Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK


DI RUANGAN CENDANA RS WIRASAKTI KUPANG

OLEH:

1. FEBRIANI ADELHEID BOEKY S. kep


2. YUMITA ELISABETH BELLA S. Kep
3. KRISTINA HAKI SASI S.kep
4. JOICE VERAWATI KAHA S.kep
5. VERRA ERMALINDA MIHA RADJA S.kep
6. YEREMIAS MASAN BETEKENENG S.kep
7. DHANDY DICKY RESI S.kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada anak dan bayi,
diakibatkan karena adanya perubahan fungsi pada otak secara mendadak. Kejang biasa
terjadi secara singkat dan sementara, disebabkan karena adanya pelepasan listrik
serebral yang berlebih. Kejang demam terjadi pada suhu tubuh >38oC hal ini
diakibatkan karena adanya proses ekstrakranial. Kejang demam merupakan kejang
yang sering dialami okeh anak bahkan bayi dan kemungkinan berulang. Rentan usia
yang paling sering mengalami kejang demam yaitu antara usia 6 bulan sampai 5 tahun
(Novi Indrayati, 2019). Kecepatan kejang sendiri yang terjadi pada bayi biasanya tidak
terkontol, bahkan bisa mengakibatkan bayi mengalami risiko jatuh karena proses
kejang yang terjadi. Maka dari itu diperlukan pencegahan jatuh pada bayi yang
mengalami kejang demam. Selain itu, pencegahan jatuh juga diperlukan ketika bayi
setelah selesai melewati masa kejangnya, karena kemungkinan masih adanya kejadian
kejang berulang. Komar et al (2020), UNICEF (United Nations International Children’s
Emergency Fund) memperkirakan sekitar 12 juta anak setiap tahunnya meninggal dunia
karena kejang demam.
Di Indonesia sendiri angka kejadian kejang demam yaitu 3 sampai 4% pada
tahun 2012-2013 dari bayi usia 6 bulan sampai anak 5 tahun. Di Jawa Timur angka
kejadian kejang demam sekitar 264 jiwa pada tahun 2015-2017. Sedangkan di daerah
Ponorogo data dari Dinas Kesehatan Ponorogo tahun 2016 jumlah penderita kejang
demam yaitu mencapai 3.442 balita. Di RSU Muhammadiyah Ponorogo pada tahun
2019 jumlah penderita kejang demam dilaporkan sejumlah 99 anak. Faktor terjadinya
kejang demam yaitu adanya riwayat kejang demam dalam keluarga. Tidak hanya itu,
adanya virus atau bakteri, faktor usia <12 bulan, suhu rendah saat terjadinya kejang
demam dan seberapa cepat kejang terjadi setelah adanya demam. Selain itu, jenis
kelamin, riwayat adanya epilepsi dalam keluarga dan kejang kompleks pertama pada
saat terjadinya kejang demam (Erdina Yunita et al., 2016). Usia anak yang <12 bulan
sangat dibutuhkan pengawasan lebih pada saat terjadi kejang demam. Jika tidak
dilakukan pengawasan lebih di usia bayi yang masih rawan ini bisa saja berdampak
mengalami risiko jatuh dan bahkan bisa mengalami cidera fisik dan yang paling fatal
yaitu kematian pada bayi.
Pada umumnya Kejang Demam dapat diminimalisir dengan penanganan yang
tepat, penanganan pada pasien kejang demam dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu,
secara fisik atau menggunakan obat-obatan. Penanganan secara fisik yang dapat
dilakukan yaitu memberikan anak kompres, tidak memakaikan baju tebal pada anak,
memberikan banyak minum pada anak yang mengalami demam. Untuk penanganan
demam dengan menggunakan obat-obatan yaitu dapat diberi obat antipiretik dengan
dosis yang telah ditentukan (Ngastiyah, 2012). Pada anak dan bayi yang mengalami
kejang demam sangat berisiko untuk mengalami jatuh, maka dari itu perlu adanya
pengawasan yang baik dan harus selalu waspada. Di Indonesia kejadian pasien jatuh
termasuk tinggi karena banyak yang tidak melaporkan kejadian jatuh dan menganggap
bahwa itu merupakan dari perkembangan anak dan bayi. Insiden pasien jatuh dapat di
minimalisir dengan melakukan assesment awal saat pasien masuk untuk melakukan
perawatan, jika terjadi perubahan kondisi maka harus dilakukan assesment lanjut.
Biasanya pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale, dan pada anak dan bayi
menggunakan Humpty Dumpty Scale. Perawatan untuk pasien risiko jatuh bisa
dilakukan dengan pemasangan gelang khusus pada pasien (Nugraheni et al., 2017).
Peran perawat salah satunya yaitu penerapan dalam hal keselamatan pasien
(patient safety). Keselamatan pasien sangat penting diterapkan, salah satunya untuk
mencegah terjadinya insiden jatuh dan cidera akibat perawatan medis. Peran perawat
dalam hal pencegahan risiko jatuh salah satunya dengan intervensi keperawatan
pencegahan jatuh. Intervensi ini dapat diterapkan untuk mengidentifikasi dan
menurunkan risiko jatuh yang terjadi akibat perubahan kondisi fisik atau psikologis.
Dalam penerapan pencegahan jatuh diharapkan kejadian jatuh dari tempat tidur bisa
menurun.
Dari latar belakang masalah diatas kelompok tertarik untuk mengambil
Asuhan Keperawatan Pada anak Kejang Demam Dengan Masalah Keperawatan Risiko
Jatuh.
1.2 Identifikasi Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada anak Kejang Demam Dengan Masalah
Keperawatan Risiko Jatuh?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan Asuhan Keperawatan Pada Bayi Kejang Demam Dengan Masalah
Keperawatan Risiko Jatuh.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada bayi Kejang Demam dengan Masalah
Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
b. Merumuskan Diagnosa keperawatan pada bayi Kejang Demam dengan Masalah
Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada bayi Kejang Demam dengan Masalah
Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
d. Melakukan tindakan keperawatan pada bayi Kejang Demam dengan Masalah
Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada bayi Kejang Demam dengan Masalah
Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Studi kasus dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam keperawatan
tentang penanganan pasien anak dengan Kejang Demam dengan masalah
Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif
2) Studi kasus ini bermanfaat untuk informasi dan penjelasan tentang masalah
Kejang Demam dengan masalah Keperawatan hipertermi dan pemeliharaan
kesehatan tidak efektif
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Pasien
Mendapat layanan kesehatan berupa asuhan keperawatan bayi yang tepat dan
benar serta mendapatkan pengetahuan yang baik tentang asuhan keperawatan.
2) Bagi Keluarga
Keluarga mendapatkan informasi tentang bagaimana bayi agar terhindar dari
risiko jatuh ketika berada diunit perawatan Rumah Sakit.
3) Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai ilmu keperawatan yang dapat digunakan sebagai referensi landasan dan
pedoman dalam melakukan tindakan keperawatan yang efektif dan komprehensif
pada bayi dengan Kejang Demam dengan masalah keperawatan Risiko Jatuh.
4) Bagi Rumah Sakit
a. Sebagai masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan kepada klien
dengan masalah keperawatan Risiko Jatuh khususnya di Rumah Sakit untuk
menjadikan asuhan keperawatan yang profesional dalam lingkungan Rumah
Sakit.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pemberian asuhan keperawatan
pada bayi Kejang Demam dengan masalah keperawatan Risiko Jatuh.
5) Bagi Institusi Pendidikan
Menambah kepustakaan tentang kajian praktik intervensi keperawatan yang dapat
menambah ilmu keperawatan serta memberikan gambaran dan sumber data serta
informasi penulis studi kasus.
6) Bagi Penulis
Menerapkan ilmu yang telah didapatkan dalam pengembangan ilmu keperawatan
khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan pada bayi dengan Kejang
Demam dengan masalah keperawatan Risiko Jatuh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kejang Demam
2.1.1 Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5
tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38C).kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (PPNI, 2018).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam.Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).
2.1.2 Etiologi
a. Faktor-faktor prenatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
e. Demam
f. Gangguan metabolism
g. Trauma
h. Neoplasma, toksin
i. Gangguan sirkulasi
j. Penyakit degeneratif susunan saraf.
k. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal
2.1.3 Tanda dan gejala
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
2.1.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl –). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat
yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat
2.1.5 Pathway
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai
prognostik. EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini
pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus
dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan
dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium (N 3,80 – 5,00 meq/dl)
Natrium (N 135 – 144 meq/dl)
4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.
2.1.7 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien kejang demam antara lain:
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di sekitar
anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat
antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital
kemudian di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :


1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral
3. Kelumpuhan
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama.
5. Asfiksia
6. Aspirasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,
sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang
demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan
belajar / ataupun epiksi Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa
adanya demam kecil kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 –
4 anak kejang demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang
demam itu sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak dengan epilepsy pada
saat mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 – 98 % anak yang
mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy.
2.1.8 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam
berlangsung lama. 
d. Pengobatan profilaksis
e. Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
f. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM


A. Pengkajian Keperawatan
1.  Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam
berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma
kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal :Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang
tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan,
pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau
mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tidak
ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah 
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi.
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin
berhubungan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi 2. Monitor warna kulit
dengan proses hipertermi atau peningkatan suhu tubuh 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
infeksi dengan kriteria hasil: 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
a. Suhu tubuh dalam rentan normal 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan membatasi pengunjung
(36,5-37oC) 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
b. Nadi dalam rentan normal 80- 7. Menganjurkan menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap
120x/menit keringat
c. RR dalam rentan normal 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang kompres hangat dilanjutkan
18-24x/menit dengan kompres dingin saat anak demam
d. Tidak ada perubahan warna kulit dan 9. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat penurun panas
tidak ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
jaringan cerebral selama 2x24 jam diharapkan pasien 2. Catat adanya penginkatan TD
berhubungan tampak tidak lemah, tidak pucat, kulit 3. Monitor jumlah dan irama jantung
dengan kerusakan tidak kebiruan dengan kriteria hasil: 4. Monitor tingkat kesadaran
neuromuskular otak a. TD sistole dan diastole dalam batas 5. Monitor GCS
normal 80-100/60 mmHg
b. RR normal 20-30 x/menit
c. Nadi normal 80-90 x/menit
d. Suhu normal 36-37 derajat celcius
e. GCS 456
3. Resiko tinggi cedra Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
berhubungan selama 2x24 jam diharapkan masalah 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan pasien
dengan spasme otot tidak menjadi aktual dengan kriteria 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
ekstermitas hasil: 4. Memasang side rail tempat tidur
a. Tidak terjadi kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
b. Tidak terjadi cedra 6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan yang cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit kepada keluarga.
4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 3x 24 jam 1. Batasi pengunjung
penurunan imunitas infeksi terkontrol, status imun adekuat 2. Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan
tubuh KRITERIA HASIL : pasien
a. Bebas dari tanda dangejala infeksi. 3.  Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci
b. Keluarga tahu tanda-tanda infeksi. tangan yang benar
c. Angka leukosit normal (9000– 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu menjaga kebersihan klien
12.000/mm3) 5.  Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup
7. Anjurkan istirahat
8. Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan
gejala infeksi dan segera untuk melaporkan  keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi antibiotik yang sesuai, dan
anjurkan untuk minum obat sesuai aturan.
.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan
5. selama 2x24 jam keluarga mengerti
Kurangnya maksud dan tujuan dilakukan tindakan
pengetahuan perawatan selama kejang.kriteria hasil :
keluarga tentang a. Keluarga mengerti cara
penanganan penanganan kejang dengan 1. Informasi keluarga tentang kejadian kejang dan dampak masalah,
penderita selama b. Keluarga tanggap dan dapat serta beritahukan cara perawatan dan pengobatan yang benar.
kejang melaksanakan peawatan 2. Informasikan juga tentang bahaya yang dapat terjadi akibat
berhubungan kejang. pertolongan yang salah.
dengan c.  Keluarga mengerti penyebab 3. Ajarkan kepada keluarga untuk memantau perkembangan yang
kurangnya tanda yang dapat terjadi akibat kejang.
informasi. menimbulkan kejang. 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap penanganan kejang.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa :

NIM :

Pembimbing Institusi : Ns. Yohanes Dion, S.Kep.,M.Kes

Ruangan : Cendana anak

Pengkajian tgl : 19 November 2021 Jam : 08.13

Sumber data : Orang Tua NO. RM : 09xxxx

Tanggal MRS : 19 November 2021 Dx. Masuk : Kejang Demam Sederhana

Ruang/Kelas : Cendana anak

FORMAT PENGKAJIAN PADA ANAK


Identitas Anak Identitas Orang Tua

Nama : An. R. A Nama Ayah : Tn. A.S

Tanggal Lahir : 06 Agustus 2015 Nama Ibu : Ny. S.P

Jenis Kelamin : Laki-Laki Pekerjaan ayah/ibu : Wirasswata / IRT


Identitas

Anak ke :4 Pendidikan : SMA / SMA


ayah/ibu
Umur : 6 Tahun
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Solor/Indonesia
Alamat
: NBS

Keluhan Utama : Demam sejak kemarin tanggal 16/11/2021 di sertai kejang.


Riwayat Sakit dan Kesehatan

: Ibu pasien mengatakan anaknya 2 hari yang lalu sebelum masuk


Riwayat penyakit rumah sakit anak mengalami kejang dirumah pada jam 10.30
saat ini WITA yang diawali dengan demam 39 0C, kejang disertai mata
melihat keatas dan tangan kaku, pada tanggal 16/11/2021 ibunya
sudah membawa ke dokter dan diberi minum obat paracetamol
oleh ibu pasien untuk menurunkan demam tetapi tidak ada
perubahan sehingga pada tanggal 19/11/2021 tepat jam 12.30
WITA Ibu panik dan segera membawa anak ke UGD Rumah
Sakit Wirasakti untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya pada
saat di UGD anak di berikan terapi pamol supp 250 mg, infus RL
1100 cc/24 jam, paracetamol dan kompres hangat . Jam 13.50
pasien dibawah keruangan rawat inap cendana anak untuk
melanjutkan perawatan.
Riwayat Kesehatan sebelumnya

Riwayat Kesehatan yang lalu : Ibu pasien mengatakan An. R.A pernah mengalami
kejang demam juga saat usia 9 bulan namun saat itu anak mencret-mencret yang
mengakibatkan demam dan kejang.

Riwayat Kesehatan Keluarga: Ibu mengatakan didalam keluarganya tidak pernah ada
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Keluarga pasien tidak memiliki
penyakit keturunan dan tidak memiliki riwayat penyakit menular.

Imunisasi : Ibu pasien mengatakan melakukan imunisasi lengakap pada anaknya

Pertumbuhan

 BB saat ini : 13 Kg BB Lahir: 2600 gr LLA: 18 cm


Perkembangan

 Perkembangan psikosial :
Ibu pasien mengatakan hubungan anak dan keluarga baik, yaitu anak dapat berinteraksi
dengan ayah dan ibunya, begitupu juga dengan keluarga yang lain. Anak juga mudah
beradaptasi dengan keluarga yang baru dia kenal.
Tumbuh Kembang

 Perkembangan psikoseksual:
Pasien masuk dengan tahap pra sekolah

 Motorik halus: Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mampu menulis,


menggambar dan mewarnai.

 Motorik kasar: Ibu pasien mengatakan anaknya dapat bermain bola dengan teman-
temanya.

 Adaptasi sosial: Anak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial dirumah dan
dirumah sakit.

 Bahasa: anak dapat berbicara dan berbahasa yang digunakan sehari-hari adalah
bahasa Indonesia
 Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan: Orang tua dan pasien tinggal di
kontrakan, orang tua pasien juga mengatakan di depan rumah terdapat selokan yang
pernah mengakibatkan banjir.

 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: Ibu pasien mengatakan anaknya


Data penunjang

tidak suka makan sayur, dan selalu memberikan makanan cepat saji seperti jajan di
kios.

 Persepsi orangtua terhadap penyakit anak: Ibu mengatakan anakanya sakit


dikarenakan lingkungan rumah yang kurang bersih, kebiasan anak yang tidak makan
sayur dan jajan sembarang.

Masalah : Pemeliharaan kesehatan tidak efeksif

Nutrisi :

 Sebelum sakit, saat pengkajian ibunya mengatakan anaknya diberi makan 3


x sehari dengan porsi 1 piring, menu makan: nasi, dan lauk, minum air putih
dan makan makanan ringan di kios.
 Setelah sakit, ibunya mengatakan anaknya susah makan, hanya 2 sampai 4
sendok (tidak dihabiskan) dan minum air mulai berkurang.

Aktifitas –Istirahat:
Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

 Sebelum sakit, saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya biasa


bermain dengan anak tetangga dan jarang tidur siang 1-2 jam.
 Setelah sakit, anaknya tampak lemas, dan pola tidur terganggu karena
merasa gelisah dan badan lemas

Higiene Perseorangan:

 Sebelum sakit, saat pengkajian ibunya mengatakan anaknya mandi 2 x


sehari, pagi dan sore
 Setelah sakit, ibunya hanya menglap anaknya saja.

Eleminasi Miksi-Defekasi:

 Ibu pasien mengatkan pada saat sehat dan sakit anaknya BAB dan BAK
tidak ada mengalami gangguan.

Masalah: Tidak ada masalah


Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of System)
ROS

Suhu: 39.8 o
C

Nadi: 114 x/mnt


TTV

RR: 23 x/mnt

Masalah : Hipertermi

Distribusi rambut: Merata

Warna rambut: Hitam


Kepala dan rambut

Kebersihan rambut: Bersih

Kepala: Simetris, tidak ada lesi pada kulit kepala

Wajah: Simetris.

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Kelopak mata: Simetris

Bulu mata dan alis mata: Simetris

Pupil: Isokor
Mata

Sclera /konjungtiva: Anemis

Lain-lain:

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Septum hidung:

Kebersihan: Bersih
Hidung

Pernafasan cuping hidung: Tidak ada

Lain-lain:

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan


Bentuk: Simetris

Keadaan kulit: Tidak ada benjolan


Telinga

Kebersihan: Bersih

Lain-lain:

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Bibir: Kering

Gigi: Bersih
Mulut dan tenggorokan

Gusi: Bersih

Lidah: Bersih

Tonsil dan uvula:

Lain-lain:

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Kulit leher: Baik


Leher

Pergerakan leher: Baik

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan


Kulit: Bersih

Gerakan dinding dada: Simetris


Dada, jantung dan punggung

Retraksi dada: Tidak ada

Pola nafas: Efektif

Penggunaan otot bantu nafas: Tidak ada

Suara nafas tambahan: Tidak ada

Suara jantung: Teratur

Lain-lain:

Masalah: tidak ada masalah keperawatan

Bentuk: Simetris

Keadaan kulit: Bersih

Pembesaran hepar: Tidak ada

Pembesaran lien: Tidak ada


Abdomen

Peristaltik usus: 20 x/menit

Turgor kulit : Baik

Lain-lain:

Masalah: tidak ada masalah keperawatan

Bentuk: Normal
Genetalia dan anus

Kebersihan: Bersih

Anus : Normal

Lain-lain: BAB dan BAK normal

Masalah: Tidak ada masalah keperawatan


Kemampuan pergerakan sendi:

Warna kulit: Sawomatang


Muskuloskeletal dan

Turgor kulit: Baik

Oedema: Tidak ada

Akral: Hangat

Masalah: Tidak ada masalah keperawatan

a. Ekspresi afek dan emosi: Saat dikaji anak tampak lemas, respon baik, tampak tenang ,
tidak rewel terhadap perawat dan tidak menangis saat bertanya.

b. Hubungan dengan keluarga: Orang tua mengatakan An. R.A merupakan anak ke 4
dari 5 bersaudara
Psiko-sosio-spiritual

c. Reaksi hospitalisasi: Saat dikaji pasien memiliki respon baik terhadap pelayanan yang
diberikan.

d. Dampak hospitalisasi pada orang tua: Orangtua pasien mengatakan sakit yang diderita
pasien sebagai suatu pelajaran agar orangtua lebih sepenuhnya memperhatikan
anaknya.

Masalah : Tidak ada masalah keparawatan

Hemoglobin : 12,9 g/dL = 12-16 g/dL

Hematokrit : 37 = 37-47 %
Data Penunjang

Eritrosit : 4,8 jt/uL = 4,3-47 jt/uL

Leukosit : 4000/ uL = 5000-14.000

Trombosit : 175.000 = 150.000-400.000

1. INVD RL 500 cc
2. Pamol susp 3x 250 mg
3. Cefadroxil 2x200 mg
Tterapi

Terapi Oral:
1. Paracetamol syrup 3x1 PO
ANALISA DATA

No Data Data Objektif Etiologi Problem


Tanggal Subjektif

DS: Orang tua DO: Peningkatan laju Hipertermi


mengatakan metabolisme
1. anak kejang 1. Suhu: 39,8 o
C
2. Nadi teraba
dirumah pada lemah
jam 10:30 yang 3. Nadi: 114
diawali dengan x/menit
demam 39 0C, 4. RR: 23x/menit
kejang disertai 5. Akral terasa
mata melihat hangat
keatas dan
tangan kaku,
Ibu membawa
anak ke UDG
Rumah Sakit
Wirasakti.

2. DS: Ibu DO: Hambatan kognitif Pemeliharaan


mengatakan kesehatan
pasien sering - tidak efektif
memberikan
makanan
ringan kepada
anaknya dan
ibu pasien
mengatakan
anakanya tidak
suka makan
sayuran.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.


2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan hambatan kognitif
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme ditandai dengan


Orang tua mengatakan anak kejang dirumah pada jam 10:30 yang diawali dengan
demam 39 0C, kejang disertai mata melihat keatas dan tangan kaku, dan Ibu segera
membawa anak ke UGD Rumah Sakit Wirasakti , terlihat lemas, Suhu: 39 oC, nadi
teraba lemah, nadi: 114 x/menit, RR: 23 x/menit, akral terasa hangat,mukosa bibir
agak kering.
2. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan hambatan kognitif ditandai
dengan ibu pasien mengatakan sering memberikan makanan ringan kepada anaknya.
Ibu pasien juga mengatakan anaknya tidak suka makan sayuran.
PERENCANAAN KEPERAWATAN

TANGGAL NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI/ NAMA &


KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN TANDA
& DATA GOAL OBJECTIVE KRITERIA (SIKI) TANGAN
PENDUKUNG HASIL/EVALUASI

11 Januari 1 Hipertermia Setelah Setelah Termoregulasi: SIKI 1: Manajemen


2022 berhubungan dengan diberikan dilakukan 1. Suhu tubuh (5) Hipertermia.
peningkatan laju asuhan tindakan 2. Suhu kulit (5) Observasi:
metabolisme ditandai keperawata keperawatan 3. Pengisian kapiler (5) 1. Identifikasi
4. Tekanan darah (5) penyebab hipertermi
dengan Orang tua n 3 x 24 diharapkan
Indikator: (mis: dehidrasi,
mengatakan anak jam maka termoregulasi
1. Memburuk (1) terpapar lingkungan
kejang dirumah pada suhu tubuh dapat 2. Cukup memburuk (2) panas, penggunaan
jam 10:30 yang pasien membaik 3. Sedang (3) incubator)
diawali dengan menurun dengan 4. Cukup membaik (4) 2. Monitor suhu tubuh
demam 39 C, kejang
0
dan berada Kriteria hasil: 5. Membaik (5) Terapeutik:
disertai mata melihat pada 1. Sediakan lingkungan
keatas dan tangan rentang yang dingin
kaku, dan Ibu normal 2. Longgarkan atau
membawa anak UGD lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
Rumah Sakit
permukaan tubuh
Wirasakti Kota 4. Berikan cairan oral
Kupang, amak 5. Ganti linen setiap
terlihat lemas, Suhu: hari atau lebih sering
39 oC, nadi teraba jika mengalami
lemah, nadi: 114 hiperhidrosis
x/menit, RR: 23 (keringat berlebihan)
Edukasi:
x/menit, akral terasa
1. Anjurkan tirah
hangat.
baring
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu
19 2 Pemeliharaan Setelah Setelah Toleransi Aktivitas: Edukasi perilaku
November kesehatan tidak dilakukan dilakukan 1. Menunjukan perilaku kebersihan:
2021 efektif berhubungan tindakan tindakan adaptif (5) Observasi:
dengan hambatan asuhan keperawatan 2. Menunjukan 1. Identifikasi kesiapan
pemahaman perilaku dan kemampuan .
kognitif di tandai keperawata 1x24 jam
sehat (5) 2. Indentifikasi
dengan ibu pasien n selama 1 diharapkan 3. Kemampuan kebersihan diri dan
mengatakan sering x 24 menit pasien dapat menjalankan perilaku lingkungan.
memberikan makan diharapkan menerapkan sehat (5) 3. Monitor kemampuan
ringan kepada pasien pemeliharan melakuakan dan
anaknya. Ibu pasien terbebas kesehatan mempertahankan
juga mengatakan dari tidak efektif kebersihan diri dan
anaknya tidak suka pemelihara dengan baik. lingkungan.
makan sayuran. an Kriteria Hasil: Indikator:
kesehatan 1. Menun 1. meningkat
tidak jukan 2. meningkat
efektif perilak 3. meningkat
u 4. meningkat
adaptif 5. meningkat
2. Menun
jukan
pemah
aman
perilak
u
sehat.
3. Kema
mpuan
menjal
ankan
perilak
u
sehat.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA WAKTU EVALUASI


TGL/JAM KEPERAWATAN TINDAKAN
KEPERAWATAN

1 19 Hipertermia berhubungan SIKI 1: Manajemen S: Ibu pasien mengatakan anak masih


November dengan peningkatan laju Hipertermia. demam.
2021 metabolisme ditandai Observasi: O: K/U sedang, kesadaran CM, Pasien
dengan Orang tua 1. Identifikasi penyebab tampak lemas. TTV: TD: 90/70
mengatakan anak kejang hipertermi (mis: mmHg, Suhu: 38,8 oC, nadi teraba
dirumah pada jam 10:30 dehidrasi, terpapar lemah, nadi: 114 x/menit, RR: 23
lingkungan panas,
yang diawali dengan x/menit, akral terasa hangat
penggunaan incubator)
demam 39 C, kejang
0
2. Monitor suhu tubuh A: Masalah belum teratasi
disertai mata melihat Terapeutik: P: Intervensi dilanjutkan:
keatas dan tangan kaku, 1. Sediakan lingkungan 1.
dan ibu segera membawa yang dingin
anak ke UGD Rumah 2. Longgarkan atau
Sakit Wirasakti Suhu: 39 lepaskan pakaian
o
C, nadi teraba lemah, nadi: 3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
114 x/menit, RR: 23
4. Berikan cairan oral
x/menit, akral terasa 5. Ganti linen setiap hari
hangat. atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebihan)
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena,
jika perlu
2. 19 Pemeliharaan kesehatan Edukasi perilaku S:-
November tidak efektif berhubungan kebersihan: O: Ibu tampak lebih berhati-hati dan
2021 dengan hambatan koqnitif Observasi: tampak menunjukan perilaku
ditandai dengan Ibu 1. Identifikasi kesiapan adaptif.
mengatakan sering dan kemampuan A: Pemeliharaan kesehatan teratasi
memberikan makanan 2. Identifikasi P: Intervensi dilanjutkan:
kemampuan menjaga
ringan kepada anaknya .
kebersihan diri dan
ibunya juga mengatakan lingkungan.
anakanya tidak suka makan 3. Monitor kemampuan
sayuran. melakukan dan
mempertahankan
kebersihan diri dan
lingkungan.

CATATAN PERKEMBANGAN
NO DIAGNOSA
TGL/JAM KEPERAWATAN (CATATAN PERKEMBANGAN: (SOAPIE)

1. 19 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari:


November dengan peningkatan laju S: Orangtua mengatakan anak mulai membaik, sudah tidak
2021 metabolisme ditandai dengan demam lagi. Suhu tubuh cukup membaik, suhu kulit cukup
Orang tua mengatakan anak membaik, pengisian kapiler cukup membaik, tekanan darah
kejang dirumah pada jam cukup membaik.
10:30 yang diawali dengan O: S: 36,4 oC, tampak lebih ceria, RR: 20 x/menit, tidak kejang.
demam 39 0C, kejang disertai A: Masalah teratasi sebagian
mata melihat keatas dan P: Intervensi dilanjutkan.
tangan kaku, Ibu dan segera I:
membawa anak ke UGD Observasi:
Rumah Sakit Wirasakti, anak 1. Identifikasi penyebab hipertermi (mis: dehidrasi,
terlihat lemas, Suhu: 39 oC, terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
nadi teraba lemah, nadi: 114 2. Monitor suhu tubuh
Terapeutik:
x/menit, RR: 23 x/menit,
1. Sediakan lingkungan yang dingin
akral terasa hangat.
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebihan)
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
E: S: Orangtua mengatakan anak mulai membaik, sudah tidak
demam lagi. Suhu tubuh cukup membaik, suhu kulit cukup
membaik, pengisian kapiler cukup membaik, tekanan darah
cukup membaik.
O: S: 36,4 oC, tampak lebih ceria, RR: 20 x/menit, tidak
kejang.

12 Januari Deficit pengetahuan S : Orang tua mengatakan sudah mulai paham tentang penyakit
2022 berhubungan dengan kurang anaknya, perilaku sesuai anjuran cukup meningkat,
terpapar informasi ditandai kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
dengan Ibu mengatakan cukup meningkat, pengetahuan menggambarkan
bingung saat anak demam pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topic cikup
dan kejang dirumah, Orang meningkat.
tua tampak bingung, anak O: Orang tua mampu memberikan feedback yang baik,
memiliki riwayat kejang. orangtua menerapkan yang dianjurkan dokter dan perawat.
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dilanjutkan:
I:
Edukasi perilaku upaya kesehatan:
Observasi:
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan meneriam informasi
terapeutik
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
4. Berikan pujian dan dukungan terhadapt usaha positif dan
pencapaiannya
Edukasi:
1. Jelaskan penanganan masalah kesehatan
2. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
3. Anjurkan menentukan perilaku spesifik yang akan diubah
(mis: keinginan mengunjungi fasilitas kesehatan)
4. Ajarkan mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
Ajarkan program kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.
E: Masalah teratasi.

13 Januari Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari:


2022 dengan peningkatan laju S: Orangtua mengatakan anak mulai membaik, sudah tidak
metabolisme ditandai dengan demam lagi. Suhu tubuh cukup membaik, suhu kulit cukup
Orang tua mengatakan anak membaik, pengisian kapiler cukup membaik, tekanan darah
kejang dirumah pada jam cukup membaik.
10:30 yang diawali dengan O: S: 36,0 oC, tampak lebih ceria, RR: 20 x/menit, tidak kejang.
demam 39 0C, kejang disertai A: Masalah teratasi.
mata melihat keatas dan P: Intervensi dihentikan.
tangan kaku, Ibu segera I:
membawa anak ke UGD Observasi:
Rumah Sakit Wirasakti , 1. Identifikasi penyebab hipertermi (mis: dehidrasi,
namun terlihat lemas, Suhu: terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator)
39 oC, nadi teraba lemah, 2. Monitor suhu tubuh
Terapeutik:
nadi: 114 x/menit, RR: 23
1. Sediakan lingkungan yang dingin
x/menit, akral terasa hangat.
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebihan)
Edukasi:
1. Anjurkan tirah baring
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
E: Intervensi dihentikan pasien pulang.
.
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan asuhan keperawatan pada An. R.A dengan kejang demam yang
dilaksanakan di ruang Cendana RS. Wirasakti berlangsung selama 3 hari dari tanggal 19
November 2021 sampai 22 November 2021, kelompok akan membahas seluruh tahapan
proses keperawatan yang terdiri dari: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan. Pada Bab ini juga kelompok akan melihat apakah
ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang ditemukan dilapangan.

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38 oC.
Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5
tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
denganc 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Kejang demam
merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam.Keadaan
ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-
anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia
6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada
anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia
5 tahun. (Dona L.Wong, 2008). Tanda dan gejala yang sering kali ditemukan pada anak
yang menderita demam kejang yaitu: Ada 2 bentuk kejang demam
(menurut Lwingstone), yaitu: Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang berlangsung singkat, < 15 menit,
Kejang umum tonik dan atau klonik, Umumnya berhenti sendiri, Tanpa gerakan fokal
atau berulang dalam 24 jam. Kejang demaam komplikata (Complex Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut : Kejang lama > 15 menit, Kejang fokal atau
parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, Berulang atau lebih dari 1
kali dalam 24 jam.
Pada An. R.A saat dilakukan pengkajian pada tanggal 19 November 2021 dari
hasil data objektif ditemukan anak tampak demam dan orangtua pasien mengatakan
An.R.A pernah mengalami kejang demam juga saat usia 9 bulan namun saat itu anak
mencret-mencret yang mengakibatkan demam dan kejang. Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan S: 39 oC.

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


2.3.1 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan respons
manusia (status kesadaran atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah, dan mengubah (Carpenito, 2000 dalam Nursalam, 2008).
Pada An R.A , pengkajian dengan diagnosa Hipertermi didapatkan An.R.A
tampak demam. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan S: 39 oC. Untuk
diagnose pemeliharan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan hambatan
kognitif di tandai dengan ibu pasien mengatakan sering memberikan makanan ringan
dan anaknya tidak suka makan sayuran. 4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Sesusai dengan diagnosa keperawatan yang ditetapkan maka menurut Tim


Pokja DPP PPNI dalam Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) digunakan jenis skala likert dengan semua
kriteria hasil dan indikator yang menyediakan sejumlah pilihan yang adekuat untuk
menunjukkan variabilitas didalam status/kondisi, perilaku atau persepsi yang
digambarkan kriteria hasil.
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) intervensi untuk
diagnosa Hipertermia: Manajemen Hipertermia: Tindakan : Observasi: Identifikasi
penyebab hipertermi (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas, penggunaan incubator),
Monitor suhu tubuh. Terapeutik: Sediakan lingkungan yang dingin, Longgarkan atau
lepaskan pakaian, Basahi dan kipasi permukaan tubuh, Berikan cairan oral, Ganti linen
setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat berlebihan). Edukasi:
Anjurkan tirah baring. Kolaborasi: Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu.
Sedangkan diagnose deficit pengetahuan: Edukasi perilaku kebersihan: Tindakan:
Observasi: identifikasi kesiapan dan kemampuan, identifikasi kemampuan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, monitor kemampuan melakukan dan mempertahankan
kebersihan diri dan lingkungan.
4.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dalam melakukan tindakan keperawatan pada An.R.A semua tindakan yang
dilakukan berdasarkan teori keperawatan yang berfokus pada intervensi yang ditetapkan.
Pada An.R.A semua intervensi pada teori dan intervensi yang telah ditetapkan dapat
dilakukan.
Untuk diagnosa Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme dan diagnose pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan
hambatan kognitif, seluruh intervensi dapat dilakukan karena sesuai dengan situasi pasien
dan respon baik dari keluarga.
4.5 EVALUASI KEPERAWATAN
Tahapan evaluasi merupakan tahap dalam asuhan keperawatan yang dimana
mahasiswa melalui asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi pada An.R.A
disesuaikan dengan kriteria hasil yang diharapkan sesuai data objektif.
Dari dua masalah keperawatan yang diangkat pada An.R.A, masalah
hipertermi dan pemeliharaan kesehatan, menurut pendapat kelompok dari hasil evaluasi
diatas menyatakan bahwa masalah hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme dan pemeliharan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan hambatan
kognitif teratasi, karena orangtua An.R.A mengatakan anaknya mulai membaik, sudah
tidak demam lagi, suhu tubuh cukup membaik, suhu kulit cukup membaik, pengisian
kapiler, tekanan darah cukup membaik, keadaan umum An.R.A tampak lebih ceria S: 36
o
C dan orang tua An. R.A mengatakan sudah mulai menunjukan perilaku adaptif,
kesiapan dan kemampuan perilaku sehat, kemampuan, dan kemampuan melakukan dan
mempertahankan kebersihan diri dan lingkungan meningkat, sehingga pelaksanaan
intervensi untuk kedua masalah keperawatan ini dihentikan.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
5.1.1 Penerapan asuhan keperawatan pada hipertermi umumnya sama antara teori dan
kasus. Hal ini dapat dibuktikan dengan penerapan teori pada kasus An. R.A dengan
kasus demam kejang. Penerapan kasus ini dilakukan dengan menggunakan proses
keperawatan mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
5.1.2 Dari pengkajian pada An. R.A pada tanggal 19 November 2021, dari hasil objektif
ditemukan pasien tampak demam. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan S:
39 oC. Untuk diagnose Pemeliharaan kesehatan tidak efektif orang tua pasien An.R.A
mengatakan sering memberikan makanan ringan dan anaknya tidak suka makan
sayuran.
5.1.3 Dari hasil pengkajian, diagnose keprawatan yang diangkat pada An.R.A dengan
demam kejang yaitu hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism
dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan hambatan kognitif.
5.1.4 Intervensi yang ditetapkan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh An. R.A
dengan diagnosa Hipertermia: Manajemen Hipertermia: Tindakan : Observasi:
Identifikasi penyebab hipertermi (mis: dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator), Monitor suhu tubuh. Terapeutik: Sediakan lingkungan yang
dingin, Longgarkan atau lepaskan pakaian, Basahi dan kipasi permukaan tubuh,
Berikan cairan oral, Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebihan). Edukasi: Anjurkan tirah baring. Kolaborasi:
Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu. Sedangkan diagnose
pemeliharaan kesehatan tidak efektif : Edukasi pola perilaku kebersihan: Tindakan:
Observasi: Identifikasi kesiapan dan kemampuan, identitikasi kemampuan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, monitor kemampuan melakukan dan
mempertahankan kebersihan diri dan lingkungan.
5.1.5 Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan tindakan berdasarkan criteria hasil dari
masing-masing diagnose. Hasil evaluasi pada An. R.A dengan masalah hipertermia
dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif, menurut pendapat kelompok dari hasil
evaluasi diatas menyatakan bahwa masalah hipertermi berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme dan pemeliharaan kesehatan tidak efektif berhubungan
dengan hambatan kognitif teratasi, karena orangtua An.R.A mengatakan anaknya
mulai membaik, sudah tidak demam lagi, suhu tubuh cukup membaik, suhu kulit
cukup membaik, pengisian kapiler, tekanan darah cukup membaik, keadaan umum
An.M.K tampak lebih ceria S: 36 oC dan orang tua An.R.A mengatakan sudah tahu
tentang manjaga kebersihan diri dan lingkungan meningkat , melakukan dan
mempertahankan kebersihan diri dan lingkungan meningkat, sehingga pelaksanaan
intervensi untuk kedua masalah keperawatan ini dihentikan.

5.2 SARAN
Berdasarkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada An.R.A diruang Cendana anak
Rumah Sakit Wirasakti dari kesimpulan yang disimpulkan diatas, maka kelompok
memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat mengetahui tujuan dari asuhan keperawatan yang dibuat.
2. Dalam melakukan tindakan keperawatan tidak harus sesuai dengan apa yang ada
pada teori akan tetapi sesuai dengan kondisi dengan kebutuhan pasien serta
menyesuaikan dengan kebijakan dari rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta kedokteran.Edisi 3. Medica Aesculpalus, FKUI.
Jakarta

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Carolin, Elizabeth J. 2002.Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica
Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:


Salemba medika.

Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO,


Edisi :10.EGC ,Jakarta

Maeda, Dkk. Lp kejang demam.12 mai 2018.https://www.scribd.com/doc/240209755/LP-


Kejang-Demam

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.(2007). Ilmu


Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.


Edisi: 3. Jakarta: ECG

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:


Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.(2007). Ilmu


Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica Ester.


Edisi: 3. Jakarta: ECG

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, 
alih bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi, Edisi 5.EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai