Materi Pertemuan
Materi Pertemuan
Pengantar
Ada beberapa hal yang perlu diketahui menyangkut ilmu pengetahuan , karena hal ini akan
membantu untuk mendapat gambaran sepintas tentang ilmu yang akan dipelajari. Beberapa hal
yang dimaksud adalah: definisi, objek kajian, peletak ilmu, pengambilan dasar hukum, nama
ilmu, hukum, permasalahan yang dimuat, kaitan dengan ilmu lain (nisbah), faidah
mempelajarinya, dan tujuan.1
1
Aḥmad al-Shāwiy al-Māliki, Ḥasyiah al-’Allāmah al-Shāwi ‘Alā Tafsīr al-Jalālain, (Indonesia: Dār Ihyā’
al-Kutub al-Arabiyah, tt), j.I: h.2
2
al-Qur’an surat al-Baqarah (2): 237
3
al-Qur’an surat al-Nisa’ (4): 7
“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakanhukum-hukum) al-Qur’an,
benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: “Tuhanku
mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang
nyata”.4
c. Penjelasan ( )التبيينseperti firman Allah:
كي ُم ِ صلى ج
ض اهللُ لَ ُك ْم تَ ِحلَّةَ َأيْ َمانِ ُك ْم
ْ ْح
َ َو ُه َو ال َْعل ْي ُم ال َو اهللُ َمولَى ُك ْم َ قَ ْد َف َر
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian kamu membebaskan diri
dari sumpahmu; dan Allah pelindungmu dan Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.5
Keenam makna dari kata al-Faraidh adalah hampir semakna, dan dapat digunakan dalam
ilmu Faraidh, sebab apa yang ditentukan Allah bagi hamba-Nya merupakan pemberian,
penghalalan, dan ketentuan yang diturunkan Allah.8
2. Pengertian secara istilah
Ilmu Faraidh secara istilah adalah:
خص ُك ُّل ِذ ْى َح ٍّق ِم َن الت ِّْر َك ِة
ُّ َص ِل ِلِ ْمع ِرفَ ِة َما ي
ِ اب الْمو ِ ث و ِعل
ْ ُ ِ ْم اْلح َس
ِ
ُ َ ْلم َوا ِري
ِ
َ ُْه َو ف ْقهُ ا
“Ilmu Mawarsi adalah ilmu pengetahuan tentang pewarisan dan ilmu hitung yang
menyampaikan untuk mengetahui apa-apa yang khusus bagi setiap orang yang memiliki
hak dalam pewarisan”9
Dari pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa Ilmu Mawaris itu merupakan pengetahuan
tentang harta pusaka (warisan). Sebagian ulama memberikan definisi yang lebih sempurna
dengan ungkapan:
4
al-Qur’an surat al-Qashah (28): 85
5
al-Qur’an surat al-Taḥrīm (66): 2
6
al-Qur’an surat al-Aḥzāb (33): 38
7
Qāsim bin Abdillāh bin Amir Ali al-Quzuwi, Anīs al-Fuqahā’ Fi Ta’rīf al-Alfāzh al-Mutadāwilah Bain al-
Fuqahā’ (Jiddah: Dar al-Wafa’, 1406H), h. 49
8
Fathurrahman, Ilmu Waris, (Bandung: al-Ma’arif, 1987), h. 32
9
Sayyid Muḥammad bin Ali al-Musāwiy, al-Nafhah al-Ḥasaniyah ‘Ala al-Tuḥfah al-Sanniyah Fi Ilm al-
Faraidh, (Surabaya: Syirkag Bengkulu Indah, t.t.), h.5
ب ِم َن ِ ك وم ْع ِرفَ ِة قَ ْد ِرالْو
ِ اج َ
ِ ِ
َ َ َ لى َم ْع ِرفَ ة ذَلِ ِإ ِ ِ ِ ِ ِ ِّ ِ
َ اَلْف ْق هُ اَل ُْمَت َعل ُق ب اِْإل ْرث َو َم ْع ِرفَ ة اْل
َ حس اب ال ُْم ْوص ِل
الت ِّْر َكة ِ لِ ُك ِّل ِذ ْي َح ٍّق
“Ilmu Fiqh yang berhubungan dengan pembagian pusaka, pengetahuan tentang cara
perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka itu, dan
pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk masing-
masing pemilik harta pusaka”10
10
Muhammad al-Khathib al-Syarbiniy, Mughni al-Muhtaj ‘Ila Ma’rifat Ma’ani ‘Al-Fazh al-Minhaj, (Bairut:
Dar al-Fikr, tt), j. III: h.3
11
Sayyid Muḥammad bin Ali al-Musāwiy, al-Nafḥah al-Hasaniyah,…, h..6
12
Abdullāh bin Abdurraḥmān Abu Muḥammad al-Dairamiy, Sunan al-Dairamiy, (Bairut: Dar al-Kitab
al-‘Arabiy, 1407 H), j. I: h. 83
Perintah dalam hadist di atas adalah perintah yang mengarah kepada wajib, hanya saja
kewajiban itu menjadi gugur apabila ada seorang yang telah melaksanakannya. Akan tetapi
apabila tidak ada seorangpun yang melaksanakannya, maka orang Islam sendiri akan
menanggung dosa, karena meninggalkan perintah tersebut. 14 Tujuan utama ilmu Faraidh
adalah menyampaikan hak warisan kepada pemiliknya, dan faidah (kegunaannya) adalah
menentukan bagian bagi pemiliknya.15
3. Ijma ulama.
Ijma’ juga merupakan salah satu sumber dari ilmu Mawaris, karena banyak hal yang
menjadi kesepakatan ulama yang diterapkan dalam pembagian harta warisan, seperti
kasus:
a. Status pembagian warisan antara kakek dan saudara-saudara. Dalam al Qur’an hal ini
tidak dijelaskan, akan tetapi menurut kebanyakan ulama dengan cara mengikuti
pandangan Zaid bin Sabit, bahwa bagian kakek harus mendapat bagian yang paling
menguntungkan, dari beberapa cara: Muqasamah (bagi rata), 1/6 seluruh harta
peninggalan, 1/3 sisa, jika mereka bersama zawil furudh lainnya dan jika mereka
tidak bersama zawil furudh mereka menerima muqasamah dan 1/3 seluruh harta.17
b.Status cucu yang ayahnya lebih dahulu meninggal daripada kakek yang bakal menerima
warisan bersama saudara-saudara ayah cucu yang meninggal tadi. Menurut undang-
undang Hukum Waris Mesir setelah mengadopsi pandangan ulama Salafi dan
Khalafi, bahwa cucu tadi mendapat warisan dengan jalan wasiat wajibah.18 Misalnya
ada seorang meninggal dunia (A), dia mempunyai dua orang anak (B) dan (C)
13
Muḥammad bin Abdillah Abu Abdillah al-Ḥakīm al-Nisaiburiy, al-Mustadarak ‘Ala al-Shahain, (Bairut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), j. IV: h. 369
14
Fathurrahman, Waris,…., h. 15
15
Sayyid Muhammad bin Ali al-Musawiy, al-Nafhah,…,h.7
16
Abdullah bin Abdurrahman Abu Muhammada al-Dairamiy, Sunan al-Darimiy, (Bairut: Dar al-Kitab al-
Arabiy, 1407H), j.II: h. 464
17
Fathurrahman, Ilmu Waris…, h. 274-277
18
Ibid, h.63
dimana (C) ini telah meninggal lebih dahulu sebelum (A) meninggal dan memiliki
anak (D). Maka harta peninggalan si (A) diambil seluruhnya (B) sebab ia menghijab
cucu (D). Tetapi, susugguhnya ia akan mendapatkan bagian ayahnya bila ayahnya
masih hidup, oleh karena itu ia diberikan dengan jalan wasiat wajibah.19
“Nashib" pada ayat yang dimaksud di atas dapat berarti saham, jatah, bagian dari harta
peninggalan si pewaris sebagaimana yang dimaksud ayat tersebut.
b. Asas Bilateral, yaitu seorang dapat menerima hak warisan dari dua jalur; ibu dan ayah.
Asas ini secara tegas ditemukan dalam ketentuan al-Qur’an seperti:
1. Surat an-Nisa’ (4) ayat 7:
19
Untuk lebih jelasnya mengenai Wasiat Wajibah ini Anda dapat melihat Fathurrahman, Ilmu Waris,… h..
186-194
20
Amir Syarifuddin, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Kencana, 1984), h. 18
21
Al-Qur'an Surat al-Nisa' (4) Ayat 7.
يب ِم َّما َت َر َك ال َْوالِ داَ ِن َو ِ ِ ان و اَْألقْرب و َن و لِلنِ ِ ِ ِ للرج
ٌ ِّس اء نَص
َ َ َُْ َ ب َِّمما َت َر َك ال َْوال َد ٌ ال نَص ْي َ ِّ
ضا ِ َاَألقْربو َن ِمما قَ َّل َأو َك ُثر ن
ً ص ْيبًأ َم ْف ُر ْو َ ْ ّ ُْ َ
Artinya:
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi bagi istri ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
yang telah ditetapkan”. 22
j.II: h. 840
24
Al-Qur'an (al-Nisa') ayat 12.
Mereka meminta fatwa kepadamu. Katakanlah: “Allah membei fatwa
kepada kamu tentang kalalah: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempnyia saudara perempuan, maka baginyanya
seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki
mepusakainya jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan
itu dua orng, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Dan jika mereka saudara-saudara laki-laki dan perempaun, maka bagian
saudara laki-laki sebanyak bagian dua saudara perempuan. Allah
menreankan kepada kamu supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.25
5. Asas Individual, yaitu bahwa setiap orang berhak atas bagian yang didapatinya
tampa terkait dengan ada atau tidak adanya pada ahli waris lainnya. Dengan demikian
bagian yang diperoleh seorang dari harta warisan adalah dapat dimiliki secara
perorangan dan tidak ada sangkut pautnya ahli waris lain terhadap harta yang
diterimanya, sehingga ia memiliki kebebasan penuh terhadap harta yang diterimanya.
Ketentuan atas asas ini adalah berdasarkan ayat 7 surat al-Nisa’ di atas, dimana disana
dijelaskan bagian masing-masing orang.
6. Asas Keadilan Berimbang, yaitu asas yang mengarahkan kepada perimbangan
antara hak dan kewajiban antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan,
sehingga faktor jenis kelamin tidak menentukan dalam hak kewarisan. Hal ini
berbeda dengan yang diberlakukan pada adat yang dikenal dengan garis keturunan
patrinial, yaitu garis keturunan yang ditarik dari keturunan bapak. 26 Sementara dasar
hukum asas peimbangan ini adalah surat an-Nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176
sebagaimana telah disebutkan.
7. Asas Kewarisan Semata Akibat Kematian, yaitu bahwa hukum waris Islam
memandang terjadinya pewarisan semata-semata disebabkan adanya kematian yang
pemberi warisan. Sementara harta yang diberikan pada saat pemberi warisan masih
hidup bukanlah dinamakan harta warisan, melainkan hibah atau wasiat
Itulah asas pokok Ilmu Mawaris Islam, bila salah satu dari asas itu tidak terpenuhi maka
jelas tidak dikatakan Ilmu Waris Islam. Keberadaan Ilmu Mawaris dengan segala asas
yang dikandungnya adalah bersumber dari beberapa sumber yang akan dijelaskan berikut.
F. Hubungan Dengan Hukum Waris Nasional
Hukum waris Islam merupakan bagian hukum yang diberlakukan bagi orang-orang yang
memeluk agama Islam, sebab di Indonesia diberlakukan pada umumnya beberapa hukum
waris, diataranya:
1. Untuk warga negara golongan Indonesia asli, pada perinsipnya berlaku hukum adat
sesuai dengan daerah masing-masing.
2. Untuk warga negara golongan Indonesia asli yang beragama Islam di berbagai daerah
diberlakukan hukum Islam yang sangat berpengaruh.
3. Bagi orang Arab pada umumnya berlaku hukum Islam secara keseluruhan.
4. Bagi orang-orang Tionghoa dan Erofa berlaku hukum warisan dari Gugerlijik Wetboeh.27
●
25
Al-Qur'an (al-Nisa') ayat 176.
26
Pius A Partanto dan Dahlan al-Barriy, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), 576
27
Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris Untuk IAIN, STAIN, PTAIS (Bandung:Pustaka Setia, 1999), hlm, 16