Anda di halaman 1dari 33

Menganalisis Program Keluarga Berencana

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan Kesehatan
Ibu Anak (KIA))
Dosen Pengampu : Mizna Sabila, SKM, M.Kes

Disusun oleh :

Shafwan Hakim 20201010100101


Siti Zulaiha 20201010100113
Yasmine Adnindya Syafira 20201010100116
Tisa Tiara Astri 20201010100123

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, tersusunnya
makalah ini yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan Reproduksi dan
Kesehatan Ibu Anak dengan judul "Menganalisis Program Keluarga Berencana". Dan tak lupa
sholawat serta salam kita panjatkan kepada baginda nabi besar kita Muhammad Saw. Rasul yang
berjasa besar kepada kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada Ibu Mizna Sabila, SKM, M.Kes. selaku dosen mata Kesehatan
Reproduksi dan Kesehatan Ibu Anak yang telah memberikan tugas kepada kita, dan
membimbing kita dalam penyampaian materi sehingga penulis dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan penulis khususnya dan umumnya untuk teman-teman sekalian. Dan tak lupa juga
penulis ucapkan terimakasih untuk teman-teman yang telah memberikan dukungan sehingga
makalah ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………5
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………………….5
BAB II PEMBAHASAN
A. Program Keluarga Berencana……………………………………………………………..6
B. Sasaran Keluarga Berencana……………………………………………………………...10
C. Metode Kontrasepsi Dalam Program Keluarga Berencana……………………………….11
D. Konsep Budaya Dan Gender Dengan Program Keluarga Berencana…………………….23
E. Pola Dasar Penggunaan Kontrasepsi……………………………………………………...28
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….31
B. Saran………………………………………………………………………………………32
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...33
4
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan
dengan jalan memberikan nasehat-nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan, dan
penjarangan kehamilan. Keluarga Berencana membantu pasangan suami istri untuk menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkkan, mengatur jarak
diantara kelahiran. Tujuan dari Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan
anak juga mewujudkan keluarga kecil yang bahagia serta sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk di Indonesia.

Sasaran dari program Keluarga Berencana ini adalah pasangan usia subur yang memiliki
tujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara
berkelanjutan, dan juga melakukan pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam
rangka mencapai keluarga sejahtera dan keluarga berkualitas oleh pelaksana dan pengelola
Keluarga Berencana. Kebijakan keluarga berencana biasanya dilakukan pada saat pemerintah
kurang mampu untuk mengimbangi tingkat laju pertumbuhan penduduk, dengan kebutuhan serta
fasilitas yang dapat menjamin kesejahteraan penduduknya. Sebenarnya jumlah penduduk yang
besar dapat menjadi potensi penggerak yang kuat jika penduduknya berkualitas.
5

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang, dapat di ajukan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa yang di maksud dengan keluarga berencana?

2. Siapakah yang menjadi sasaran dari Program keluarga berencana?

3. Metode apa sajakah yang di gunakan dalam program keluarga berencana

4. Bagaimana cara mengetahui Hubungan konsep dan gender dengan program keluarga
berencana ?

5. Pola dasar penggunaan kontrasepsi

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berkut :

1. Untuk mengetahui definisi dari keluarga berencana.

2. Untuk mengetahui yang menjadi sasaran dari program keluarga berencana.

3. Untuk mengetahui Metode apa sajakah yang di gunakan dalam program keluarga berencana.

4. Untuk mengetahui hubungan konsep dan gender dengan program keluarga berencana.

5. Untuk mengetahui pola dasar kontrasepsi


6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Program Keluarga Berencana


Keluarga berencana atau KB pertama kali ditetapkan sebagai program dari pemerintah
pada tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Bandan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional. Program KB ini sudah dimulai sejak tahun 1957 di Indonesia, namun
masih menjadi masalah kesehatan, bukan urusan kependudukan. Tapi sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dan tingginya angka kematian ibu dan juga
kebutuhan kesehatan reproduksi, program KB kemudian digunakan sebagai salah satu cara
untuk menekan pertumbuhan jumlah serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

Menurut World Population Data Sheet pada tahun 2013, Indonesia adalah negara ke-5 di
dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sekitar 247 juta jiwa. Dan di antara negara
ASEAN, Indonesia menjadi negara dengan penduduk terbanyak, jauh diatas 9 negara
anggota ASEAN lainnya. Angka fertilitas atau Total Fertility Rate di Indonesia juga masih
7
berada di atas rata-rata TFR negara ASEAN, yaitu 2,4. Pusat Data dan Informasi,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengestimasi bahwa jumlah penduduk di tahun
2013 sebanyak 248, 4 juta orang dengan 28,55 juta penduduk Indonesia merupakan
penduduk miskin seperti catatan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan


dan Pembangunan Keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah sebuah
upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan juga bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan
keluarga yang berkualitas. Undang-Undang ini mendukung program KB sebagai salah satu
upaya untuk mewujudkan sebuah keluarga yang sehat dan berkualitas.

Pelayanan Keluarga Berencana yang merupakan salah satu dari paket Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan
mutu pelayanan Keluarga Berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan
tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Dengan telah berubahnya paradigma dalam
pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dengan pendekatan pengendalian
populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang berfokus pada kesehatan
reproduksi serta hak reproduksi. Maka pelayanan Keluarga Berencana harus menjadi lebih
berkualitas serta memperhatikan hak-hak dari klien/ masyarakat dalam memilih metode
kontrasepsi yang diinginkan.

Perkembangan program Keluarga Berencana di Indonesia mengalami suatu


metamorphosis di mana ada periode BKKBN yang kemudian berkembang menjadi
Kementerian Negara Kependudukan dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), dimulai pada tahun 1967, dengan tujuan mengatur masalah kependudukan
(demografi), melalui falsafah Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS).
Indonesia sebagai negara yang masih berkembang, di samping masalah politik, masih harus
menghadapi kesulitan ekonomi yang berkepanjangan, padahal jumlah penduduk sangat
besar dan terus bertambah. Jadi wajar sekali, kalau pada saat itu pemerintah mengambil
8

kebijakan untuk mengurangi/mengatur laju pertumbuhan penduduk, yang sering disebut


sebagai Population Control, agar dapat memperbaiki kesejahteraan warganya.

Target yang ingin dicapai adalah Zero Growth Population atau Laju Penduduk yang
Seimbang. Program ini dianggap berhasil, sehingga bayak dicontoh oleh negara-negara lain.
Program ini mulai terganggu, pada tahun 1997. Krisis Ekonomi pada saat itu, diangggap
sebagai penyebab utama menurunnya daya beli Pasangan Usia Subur (PUS), maupun

penyediaan alat dan pelayanan kontrasepsi. Keadaan ini ber tambah buruk setelah
diberlakukannya Otonomi Daerah. Desentralisasi di beberapa daerah menyebabkan
berubahnya struktur organisasi BKKBN, ada yang dibubarkan atau di gabung dengan Dinas
Kesehatan. Perbedaan kebijakan Pemerintah Daerah dalam masalah kesehatan, termasuk KB,
juga memperburuk keadaan. Isu tentang kegagalan KB sudah banyak dibahas. Berbagai
pendekatan sudah dilakukan oleh pihakpihak terkait seperti BKKBN, Kementerian
kesehatan, Persatuan Obgyn dan Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan mass media, dalam upaya untuk mengatasi masalah
ini.

Hasil BPS pada tahun 2012 ditemukan bahwa rerata jumlah anak dalam setiap keluarga
2,6 orang, yang berarti program KB kita menurun. Hal ini bila dibiarkan maka laju
pertambahan penduduk yang tidak terkendali, dan merupakan masalah demografi. Total
Fertilty Rate (TFR) meningkat, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan reproduksi. Program KB yang tidak terkendali, akan menyebabkan kita terjebak
dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan, yaitu “Empat Terlalu”, yang terdiri dari
Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Sering dan Terlalu Banyak. Situasi inilah yang
menimbulkan banyak kemungkinan adanya upaya aborsi dan kehamilan yang tidak
diinginkan, dengan segala akibat buruknya. Dikaitkan dengan empat masalah besar di atas,
upaya revitalisasi program KB akan berdampak lebih nyata dibandingkan dengan upaya
perbaikan sarana dan prasarana pelayanan KIA lainnya. Bila kita dapat meningkatkan akses
dan memperbaiki program KB, kita akan dapat mengurangi jumlah ibu hamil atau bumil,
9

serta memperbaiki karakteristiknya dengan menghilangkan atau mengurangi aborsi,


seperti kehamilan remaja, kehamilan usia lanjut, Grandemulti dan Kehamilan yang Terlalu
Sering. Di samping kita juga dapat menghindarkan kehamilan yang tidak diinginkan.

Dengan demikian, mereka yang hamil, akan memasuki proses reproduksi dalam keadaan
fisik dan mental optimal, yang berarti pula bahwa kehamilannya itu direncanakan dan
dikehendaki, serta didukung oleh keadaan gizi yang cukup. Menghadapi kelompok bumil
semacam ini, proses pengamanannya tidak terlalu sulit. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan
dapat membantu mereka untuk mendapat akses kepada pelayanan kesehatan reproduksi yang

baik secara tepat waktu, agar angka kematian ibu turun. Akses pelayanan KB dapat
memengaruhi masyarakat dalam pemilihan alat kontrasepsi, demikian pula dengan
ketersediaan tenaga kesehatan dan prasarana fasilitas kesehatan. Tampak bahwa sebagian
besar ibu pernah hamil memilih tempat pelayanan pemasangan alat kontrasepsi/KB di bidan
praktek, baik ibu yang tinggal di perkotaan 55,2% maupun yang tinggal di pedesaan 54,2%.
Puskesmas menjadi pilihan ke dua 12,1% responden pedesaan. Akses pelayanan KB di
bidan praktek yang mendominasi pemilihan para ibu kemungkinan karena bidan praktek
mudah di temukan masyarakat setempat, dan pemberi layanan biasanya bidan berjenis
kelamin perempuan sehingga secara psikososial nyaman bagi para ibu. Temuan ini
memberikan hasil hampir sama dengan survei oleh BPS pada tahun 2012.

Dari hasil analisis lanjut Riskesdas tahun 2010 bahwa pemilihan alat kontrasepsi suntik
terbanyak bagi ibu yang tinggal di perkotaan 60,7%, di pedesaan 68,4%. Alat kontrasepsi pil
menjadi pilihan ke dua para ibu di kota maupun desa. Lainnya terbanyak adalah susuk,
sebagian kecil menggunakan jamu. Rupanya di Indonesia pemilihan jenis kontrasepsi suntik
paling dominan dipilih, kemungkinan faktor kemudahan dan lama penggunaan. KB Suntik
mempunyai rentang waktu efektivitas sampai 3 bulan dan mudah dan praktis. Susuk juga
menjadi pilihan ke tiga ibu ibu di Indonesia karena pengaruh social budaya setempat. Susuk
dari hasil Riset etnografi budaya oleh Badan Litbangkes tahun 2012 pada etnis Madura
10

diyakini mempunyai efek samping selain dapat mencegah kehamilan juga dapat mempercantik
dan lebih memperkuat aura sang pemakai susuk.

Akses pelayanan program KB dirasa dianggap kurang memadai, karena tidak semua
Posyandu di pedesaan di bekali dengan infrastruktur dan keahlian pemeriksaan KB,
ditambah lagi dengan kurangnya presentasi tentang pengetahuan KB di daerah pedesaan,
sehingga kebanyakan masyarakat Indonesia yang berdomisili di pedesaan masih kurang
pengetahuan tentang Program KB dan manfaatnya. Masih adanya Stigma di masyarakat
bahwa banyak anak banyak rezeki, padahal zaman semakin maju dan harus diimbangi
dengan pemikiran logis dengan sumber daya alam yang semakin berkurang. Pemerintah
telah mengeluarkan UndangUndang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang menggantikan Undang-Undang No. 10

10

Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga


Sejahtera dapat dijadikan sebagai grand design dalam pengendalian laju pertumbuhan
penduduk. Kehadiran UU ini disesuaikan dengan perubahan sistem pemerintahan di dalam
negeri dari pemerintahan sentralistik ke desentralisasi. Konsekuensinya, arah pembangunan
dapat bereorientasi pada pembangunan berwawasan kependudukan yang menekankan pada
kualitas SDM dalam pembangunan daerah berbasis kompetensi. Tujuan program
Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB), selain meningkatkan derajat kesehatan ibu
dan anak, juga menekan laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk akan
menjadi masalah yang besar jika tidak ditangani secara serius, karena pertumbuhan
penduduk yang tinggi tanpa disertai pertambahan produksi akan menjadi beban yang berat
bagi pemerintah daerah.

B. Sasaran dari Keluarga Berencana


Menurut Handayani, sasaran program KB dibagi sebagai dua yaitu, sasaran secara langsung
dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung artinya PUS yang bertujuan untuk menurunkan
tingkat kelahiran dengan cara penggunaan secara berkelanjutan.
11
PUS artinya pasangan suami istri yg istrinya berumur antara 15 hingga 49 tahun. Sedangkan
sasaran tidak langsung merupakan pelaksana dan pengelola KB dengan tujuan menurunkan
taraf kelahiran hidup melalui pendekatan kebijakan kependudukan terpadu. Dalam rangka
mencapai famili yg berkualitas serta sejahtera.Sedangkan sasaran strategis BKKBN tahun
2015 – 2019 yg tertera
Pada Renstra BKKBN 2015-2019 ialah sebagai berikut:
1) Menurunnya Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP),
2) Menurunnya angka kelahiran total (TFR) per WUS (15 – 49 tahun),
3) Meningkatnya pemakaian kontrasepsi (CPR),
4) Menurunnya unmet need,
5) Menurunnya angka kelahiran pada remaja usia 15 -19 tahun (ASFR 15 – 19 tahun),
6) Menurunnya kehamilan yang tidak diinginkan dari WUS (15 – 49
Tahun)

C. Metode Kontrasepsi dalam Program Keluarga Berencana


Metode kontrasepsi dibagi menjadi 2 ,yaitu metode KB hormonal dan non hormonal.
Berikut ini adalah jenis jenis metode KB secara hormonal dan efektivitas.
1. Metode Hormonal
1) Pil KB Kombinasi
 Mekanisme: Pil kombinasi menekan ovulasi, mencegah implantasi, mengentalkan lendir
serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma, dan menganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu. Pil ini diminum setiap hari.
 Efektivitas: Bila diguakan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu
dalam 1 tahun.
 Efek samping: Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin pendek, haid tidak
teratur, haid jarang, atau tidak haid), sakit kepala, pusing, mual, nyeri payudara,
perubahan berat badan, perubahaan suasana perasaan, jerawat.(dapat membaik atau
memburuk, tapi biasaya membaik), dan peningkatan tekanan darah.


12
 Alasan orang menyukainya: Pemakaiannya dikendalikan oleh perempuan, dapat
dihentikan kapannpun tanpa perlu bantuan tenaga kesehatan, dan tidak mengganggu
hubungan seksual.

 Alasan orang tidak menyukainya: Relatif mahal dan harus digunakan tiap hari.

2) Pil Hormon Progestin


 Mekanisme: Pil yang kecill menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di
ovarium, endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit,
mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma, mengubah motilitas
tuba sehingga transportasi sperma terganggu. Pil diminum setiap hari. 2.
 Efektivitas: Bila digunakan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu
dalam 1 tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Tidak ada.
 Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.
 Efek samping: Perubahan pola haid (menunda haid lebih lama pada ibu menyusui, haid
tidak teratur, haid memanjang atau sering, haid jarang, atau tidak haid), sakit kepala,
pusing, perubahan suasana perasaan, nyeri payudara, nyeri perut, dan mual.
 Alasan orang menyukainya: Dapat diminum saat menyusui, pemakaiannya dikendalikan
oleh perempuan, dapat dihentikan kapapun tanpa perlu bantuan tenaga kesehatan, dan
tidak mengganggu hubungan seksual.
 Alasan orang tidak menyukainya: Harus diminum tiap hari.

3) Pil KB Darurat (Emergency Contraceptive Pills)


Kontrasepsi darurat digunakan dalam 5 hari pasca senggama yang tidak
terlindung dengan kontrasepsi yang tepat dan konsisten. Semakin cepat minum pil
kontrasepsi darurat, semakin efektif. Kontrasepsi darurat banyak digunakan pada korban
perkosaan dan hubungan seksual tidak terproteksi.
Penggunaan kontrasepsi darurat tidak konsisten dan tidak tepat dilakukan pada:
13
 Kondom terlepas atau bocor
 Pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi alamiah dengan tepat (misalnya gagal
abstinens, gagal menggunakan metoda lain saat masa subur).
 Terlanjur ejakulasi pada metoda senggama terputus.

 Klien lupa minum 3 pil kombinasi atau lebih, atau terlambat mulai papan pil baru 3 hari
atau lebih.
 AKDR terlepas
 Klien terlambat 2 minggu lebih untuk suntikan progesteron 3 bulanan atau terlambat 7 hari
atau lebih untuk metoda suntikan kombinasi bulanan.

4) KB Suntik kombinasi
 Mekanisme: Suntikan kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
penetrasi sperma terganggu, atrofi pada endometrium sehingga implantasi terganggu, dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini diberikan sekali tiap bulan.
 Efektivitas: Bila digunakan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 diantara 100 ibu
dalam 1 tahun.
 Efek samping: Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin pendek, haid tidak
teratur, haid memanjang, haid jarang, atau tidak haid), sakit kepala, pusing, nyeri
payudara, kenaikan berat badan.
 Alasan orang menyukainya: Tidak perlu diminum setiap hari, ibu dapat mengguakanya
tanpa diketahui siapapun, suntikan dapat dihentikan kapan saja, baik untuk menjarangkan
kehamilan.
 Alasan orang tidak menyukainya: Penggunaannya tergantung kepada tenaga kesehatan.

5) Suntikan Progestin
 Mekanisme: Suntikan progestin mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
penetrasi sperma terganggu, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan menghambat
transportasi gamet oleh tuba. Suntikan diberikan 3 bulan sekali (DMPA).
14
 Efektivitas: Bila digunakan dengan benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100
ibu dalam 1 tahun. Kesuburan tidak langsung kembali setelah berhenti, biasanya dalam
waktu beberapa bulan.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko kanker endometrium dan fibroid
uterus. Dapat mengurangi risiko penyakit radang paggul simptomatik dan anemia
13
 defisiensi besi. Mengurangi gejala endometriosis dan krisis sel sabit pada ibu dengan
anemia sel sabit.
 Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.
 Efek samping: Perubahan pola haid (haid tidak teratur atau memanjang dalam 3 bulan
pertama, haid jarang, tidak teratur atau tidak haid dalam 1 tahun), sakit kepala, pusing,
kenaikan berat badan, perut kembung atau tidak nyaman, perubahan suasana perasaan,
dan penurunan hasrat seksual.
 Alasan orang menyukainya: Tidak perlu diminum setiap hari, tidak mengganggu
hubungan seksual, ibu dapat menggunakannya tanpa diketahui siapapun, menghilangkan
haid, dan membantu meningkatkan berat badan.
 Alasan orang tidak menyukainya: Penggunaannya tergantung kepada tenaga kesehatan.

6) Implan
 Mekanisme: Kontrasepsi implan menekan ovulasi, mengentalkan lendir serviks,
menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan mengurangi transportasi sperma. Implan
dimasukkan di bawah kulit dan dapat bertahan higga 3-7 tahun, tergantung jenisnya.
 Efektivitas: Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 1
tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko penyakit radang paggul
simptomatik. Dapat mengurangi risiko anemia defisiesi besi.
 Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.
 Efek samping: Perubahan pola haid (pada beberapa bulan pertama: haid sedikit dan
singkat, haid tidak teratur lebih dari 8 hari, haid jarang, atau tidak haid;setelah setahun:
haid sedikit dan singkat, haid tidak teratur, dan haid jarang), sakit kepala, pusing,
15
 perubahan suasana perasaan, perubahan berat badan, jerawat (dapat membaik atau
memburuk), nyeri payudara, nyeri perut, dan mual.
 Alasan orang menyukainya: Tidak perlu melakukan apapun lagi untuk waktu yang lama
setelah pemasangan, efektif mencegah kehamilan, dan tidak mengganggu hubungan
seksual.

 Alasan orang tidak menyukainya: Perlu prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga
kesehatan terlatih.

2. Metode Non -hormonal


1) Tubektomi
 Mekanisme: Menutup tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin),
sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum.
 Efektivitas: Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 dalam 1 tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko penyakit radang panggul. Dapat
mengurangi risiko kanker endometrium.
 Risiko bagi kesehatan: Komplikasi bedah dan anestesi.
 Efek samping: Tidak ada.
 Mengapa beberapa orang menyukainya: Menghentikan kesuburan secara permanen.
 Alasan orang tidak menyukainya: Perlu prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga
kesehatan terlatih.

2) Vasektomi
 Mekanisme: Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa
deferens sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
 Efektivitas: Bila pria dapat memeriksakan semennya segera setelah vasektomi, risiko
kehamilan kurang dari 1 di antara 100 dalam 1 tahun.
16
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Tidak ada.
 Risiko bagi kesehatan: Nyeri testis atau skrotum (jarang), infeksi di lokasi operasi (sangat
jarang), dan hematoma (jarang). Vasektomi tidak mempegaruhi hasrat seksual, fungsi
seksual pria, ataupun maskulinitasnya.
 Efek samping: Tidak ada.
 Alasan orang menyukainya: Menghentikan kesuburan secara permanen, prosedur
bedahnya aman dan nyaman, efek samping lebih sedikit dibanding metode-metode yang
15
 digunakan wanita, pria ikut mengambil peran, dan meningkatkan kenikmatan serta
frekuensi seks.
 Alasan orang tidak menyukainya: Perlu prosedur bedah yang harus dilakukan tenaga
kesehatan terlatih.

3) Kondom
 Mekanisme: Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara
mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma
tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi perempuan.
 Efektivitas: Bila digunakan dengan benar, risiko kehamilan adalah 2 di antara 100 ibu
dalam 1 tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mencegah penularan penyakit menular seksual dan
konsekuesinya (misal: kanker serviks).
 Risiko bagi kesehatan: Dapat memicu reaksi alergi pada orang-orang dengan alergi lateks.
 Efek samping: Tidak ada.
 Alasan orang menyukainya: Tidak ada efek samping hormonal, mudah didapat, dapat
digunakan sebagai metode sementara atau cadangan (backup) sebelum menggunakan
metode lain, dapat mencegah penularan penyakit meular seksual.

17
 Alasan orang tidak menyukainya: Keberhasilan sangat dipengaruhi cara penggunaan,
harus disiapkan sebelum berhubungan seksual.

4) Senggama Terputus (Coitus Interuptus)


 Mekanisme: Metode keluarga berencana tradisional, di mana pria mengeluarkan alat
kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi
 Efektivitas: Bila dilakukan secara benar, risiko kehamilan adalah 4 di antara 100 ibu
dalam 1 tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Tidak ada. 4

 Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.


 Efek samping: Tidak ada.
 Alasan orang menyukainya: Tidak ada efek samping, tidak perlu biaya dan prosedur
khusus, membantu ibu mengerti tubuhnya, dan sesuai bagi pasangan yang menganut
agama atau kepercayaan tertentu.
 Alasan orang tidak menyukainya: Kurang efektif. E.

5) Lactational Amenorrhea Method


 Mekanisme: Kontrasepsi MAL mengandalkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif
untuk menekan ovulasi. Metode ini memiliki tiga syarat yang harus dipenuhi:
a. Ibu belum mengalami haid
b. Bayi disususi secara ekslusif dan sering, sepanjang siang dan malam
c. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.
 Efektivitas: Risiko kehamilan tinggi bila ibu tidak menyusui bayinya secara benar. Bila
dilakukan secara benar, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 6 bulan
setelah persalinan.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mendorong pola menyusui yang benar, sehingga
membawa manfaat bagi ibu dan bayi.
 Efek samping: Tidak ada
18
6) Diafragma
 Mekanisme: Diafragma adalah kap berbentuk cembung, terbuat dari lateks (karet) yang
dimasukkan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks sehingga
sperma tidak dapat mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba
falopii).Dapat pula digunakan dengan spermisida.
 fektivitas: Bila digunakan dengan benar bersama spermisida, risiko kehamilan adalah 6 di
antara 100 ibu dalam 1 tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mencegah penularan penyakit menular seksual dan
kanker serviks.

 Risiko bagi kesehatan: Infeksi saluran kemih, vaginosis bakterial, kadidiasis, sindroma
syok toksik.
 Efek samping: Iritasi vagina dan penis, lesi di vagina.
 Mengapa beberapa orang menyukainya: Tidak ada efek samping hormonal, pemakaiannya
dikendalikan oleh perempuan, dan dapat dipasang sebelum berhubungan seksual.
 Mengapa beberapa orang tidak menyukainya: Memerlukan pemeriksaan dalam untuk
menentukan ukuran yang tepat, keberhasilan tergatung cara pemakaian.

7) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


 Mekanisme: Dalam Rahim AKDR dimasukkan ke dalam uterus. AKDR menghambat
(AKDR) kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi
sebelum ovum mencapai kavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu, mencegah
implantasi telur dalam uterus.
 Efektivitas: Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam 1
tahun. Efektivitas dapat bertahan lama, hingga 12 tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko kanker endometrium.
 Risiko bagi kesehatan: Dapat menyebabkan anemia bila cadangan besi ibu rendah
sebelum pemasangan dan AKDR menyebabkan haid yag lebih banyak. Dapat
19
 menyebabkan penyakit radang panggul billa ibu sudah terinfeksi klamidia atau gonorea
sebelum pemasangan.
 Efek samping: Perubahan pola haid terutama dalam 3-6 bulan pertama (haid memanjang
dan banyak, haid tidak teratur, dan nyeri haid).
 Alasan orang menyukainya: Efektif mecegah kehamilan, dapat digunakan untuk waktu
yang lama, tidak ada biaya tambahan setelah pemasangan, tidak mempengaruhi menyusui,
dan dapat langsung dipasang setelah persalinan atau keguguran.
 Alasan orang tidak menyukainya: Perlu prosedur pemasangan yang harus dilakukan
tenaga kesehatan terlatih.

8) AKDR dengan Progestin

 Mekanisme: Progestin AKDR dengan progestin membuat endometrium mengalami


transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga menganggu implantasi; mencegah
terjadinya pembuahan dengan memblok bersatunya ovum dengan sperma; mengurangi
jumlah sperma yang mencapai tuba falopii; dan menginaktifkan sperma
 Efektivitas: Pada umumnya, risiko kehamilan kurang dari 1 di antara 100 ibu dalam
1tahun.
 Keuntungan khusus bagi kesehatan: Mengurangi risiko anemia defisiensi besi. Dapat
mengurangi risiko penyakit radang panggul. Mengurangi nyeri haid dan gejala
endometriosis.
 Risiko bagi kesehatan: Tidak ada.
 Efek samping: Perubahan pola haid (haid sedikit dan singkat, haid tidak teratur, haid
jarang, haid memanjang, atau tidak haid), jerawat, sakit kepala, pusing, nyeri payudara,
mual, kenaikan berat badan, perubahan suasana perasaan, dan kista ovarium.
 Mengapa beberapa orang menyukainya: Efektif mecegah kehamilan, dapat digunakan
untuk waktu yang lama, tidak ada biaya tambahan setelah pemasangan.
 Mengapa beberapa orang tidak menyukainya: Perlu prosedur pemasangan yang harus
dilakukan tenaga kesehatan terlatih.
20
Data SDKI 2012 menunjukan tren prevalensi penggunaan metode kontrasepsi
atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia aejak 1991- 2012 cenderung
meningkat , sedangkan angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) menurun. Data ini
menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan
KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan
target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target (60,1 %) dengan capaian 61,95 namun
TFR belum mencapai target (2,36) dengan angka tahun 2012 sebesar 2,6.

Data Badan Kependudukan Keluatga Berencana Nasinal (BKKBN) menunjukkan


bahwa pada thun 2013 ada 8.500.247 pasangan usia subur yang merupakan peserta KB
baru,dab hampir setengahnya menggunakan metode kontrasepsi suntikan.
21

Dilihat dari jenis kelamin ,metode kontrasepsi pada perempuan lebih besar
daripada metode kontrasepsi pada laki-laki.Metode kontrasepsi perempuan sebesar
93,66% ,sedangkan metode kontrasepsi pada laki-laki sebsar 6,34%. Ini menunjukkan
bahwa partipasi laki –laki dalam penggunaan alat kontrasepsi masih sangat kecil .

Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa pada wanita usia 15-49 tahun dengan
status kawin sebesar 59.34% menggunakan metode KB modern (implan. MOW, MOP,
IUD, kondom, suntikan, pil), sebesar 0,4% menggunakan metode KB tradisional
22

(menyusui/MAL, pantang berkala/kalender, senggama terputus, lainnya) sebesar


24,7% pernah melakukan KB, dan 15,5% tidak pernah melakukan KB.

Menurut tingkat pendidikan, data SDKI 2012 menunjukkan bahwa tingkat


pendidikan tidak banyak memberi pengaruh terhadap proporsi wanita usia 15-49 tahun
dalam melakukan KB. Responden yang anya lulus SD menunjukkan proporsi terbesar
untuk penggunaan KB metode modern, yaitu 56.4%, untuk penggunaan KB tradisional
sebesar 1,8%, dan tidak melakukan KB sebesar 41,8%. Sementaro esponden dengan

pendidikan di atas SMU menunjukkan proporsi terbesar pada WUS status kawin
yang tidak melakukan KB sebesar 66,1%, untuk yang melakukan KB metode modern
sebesar 28.3% dan k tradisional sebesar 5,6%.

Selama tahun 2013, BKKBN mencatat ada 3.287 kegagalan pada KB. Jumlah terbesar terjadi
pada metode kontrasepsi UD atau Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) dengan 1 513
(46,03%) kejadian kegagalan, däkuti oleh implan dengan 1.189 (36,17%) kejadian kegagalan.
Sementara untuk komplikasi berat, dari total 2.548 kejadian komplikasi berat, 1:358 (53,3%)
23

terjadi pada metode implan, diikuti oleh UD dengan 1,025 (40,23%) Hejadian, Baik pada
kejadian kegagalan maupun komplikasi berat, paling sedikit terjadi pada MOP karena jumlah
peserta KB yang menggunakan metode ini memang paling sedikit.

D. Konsep Budaya Dan Gender Dengan Program Keluarga Berencana

Budaya merupakan suatu kelompok yang mencakup pengetahuan, moral, seni, keyakinan,
adat istiadat dan kebiasan lain dari manusia sebagai bagian dari masyarakat (Hawkins, 2012).

Kultur budaya dalam masyarakat yang cukup kuat dapat mempengaruhi dalam
penggunaan kontrasepsi, seperti faktor budaya di dalam lingkungan mereka tinggal tidak
menganjurkan dalam penggunaan alat kontrasepsi dan juga kepercayaan jika memiliki banyak
anak maka akan mendatangkan rezeki. Selain itu, ada kendala bagi pasangan usia subur dalam
menentukan pilihan untuk menggunakan kontrasepsi yaitu dukungan dari petugas kesehatan
dalam penyuluhan program KB kepada masyarakat, dukungan dari para tokoh agama dan tokoh
masyarakat. Hal ini berkaitan dengan keyakinan dan budaya masyarakat yang belum sepenuhnya

22

memahami pentingnya kontrasepsi dalam mengatur jumlah kelahiran dan merencanakan


keluarga (Assalis, 2015).

Pada awalnya, sektor Keluarga Berencana hanya mencakup 3 (tiga) program yang ditetapkan
untuk dikembangkan menjadi responsif gender, yaitu:

(1) Program Pemberdayaan Keluarja;

(2) Program Kesehatan Reploduksi Remaja;

(3) Program Keluarga Berencana.

Namun dalam pembahasan-pembahasan yang dilakukan, kemudian rnuncul kebutuhan


perlunya data yang terpilah atas dasar jenis kelamin dan upaya-upaya penguatan kelembagaan
gender mendukung proses analisis gender sebagai bagian dari pengarusutamaan gender. Oleh
24

karena itu, kemudian disepakati untuk memasukkan program ke-4 yaitu Program Penguatan
Kelembagaan dan Jaringan KB, untuk juga dikembangkan menjadi res.

Proses analisis gender berdasarkan GAP terdiri dari beberapa langkah, antara lain:

(1) Identifikasi perspektif gender dalam kebijakan/program/kegiatan sebagaimana tertuang


dalam PROPENAS atau Renstra.

(2) Identifikasi kesenjangan dan permasalahan gender dari


program

(3) Usulan kegiatan pokok (rencana aksi) untuk mengurangi atau


menghilangkan kesenj angan gender.

Hasil analisis gender ke-empat program pembangunan KB adalah sebagai berikut

1. Program Pemberdayaan Keluarga

 Kebijakan Program
Program Pemberdayaan Keluarga bertujuan untlrk meningkatkan kesejahleraan
dan ketahanan keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat. Meningkatnya
23
kesejahteraan keluarga antara lain ditandai dengan meningkatnya kesadaran dan kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar, sosial dan psikologis anggotanya baik laki-laki
maupun perempuan.
Selain itu, kesejahteraan keluarga juga dicerminkan oleh meningkatnya peran
perempuan, temtama ibu dalam proses pengambilan keputusan di tingkat keluarga.
Sementara itu meningkatnya ketahanan keluarga antara lain ditunjukkan oleh
kemampuan keluarga dalam menangkal pengaruh budaya asing yang negadf bagi
anggotanya serta dalam mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan NAPZA oleh
anggotanya.

 Kesenjangan dan Permasalahan Gender


25

Pembangunan Keluarga Sejahtera dilaksanakan melalui upaya pemberdayaan


keluarga, yang diawali dengan pendekatan pemberdayaan perempuan serta memberikan
kesempatan dan mendorong kaum perempuan untuk ikut serta dalam program
pembangunan (Women in Development = WID), yang kemudian dikembangkan menjadi
GAD (Gender and Development). Program tersebut diintegrasikan dengan program KB
sejak awal tahun 1980- an dengan berbagai kegiatan, seperti peningkatan pendapatan
keluarga melalui Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA), Usaha
Peningkatan Gizi Keluarga (UPGK), serta program kesejahteraan keluarga lainnya. Pada
perkembangan program selanjutnya, upaya-upaya tersebut disosialisasikan dan
diimplementasikan melalui peningkatan pendapatan keluarga, khususnya kepada keluarga
miskin (keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan Keluarga Sejahtera I alasan ekonomi)
yang tergabung dalam kelompok UPPKS, dan pembinaan ketahanan keluarga melalui
kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga
Lanjut Usia (BKL). Upaya-upaya tersebut telah memberikan hasil yang cukup
menggembirakan, antara lain ditandai dengan semakin meningkatnya kualitas kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan keluarga. Meskipun program ini lebih ditujukan kepada kaum
perempuan, nampaknya tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan tanpa adanya
kepedulian, dukungan ser-ta partisipasi kaum laki-laki/suami.

24

Sebagai gambaran, upaya memperkuat ekonomi keluarga dilakukan dengan


memberikan kesempatan kepada kaum ibu/perempuan dengan memperluas akses
terhadap lasilitas permodalan melalui skim-skim kredit seperti Kredit Usaha Keluarga
Sejahtera (Kukesra), Kredit Peningkatan Kemitraan Usaha (KPKU), Kukesra Mandiri,
bantuan BUMN, serta bantuan modal bergulir. Akan tetapi dalam pelaksanaannya,
lerutama dalam peningkatan kualitas usaha keluarga, masih terdapat berbagai
permasalahan antara lain dalam hal pendayagunaan permodalan, akses pada jaringan
pemasaran, sefta keterampilan teknis produksi.

Permasalahan tersebut diyakini akan dapat diatasi dan diantisipasi sehingga


kegiatan usaha keluarga dapat berjalan lancar serta membetikan hasil yang optimal
26

apabila mendapat dukungan dan dorongan dari kaum laki-laki/suami. Demikian


pula dalam upaya pembinaan dan pengembangan ketahanan keluarga yang dilakukan
melalui kegiatan bina ketahanan keluarga (BKB, BKR dan BKL), keberadaan dan
kesinambungan kegiatan masill belum optimal. Keterlibatan kaum laki-laki/suami dalam
pola asuh dan tumbuh kembang anak, yang sesungguhnya harus dilakukan bersama
karena merupakan tanggung jawab bersama antara isteri dan suami sebagai orang tua
belum dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

Masih ada anggapan dalam masyarakat bahwa pengasuhan anak melupakan


tanggung jawab ibu (peran domestik kaum pelempuan). Seiain itu, masih terjadi adanya
perbedaan perlakuan dalam pengasuhan untuk anak laki-laki. Sebagai contoh, anak laki-
laki cenderung mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam melanjutkan pendidikan
kejenjang,yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Selain itu, materi dan
substansi KIE upaya pemberdayaan keluarga masih lebih terfokus kepada perempuan
sebagai sasaran, sehingga masih tumbuh anggapan dalam masyarakat bahwa program ini
hanya ditujukan dan merupakan tanggungjawab kaum ibu/perempuan.

 Kegiatan pokok
1. Pelayanan Advokasi, KIE dan Konseling melalui:
 Sosialisasi tentang pola pengasuhan dan tumbuh kembang anak;

 Sosialisasi tentang pentingnya infomasi dan sumberdaya ekonomi bagi


peningkatan usaha ekonomi produktif keluarga;
 Sosialisasi tentang pemberdayaan dan potensi lansia dalam lingkungan dan
keluarganya;
 Sosialisasi tentang pembinaan anak dan remaja di dalam keluarga.
2. Peningkatan Pengetahuan, Keterampilan, dan Kewirausahaan bagi Keluarga
melalui:
 Peningkatan kualitas kegiatan kelompok keluarga dalam usaha ekonomi
produktif;
27
 Pengembangan pengetahuan dan keterampilan usaha ekonomi produktif;
 Pengembangan pola pembinaan usaha ekonomi produktif bagi keluarga.
3. Pembinaan Kualitas Usaha Keluarga melalui perluasan cakupan dan peningkatan
kualitas pelayanan melalui :
 Penguatan jaringan kelembagaan yang mendukung penyediaan sumber daya
ekonomi bagi kelompok usaha ekonomi produktifkeluarga;
 Pembinaan kegiatan kemitraan antara kelompok usaha keluarga dengan pihak
masyarakat ekonomi lainnya (LSM dan swasta);
 Pembinaan dan pengembangan kelompok usaha ekonomi produktif keluarga
(UPPKS).
4. Pembinaan Ketahanan Keluarga yang memiliki Balita, Remaja dan Lansia melalui:
 Pengembangan pola asuh dan tumbuh kembang anak;
 Pembinaan keluarga melalui kelompok keluarga;
 Pengembangan pola pembinaan keluarga dengan anak remaja;
 Pembinaan keluarga dalam meningkatkan kualjtas lingkungannya;
 Peningkatan usaha penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak;
 Pembinaan kesadaran keluarga tentang hak dan perlindungan anak.
5. Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Bidang Pemberdayaan Keluarga,
antara lain:
 Penelaahan, penelitian dan pengembangan pola anak, pembinaan keluarga
balita/remaja,/lansia;

 Penelaahan, penelitian dan pengembangan dalam ibu, bayi dan anak


6. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
 Kebijakan Program
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku
positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga
guna mendukung upaya peningkatan kualitasgenerasi mendatang. Sasaran
utama program ini adalah:
28
 Menurunnya jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan pada
usia remaja;
 Meningkatnya pemahaman dan upaya masyarakat, keluarga dan
remaja terhadap kesehatan reproduksi remaja,
 Menurunnya jumlah kehamilan pada usia remaja,
 Menurunnya kejadian kehamilan pra nikah, dan
 Meningkatnya pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja dalam
hal Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS.
E. Pola Dasar Penggunaan Kontrasepsi
Teori yang dikemukakan Hartanto (2002) yang menyatakan bahwa pola dasar
penggunaan alat kontrasepsi yang rasional adalah pada umur 20-35 tahun karena pada
umur tersebut PUS masih berkeinginan untuk mempunyai anak. Menurut Bernadus (2013)
mengatakan bahwa umur diatas 20 tahun merupakan masa menjarangkan dan mencegah
kehamilan sehingga pemilihan kontrasepsi lebih ditujukan pada kontrasepsi jangka
panjang. Menurut teori yang dikemukakan oleh Hartanto (2004) periode usia Istri antara
20-35 tahun merupakan periode yang paling baik untuk melahirkan dengan jumlah 2
orang anak dan jarak kelahiran adalah 2-4 tahun. Pada fase ini dianjurkan untuk memakai
IUD sebagai pilihan utama.
Menurut Notoatmodjo (2008) umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dalam pemakaian alat kontrasepsi, mereka yang berumur tua yang
mempunyai peluang lebih kecil untuk menggunakan alat kontrasepsi dibandingkan
dengan yang berumur muda. Umur sangat berpengaruh dalam mengatur jumlah anak
yang dilahirkan. Makin bertambahnya umur seseorang maka dikatakan makin dewasa
seseorang dalam pikiran dan perilaku.
Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari program pendewasaan usia
perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi, yaitu: 1) Masa menunda
perkawinan dan kehamilan, 2) Masa menjarangkan kehamilan dan 3) Masa mencegah
kehamilan. Kerangka ini dapat dilihat sebagaimana berikut ini:
1) Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
29
Kelahiran anak yang baik adalah apabila dilahirkan oleh seorang ibu yang telah
berusia 20 tahun. Kelahiran anak, oleh seorang ibu di bawah usia 20 tahun akan
dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak yang bersangkutan. Oleh sebab itu
sangat dianjurkan apabila seorang perempuan belum berusia 20 tahun untuk
menunda perkawinannya. Apabila sudah terlanjur menjadi pasangan suami istri
yang masih di bawah usia 20 tahun, maka dianjurkan untuk menunda kehamilan,
dengan menggunakan alat kontrasepsi. Beberapa alasan medis secara objektif dari
perlunya penundaan usia kawin pertama dan kehamilan pertama bagi istri yang
belum berumur 20 tahun adalah sebagai berikut:
1. Kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat
mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas
serta bayinya;
2. Kemungkinan timbulnya risiko medis sebagai berikut:
 Keguguran
 Preeklamsia (tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria)
 Eklamsia (keracunan kehamilan)
 Timbulnya kesulitan persalinan
 Bayi lahir sebelum waktunya
 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
 Fistula Vesikovaginal (merembesnya air seni ke vagina)
 Fistula Retrovaginal ( keluarnya gas dan feses/tinja ke vagina)
 Kanker leher rahim
Penundaan kehamilan pada usia dibawah 20 tahun ini dianjurkan dengan
menggunakan alat kontrasepsi sebagai berikut:
a. Prioritas kontrasepsi adalah oral pil, oleh karena peserta masih muda
dan sehat.
b. Kondom kurang menguntungkan, karena pasangan sering bersenggama
(frekuensi tinggi) sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
c. KDR/Spiral/IUD bagi yang belum mempunyai anak merupakan pilihan
kedua. AKDR/Spiral/IUD yangdigunakan harus dengan ukuran terkecil.
30
2) Masa Menjarangkan kehamilan
Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode Pasangan Usia Subur (PUS)
berada pada umur 20-35 tahun. Secara empirik diketahui bahwa PUS sebaiknya
melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, sehingga resiko-resiko medik yang
diuraikan di atas tidak terjadi. Dalam periode 15 tahun (usia 20-35 tahun)
dianjurkan untuk memiliki 2 anak, Sehingga jarak ideal antara dua kelahiran bagi
PUS kelompok ini adalah sekitar 7-8 tahun. Patokannya adalah jangan terjadi dua
balita dalam periode 5 tahun. Untuk menjarangkan kehamilan dianjurkan
menggunakan alat kontrasepsi. Pemakaian alat kontrasepsi pada tahap ini
dilaksanakan untuk menjarangkan kelahiran agar ibu dapat menyusui anaknya
dengan cukup banyak dan lama.

3) Masa Mencegah Kehamilan

Masa pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun keatas.
Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak
mengalami resiko medik. Pencegahan kehamilan adalah proses yang dilakukan
dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi yang akan dipakai diharapkan
berlangsung sampai umur reproduksi dari PUS yang bersangkutan yaitu sekitar 20
tahun dimana PUS sudah berumur 50 tahun. Alat kontrasepsi yang dianjurkan
bagi PUS usia diatas 35 tahun adalah sebagai berikut:
a. Pilihan utama penggunaan kontrasepsi pada masa ini adalah kontrasepsi
mantap (MOW, MOP).
b. Pilihan ke dua kontrasepsi adalah IUD/AKDR/Spiral .
c. Pil kurang dianjurkan karena pada usia ibu yang relatif tua mempunyai
kemungkinan timbulnya akibat sampingan.
31

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keluarga berencana atau KB pertama kali ditetapkans ebagai program dari pemerintah pada
tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Bandan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional. Program KB ini sudah dimulais ejak tahun 1957 di Indonesia, namun masih menjadi
masalah kesehatan, bukan urusan kependudukan. Tapi sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia dan tingginya angka kematian ibu dan juga kebutuhan kesehatan
reproduksi, program KB kemudian digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan
pertumbuhan jumlah serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

Metode kontrasepsi dibagi menjadi 2 ,yaitu metode KB hormonal dan non hormonal. Berikut
ini adalah jenis jenis metode KB secara hormonal dan efektivitas. Pada merode hormonal ada, pil
KB kombinasi, pil hormon progestin, pil KB darurat (Emergency Contraceptive Pills), KB suntik
kombinasi, suntikan progestin, dan implan .Sedangkan metode non-hormonal , ada tubektomi,
vasektomi, kondom, senggama terputus (Coitus Interuptus), Lactational Amernorrhea Method,
diafragma, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), AKDR dengan progestin Kultur budaya
dalam masyarakat yang cukup kuat dapat mempengaruhi dalam penggunaan kontrasepsi, seperti
faktor budaya di dalam lingkungan mereka tinggal tidak menganjurkan dalam penggunaan alat
kontrasepsi dan juga kepercayaan jika memiliki banyak anak maka akan mendatangkan rezeki.
Selain itu, ada kendala bagi pasangan usia subur dalam menentukan pilihan untuk menggunakan
kontrasepsi yaitu dukungan dari petugas kesehatan dalam penyuluhan program KB kepada
masyarakat, dukungan dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat.Namun dalam pembahasan-
pembahasan yang dilakukan, kemudian rnuncul kebutuhan perlunya data yang terpilah atas dasar
jenis kelamin dan upaya-upaya penguatan kelembagaan gender mendukung proses analisis
gender sebagai bagian dari pengarus utamaan gender. Oleh karena itu, kemudian disepakati
untuk memasukkan program ke-4 yaitu Program Penguatan Kelembagaan dan Jaringan KB,
untuk juga dikembangkan menjadi res.
32

B.Saran

Sangat diperlukan peningkatkan komitmen pemerintah, pemerintah daerah, lintas sektor,


NGO’s dan stakeholder politik dalam meningkatkan aksesibilitas pelayanan keluarga berencana
terutama sosialisasi yang dilakukan kepada kelompok remaja agar mereka kelak menjadi remaja
dewasa yang bertanggung jawab dengan mempersiapkan jumlah anak dan jarak kehamilan yang
sehat. Remaja diharapkan daoat mempunyai akses yang cukup untuk mendapatkan pengetahuan
tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, dengan demikian nantinya mereka
mempunyai kebiasaan pola pencarian pelayanan kesehatan reproduksi ke fasilitas kesehatan.

Upaya promosi juga ditekankan pada pengaturan kelahiran memiliki keuntungan kesehatan
yang nyata, salah satunya adalah pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan
ovarium, penggunaan kondom dapat mencegak penyakit infeksi menular seksual seperti HIV.
Meskipun penggunaan alat/obat kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko yang terkadang
merugikan kesehatan, namun demikian manfaat penggunaan alat/ obat kontrasepsi tersebut akan
lebih besar dibanding tidak menggunakan kontrasepsi yang memberikan risiko kesakitan dan
kematian maternal
33

Daftar Pustaka

Matahari, R., Utami, F. P., & Sugiharti, S. (2018). Buku Ajar Keluarga Berencana Dan
Kontrasepsi. pustaka Ilmu. http://eprints.uad.ac.id/24374/1/buku ajar Keluarga Berencana
dan Kontrasepsi.pdf

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2014). InfoDATIN : Situasi dan Analisis
Keluarga Berencana. In Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (hal. 1–6).

https://www.bappenas.go.id/files/8913/8146/3157/buku-8-analisis-gender-dalam-
pembangunan-kb__20130712143821__3829__0.pdf

Pratiwi NL, Basuki H. Health seeking behavior dan aksesibilitas pelayanan keluarga berencana
di Indonesia. Bul Penelit Sist Kesehat. 2014;17(1):45–53.
Ponorogo UM. Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Keluarga Berencana.
Maryati, S. (2021). HUBUNGAN UMUR DAN PARITAS IBU DENGAN
PENGGUNAAN. Jurnal Kesehatan Rajawali, 11(1), 36-43.
Muhammad, M. (2015) “Pendewasaan Usia Perkawinan Di Badan Pemberdayaan Masyarakat
Dan Keluarga Berencana Kota Surabaya,” The Indonesian Journal of Islamic Family Law, (Vol
5 No 1 (2015): Juni 2015), hal. 206–225. Tersedia pada:
http://jurnalfsh.uinsby.ac.id/index.php/alhukuma/article/view/294.
Ratri, Z. Y. (2019) “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian Unmet Need Di Kecamatan
Kraton Kota Yogyakarta 2019,” Kesmas: National Public Health Journal, 1(7), hal. 12–28

Anda mungkin juga menyukai