Anda di halaman 1dari 14

SURVEI INDEKS HARGA KONSUMEN PEDESAAN

TAHUN 2019

Kelompok 2

Akhyarul Kamal 111911029


Ananda Ayu Pratiwi Mahu 111810164
Falentina Ifoni Seran 111911215
Jaihot Gultom 111910978
Resy Oktriza Putri 111911093

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA STATISTIKA


POLITEKNIK STATISTIKA STIS
JAKARTA
2021
PENDAHULUAN

Latar Belakang dan Tujuan Survei

Perkembangan harga barang dan jasa pada wilayah perdesaan menjadi salah satu perhatian
pemerintah dalam penentuan kebijakan khususnya pada level rumah tangga baik dari sisi
produksi maupun konsumsi. Perubahan harga barang dan jasa ini pada gilirannya akan
mempengaruhi pola produksi maupun pola konsumsi yang terjadi di masyarakat. Selain itu,
adanya perubahan pendapatan masyarakat, pola penawaran dan permintaan barang dan jasa, serta
perubahan sikap dan perilaku turut berperan dalam perubahan pola produksi dan konsumsi
masyarakat selama beberapa tahun terakhir.

Paket komoditas dan diagram timbang hasil Survei Penyempurnaan Diagram Timbang
Nilai Tukar Petani (SPDT NTP) 2012 yang digunakan pada penghitungan Nilai Tukar Petani
(NTP) dan perkembangan inflasi atau deflasi di wilayah perdesaan sudah tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya secara tepat yang diakibatkan perubahan-perubahan tersebut. Oleh
karena itu, pelaksanaan SPDT NTP 2017 yang sudah dilaksanakan diharapkan mampu menjawab
permasalahan tersebut dengan didukung pemantauan perkembangan harga barang dan jasa secara
baik dan akurat agar didapatkan angka NTP dan inflasi atau deflasi perdesaan yang reliabel dan
representatif.

Survei Harga Perdesaan (SHPed) dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) secara rutin
setiap bulan meliputi pemantauan perkembangan harga komoditas hasil pertanian beserta harga
faktor-faktor produksi yang digunakan petani dari sisi produksi dan pemantauan perkembangan
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga di wilayah perdesaan dari sisi
konsumsi. Pemantauan perkembangan harga barang dan jasa dari kedua sisi ini dimanfaatkan
guna penghitungan NTP berupa Indeks Harga yang Diterima oleh Petani (It) dan Indeks Harga
yang Dibayar oleh Petani (Ib). Selain itu, pemantauan perkembangan harga barang dan jasa dari
sisi konsumsi berguna untuk membangun Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) yang
digunakan dalam penghitungan tingkat inflasi atau deflasi di wilayah perdesaan. Kenaikan atau
penurunan harga barang dan jasa mempunyai kaitan yang erat sekali dengan kemampuan daya
beli dari uang yang dimiliki masyarakat, terutama yang berpenghasilan tetap. Tingkat perubahan
IKRT (inflasi atau deflasi wilayah perdesaan) yang terjadi dengan sendirinya mencerminkan daya
beli dari uang yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semakin tinggi
inflasi maka semakin rendah nilai uang dan semakin rendah daya belinya.

Untuk mendapatkan data harga di wilayah perdesaan yang akurat melalui Survei Harga
Perdesaan maka perlu disusun panduan untuk memberikan gambaran yang lebih detail terkait
Survei Harga Perdesaan. Pada buku pedoman ini, akan dijabarkan tata cara dan panduan
pengumpulan data harga dari sisi konsumsi yakni lebih terfokus pada pemantauan harga barang
dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga di wilayah perdesaan atau biasa disebut Survei Harga
Konsumen Perdesaan.

Indikator Survei

Data harga konsumen perdesaan dapat digunakan sebagai sumber perhitungan indeks
harga yang dibayar petani dan inflasi perdesaan, sebagai sumber perhitungan Nilai Tukar Petani
(NTP), dan juga sebagai proxy indicator untuk melihat tingkat kesejahteraan petani.
Latar Belakang dan Tujuan Paper

Survei Harga Konsumen Perdesaan merupakan survei harga transaksi yang terjadi antara
penjual (pedagang eceran) dan pembeli (konsumen). Survei ini digunakan sebagai dasar untuk
menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK merupakan salah satu data strategis Badan Pusat
Statistik (BPS) yang diperlukan sebagai dasar penentuan kebijakan Pemerintah. Persentase
perubahan IHK atau yang lebih dikenal dengan istilah tingkat inflasi/deflasi adalah indikator
ekonomi penting yang kualitas datanya perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu.

Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan nomor indeks yang digunakan untuk
menghitung harga rata-rata barang dan jasa yang telah dikonsumsi oleh masyarakat sebagai
konsumen. Dilakukan dengan tujuan mengukur tingkat inflasi dalam kurun waktu tertentu, juga
sebagai pertimbangan dalam menyesuaikan gaji, upah, dana pensiun, dan kontrak lainnya.

Perubahan IHK adalah gambaran mengenai tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat
penurunan (deflasi) dari barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu. Badan Pusat Statistik yang
ditugasi menyusun Indeks Harga Konsumen ini. Data yang harus diolah biasanya didapat dari
konsumen, produsen dan lain-lain. Penetapan IHK menggunakan metode dan rumus tertentu,
Biasanya IHK dihitung berdasarkan survei biaya hidup di suatu daerah perkotaan dan dilakukan
secara bertahap. IHK merupakan dasar untuk membuat kebijakan ekonomi seperti fiskal dan
moneter.

Perkembangan IHK menjadi patokan pemerintah menghitung laju inflasi. Pengetahuan


mengenai inflasi akan dijadikan pertimbangan untuk menentukan kenaikan gaji pegawai negeri
sipil yang biasanya kemudian diikuti oleh perusahaan swasta namun dengan pertimbangan yang
agak berbeda. Selain itu IHK dan inflasi digunakan pemerintah dalam menentukan batasan harga
jual produk, agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan (pedagang dan konsumen). Pemerintah
bisa menetapkan kebijakan harga maksimum (untuk melindungi konsumen) dan minimum (untuk
melindungi produsen). Perkembangan IHK dan laju inflasi juga menggambarkan bagaimana
tingkat kemajuan perekonomian suatu negara. Pergerakan IHK dan inflasi juga dijadikan suatu
referensi untuk mengetahui berbagai faktor yang memicu atau menghambat kemajuan dan
kemunduran ekonomi.
Berdasarkan penguraian di atas, Survey Harga konsumen Perdesaan merupakan salah satu
survei penting yang dapat memberikan informasi mengenai perkembangan harga barang/jasa yang
dibayar oleh konsumen di pedesaan. Penghitungan IHK ditujukan untuk mengetahui perubahan
harga dari sekelompok tetap barang/jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Sehingga
hasil yang didapatkan dari survei haruslah tepat sehingga IHK yang dihasilkan juga tepat. Selama
pelaksanaan survei, bisa terjadi banyak error baik dari pewawancara maupun dari respondennya.
Oleh karena itu, kami memilih untuk mengkaji survei ini mengenai error yang memungkinkan
untuk timbul dalam proses tahapan Survei.

Metode Untuk Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Data

Untuk memantau dan mengendalikan kualitas data yaitu dengan memastikan proses
pengumpulan data berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan karena kesalahan yang
paling rentan terjadi adalah kesalahan saat pencacahan di lapangan. Survei IHK membentuk
organisasi lapangan yaitu Pengawas yang merupakan Kepala Seksi Statistik Distribusi BPS
Kabupaten atau staf BPS Kabupaten yang ditunjuk dan Pencacah yang Statistik Kecamatan, Staf
BPS Kabupaten, dan atau Mitra Statistik yang sudah diberikan penjelasan terkait tata cara
pencacahan Survei Harga Konsumen Perdesaan. Untuk meminimalkan terjadinya error di
lapangan adalah dengan melakukan pengawasan oleh Pengawas terhadap Pencacah saat
melakukan wawancara terhadap responden.
PROSES SURVEI

Desain Sampling dan Estimasi

Dalam penentuan pemilihan sampel, ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu :

1. Pemilihan Sampel
Penentuan sampel wilayah dilakukan oleh BPS RI dengan mempertimbangkan
masukan dari BPS Provinsi atau BPS Kabupaten. Teknik pemilihan sampel wilayah
pencacahan harga konsumen perdesaan dilakukan berdasarkan rancangan sampling dua
tahap, yaitu :
a. Tahap pertama, setiap provinsi dipilih sejumlah kabupaten secara purposif
bersyarat yakni kabupaten yang merupakan sentra produksi pertanian dengan
memperhatikan keterwakilan setiap subsektor pertanian.
b. Tahap kedua, setiap kabupaten terpilih pada tahap pertama dipilih sejumlah
kecamatan dengan mempertimbangkan usulan dari BPS Provinsi dan BPS
Kabupaten terpilih sampel dengan tetap mempertahankan keterwakilan potensi
produksi setiap subsektor pertanian.

2. Penentuan Pasar
Penentuan pasar di setiap kecamatan dilakukan oleh BPS Kabupaten secara
purposif dengan persyaratan pasar tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Paling besar di kecamatan tersebut.
b. Menjual beraneka ragam kebutuhan sehari-hari.
c. Masyarakat lebih banyak berbelanja di pasar tersebut.
d. Kontinuitas pencacahan harga barang dan jasa harus dapat dipertahankan.

3. Penentuan Responden
Responden Survei Harga Konsumen Perdesaan adalah pedagang yang menjual
barang secara eceran serta penyedia jasa baik yang berada di dalam pasar maupun di luar
pasar. Responden yang berada di luar pasar lebih khusus untuk pedagang atau penyedia
jasa yang umumnya tidak berdekatan dengan pedagang pada pasar tradisional misalnya,
bengkel, salon, bank, toko bangunan, restoran, dan sebagainya.

4. Penentuan Jenis Barang dan Jasa serta Kualitas


BPS Provinsi dan BPS Kabupaten melakukan pencacahan harga sesuai dengan
paket komoditas masing-masing provinsi. Penentuan paket komoditas didasarkan pada
hasil SPDT NTP 2017. Kriteria suatu komoditas dapat dimasukkan pada paket komoditas
adalah jenis barang dan jasa tersebut dominan dikonsumsi masyarakat, mempunyai
peranan yang cukup besar dalam pola konsumsi, serta data harga komoditas tersebut
terjamin kesinambungannya pada masa yang akan datang.
Survei Survei Harga Konsumen Perdesaan (SHPed) merupakan survei yang dapat
mengestimasi hingga level perdesaan di kabupaten/kota dengan metode yang digunakan adalah
analisis deskriptif didasarkan pada analisis tabel dan grafik. Berdasarkan hasil estimasi pada survei
ini agar mampu mempunyai gambaran Harga Konsumen Perdesaan

Manajemen Lapangan

1. Kepala BPS Provinsi dan Kepala BPS Kabupaten bertanggung jawab atas kelancaran
pelaksanaan pengumpulan data harga konsumen perdesaan dan pengiriman hasil
pengumpulan data ke BPS Republik Indonesia (BPS RI).

2. Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Provinsi atas nama Kepala BPS Provinsi dan
dibantu oleh Kepala Seksi Statistik Keuangan dan Harga Produsen BPS Provinsi
bertanggung jawab menyelesaikan permasalahan teknis dan administrasi serta
mengkoordinasikan pelaksanaan pencacahan Survei Harga 1 Perubahan IKRT
merupakan proxy inflasi perdesaan karena inflasi perdesaan disini hanya mencakup
Konsumen Perdesaan agar kegiatan pencacahan dilaksanakan dengan baik, tepat waktu,
dan data yang didapat berkualitas dan sesuai keadaan lapangan.
3. Kepala Seksi Statistik Distribusi BPS Kabupaten bertugas membantu Kepala BPS
Kabupaten dalam menanggulangi masalah teknis dan administrasi di kabupaten sehingga
pencacahan Survei Harga Konsumen Perdesaan dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat
waktu.

4. Petugas pengawas dan pemeriksa hasil pencacahan adalah Kepala Seksi Statistik
Distribusi BPS Kabupaten atau staf BPS Kabupaten yang ditunjuk. Adapun tugas
pengawas dan pemeriksa adalah sebagai berikut :

a. Bertanggung jawab terhadap kelengkapan dokumen yang digunakan pencacahan.


b. Memberikan petunjuk secara berkala kepada petugas pencacahan tentang
pelaksanaan pencacahan harga di lapangan.
c. Memeriksa kewajaran data hasil pencacahan harga, baik dari segi jenis komoditas
maupun perbandingan terhadap periode sebelumnya.
d. Mengkonfirmasi kepada pencacah jika terdapat isian yang tidak wajar atau terlalu
ekstrim perubahannya.
e. Menyerahkan dokumen hasil pencacahan yang sudah diperiksa kepada petugas
entry.

5. Petugas pencacah adalah Koordinator Statistik Kecamatan, Staf BPS Kabupaten, dan atau
Mitra Statistik yang sudah diberikan penjelasan terkait tata cara pencacahan Survei Harga
Konsumen Perdesaan
a. Bertanggung jawab terhadap isian dan kelengkapan dokumen pencacahan.
b. Melakukan pencacahan harga barang dan jasa di wilayah kerja yang sudah
ditentukan sesuai dengan konsep, definisi, dan metode pencacahan yang sudah
ditetapkan.
c. Memeriksa kewajaran data hasil pencacahan dan menyalin ke register sebelum
dokumen diserahkan kepada petugas pengawas.
6. Petugas entry data adalah Kepala Seksi Statistik Distribusi BPS Kabupaten atau staf BPS
Kabupaten yang sudah ditunjuk. Petugas entry data bertanggung jawab terhadap
pemindahan data ke media komputer dengan baik dan tepat waktu.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data Survei Harga Konsumen Perdesaan dilakukan di seluruh kabupaten


yang melaksanakan SPDT NTP 2017 dengan sampel kecamatan yang sudah ditentukan.
Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 10-14 setiap bulan dengan metode wawancara
langsung kepada responden (pedagang atau penyedia jasa). Harga/tarif yang ditanyakan adalah
harga barang dan tarif jasa yang ditransaksikan langsung kepada konsumen. Secara detail metode
pencacahan setiap jenis komoditas akan dijelaskan pada bab berikutnya.

Pengolahan Data
Pelaksanaan pengolahan data pada survei ini memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Batching (pengelompokkan dokumen) : pengelompokkan dokumen kuesioner
sesuai keperluan.
2. Editing (penyuntingan) dan Coding (Pengkodean) : proses pengecekan dokumen
yang telah selesai di batching dengan memperhatikan kaidah-kaidah penyuntingan
dan penyandian yang telah ditetapkan.
3. Data Entri/Scan (perekaman data) : suatu proses pemindahan isian dokumen ke
media komputer dengan menggunakan program aplikasi komputer yang dilakukan
oleh seorang operator. Entri data adalah kegiatan mengentri data ke dalam
komputer dengan menggunakan keyboard, sedangkan scanning adalah salah satu
cara mengentri data dengan menggunakan alat pembaca khusus untuk merekam
langsung isian kuesioner.
4. Validasi : pemeriksaaan kebenaran atau konsistensi suatu data.
5. Tabulasi : pembuatan tabel yang berisikan berbagai data yang sudah diberi kode
sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.
POTENSI NON SAMPLING ERROR DAN PENGENDALIANNYA

Error Spesifikasi

Specification error adalah kesalahan pada konsep, tujuan dan elemen data . Hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan antara konsep yang dimaksud dengan oleh tujuan survei dan
konsep yang diukur dalam survei. Survei Harga Konsumen Perdesaan juga berpotensi terjadi
specification error yang mana konsep yang diterapkan oleh peneliti, analisis data, pengguna data
dan pengumpul data berbeda. Salah satu error yang dapat diidentifikasi adalah kurangnya
pemahaman pewawancara mengenai konsep dan definisi, seperti kesalahan dalam mencacah data
harga, data yang harus dicatat adalah harga transaksi antara pembeli dengan penjual, bukan harga
pertama yang ditawarkan penjual.

Error ini dapat diminimalkan dengan melakukan pelatihan petugas sebelum waktu
pencacahan, melakukan tes untuk memastikan pewawancara memahami konsep dan definisi,
membangun komunikasi yang baik kepada sesama penyelenggara survei , sering mengadakan
tukar pikiran agar konsep tetap sama satu sama lain , dan juga segera menyelesaikan masalah jika
terjadi masalah terkait konsep dan definisi yang digunakan.

Error Frame

Frame error adalah kesalahan yang timbul dari konstruksi kerangka sampling untuk survei.
Kerangka sampling biasanya berisi daftar anggota dari target populasi yang akan digunakan
untuk menarik sampel. Beberapa potensi yang dapat diidentifikasi dalam survei harga konsumen
adalah sebagai berikut :
 Kesalahan dalam memasukan semua unit populasi target dalam frame, seperti desa yang
dimasukan dalam frame pemilihan kota, pasar, responden, ataupun komoditas yang tidak
memenuhi kriteria dimasukan dalam frame, begitu pun sebaliknya.
 Terindikasinya data yang duplikat dalam frame
 Adanya unit frame yang berkorespondensi dengan beberapa unit populasi sasaran.
Pengendalian dapat dilakukan dengan memeriksa kembali frame terlebih dahulu,
mengidentifikasi unit yang hilang dari frame dan unit yang masuk dalam frame namun tidak
termasuk populasi target, menghapus duplikat dalam frame apabila ditemukan duplikat unit,
melakukan penyisiran kembali, memastikan petugas memiliki pemahaman mengenai survei harga
konsumen.

Error Non Response

Dalam pelaksanaan survei dibutuhkan responden atau sampel untuk memperoleh suatu
ukuran dalam memenuhi sebuah tujuan survei, sehingga jawaban pertanyaan dari responden yang
menjadi sampel pun akan sangat penting untuk hasil ataupun kualitas survei itu sendiri. Sama
halnya dengan survei harga konsumen, survei ini juga membutuhkan adanya responden atau
sampel, namun tidak semua responden dapat diperoleh jawabannya karena berbagai alasan,
sehingga hal ini bisa saja mengakibatkan adanya nonresponse error. Kesalahan nonrespon ini
penting untuk diperhatikan karena nonrespon memiliki potensi untuk menimbulkan bias dalam
mengestimasi suatu survei dan dapat mengurangi ketepatan perkiraan survei. Kesalahan
nonrespon ini memang sangat sulit untuk dihindari, sehingga sangat penting untuk memahami
dampak potensial dan metode yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak tersebut.

Kesalahan karena ketidaklengkapan respon (nonresponse error) muncul dari kegagalan


untuk mengumpulkan data dari semua individu dalam sampel, Survei ini sendiri terdiri dari
banyak baik pedagang maupun perusahaan - perusahaan. Dengan pertimbangan bahwa jawaban
dari individu sampel yang tidak merespon belum tentu sama dengan jawaban individu sampel
yang merespon, sangatlah penting untuk menindaklanjuti tanggapan responden yang tidak
memberi respon atau merespon tetapi tidak secara lengkap setelah suatu periode waktu tertentu.

Dalam pelaksanaan survei nonresponse error ini sangar sulit untuk dihindari baik
menggunakan metode door to door, melalui telepon, maupun secara online. Pada survei harga
konsumen digunakan metode wawancara melalui door to door sehingga respon rate nya lebih
tinggi jika dibandingkan dengan metode lainnya. Namun saat pelaksanaannya sangat
berkemungkinan besar pencacah gagal bertemu atau mengunjungi beberapa unit sampel karena
permasalahan areal unit sampling, atau pewawancara melakukan kunjungan ke rumah responden
dan tidak menemukan responden saat melakukan kunjungan pencacahan, selain itu juga
nonresponse dapat terjadi apabila responden tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan atau
tidak memahami pertanyaan yang ditanyakan, dan responden menolak untuk melakukan
wawancara atau responden sedang berada jauh dari rumah selama periode pencacahan.
Berdasarkan hal tersebut sehingga diperlukan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
pengendalian nonresponse error pada Survei Harga Konsumen agar dapat memperoleh hasil yang
sesuai. Beberapa upaya dapat dilakukan dalam mengendalikan kesalahan karena
ketidaklengkapan respon yaitu dengan melakukan wawancara dan/atau kunjungan ulang kepada
responden yang belum merespon pada kunjungan sebelumnya dengan memperhatikan waktu-
waktu yang memungkinkan responden ada di unit sampel, selanjutnya pewawancara harus
dipastikan mewawancara dengan lugas menarik sehingga responden dapat merespon dengan baik
dan juga jelas dalam menyampaikan pertanyaan sehingga responden dapat memahami dengan
baik, selain itu juga pengoreksian pada data juga wajib dilakukan oleh pewawancara untuk
memastikan bahwa jawabannya sudah benar sehingga tidak terjadi missing data. Dan yang
terakhir yaitu melakukan penggantian sampel jika diperlukan agar tidak terjadinya bias akibat
nonresponse.

Error Pengukuran

Komponen dari kesalahan pengukuran diantaranya terdapat pada :

1. Pewawancara

Error yang dapat disebabkan oleh pewawancara sangat mungkin terjadi, karena survei
dilakukan dengan metode wawancara secara mendalam. Masing-masing pewawancara baik
staf/KSK, tentunya memiliki kemampuan komunikasi yang berbeda-beda. Sehingga potensi
eror dari pewawancara sangat mungkin terjadi. Hal tersebut bisa diatasi dengan melakukan
pelatihan bagi para pewawancara sebelum survei dilakukan, dan dilakukannya validasi oleh
petugas provinsi agar data yang dihasilkan tetap berkualitas.

Waktu pelaksanaan wawancara menjadi penentu keakuratan data, misalnya waktu untuk
mencatat survei harga konsumen perdesaan adalah pagi hari, sedangkan pewawancara datang
pada siang atau sore hari, mengingat pada tiga waktu tersebut harga dan kualitas barang
cenderung berbeda. Sehingga terjadilah error pengukuran. Hal tersebut dapat teratasi dengan
memastikan pewawancara datang sesuai waktu pencatatan.

2. Responden
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner, responden harus
memiliki pengetahuan, pemahaman, dan cara komunikasi yang baik dengan pewawancara.
Sehingga potensi untuk terjadinya error pada responden bisa dihindari. Misalnya responden
tidak memahami apa yang sebenarnya dimaksud dengan pertanyaan pewawancara, sehingga
jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Masalah ini diatasi dengan penjelasan yang rinci dari pewawancara, dan dapat disertai contoh
jika diperlukan.

3. Sistem Informasi

Jika responden menjawab pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner tanpa melihat database


desa/kelurahan atau hanya dengan mengandalkan ingatan, maka kemungkinan error akan
sangat tinggi. Sehingga hendaknya pewawancara meminta bukti/sumber data untuk
mendapatkan informasi yang tepat, misalnya dengan meminta responden untuk melihat sistem
catatan desa/kelurahan.

4. Pengaturan

Wawancara Jika pelaksanaan wawancara tidak dijadwalkan terlebih dahulu dengan


responden, potensi terjadinya error saat wawancara dapat terjadi. Misalnya responden hanya
memberikan waktu sebentar karena pewawancara datang secara mendadak, sehingga jawaban
yang diberikan responden tidak maksimal. Masalah ini dapat diatasi dengan pengaturan
wawancara yang baik, misalnya dengan mengatur jadwal, tempat, dan waktu dilaksanakannya
wawancara sehingga potensi error dapat diminimalisasi.

Komponen kunci dari setiap pengukuran adalah instrumen yang akan digunakan untuk
mengumpulkan data/informasi. Dapat berupa alat mekanis yang digunakan untuk
mengumpulkan pengukuran fisik. Pada survei harga konsumen perdesaan, instrumen yang
digunakan adalah kuesioner dan buku pedoman. Kesalahan yang mungkin terjadi adalah
terdapat kesalahan dalam memahami isi kuesioner antara pewawancara dan responden, dapat
diatasi dengan mempelajari survei bagi pewawancara. Kedua, kesalahan dalam menyalin data
yang diberikan pihak responden, disini yaitu perangkat desa oleh pewawancara, dapat diatasi
dengan mengecek ulang setelah menyalin data tersebut. Selain itu, informasi yang diberikan
oleh responden sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pelaporan data dari instansi
instansi dan pelayanan fasilitas publik yang ada di desa setempat.

Error Pengolahan Data

Error pengolahan dalam survey ini kadang terjadi karena daftar isian yang telah selesai
diperiksa oleh pengawas tidak segera dientri sehingga menghambat pengolahan Nilai Tukar
Petani, dan juga seringkali laporan yang dientri dari BPS Kabupaten ke BPS Provinsi dan BPS-
RI tidak lengkap (HKD-1 saja, HKD-2.1 saja atau HKD-2.2 saja). Padahal daftar HKD-1, HKD-
2.1 dan HKD-2.2 merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan juga adanya
kesalahan entri data. Hal tersebut dapat diatasi dengan mengecek ulang data yang sudah dientri,
dan segera melakukan pengentrian data setelah selesai diperiksa pengawas.

KESIMPULAN

Survei harga konsumen perdesaan merupakan pengumpulan data harga di wilayah


perdesaan dari sisi konsumsi yang lebih terfokus pada pemantauan harga barang dan jasa yang
dikonsumsi rumah tangga di wilayah perdesaan. Pengumpulan data dilakukan setiap bulan
dengan moda pengumpulan data menggunakan wawancara langsung kepada responden. Dalam
pelaksanaannya, muncul beberapa potensi terjadinya kesalahan non sampling (nonsampling
error) seperti error spesifikasi, error frame, error nonresponse, error pengukuran dan error
pengolahan data . Penyebab kesalahan non sampling error ini bisa bersumber dari responden,
pewawancara, sistem informasi dan sebagainya. Pengendalian kesalahan non sampling bisa
dilakukan dengan cara melakukan koordinasi pada setiap proses survei dan melaporkan masalah
yang ditemui di lapangan agar bisa segera dicari solusinya. Error karena sulitnya mengumpulkan
data bisa dikendalikan dengan melakukan kunjungan beberapa kali sampai data yang dibutuhkan
terpenuhi.

Anda mungkin juga menyukai