(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan
Ibu Anak (KIA))
Dosen Pengampu : Mizna Sabila, SKM, M.Kes
Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, tersusunnya
makalah ini yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan
Kesehatan Ibu Anak dengan judul "Menganalisis Program Keluarga Berencana". Dan tak lupa
sholawat serta salam kita panjatkan kepada baginda nabi besar kita Muhammad Saw. Rasul yang
berjasa besar kepada kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada Ibu Mizna Sabila, SKM, M.Kes. selaku dosen mata Kesehatan
Reproduksi dan Kesehatan Ibu Anak yang telah memberikan tugas kepada kita, dan
membimbing kita dalam penyampaian materi sehingga penulis dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan penulis khususnya dan umumnya untuk teman-teman sekalian. Dan tak lupa juga
penulis ucapkan terimakasih untuk teman-teman yang telah memberikan dukungan sehingga
makalah ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………5
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
A. Program Keluarga Berencana……………………………………………………………..6
B. Sasaran Keluarga Berencana……………………………………………………………...10
C. Metode Kontrasepsi Dalam Program Keluarga Berencana……………………………….11
D. Konsep Budaya Dan Gender Dengan Program Keluarga Berencana…………………….23
E. Pola Dasar Penggunaan Kontrasepsi……………………………………………………...28
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….31
B. Saran………………………………………………………………………………………32
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...33
4
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan
dengan jalan memberikan nasehat-nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan, dan
penjarangan kehamilan. Keluarga Berencana membantu pasangan suami istri untuk menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkkan, mengatur jarak
diantara kelahiran. Tujuan dari Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak juga mewujudkan keluarga kecil yang bahagia serta sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk di Indonesia.
Sasaran dari program Keluarga Berencana ini adalah pasangan usia subur yang memiliki
tujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara
berkelanjutan, dan juga melakukan pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam
rangka mencapai keluarga sejahtera dan keluarga berkualitas oleh pelaksana dan pengelola
Keluarga Berencana. Kebijakan keluarga berencana biasanya dilakukan pada saat pemerintah
kurang mampu untuk mengimbangi tingkat laju pertumbuhan penduduk, dengan kebutuhan serta
fasilitas yang dapat menjamin kesejahteraan penduduknya. Sebenarnya jumlah penduduk yang
besar dapat menjadi potensi penggerak yang kuat jika penduduknya berkualitas.
5
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, dapat di ajukan perumusan masalah sebagai berikut :
4. Bagaimana cara mengetahui Hubungan konsep dan gender dengan program keluarga
berencana ?
C. Tujuan Penulisan
3. Untuk mengetahui Metode apa sajakah yang di gunakan dalam program keluarga berencana.
4. Untuk mengetahui hubungan konsep dan gender dengan program keluarga berencana.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut World Population Data Sheet pada tahun 2013, Indonesia adalah negara ke-5 di
dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sekitar 247 juta jiwa. Dan di antara negara
ASEAN, Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbanyak, jauh diatas 9 negara
anggota ASEAN lainnya. Angka fertilitas atau Total Fertility Rate di Indonesia juga masih
7
berada di atas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4. Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengestimasi bahwa jumlah penduduk di tahun
2013 sebanyak 248, 4 juta orang dengan 28,55 juta penduduk Indonesia merupakan
penduduk miskin seperti catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu dari paket Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan
mutu pelayanan Keluarga Berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Dengan telah berubahnya paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dengan pendekatan pengendalian
populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan
reproduksi serta hak reproduksi. Maka pelayanan Keluarga Berencana harus menjadi lebih
berkualitas serta memperhatikan hak-hak dari klien/ masyarakat dalam memilih metode
kontrasepsi yang diinginkan.
Target yang ingin dicapai adalah Zero Growth Population atau Laju Penduduk yang
Seimbang. Program ini dianggap berhasil, sehingga bayak dicontoh oleh negara-negara lain.
Program ini mulai terganggu, pada tahun 1997. Krisis Ekonomi pada saat itu, diangggap
sebagai penyebab utama menurunnya daya beli Pasangan Usia Subur (PUS), maupun
penyediaan alat dan pelayanan kontrasepsi. Keadaan ini ber tambah buruk setelah
diberlakukannya Otonomi Daerah. Desentralisasi di beberapa daerah menyebabkan
berubahnya struktur organisasi BKKBN, ada yang dibubarkan atau di gabung dengan Dinas
Kesehatan. Perbedaan kebijakan Pemerintah Daerah dalam masalah kesehatan, termasuk KB,
juga memperburuk keadaan. Isu tentang kegagalan KB sudah banyak dibahas. Berbagai
pendekatan sudah dilakukan oleh pihakpihak terkait seperti BKKBN, Kementerian
kesehatan, Persatuan Obgyn dan Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan mass media, dalam upaya untuk mengatasi masalah
ini.
Hasil BPS pada tahun 2012 ditemukan bahwa rerata jumlah anak dalam setiap keluarga
2,6 orang, yang berarti program KB kita menurun. Hal ini bila dibiarkan maka laju
pertambahan penduduk yang tidak terkendali, dan merupakan masalah demografi. Total
Fertilty Rate (TFR) meningkat, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan reproduksi. Program KB yang tidak terkendali, akan menyebabkan kita terjebak
dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan, yaitu “Empat Terlalu”, yang terdiri dari
Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering dan Terlalu Banyak. Situasi inilah yang
menimbulkan banyak kemungkinan adanya upaya aborsi dan kehamilan yang tidak
diinginkan, dengan segala akibat buruknya. Dikaitkan dengan empat masalah besar di atas,
upaya revitalisasi program KB akan berdampak lebih nyata dibandingkan dengan upaya
perbaikan sarana dan prasarana pelayanan KIA lainnya. Bila kita dapat meningkatkan akses
dan memperbaiki program KB, kita akan dapat mengurangi jumlah ibu hamil atau bumil,
9
Dengan demikian, mereka yang hamil, akan memasuki proses reproduksi dalam keadaan
fisik dan mental optimal, yang berarti pula bahwa kehamilannya itu direncanakan dan
dikehendaki, serta didukung oleh keadaan gizi yang cukup. Menghadapi kelompok bumil
semacam ini, proses pengamanannya tidak terlalu sulit. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan
dapat membantu mereka untuk mendapat akses kepada pelayanan kesehatan reproduksi yang
baik secara tepat waktu, agar angka kematian ibu turun. Akses pelayanan KB dapat
memengaruhi masyarakat dalam pemilihan alat kontrasepsi, demikian pula dengan
ketersediaan tenaga kesehatan dan prasarana fasilitas kesehatan. Tampak bahwa sebagian
besar ibu pernah hamil memilih tempat pelayanan pemasangan alat kontrasepsi/KB di bidan
praktek, baik ibu yang tinggal di perkotaan 55,2% maupun yang tinggal di pedesaan 54,2%.
Puskesmas menjadi pilihan ke dua 12,1% responden pedesaan. Akses pelayanan KB di
bidan praktek yang mendominasi pemilihan para ibu kemungkinan karena bidan praktek
mudah di temukan masyarakat setempat, dan pemberi layanan biasanya bidan berjenis
kelamin perempuan sehingga secara psikososial nyaman bagi para ibu. Temuan ini
memberikan hasil hampir sama dengan survei oleh BPS pada tahun 2012.
Dari hasil analisis lanjut Riskesdas tahun 2010 bahwa pemilihan alat kontrasepsi suntik
terbanyak bagi ibu yang tinggal di perkotaan 60,7%, di pedesaan 68,4%. Alat kontrasepsi pil
menjadi pilihan ke dua para ibu di kota maupun desa. Lainnya terbanyak adalah susuk,
sebagian kecil menggunakan jamu. Rupanya di Indonesia pemilihan jenis kontrasepsi suntik
paling dominan dipilih, kemungkinan faktor kemudahan dan lama penggunaan. KB Suntik
mempunyai rentang waktu efektivitas sampai 3 bulan dan mudah dan praktis. Susuk juga
menjadi pilihan ke tiga ibu ibu di Indonesia karena pengaruh social budaya setempat. Susuk
dari hasil Riset etnografi budaya oleh Badan Litbangkes tahun 2012 pada etnis Madura
10
diyakini mempunyai efek samping selain dapat mencegah kehamilan juga dapat mempercantik
dan lebih memperkuat aura sang pemakai susuk.
Akses pelayanan program KB dirasa dianggap kurang memadai, karena tidak semua
Posyandu di pedesaan di bekali dengan infrastruktur dan keahlian pemeriksaan KB,
ditambah lagi dengan kurangnya presentasi tentang pengetahuan KB di daerah pedesaan,
sehingga kebanyakan masyarakat Indonesia yang berdomisili di pedesaan masih kurang
pengetahuan tentang Program KB dan manfaatnya. Masih adanya Stigma di masyarakat
bahwa banyak anak banyak rezeki, padahal zaman semakin maju dan harus diimbangi
dengan pemikiran logis dengan sumber daya alam yang semakin berkurang. Pemerintah
telah mengeluarkan UndangUndang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menggantikan Undang-Undang No. 10
10
Alasan orang tidak menyukainya: Relatif mahal dan harus digunakan tiap hari.
Klien lupa minum 3 pil kombinasi atau lebih, atau terlambat mulai papan pil baru 3 hari
atau lebih.
AKDR terlepas
Klien terlambat 2 minggu lebih untuk suntikan progesteron 3 bulanan atau terlambat 7 hari
atau lebih untuk metoda suntikan kombinasi bulanan.
4) KB Suntik kombinasi
Mekanisme: Suntikan kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
penetrasi sperma terganggu, atrofi pada endometrium sehingga implantasi terganggu, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini diberikan sekali tiap bulan.
Efektivitas: Bila digunakan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 diantara 100 ibu
dalam 1 tahun.
Efek samping: Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin pendek, haid tidak
teratur, haid memanjang, haid jarang, atau tidak haid), sakit kepala, pusing, nyeri
payudara, kenaikan berat badan.
Alasan orang menyukainya: Tidak perlu diminum setiap hari, ibu dapat mengguakanya
tanpa diketahui siapapun, suntikan dapat dihentikan kapan saja, baik untuk menjarangkan
kehamilan.
Alasan orang tidak menyukainya: Penggunaannya tergantung kepada tenaga kesehatan.
5) Suntikan Progestin
Mekanisme: Suntikan progestin mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
penetrasi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan menghambat
transportasi gamet oleh tuba. Suntikan diberikan 3 bulan sekali (DMPA).
14
Efektivitas: Bila digunakan dengan benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100
ibu dalam 1 tahun. Kesuburan tidak langsung kembali setelah berhenti, biasanya dalam
waktu beberapa bulan.
Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko kanker endometrium dan fibroid
uterus. Dapat mengurangi risiko penyakit radang paggul simptomatik dan anemia
13
defisiensi besi. Mengurangi gejala endometriosis dan krisis sel sabit pada ibu dengan
anemia sel sabit.
Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.
Efek samping: Perubahan pola haid (haid tidak teratur atau memanjang dalam 3 bulan
pertama, haid jarang, tidak teratur atau tidak haid dalam 1 tahun), sakit kepala, pusing,
kenaikan berat badan, perut kembung atau tidak nyaman, perubahan suasana perasaan,
dan penurunan hasrat seksual.
Alasan orang menyukainya: Tidak perlu diminum setiap hari, tidak mengganggu
hubungan seksual, ibu dapat menggunakannya tanpa diketahui siapapun, menghilangkan
haid, dan membantu meningkatkan berat badan.
Alasan orang tidak menyukainya: Penggunaannya tergantung kepada tenaga kesehatan.
6) Implan
Mekanisme: Kontrasepsi implan menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks,
menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan mengurangi transportasi sperma. Implan
dimasukkan di bawah kulit dan dapat bertahan higga 3-7 tahun, tergantung jenisnya.
Efektivitas: Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 1
tahun.
Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko penyakit radang paggul
simptomatik. Dapat mengurangi risiko anemia defisiesi besi.
Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.
Efek samping: Perubahan pola haid (pada beberapa bulan pertama: haid sedikit dan
singkat, haid tidak teratur lebih dari 8 hari, haid jarang, atau tidak haid;setelah setahun:
haid sedikit dan singkat, haid tidak teratur, dan haid jarang), sakit kepala, pusing,
15
perubahan suasana perasaan, perubahan berat badan, jerawat (dapat membaik atau
memburuk), nyeri payudara, nyeri perut, dan mual.
Alasan orang menyukainya: Tidak perlu melakukan apapun lagi untuk waktu yang lama
setelah pemasangan, efektif mencegah kehamilan, dan tidak mengganggu hubungan
seksual.
Alasan orang tidak menyukainya: Perlu prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga
kesehatan terlatih.
2) Vasektomi
Mekanisme: Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
Efektivitas: Bila pria dapat memeriksakan semennya segera setelah vasektomi, risiko
kehamilan kurang dari 1 di antara 100 dalam 1 tahun.
16
Keuntungan khusus bagi kesehatan: Tidak ada.
Risiko bagi kesehatan: Nyeri testis atau skrotum (jarang), infeksi di lokasi operasi (sangat
jarang), dan hematoma (jarang). Vasektomi tidak mempegaruhi hasrat seksual, fungsi
seksual pria, ataupun maskulinitasnya.
Efek samping: Tidak ada.
Alasan orang menyukainya: Menghentikan kesuburan secara permanen, prosedur
bedahnya aman dan nyaman, efek samping lebih sedikit dibanding metode-metode yang
15
digunakan wanita, pria ikut mengambil peran, dan meningkatkan kenikmatan serta
frekuensi seks.
Alasan orang tidak menyukainya: Perlu prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga
kesehatan terlatih.
3) Kondom
Mekanisme: Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma
tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan.
Efektivitas: Bila digunakan dengan benar, risiko kehamilan adalah 2 di antara 100 ibu
dalam 1 tahun.
Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mencegah penularan penyakit menular seksual dan
konsekuesinya (misal: kanker serviks).
Risiko bagi kesehatan: Dapat memicu reaksi alergi pada orang-orang dengan alergi lateks.
Efek samping: Tidak ada.
Alasan orang menyukainya: Tidak ada efek samping hormonal, mudah didapat, dapat
digunakan sebagai metode sementara atau cadangan (backup) sebelum menggunakan
metode lain, dapat mencegah penularan penyakit meular seksual.
17
Alasan orang tidak menyukainya: Keberhasilan sangat dipengaruhi cara penggunaan,
harus disiapkan sebelum berhubungan seksual.
Risiko bagi kesehatan: Infeksi saluran kemih, vaginosis bakterial, kadidiasis, sindroma
syok toksik.
Efek samping: Iritasi vagina dan penis, lesi di vagina.
Mengapa beberapa orang menyukainya: Tidak ada efek samping hormonal, pemakaiannya
dikendalikan oleh perempuan, dan dapat dipasang sebelum berhubungan seksual.
Mengapa beberapa orang tidak menyukainya: Memerlukan pemeriksaan dalam untuk
menentukan ukuran yang tepat, keberhasilan tergatung cara pemakaian.
Dilihat dari jenis kelamin ,metode kontrasepsi pada perempuan lebih besar
daripada metode kontrasepsi pada laki-laki.Metode kontrasepsi perempuan sebesar
93,66% ,sedangkan metode kontrasepsi pada laki-laki sebsar 6,34%. Ini menunjukkan
bahwa partipasi laki –laki dalam penggunaan alat kontrasepsi masih sangat kecil .
Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa pada wanita usia 15-49 tahun dengan
status kawin sebesar 59.34% menggunakan metode KB modern (implan. MOW, MOP,
IUD, kondom, suntikan, pil), sebesar 0,4% menggunakan metode KB tradisional
22
pendidikan di atas SMU menunjukkan proporsi terbesar pada WUS status kawin
yang tidak melakukan KB sebesar 66,1%, untuk yang melakukan KB metode modern
sebesar 28.3% dan k tradisional sebesar 5,6%.
Selama tahun 2013, BKKBN mencatat ada 3.287 kegagalan pada KB. Jumlah terbesar terjadi
pada metode kontrasepsi UD atau Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) dengan 1 513
(46,03%) kejadian kegagalan, däkuti oleh implan dengan 1.189 (36,17%) kejadian kegagalan.
Sementara untuk komplikasi berat, dari total 2.548 kejadian komplikasi berat, 1:358 (53,3%)
23
terjadi pada metode implan, diikuti oleh UD dengan 1,025 (40,23%) Hejadian, Baik pada
kejadian kegagalan maupun komplikasi berat, paling sedikit terjadi pada MOP karena jumlah
peserta KB yang menggunakan metode ini memang paling sedikit.
Budaya merupakan suatu kelompok yang mencakup pengetahuan, moral, seni, keyakinan,
adat istiadat dan kebiasan lain dari manusia sebagai bagian dari masyarakat (Hawkins, 2012).
Kultur budaya dalam masyarakat yang cukup kuat dapat mempengaruhi dalam
penggunaan kontrasepsi, seperti faktor budaya di dalam lingkungan mereka tinggal tidak
menganjurkan dalam penggunaan alat kontrasepsi dan juga kepercayaan jika memiliki banyak
anak maka akan mendatangkan rezeki. Selain itu, ada kendala bagi pasangan usia subur dalam
menentukan pilihan untuk menggunakan kontrasepsi yaitu dukungan dari petugas kesehatan
dalam penyuluhan program KB kepada masyarakat, dukungan dari para tokoh agama dan tokoh
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan keyakinan dan budaya masyarakat yang belum sepenuhnya
22
Pada awalnya, sektor Keluarga Berencana hanya mencakup 3 (tiga) program yang ditetapkan
untuk dikembangkan menjadi responsif gender, yaitu:
karena itu, kemudian disepakati untuk memasukkan program ke-4 yaitu Program Penguatan
Kelembagaan dan Jaringan KB, untuk juga dikembangkan menjadi res.
Proses analisis gender berdasarkan GAP terdiri dari beberapa langkah, antara lain:
Kebijakan Program
Program Pemberdayaan Keluarga bertujuan untlrk meningkatkan kesejahleraan
dan ketahanan keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat. Meningkatnya
23
kesejahteraan keluarga antara lain ditandai dengan meningkatnya kesadaran dan kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial dan psikologis anggotanya baik laki-laki
maupun perempuan.
Selain itu, kesejahteraan keluarga juga dicerminkan oleh meningkatnya peran
perempuan, temtama ibu dalam proses pengambilan keputusan di tingkat keluarga.
Sementara itu meningkatnya ketahanan keluarga antara lain ditunjukkan oleh
kemampuan keluarga dalam menangkal pengaruh budaya asing yang negadf bagi
anggotanya serta dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan NAPZA oleh
anggotanya.
24
Kegiatan pokok
1. Pelayanan Advokasi, KIE dan Konseling melalui:
Sosialisasi tentang pola pengasuhan dan tumbuh kembang anak;
Masa pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun keatas.
Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak
mengalami resiko medik. Pencegahan kehamilan adalah proses yang dilakukan
dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi yang akan dipakai diharapkan
berlangsung sampai umur reproduksi dari PUS yang bersangkutan yaitu sekitar 20
tahun dimana PUS sudah berumur 50 tahun. Alat kontrasepsi yang dianjurkan
bagi PUS usia diatas 35 tahun adalah sebagai berikut:
a. Pilihan utama penggunaan kontrasepsi pada masa ini adalah kontrasepsi
mantap (MOW, MOP).
b. Pilihan ke dua kontrasepsi adalah IUD/AKDR/Spiral .
c. Pil kurang dianjurkan karena pada usia ibu yang relatif tua mempunyai
kemungkinan timbulnya akibat sampingan.
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga berencana atau KB pertama kali ditetapkans ebagai program dari pemerintah pada
tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Bandan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional. Program KB ini sudah dimulais ejak tahun 1957 di Indonesia, namun masih menjadi
masalah kesehatan, bukan urusan kependudukan. Tapi sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia dan tingginya angka kematian ibu dan juga kebutuhan kesehatan
reproduksi, program KB kemudian digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan
pertumbuhan jumlah serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Metode kontrasepsi dibagi menjadi 2 ,yaitu metode KB hormonal dan non hormonal. Berikut
ini adalah jenis jenis metode KB secara hormonal dan efektivitas. Pada merode hormonal ada, pil
KB kombinasi, pil hormon progestin, pil KB darurat (Emergency Contraceptive Pills), KB suntik
kombinasi, suntikan progestin, dan implan .Sedangkan metode non-hormonal , ada tubektomi,
vasektomi, kondom, senggama terputus (Coitus Interuptus), Lactational Amernorrhea Method,
diafragma, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), AKDR dengan progestin Kultur budaya
dalam masyarakat yang cukup kuat dapat mempengaruhi dalam penggunaan kontrasepsi, seperti
faktor budaya di dalam lingkungan mereka tinggal tidak menganjurkan dalam penggunaan alat
kontrasepsi dan juga kepercayaan jika memiliki banyak anak maka akan mendatangkan rezeki.
Selain itu, ada kendala bagi pasangan usia subur dalam menentukan pilihan untuk menggunakan
kontrasepsi yaitu dukungan dari petugas kesehatan dalam penyuluhan program KB kepada
masyarakat, dukungan dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat.Namun dalam pembahasan-
pembahasan yang dilakukan, kemudian rnuncul kebutuhan perlunya data yang terpilah atas dasar
jenis kelamin dan upaya-upaya penguatan kelembagaan gender mendukung proses analisis
gender sebagai bagian dari pengarus utamaan gender. Oleh karena itu, kemudian disepakati
untuk memasukkan program ke-4 yaitu Program Penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB,
untuk juga dikembangkan menjadi res.
32
B.Saran
Upaya promosi juga ditekankan pada pengaturan kelahiran memiliki keuntungan kesehatan
yang nyata, salah satunya adalah pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan
ovarium, penggunaan kondom dapat mencegak penyakit infeksi menular seksual seperti HIV.
Meskipun penggunaan alat/obat kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko yang terkadang
merugikan kesehatan, namun demikian manfaat penggunaan alat/ obat kontrasepsi tersebut akan
lebih besar dibanding tidak menggunakan kontrasepsi yang memberikan risiko kesakitan dan
kematian maternal
33
Daftar Pustaka
Matahari, R., Utami, F. P., & Sugiharti, S. (2018). Buku Ajar Keluarga Berencana Dan
Kontrasepsi. pustaka Ilmu. http://eprints.uad.ac.id/24374/1/buku ajar Keluarga Berencana
dan Kontrasepsi.pdf
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2014). InfoDATIN : Situasi dan Analisis
Keluarga Berencana. In Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (hal. 1–6).
https://www.bappenas.go.id/files/8913/8146/3157/buku-8-analisis-gender-dalam-
pembangunan-kb__20130712143821__3829__0.pdf
Pratiwi NL, Basuki H. Health seeking behavior dan aksesibilitas pelayanan keluarga berencana
di Indonesia. Bul Penelit Sist Kesehat. 2014;17(1):45–53.
Ponorogo UM. Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Keluarga Berencana.
Maryati, S. (2021). HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN
PENGGUNAAN. Jurnal Kesehatan Rajawali, 11(1), 36-43.
Muhammad, M. (2015) “Pendewasaan Usia Perkawinan Di Badan Pemberdayaan Masyarakat
Dan Keluarga Berencana Kota Surabaya,” The Indonesian Journal of Islamic Family Law, (Vol
5 No 1 (2015): Juni 2015), hal. 206–225. Tersedia pada:
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/alhukuma/article/view/294.
Ratri, Z. Y. (2019) “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Unmet Need Di Kecamatan
Kraton Kota Yogyakarta 2019,” Kesmas: National Public Health Journal, 1(7), hal. 12–28