Pendahuluan
1. Statistik diperlukan untuk memahami berbagai fenomena di sekitar kita dengan
cara tertentu yang terkait dengan data. Pemahaman tersebut sangat penting dan
bahkan mata kuliah statistik menjadi mata kuliah wajib di berbagai program studi,
baik di level D3, S1, S2, dan bahkan S3. Selain itu, pemahaman tentang statistik
bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan dan memperkaya pengalaman,
serta memiliki kegunaan bagi masyarakat maupun keterkaitan dengan mata kuliah
lainnya
2. Tujuan instruksional khusus
Mahasiswa memiliki pemahaman tentang statistika
Sebegitu pentingnya statistik, bahkan di negara kita ada Badan khusus yang men-statistik-kan
seluruh informasi tentang Indonesia, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Informasi lebih
lengkap, boleh kunjungi laman BPS di https://www.bps.go.id/. Begitulah, ketika semua
informasi dikemas dalam bentuk data, maka statistik menjadi perlu agar angka tersebut
menjadi bermakna dan bisa menjadi dasar pembuatan keputusan.
Lind et al., (2012, 2015:5) mendefinisikan statistik sebagai The science of collecting,
organizing, presenting, analyzing, and interpreting data to assist in making more effective
decisions. Jadi, hal yang diurus oleh statistik adalah data dan tujuan akhirnya adalah untuk
efektifitas pembuatan keputusan.
Klasifikasi Statistik
Para pakar membuat klasifikasi statistik menjadi dua jenis, yaitu statistik deskriptif dan
statistik inferensial. Sebenarnya kedua klasifikasi tersebut masih relevan dengan definisi
statistik yang disampaikan Lind et al., tersebut.
a. Statistik deskriptif
Ketika data sebatas dikelola, ditata, disajikan sedemikian rupa sehingga menjadi mudah dan
cepat untuk dipahami penggunanya, maka aktifitas statistiknya disebut dengan deskriptif. Ya,
statistik deskriptif hanya sebatas “menata/mengemas” data saja. Data tidak diolah lebih
lanjut. Cukup hanya dideskripsikan saja. Contohnya adalah data di ringkasan laporan
keuangan berikut:
Contoh statistik inferensial pada penilaian kinerja keuangan adalah dengan mengamati
sebagian data (pada periode tertentu atau pada perusahaan tertentu) untuk memperoleh
penilaian kinerja untuk seluruh industri sejenis. Umumnya, analisis data pada skripsi yang
berjenis kuantitatif masuk dalam klasifikasi statistik inferensial.
Tipe-tipe Variabel
Lind et al., (2012) menggunakan istilah variabel untuk menyebut kelompok data sejenis.
Variabel tersebut yang menjadi bahan baku pekerjaan statistik. Oleh karena itu, pemahaman
tentang variabel menjadi hal yang penting karena tipe variabel menentukan pemakaian alat
statistik yang sesuai. Sama halnya dengan pekerjaan memasak. Kita mesti tahu bahan dengan
baik supaya tidak salah dalam memilih teknik memasak. Misalnya, jika bahannya berupa
bahan cair, maka tekniknya tidak mungkin dengan menggoreng bukan? Begitulah, marilah
kita pahami apa saja jenis variabel yang ada dalam pekerjaan statistik.
Sebagai gambaran awal, kenalilah bagan berikut:
Berdasarkan gambar 5, variabel dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kualitatif dan
kuantatif. Secara mudah, variabel kualitatif berupa informasi non-angka, yang identifikasinya
bukan melalui pengukuran maupun penghitungan. Misalnya adalah jenis perusahaan, apakah
manufaktur, keuangan, farmasi, atau yang lainnya. Jenis-jenis program studi juga menjadi
contoh variabel kualitatif. Perlakuan variabel kualitatif jika diolah dengan statistik yaitu
dengan memberikan kode berupa angka. Jadi angka pada jenis variabel kualitatif
menunjukkan karakteristik atau atribut. Misalnya pada variabel program studi, bisa jadi prodi
S1 Akuntansi diberi kode 1, D3 Akuntansi diberi kode 2, dan S2 Akuntansi diberi kode 3.
Angka pada data tersebut tidak bisa diperlakukan seperti angka pada umumnya. Misalnya,
angka tersebut tidak bisa dijumlah, tidak bisa juga dicari rata-ratanya. Satu-satunya informasi
kuantitatif yang bisa muncul pada variabel kualititatif adalah frekuensi saja, berapa kali
karakter tersebut muncul selama amatan.
Setelah memahami variabel kualitiatif, maka selanjutnya adalah tentang variabel kuantitatif.
Nah, variabel kuantitatif memuat informasi berupa angka yang diperoleh melalui aktifitas
pengukuran atau penghitungan. Angka kuantitatif ini beragam jenisnya. Ada yang disebut
variabel diskrit dan ada yang disebut variabel kontinyu. Keduanya berbeda dalam hal sifat
dan keterjadian.
Pertama, data atau angka pada variabel diskrit diperoleh secara tidak bersamaan, ada jeda
atau pola atau proses yang mesti dilewati untuk memunculkan angka tersebut. Pada gambar 5
dicontohkan variabel diskrit adalah anak dalam keluarga. Tiap anak di satu keluarga
munculnya tidak bersamaan bukan (kecuali kembar), biasanya ada jarak waktu. Hal itu
menjadikan tiap data pada variabel diskrit memiliki karakter yang unik dibanding data
lainnya. Atau bisa jadi, data kedua baru bisa muncul setelah ada data pertama. Misalnya, anak
kedua baru muncul setelah anak pertama, suhu 35 derajat Celcius baru muncul setelah
melewati suhu 20 derajat Celcius. Begitu seterusnya. Biasanya, variabel diskrit diperoleh
melalui aktifitas menghitung.
Selanjutnya adalah variabel kontinyu. Variabel ini berasumsi bahwa ada nilai tertentu pada
amatan. Umumnya, nilai dari variabel kontinyu diperoleh dari hasil aktifitas pengukuran.
Misalnya IPK mahasiswa, uang yang dimiliki seseorang, berat badan, tinggi badan, dan lain
sebagainya. Jadi variabel ini melekat pada situasi atau amatan yang hendak dicari datanya.
Level Pengukuran
Nah, setelah mengetahui apa itu variabel diskrit dan kontinyu, isu selanjutnya adalah level
pengukuran. Level pengukuran ini juga bisa menjadi salah satu dasar untuk
mengklasifikasikan data. Berikut 4 level pengukuran data:
a. Nominal
Data nominal diperoleh dari infomasi kualitatif yang diklasifikasikan dan dihitung.
Contoh paling sering adalah jenis kelamin. Tentu saja klasifikasi jenis kelamin hanya
ada 2, laki-laki dan perempuan. Ketika memiliki data tentang jenis kelamin,
pengelolaan data tersebut hanya untuk mengelompokkan, lalu menghitungnya. Data
nominal ini memiliki daya ukur yang paling rendah karena sempitnya klasifikas yang
terkesan menyederhanakan fenomena sosial. Dengan demikian keberadaa data
nominal pada pekerjaan statistik memerlukan perlakukan khusus. Bahkan ketika data
tersebut diolah secara bersamaan dengan level data lainnya.
b. Ordinal
Data ordinal setingkat lebih bermakna dari pada nominal karena data memiliki nilai
tertentu, meskipun bersifat relatif. Oleh karena itu, data ordinal bisa diurutkan.
Misalnya adalah data tentang persepsi enak/tidaknya makanan, yang bisa berupa
sangat enak (5), enak (4), cukup enak (3), tidak enak (2), dan sangat tidak enak (1).
c. Interval
Data interval memiliki kemiripan dengan data ordinal, namun pada data interval
terdapat jarak yang konsisten/konstan antar variabel. Contoh data interval adalah
ukuran sepatu 38, 39, 40, dst. Pada ukuran sepatu tersebut terdapat selisih yang
konsisten/baku.
d. Rasio
Rasio merupakan level data yang paling tinggi. Pada level rasio, angka memiliki
makna dan perbandingan antar angka juga memiliki makna. Contoh data rasio adalah
penghasilan, harga, biaya, lembar saham, dll.
Latihan
1. Sebutkan level pengukuran untuk variabel berikut:
a. IPK
b. Jarak tempat tinggal dengan kampus
c. Nomor punggung atlit sepak bola
d. Tanggal lahir
e. Lama belajar mahasiswa dalam seminggu
2. Pernyataan berikut apakah masuk kategori sampel atau populasi?
a. Partisipan dalam penelitian tentang perilaku investor
b. Pengemudi yang memiliki SIM
c. Saham yang masuk Daftar Efek Syariah