Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TARIKH TASRIYK

JARAH TARIKH TASYRI’, PENGARUH DAN SUMBER HUKUMNYA PADA


MASA RASULULLAH

DOSEN PENGAMPU:

Disusun Oleh:

Huswatun Hasanah(210201156)

BQ.Elvy maryam ratu wangi (210201157

Dandi suganda ali( 210201158)

Restu pramudio(210201192)

UNIVERSITAM ISLAM NEGERI MATARAM

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAH

(2021-2022)
KATA PENGANTAR

ALHAMDULILLAH puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat tuhan semesta
alam Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunian-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktu yang sudah ditentukan.

Penulissangatberharapsemogamakalahinidapatmenambahpengetahuandanpengalamanbagipe
mbaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari menyadari sepenuhnya bahwa sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritikdan saran yang
membangundaripembaca demi kesempurnaanmakalahini.

Pancordao, 20 Januari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 

DAFTAR ISI.............................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................2

A. LatarBelakangMasalah .........................................................................................3

B. RumusanMasalah ........................................................................................4

C. TujuanMakalah .................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Tarikh at-Tasyri’pada Masa Rasulullah ..................................................................... 6

B. PengaruhTasyri’ pada masa rasulullah .....................................................................7

C. Sumber Hukum Pada Masa Rasulullah...............................................................8

BAB III PENUTUP 

A.    Simpulan .......... ..................................................... ........................................9

B. Daftar pustaka.......................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Membahas tentang islam saat ini tidak dapat dipisahkandengansejarah lahir dan
berkembangnya islam dimasa lampau.

Perjalanan sejarah dibentuknya hukum-hukum di atas dimulai sejak ajaran Islam itu datang,
tepatnya sejak masa diutusnya Nabi Muhammad saw. Pada masa itu, para sahabat menjadi
orang pertama yang menerapkan ajaran Islam berikut hukum-hukum yang ada di dalamnya
melalui bimbingan dan arahan dari Rasulullah.

Sebagai agama yang paripurna, Islam tidaklepasdaribeberapaaturan-aturan yang ada di


dalamnya, atau yang lebihdikenaldenganistilahsyariat.
Dengansyariatinilahkemudianmunculsebuahhukum yang mengaturpolahidupmanusia,
sepertimubah, sunnah, wajib, haram, danmakruh.
Namundemikianhukumtersebuttidaklepasdariperiodisasi yang dikenalsebagaitarikhtasyri.

Syekh Abdul Wahhab Khallaf dalam kitabnya mengartikan tarikh tasyri’ dengan sejarah
pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari masa ke masa, setapak demi setapak
menuju kesempurnaan, serta selalu menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakatnya. (Abdul
Wahab Khallaf, Khulasah Tarikh at-Tasyri’ al-Islami). Dari pemaparantersebut,
dapatdiuraikanbahwatarikh tasyri’ menjadi sebuah entitas yang sangat mendasar sebelum
adanya sebuah penentuan hukum Islam. Sejarah (tarikh) menjadi sebuah gambaran riil dari
adanya potret kehidupan yang sangat varian dan begitu dinamis. Akumulasi perilaku dan
interaksi sosial dalam kehidupan manusia yang sangat plural. Sedangkan syariat (tasyri')
menjadi sebuah bentuk penetapan hukum-hukum yang mengatur perbuatan orang-orang
mukallaf (subjek hukum) dan hal-hal yang terjadi perihal berbagai keputusan serta peristiwa
yang terjadi di antara mereka. Dengannya, semua gerakan yang dilakukan oleh orang
mukallaf, tidak bisa lepas dari ketentuan syariat Islam.

Fokus utama pada makalah ini yaitu tasri’ pada periode Rasulullah ‫ﷺ‬, disini kami mencoba
memaparkan beberapa penjelasan antaralain yaitu tentang tasyri’ pada masa Rasulullah,
sumber hukum, ayat-ayat serta gaya bahasa dalam penetapan hukum. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini ialah :

1.Bagaimana sejarah tasyri’ pada periode Rasulullah (PeriodeMakiyahdanMadaniyah)?

2.Pengaruhtasyri’ pada periode Rasulullah?

3.Apa yang menjadi sumber hukum pada periode Rasulullah ?

Tujuan Makalah

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1.Mengetahui sejarah tasyri’ pada masa Rasulullah (PeriodeMakiyahdanMadaniyah).

2.Mengetahui pengaruh tasri’ pada masa Rasulullah.

3.Mengetahui darimana sumber hukum pada masa itu.


BAB II

PEMBAHASAN

A.TarikhTasyri’ Pada Masa Rasulullah

a. Makkiyah

Periode pertama ialah periode Makkiah yakni semenjak Rasul Allah masih menetap di
Mekkah, selama 13 tahun mulai beliau diangkat sebagai Rasululloh sampai beliau berhijrah
ke Madinah. Dalam fase ini umat Islam masih terisolir, masih sedikit jumlahnya, masih
lemah keadaannya, belum bisa membentuk suatu umat yang mempunyai pemerintahan yang
kuat. Oleh karenanya perhatian Rasul Allah pada periode ini lebih terfokus pada proses
penanaman tata nilai tauhid, seperti iman kepada Allah, Rasul-Nya, Hari kiamat dan perintah
untuk berakhlak mulia. Serta berusaha memalingkan perhatian umat manusia dari
menyembah berhala dan patung.

Kebanyakan ayat-ayat Al-qur’an itu meminta mereka agar menggunakan akal pikiran, Allah
mengistimewakan mereka dengan akal, yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya agar
mereka mendapat petunjuk kebenaran dari dirinya sendiri. Mengingatkan mereka agar tidak
berpaling dengan ajaran para Nabi, agar tidak tertimpa azab seperti apa yang ditimpakan pada
Amat-umat terdahulu yang mendustakan Rasul-rasul mereka dan mendurhakai perintah
tuhannya.

Inti ayat-ayat Makkiyah pada umumnya berbicara seputar Aqidah utuk meluruskan keyakinan
umat dimasa jahiliah dan menanamkan ajaran tauhid. Selain itu, juga menceritakan kisah
umat-umat masa ajaran tauhid. Selain itu juga menceritakan kisah umat-umat terdahulu
sebagai pelajaran bagi ummat Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. Masalah-masalah hukum yang
diturunkan di Makkah adalah mengenai perintah menjaga kehormatan (QS. Al-Mu’minun: 5-
7), pengharaman memakan harta anak yatim (QS. An-nisa’: 10), larangan mubazir (QS. Al-
Isra’: 26), larangan mengurangi timbangan (QS. Hud: 85), larangan membuat kerusakan di
muka bumi (QS. Al-A’raf:56), dan kewajiban shalat (QS. Hud: 114). Rahasia mengapa di
Mekkah belim banyak ayat hukum, karena disana belum terbentuk masyarakat Islam seperti
halnya di Madinah setelah Rasulullah hijrah.
b. Madaniyah

Periode kedua adalah periode Madaniyah yakni semenjak Rasulullah sudah berhijrah ke
Madinah, selama 10 tahun kurang lebihnya, terhitung mulai dari waktu hijrah beliau sampai
waktu wafatnya. Pada fase ini Islam sudah kuat (berkembang dengan pesatnya), jumlah umat
Islampun sudah bertambah banyak sudah terbentuk suatu umat-umat yang sudah mempunyai
suatu pemerintahan yang gemilang dan sudah berjalan dengan lancar media-media
dakwah.keadaan inilah yang mendorong perlunya mengadakan tasyri’ dan pembentukan
undang-undang untuk mengatur perhubungan antara individu dari suatu bangsadengan
bangsa lainnya, dan untuk mengatur pula perhubungan mereka dengan bangsa yang bukan
Islam baik di waktu damai maupun di waktu perang. Untuk kepentingan inilah maka di
Madinah ditentukan hukum-hukum perkawinan, perceraian, warisan, perjanjian, hutang
piutang, kepidanaan, dan lain-lain.

Selain itu masih banyak hukum lainnya misalnya, pertintah membayar zakat (QS. Al-baqarah
: 43), kewajiban puasa Ramadhan (QS. Al-Baqarah : 183), kewajiban haji (QS. Al-Baqarah :
196), dan pengharaman riba (QS. Al-Baqarah : 275).

Pada fase Makiyah, Islam datang untuk memperbaiki keadaan masyarakat Arab. Pada waktu
itu kerap terjadi perselisiha dikarenakan keadaan masyarakat saat itu masih dalam
kebodohan. Selanjutnya, pada kondisi masyarakat yang demikian, disyariatkan pada fase
Madaniyah ini hukum kemasyarakatan yang mencakup muamalah, ijtihad, jinayah, mawaris,
wasiat, talak, sumpah, dan peradilan.

B.Pengaruh Tasyri’ Pada Masa Rasulullah

Tasyri’ pada masa Nabi disebut masa pembentukan hukum (al-insya’wa al-takwin) karena
pada masa beliau inilah mulai tumbuh dan terbentuknya hukum islam, yaitu tepatnya ketika
Nabi hijrah ke Madinah dan menetap disana selama 10 tahun. Sumber asasinya adalah
wahyu, baik Alquran ataupun sunnah Nabi yang terbimbing wahyu. Semua hukum dan
keputusannya didasarkan wahyu. Masa ini sekalipun singkat, tetapi sangat menentukan untuk
perkembangan hukum dan keputusan hukum berikutnya.

Sumber atau kekuasaan tasyri’pada periode ini dipegang oleh Rasululloh sendiri dan tidak
seorang pun yang boleh menentukan hukum suatu masalah baik untuk dirinya sendiri ataupun
untuk orang lain. Dengan adanya Rasulullah di tengah-tengah mereka serta dengan mudahnya
mereka mengembalikan setiap masalah mereka kepada beliau, maka tidak seorang pun dari
mereka berani berfatwa dengan hasil ijtihadnya sendiri. Bahkan jika mereka dalam
menghadapi suatu peristiwa atau terjadi persengketaan, mereka langsung mengembalikan
persoalan itu kepada Rasulullah dan beliaulah yang selanjutnya akan memberikan fatwa
kepada mereka, menyelesaikan sengketa, dan menjawab pertanyaan dari masalah yang
mereka tanyakan.
Pengaruh tasyri’ pada masa Rasulullah berdampak besar bagi masyarakat, seperti pada
hukum muamalah yang memberi dapak besar pada perekonomian penduduk pada saat itu,
contoh yaitu adanya larangan menimbun barang, riba, dana lainnya.

Segala permasalahan pada saat itu seringkali masyarakat mendatangi Rasulullah untuk
mencari jawaban dengan pasti tentang permasalahan yang sedang ia hadapi. Jika Rasulullah
dihadapkan oleh suatu masalah, maka Nabi menunggu wahyu, jika wahyu tidak datang maka
Nabi berijtihad dengan berpedoman ruh syariat, kemaslahatan, atau permusyawaratan.

Tantang cara pengambilan hukum-hukum pada masa Rasulullah akan terbahas pada poin
selanjutnya.

C.Sumber Hukum Pada Masa Rasulullah

Berbicara sumber hukum pada masa Rasulullah, maka sudah jelaslah sebagaimana yang
tertera diatas bahwa segala permasalahan yang ada ditanyakan kepada Rasulullah sendiri.
Dan Rasulullah mengambil hukum-hukum tersebut sesuai dengan wahyu yang turun pada-
Nya. Jika tidak turun wahyu barulah Rasulullah menggunakan ijtihad-Nya.

Referensi utama untuk mengetahui hukum-hukum syara’ saat itu hanya Rasulullah ‫ﷺ‬
sendiri, sebab Allah telah memilihnya untuk menyampaikan risalah kepada seluruh umat
manusia.

َ‫اس اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ْه ِدى ْالقَوْ َم ْال ٰكفِ ِر ْين‬


ِ ۗ َّ‫ك ِمنَ الن‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫ك َۗواِ ْن لَّ ْم تَ ْف َعلْ فَ َما بَلَّ ْغتَ ِر ٰسلَتَهٗ ۗ َو ُ يَع‬
َ ‫ْص ُم‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا ال َّرسُوْ ُل بَلِّ ْغ َمٓا اُ ْن ِز َل اِلَ ْي‬
َ ِّ‫ك ِم ْن َّرب‬

Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-
Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Ma’idah : 67)

Maka penjelasan sumber-sumber tersebut ialah sebagai berikut :

a.Al-Qur’an

Al-quran adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang mengandung
petunjuk kebenaran bagi kebahagiaan ummat manusia. Ketika terjadi sesuatu yang
menghendaki adanya pembentukan hukum dikarenakan suatu peristiwa, perselisihan,
pertanyaan, permintaan fatwa, maka Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬satu
atau beberapa ayat Al-qur’an yang menjelaskan hukum yang hendak diketahuinya. Kemudian
Rasulullah menyampaikan kepada umat Islam apa-apa yang sudah diwahyukan kepada beliau
itu, dan wahyu itu menjadi undang-undang yang wajib diikuti.

Ada karakteristik yang sangat menonjol dari Al-qur’an yaitu, bahwa meskipun Al-qur’an
diturunkan dalam ruang waktu tertentudan sebab tertentu, tetapi esensi kalam tuhan tersebut
adalah universal, sehingga tetap menjadi rujukan sanmpai sekarang. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa sasaran Al-qur’an dan juga sebab turunnya adalah
“kemanusiaan(problematika kehidupan manusia), baik pada masa Nabi, masa kini dan masa
seterusnya.
Pada era kenabian, Al-qur’an belum tertulis seperti kita lihat sekarang. Sahabat menuliskan
setiap wahyu yang turun dan dibacakan oleh Nabi pada dedaunan, lembaran-lembaran kulit,
bebatuan, pelepah kurma, dan bahan-bahan lainnya. Nabi menyuruh penulis-penulis wahyu
itu untuk menulisnya setelah terlebih dahulu di bacakan kepada mereka dan mereka
menghafalkan dihadapan Rasulullah.

b.Ijtihad Rasulullah (sunah)

Sunnah adalah sumber fiqih kedua setelah Al-qur’an. Dalam terminologi muhaddisin, fuqaha
dan ushuliyyin, sunnah berarti setiap sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad, baik
perkatan, perbuatan dan ketentuan. Sebagaimana Al-qur’an, sunnah juga tidak muncul dalam
satu waktu, tetapi secara bertahapmengikuti fenomena umum dalam masyarakat, atau lebih
tepat disebut mengikuti perkembangan turunnya syariat. Oleh karena itu dalam banyak hal,
kita akan melihat bahwa sunnah bertujuan menerangkan, merinci, membatasi dan
menafsirkan Al-qur’an.

Sunnah, hukum-hukum dan fatwa-fatwa fiqhiyah belum dikodifikasikan sebagaimana Al-


qur’an, tetapi para sahabat masih menjadikan hafalan beserta periwayatannya. Barangkali,
tidak ditulisnya sunnah dan fatwa-fatwa fiqhiyah tersebut dikarenakan pada saat itu terdapat
kekhawatiran akan terjadi kesulitan untuk membedakan Al-qur’an dan Sunnah.

Permasaalahan ijtihad pada masa Rasulullah ini terjadi perbedaan pendapat. Para ulama
berbeda pendapat apakah Nabi ‫ﷺ‬diperbolehkan menetapkan hukum yang tidak ada
wahyunya atau tidak. Diantaranya :

Golongan Asy’ariyyah, Mu’tazilah, dan Mutakallimin berpendapat bahwa Nabi tidak


diperkenankan untuk berijtihad dalam hal halal dan haram.

Ulama hadis dan ulama ushul berpendapat bahwa Nabi diperkenankan untuk berijtihad
mengenai hukum-hukum yang tidak ada wahyunya.

Fuqaha berpendapat bahwa Nabi diperkenankan untuk berijtihad dalam hal peperangan dan
syariat.

Menyangkut dengan kemaslahatan dunia dan pengaturan strategi perang jelas dilakukan oleh
Nabi. Mungkin kita masih ingat ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬bermusyawarah dengan para
sahabatnya soal tawanan perang Badar. Diantara para sahabat yang mengutarakan
pendapatnya dalam musyawarah itu adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab.

Menurut sahabat Umar, “demi kemaslahatan, tawanan perang itu harus dibunuh. Mereka
adalah pimpinan dan jago-jago orang kafir yang jika dilepaskan akan membuat onar
ditengah-tengah kaum Muslim”.
Sedangkan menurut Abu Bakar, bahawasannya melepas mereka itu lebih strategis bagi
pengembangan kekuatan kaum Muslim dari pada membunuh mereka secara konyol. Mereka
itu adalah anak-anak dari keluarga dan teman-teman kita juga. Sebaiknya kita ambil fidyah
(tebusan) saja dari mereka.

Saat itu Rasulullah saw lebih condong kepada pendapat Abu Bakar yang berpendapat untuk
mengambil fidyah dari para tawanan tersebut. Namun setelah itu turun firman Allah swt yang
mendukung pendapat Umar untuk membunuh mereka "Tidak patut bagi seorang nabi
mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu
menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu).
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (QS. Al-Anfal: 67)

Kejadian itu menunjukkan terjadinya ijtihad dari pribadi Rasulullah ‫ﷺ‬. Kemudian beliau
melanjutkan penjelasannya dengan menyatakan bahwa ijtihad Rasulullah ‫ ﷺ‬bisa salah
namun tidak berterusan, karena akan datang wahyu Allah yang membenarkannya.

Kesalahan itu menurut beliau tidak bertentangan dengan sifat Ishmah (terjaga dari kesalahan)
yang dimiliki Rasulullah‫ﷺ‬. Sebab kesalahan itu bukan sebuah keburukan, namun hanya
sebuah kekurangsempurnaan dalam versi ilmu Allah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fase makkiyah, yaitu sebelum Nabi hijrah ke Madinah yaitu saat nabi masih berada di
mekkah. Inti dari ayat-ayat ini adalah masalah aqidah untuk meluruskan keyakinan umat di
masa jahiliah dan menanamkan ajaran tauhid.

Sedangkan fase madaniyah, yaitu setalah Nabi hijrah ke kota madinah. Inti ayat-ayat ini
adalah masah hukum dan berbagai aspeknya.

Pengarahuh tasyri’ pada masyarakat saat itu menghasilkan kehidupan yang sangat baik, dari
segi perdagangan menjadikan perekonomian masyarakat menjadi lebih baik. Dan ketika
masyarakat ada kemaslahatan maka mereka mendatangi Rasulullah untuk mendapat jawaban
baik hukum ataupun lainnya.

Adapun sumber hukum pada masa Rasulullah yaitu kepada Rasulullah sendiri yang didasari
oleh wahyu Allah, jika tidak turun wahyu maka Nabi berijtihad.

Terdapat banyak pendapat tentang jumlah ayat-ayat hukum yang turun. Namun Sebagian
ulama menyebutnya tidak lebih dari 200 ayat, sementara Imam Al-Ghazali menyebunya
mencapai 500 ayat.

Kemudian pada uslub (gaya bahasa) yang digunakan di dalam Al-qur’an sangat bervariasi
untuk menjelaskan makna perintah, larangan, dan pilihan. Hal tersebut menunjukkan
kesempurnaan dan keindahan wahyu Illahi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, Ikhtisar Tarikh Tasyri’, (Jakarta: Amzah, 2013

Wahab Khollaf, Ringkasan Perundang-undangan Islam (Trj. Khulasoh Tarikh Tasyri’ Islam),
(Semarang: Sala, 2008)

Mun’im A Sirry, Sejarah Fiqih Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996)

Muhammad Ali As-sayis, Sejarah Fiqih Islam, (Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2003)

Anda mungkin juga menyukai