Anda di halaman 1dari 2

Di awal tahun 2020, dunia dihebohkan dengan munculnya suatu virus yang sangat

mematikan. Virus tersebut adalah virus corona. Virus itu menimbulkan penyakit yang disebut
Covid-19. Virus corona, pertama kali ditemukan di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Virus corona
ini sangat cepat bermutasi, sehingga penyebarannya juga sangat cepat. Virus corona bisa
ditularkan melalui cairan tubuh, seperti ludah dan darah, serta melalui perantara benda yang
ada di sekitar kita, atau melalui udara. Selain itu, penderita Covid-19 sangat sulit untuk dideteksi
secara kasat mata, karena gejala yang muncul hampir sama dengan gejala demam pada
umumnya.
Sejak awal kemunculannya, virus corona ini telah menelan banyak korban jiwa. Akibatnya,
beberapa negara di dunia menerapkan sistem lockdown. Begitu pula negara Indonesia. Selama
masa pandemi, pemerintah telah menerapkan kebijakan lockdown di beberapa daerah atau
provinsi. Pandemi Covid-19 ini berdampak signifikan terhadap perekonomian negara
dan sektor lainnya. Salah satunya adalah sektor pendidikan.
Selama masa pandemi, pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengatur sistem
pendidikan secara lebih lanjut. Kebijakan tersebut adalah, mewajibkan peserta didik untuk
melakukan proses pembelajaran secara daring. Dengan adanya kebijakan tersebut, tentu saja
akan ada banyak hal yang harus dipersiapkan oleh berbagai pihak, untuk menunjang
keberlangsungan proses pembelajaran secara online/daring. Selain itu, adanya perombakan
dalam sistem pendidikan ini, mengakibatkan para peserta didik, pendidik, serta tenaga
kependidikan harus melewati masa transisi, dari proses pembelajaran tatap muka ke
pembelajaran virtual atau daring.
Proses pembelajaran secara daring ini menuai polemik di berbagai kalangan. Terutama di
kalangan peserta didik dan orang tua peserta didik. Mereka yang setuju akan kebijakan
tersebut, serta memiliki fasilitas yang sudah lengkap, beranggapan bahwa proses pembelajaran
daring ini dapat menghemat biaya hidup mereka. Seperti biaya transportasi dan konsumsi yang
berkurang, serta pengumpulan tugas yang bisa dilakukan melalui platform dan aplikasi pada
perangkat seluler. Sehingga, tidak perlu mengumpulkan tugas secara langsung seperti pada
waktu pembelajaan tatap muka.
Sedangkan, mereka yang merasa keberatan, beranggapan bahwa proses pembelajaran
secara daring ini, kurang efektif untuk diberlakukan. Alasannya, karena tidak semua orang
memiliki kemampuan yang sama dalam menangkap informasi atau menerima materi
pembelajaran. Akibatnya adalah, pemahaman peserta didik terhadap materi yang diberikan
selama pembelajaran daring, menjadi tidak maksimal. Selain itu, pendidik juga mengalami
kesulitan dalam memberikan pemahaman mengenai pendidikan karakter kepada
siswa/mahasiswanya, yang seharusnya dilakukan secara objektif, atau melalui pengamatan
langsung. Bahkan tidak hanya itu, keterbatasan perangkat dan kendala sinyal, menjadi
permasalahan utama yang menghambat proses pembelajaran daring ini. Terutama bagi mereka
yang tinggal di pelosok atau daerah terpencil.
Dari polemik yang terjadi, akhimya pemerintah memberikan solusinya Sejak saat itu
pemerintah gencar memberikan bantuan alat belajar berupa smartphone atau laptop, kepada
peserta didik yang membutuhkan, untuk menunjang proses belajar daring. Selain itu,
pemerintah juga memberikan bantuan kuota intemet gratis bagi seluruh peserta didik di
Indonesia. Namun, tunjangan berupa kuota gratis tersebut, belum menjamin maksimalnya
proses pembelajaran online. Karena, besar kemungkinan peserta didik, menggunakan bantuan
kuota internet tersebut untuk kepentingan lain, di luar keperluan belajar. Akibatnya, tetap saja
proses pembelajaran daring tidak berjalan secara maksimal.
Namun, dibalik itu semua, kebijakan pembelajaran daring ini, bukanlah sebuah pilihan
Melainkan, sebuah keharusan bagi setiap pelaku di sektor pendidikan. Hal ini bertujuan untuk
memutus rantai penyebaran Covid-19, dan mengembalikan situasi seperti sedia kala.
Setelah hampir setahun dilaksanakannya proses pembelajaran daring, kini masuk ke tahun
ajaran 2020-2021. Pemerintah mulai merancang kebijakan baru, terkait sistem pendidikan yang
akan digunakan selanjutnya. Kebijakan tersebut adalah, mulai memperbolehkan sistem
pembelajaran tatap muka, namun dengan syarat khusus.
Syarat tersebut adalah, instansi pendidikan yang akan menyelenggarakan sistem tatap
muka, harus berada pada zona hijau. Syarat selanjutnya adalah, instansi pendidikan tersebut
memiliki ijin dari pemerintah daerah, dan harus memenuhi semua daftar periksa, serta siap
melakukan pembelajaran tatap muka. Dan syarat yang terakhir adalah orang tua
siswa/mahasiswa menyetujui kebijakan pembelajaran tatap muka tersebut. Sedangkan, untuk
instansi pendidikan yang masih berada pada zona kuning, oranye, dan merah, harus tetap
belajar secara daring.
Covid-19 sangatlah merugikan sebagian besar pihak dan kebelangsungan hidup manusia.
Salah satunya dalam sektor pendidikan ini. Selama masa pandemi, kita banyak mengandalkan
teknologi, dan menerima berbagai macam informasi yang kebenarannya juga belum dapat
pastikan. Oleh karena itu, sangat penting adanya kesadaran dari dalam diri untuk menyaring
informasi yang masuk, serta memaksimalkan potensi diri untuk lebih fokus dalam belajar di
masa pandemi. Selain itu, peran orang tua juga sangat penting dalam mendampingi, ngawasi,
dan membimbing anak-anak mereka. Pada intinya, kasus Covid-19 ini haruslah menjadi
pembelajaran untuk kita semua, agar membiasakan diri dengan pola hidup bersih, disiplin, dan
teratur, sehingga tercapai kehidupan yang normal kembali.

Anda mungkin juga menyukai