyebabkan tingginya
akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang
mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara
maju, gas dari landfill dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi
apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA, maka gas yang keluar dari pipa
vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak negatif
terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect).
Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi
oleh casing yang diisi kerikil, harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan
ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada pada jalur jaringan pipa
lindi.

5. Green Barrier

Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi,


maka perlu dibuat green barrier berupa area pepohonan disekeliling TPA.
Tebal green barrier kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan
rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini antara lain jenis pohon angsana.

6. Sumur Uji

Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap


air tanah yang disebabkan oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar
TPA tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya kebocoran
geomembran ).

2.2.2.5. Pembangunan fasilitas pendukung

1. Sarana Air Bersih

Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut


sampah (truck), alat berat, keperluan mandi cuci bagi petugas maupun
pengunjung TPA. Selain itu apabila memungkinkan air bersih juga diperlukan
untuk menyiram debu disekitar area penimbunan secara berkala untuk
mengurangi polusi udara.

2. Bengkel

Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta


memperbaiki kendaraan yang mengalami kerusakan ringan yang terjadi di
TPA, sehingga tidak sampai mengganggu operasi pembuangan sampah. Peralatan
bengkel harus disesuaikan dengan jenis kerusakan yang akan ditangani.

3. Jembatan Timbang

Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk


TPA sehingga masa pakai TPA dapat dikendalikan.
2.2.3 TAHAP PASCA KONSTRUKSI
9
1. Operasi dan Pemeliharaan TPA

Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan
dari seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup
memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik maka tetap
akan terjadi pencemaran lingkungan.

2. Reklamasi lahan bekas TPA

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah


menjadilindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun
(Thobanoglous, 1993), maka lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan terbuka
hijau atau sesuai dengan rencana tata guna lahannya. Apabila lahan bekas TPA akan
digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka perlu memperhitungkan
faktor keamanan bangunan secara maksimal. Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan
dengan rencana peruntukannya terutama yang berkaitan dengan konstruksi tanah penutup
akhir. Untuk lahan terbuka hijau,
ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan adalah 1 m (tergantung jenis tanaman yang
akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk peruntukan bangunan,
persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan konstruksi jalan dan faktor keamanan
sesuai dengan peraturan konstruksi yang berlaku. Monitoring TPA pasca operasi
Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul lindi, proses
pengolahan lindi yang tidak memadai maupun kebocoran pipa ventilasi gas. Fasilitas yang
diperlukan untuk monitoring ini adalah sumur uji dan pipa ventilasi gas yang terlindung.
Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu yang terletak sebelum area peninmbunan,
dekat lokasi penimbunan dan sesudah area penimbunan.
Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi :
• Kualitas air , meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat
• Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4)
• Kepadatan lalat

2.3 DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN

Dokumen kajian lingkungan TPA yang berisikan hal-hal tersebut diatas, harus disesuaikan
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU 23 / 1997 tentang Pokok-Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No 27 / 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan dan Kepmen LH/Depkes/Kimpraswil yang berkaitan dengan masalah kegiatan
yang berdampak terhadap lingkungan)

Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan dan
pengoperasian TPA adalah :

1. AMDAL

 Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha

10
 Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasandengan
kawasan lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas lingkungan
kawasan lindung. Seperti di pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan lindung lainnya (<
10 ha)
 Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL /
RPL.
 KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan kegunaan studi), ruang
lingkup studi (lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup rona lingkungan
hidup awal dan lingkup wilayah studi), metode studi (metode pengumpulan dan
analisa data, metode prakiraan dampak dan penentuan dampak penting, metode evaluasi
dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya studi dan waktu). KA ANDAL juga
dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
 Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan studi
dan kegunaan studi), metoda studi (dampak penting yang ditelaah, wilayah studi,
metode pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak penting dan
evaluasi dampak penting), rencana kegiatan ( identitas pemrakarsa dan penyusun
ANDAL, tujuan rencana kegiatan, kegunaan rencana kegiatan dari awal sampai
akhir), rona lingkungan hidup (fisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan
masyarakat termasuk komponen-komponen yang berpotensi terkena dampak
penting) , prakiraan dampak penting (pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca
operasi termasuk mekanisme aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan),
evaluasi dampak penting (telaahan terhadap dampak penting dan digunakan sebagai
dasar pengelolaan). Selain itu juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai
dasar ilmiah dan lampiran seperti surat izin rekomendasi untuk pemrakarsa, SK, foto-
foto, peta, gambar, tabel dan lain-lain.
 Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan,
rencana pengelolaan lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting, tolok
ukur dampak, tujuan rencana pengelolaan lingkungan, pengelolaan lingkungan
melalui pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi, lokasi pengelolaan
lingkungan, periode pengelolaan lingkungan, pembiayaan pengelolaan
lingkungan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan).
Dokumen RKL ini juga dilengkapi dengan pustaka dan lampiran pengelolaan
lingkungan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan).
 Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan
(dampak penting yang dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang
dipantaau, tujuan RPL, metode pemantauan dan institusi yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan

2. UKL / UPL

 Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha


 Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
 Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis
kegiatan, rencana lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi
kegiatan dengan SDA dan kegiatan lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan,
proses yang akan dilaksanakan), komponen lingkungan yang mungkin akan
terkena dampak, dampak yang akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan
ukurannya, sifat dan tolok ukur dampak), upaya pengelolaan lingkungan yang
harus dilaksanakan oleh pemraakarsa, upaya pemantauan lingkungan yang harus
dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang dipantau, lokasi pemantauan,

11
waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme pelaporan pelaksanaan
UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina, BPLDH dan dinas
teknis terkait). Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan pemrakarsa yang
ditanda tangani untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan.

2.4. FUNGSI TPA

TPA yakni Tempat Pembuangan Akhir memiliki fungsi sebagai akhir dari
pembuangan sampah yang telah dikumpulkan oleh petugas kebersihan sehingga dibawa pada
satu tempat sebagai penampungan sampah.Dalam TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
memiliki berbagai fasilitas yang berfunsi antara lain :

 Prasarana jalan yang terdiri dari jalan masuk/akses, jalan penghubung, dan jalan
operasi/kerja. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan
pengangkutan sehingga efisiensi keduanya makin tinggi.
 Prasarana drainase, berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan
tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Drainase ini
umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan.
 Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data,
dan pengaturan kedatangan truk sampah. Biasanya berupa pos pengendali di pintu
masuk TPA.
 Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar
TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah lempung setebal 50
cm atau lapisan sintesis lainnya.
 Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke atmosfer. Gas
yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan.
 Fasilitas pengamanan lindi, berupa perpipaan lubang-lubang, saluran pengumpul, dan
pengaturan kemiringan dasar TPA sehingga lindi begitu mencapai dasar TPA akan
bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpul.
 Alat berat, berupa bulldozer, excavator, dan loader.
 Penghijauan, dimaksudkan untuk peningkatan estetika, sebagai buffer zone untuk
pencegahan bau dan lalat.
 Fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain.

Berdasarkan fungsi dari fasilitas-fasilitas yang ada pada TPA tersebut menandakan bahwa
TPA merupakan tempat sampah yang telah direncanakan dengan baik dengan meninjau
segala dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitar TPA.

2.5. DAMPAK SAMPAH DI SEKITAR TPA

12
Semakin hari volume sampah kian meningkat sampai melebihi batas toleransi. Karena itu,
secepatnya dibangun perluasan sekitar lima hektar (ha) setelah proses ganti rugi lahan kepada
sekitar warga sekitar terselesaikan. Dalam proyek perluasan itu, pemerintah setempat
menggandeng pihak swasta untuk turut serta. Setiap hari sampah yang datang tercampur, para
pemulung itulah yang memilah-milah. Di sekitar lokasi pembuangan ada sel pengelolahan
baik sampah organik pembuatan kompos dan pengelolaan sampah non-organik. Selain
menyediakan pabrik pengelolaan sampah di sekitarnya, pemerintah setempat juga sudah
mengeluarkan aturan baik pada rumah tangga maupun industri, untuk mengurangi sampahnya.

Dampak yang sering terjadi dari lokasi pembuangan sampah yakni di TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) Bakung, saat musim kemarau kerap mengeluarkan letusan yang
membahayakan nyawa pemulung yang mengais rejeki di sekitarnya. Di bawah TPA ini
mengandung metan yang sangat tinggi, jadi sering mengeluarkan percikan api yang dapat
membahayakan orang sekitar. Selain itu, sering menimbulkan bau yang menyengat dalam
radius lebih dari 1,5 kilometer. Nurhadiyati (38) warga Perumahan Citra Garden yang
berlokasi di balik bukit dari pembuangan sampah Bakung kerap mengeluhkan aroma tak
sedap.

“Kalau setiap kami buka pintu ya yang tercium aroma sampah. Maka tidak jarang
penghuni di sini ingin menjual rumahnya. Tapi di satu sisi, air di rumah saya ini selalu
hangat sepanjang hari,” kata dia.Menanggapi persoalan itu, Setiawan menegaskan,
keberadaan TPA Bakung lebih dulu dari pada pemukiman penduduk sekitarnya. “Bakung ini
duluan ada, tapi setelah akses dibuka, banyak pendatang yang mendirikan rumah di sini,
bahkan sampai saat ini sudah ada dua perumahan yang berdiri,” ujarnya.

Berdasarkan data diatas, di sekitar Bakung kerap kali terjadi pencemaran akibat
sampah.Pencemaran sampah merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap struktur
kimia, air tanah dan udara serta dapat merubah nilai keindahan suatu lingkungan.
Pencemaran sampah dapat berpengaruh juga terhadap kesehatan masyarakat, baik langsung
maupun tidak langsung.Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana
diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit, gangguan
pernafasan serta dapat mengganggu kesehatan manusia dan mengganggu estetika lingkungan,
karena terkontaminasinya pemandangan oleh tumpukan sampah dan bau busuk yang
menyengat hidung, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir
yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah
yang dibuang ke sungai.sampah memang menjadi salah satu penyumbang gas rumah kaca.
Maka dari itu, pembuangan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) harus diperhatikan.
Sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik. Proses itu
menghasilkan gas metana (CH4). Sampah yang dibakar juga akan menghasilkan gas
karbondioksida (CO2). Gas CH4mempunyai kekuatan merusak 20 kali lipat dari gas CO2. Gas
metana (CH4) terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik oleh bakteri metana atau
disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang
banyak mengandung bahan organik sehingga terbentuk gas metana (CH4) yang apabila
dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini
terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan
sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA).

Dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan :

13
1. Dampak Terhadap Kesehatan Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan
baik merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi
berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya yang ditimbulkan adalah sebagai berikut :
 Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan air
minum. Penyakit DBD dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
 Penyakit jamur dapat juga menyebar ( misalnya jamur kulit ).
 Sampah beracun; Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira – kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa
( Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.

1. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan terhadap rembesan sampah yang masuk


kedalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan
dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap dan hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis.

3. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi. Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat
membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak
sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana – mana.
Memberikan dampak negatif bagi kepariwisataan Usaha Pengendalian Sampah untuk
menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternativ
pengolahan yang benar. Teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah adalah
teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan dengan cara
pembakaran yang terkontrol atau Insinerasi dengan cara memakai Incenerator. Selain
itu juga memakai prinsip reduksi bersih yang diterapkan dalam keseharian misalnya
dengan menerapkan prinsip 4 R yaitu ( Reduce, Reuse, Recycle dan Replace ). Dalam
keseharian, dan dapat dilakukan oleh siapa saja untuk mengurangi volume sampah.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan isi makalah ini dapat disimpulkan bahwa Tempat Pembuangan Akhir atau
disebut dengan TPA merupakan sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan
akhir sampah sebagai mata rantai terakhir dari pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana
lahan untuk menimbun atau mengolah sampah. TPA sendiri memiliki berbagai fasilitas
dengan fungsi masing-masing, ada yang sebagai Prasarana drainase, fasilitas penerimaan,
lapisan kedap air, dll. Walaupun TPA sebagai tempat pembuangan akhir sampah yang dapat
menampung berbagai sampah, di sekitar TPA pun dapat terjadi berbagai dampak akibat
timbunan sampah pada TPA tersebut. Dampak yang terjadi antara lain saat musim kemarau
kerap mengeluarkan letusan yang membahayakan nyawa pemulung yang mengais rejeki di
sekitarnya, sering menimbulkan bau yang menyengat dalam radius lebih dari 1,5 kilometer, dan
berbagai dampak kesehatan bagi warga setempat.

3.2 Saran

Berdasarkan analisis masalah diatas saya memiliki saran sebagai solusi yang harus dicapai
oleh petugas pengelolaan sampah di TPA tersebut yaitu harus dapat mengurangi hingga
menghilangkan dampak negatif dari sampah tersebut dengan cara misalnya memilah sampah
yang dapat di daur ulang dan menambah lahan lebih luas pada TPA tersebut agar sampah
yang terus berdatangan dapat tertampung dengan baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

MP.Todaro. (1997). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 1 dan 2. Erlangga.


Jakarta

Aboejoewono, A., Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan


Permasalahannya, Jakarta: Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus,
1985.

Anwar, Hadi, 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sample Lingkungan.


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Azwar, A, 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta, Yayasan


Mutiara.
Handoyo, (2019). Sampah Plastik Menunjukkan Tren Peningkatan Dalam 10 Tahun
Terakhir, [online], dari: www.amp.kontan.co.id/news/sampahplastik-
menunjukkan-tren-peningkatan-dalam-10-tahun terakhir [2 Febuari 2020]

Ign. Suharto, Prof DR, 2011. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara dan Air, Jakarta.

http://ekuatorial.com/urban/bandarlampung-to-expand-its-landfill-capacity-in-2015#!/
story=post- 10088

http://www.duajurai.com/2015/04/tpa-bakung-bandar-lampung-hanya-mampu-tampung-
sampah- hingga tiga-tahun-lagi/

16

Anda mungkin juga menyukai