4.B.5 Build Sustainable Energy
4.B.5 Build Sustainable Energy
Abstrak
Pemanasan global disebabkan efek rumahkaca yang ditimbulkan oleh terakumulasinya gas-
gas penyebab rumahkaca. Sektor energi merupakan penyumbang terbesar emisi gas
rumahkaca di atmosfir bumi. Emisi dari sektor ini telah meningkat dengan cepat dan akan
terus meningkat sejalan dengan pesatnya pertumbuhan kegiatan manusia. Untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan menciptakan kesejahteraan yang semakin
meningkat di masa datang, salah satu hal yang sangat perlu dilakukan adalah memperbaiki
pola pemakaian dan pemanfaatan energi agar sesedikit mungkin mengeluarkan dampak
yang negatif terhadap lingkungan.
1. Pendahuluan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada beberapa dekade
terakhir ini menjadi konsep pembangunan yang paling populer, baik di tingkat nasional,
regional, maupun internasional. Pembangunan yang berkelanjutan pada hakekatnya adalah
pembangunan yang mampu menciptakan kesejahteraan yang semakin meningkat dari
generasi ke generasi serta menjamin adanya kelangsungan dan pemerataan kesejahteraan
antar-generasi. Dalam menciptakan pembangunan yang berkelanjutan ini, aspek
lingkungan menjadi hal yang penting, di samping aspek ekonomi dan sosial-budaya.
Kesadaran akan pentingnya masalah lingkungan makin dirasakan setelah terjadinya
perubahan-perubahan lingkungan yang menyebabkan menurunnya daya dukung
lingkungan dan mengakibatkan terganggunya kesejahteraan manusia. Masalah lingkungan
pada saat ini telah menjadi masalah global, karena dampaknya yang tidak dapat dibatasi
oleh wilayah negara.
Salah satu masalah lingkungan yang banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat
dunia akhir-akhir ini adalah kenaikan suhu permukaan bumi, yang diyakini berkaitan erat
dengan makin naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir. Emisi gas rumahkaca yang
sebagian besar merupakan produk ikutan dari kegiatan manusia dituding sebagai penyebab
makin naiknya suhu permukaan bumi ini. Dari beberapa penelitian, telah dibuktikan adanya
korelasi yang positif antara kenaikan suhu dan kenaikan konsentrasi gas rumahkaca
(Schneider,1990).
1
Diterbitkan dalam Jurnal Studi Pembangunan - ITB, Vol. I No. 4, 1998.
Minyak
Gas 14.1%
4.7%
Batubara
28.2%
Non Energi
51.6%
Produksi
semen
1.4%
Emisi CO2 dari sektor energi telah meningkat dengan cepat selama dua abad
terakhir ini. Melihat kecenderungannya, peranan sektor ini terhadap emisi CO2 total di masa
mendatang tetap akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan populasi penduduk dunia
dan pertumbuhan tingkat ekonominya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih negatif dalam neraca emisi CO2,
artinya kemampuan penyerapan CO2 di Indonesia masih lebih besar dari emisi yang
dihasilkannya. Pada tahun 1990, kemampuan penyerapan total emisi CO2 oleh hutan di
Indonesia sebesar 686 Tg (Terra gram = 1012 gram)/tahun, sedangkan emisi total CO2 pada
tahun ini sebesar 497 Tg/tahun. Dari emisi yang dihasilkan ini, sebesar 339 Tg/tahun (68 %)
dikeluarkan oleh sektor kehutanan, 141 Tg/tahun (28 %) dihasilkan dari pembakaran energi
fosil, dan 17 Tg/tahun (3 %) dikeluarkan dari proses industri (ALGAS,1997).
Emisi dari sektor energi pada tahun 1990 yang berjumlah 158 Tg, 33 %-nya
dikeluarkan oleh industri energi, yang terdiri atas pembakaran energi di pembangkit listrik,
penambangan minyak bumi, gas bumi, dan batubara; 21 % dikeluarkan dari pembakaran
energi di transportasi, 20 % dari pembakaran energi di industri, 12 % dari rumah tangga -
komersial, 11 % dari hasil samping proses di industri, dan 3 % dari gas hidrokarbon yang
lepas (fugitive) di penambangan minyak-gas bumi dan batubara.
Transportasi
21% Industri
20%
Batubara
1000
Gas bumi
Minyak bumi
800
Juta SBM/tahun
600
400
200
0
1966
1968
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
Tahun
Ribu SBM/tahun
Gas Bumi
200000
150000
100000
50000
0
1969
1971
1973
1975
1977
1979
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
Tahun
30000
Panasbumi
25000 Gas Alam
Batubara
20000 Tenaga Air
Minyak Bumi
Ribu SBM
15000
10000
5000
0
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
Tahun
Pemakaian Energi
Pola pemakaian energi final komersial di Indonesia sampai saat ini masih didominasi
oleh BBM, disusul berturut-turut oleh gas bumi, listrik, batubara, dan elpiji. Dominasi BBM
pada awal PJP I meliputi 95 % dari total energi yang digunakan, yang kemudian menurun
menjadi 75% pada akhir PJP I. Melihat kecenderungan ini, peranan BBM dalam pemakaian
energi di masa mendatang tampaknya akan tetap besar dalam waktu yang cukup lama.
Kurang berkembangnya penggunaan energi komersial lain terutama disebabkan
oleh kebijakan harga energi yang kurang mendukung. Harga bahan bakar minyak sampai
saat ini masih disubsidi, sehingga harganya relatif lebih murah dibanding energi lain. Di
samping itu infrastruktur untuk pemasokan bahan bakar minyak sudah sangat mapan
dibanding energi lain. Faktor lain yang tidak kalah penting, yaitu persepsi masyarakat yang
terlalu berorientasi pada penggunaan bahan bakar minyak, sehingga sulit untuk
merubahnya untuk menggunakan energi yang lain. Kondisi di atas menyebabkan
350000
300000 LPG
Listrik
250000 Batubara
Gas Bumi
Ribu SBM/tahun
200000 BBM
150000
100000
50000
0
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
Tahun
Ribu SBM/tahun
200000 Industri
150000
100000
50000
0
1969
1971
1973
1975
1977
1979
1981
1983
1985
1987
1989
1991
1993
Tahun
peralatan
kegiatan pasokan
pengguna
manusia energi
energi
Sisi Supply
Dari sisi supply, usaha-usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan efisiensi
energi dalam memproduksi energi, memasang peralatan pengontrol dan merubah fuel mix
dalam pemasokan energi yang dapat meminimasi penggunaan energi fosil.
Efisiensi dalam produksi energi terutama perlu dilakukan pada produksi gas bumi.
Pada sektor ini, sampai saat ini gas bumi yang dibakar di lapangan (flare gas) dan gas yang
diinjeksikan kembali masih cukup besar. Termasuk dalam hal ini adalah pengurangan rugi-
6. Penutup
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan menciptakan kesejahteraan
yang semakin meningkat di masa datang, salah satu hal yang sangat perlu dilakukan adalah
memperbaiki pola pemakaian dan pemanfaatan energi agar sesedikit mungkin
mengeluarkan dampak yang negatif terhadap lingkungan.
Strategi pengelolaan energi nasional, baik yang tertuang dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara maupun dalam Kebijaksanaan Umum Bidang Energi, pada dasarnya telah
menggariskan arah-arah yang mendukung pola pembangunan berkelanjutan. Strategi yang
dimaksud adalah konservasi energi dan diversifikasi energi. Namun demikian, kebijakan
harga energi yang diberlakukan hingga saat ini tidak kondusif untuk pelaksanaan kedua
startegi di atas.
Untuk membentuk pola pemakaian energi yang lebih rasional dan berwawasan
lingkungan, perlu dibuat suatu kebijakan harga energi yang dapat mengurangi penggunaan
energi fosil, terutama BBM yang pangsanya demikian besar dalam pemasokan energi
domestik. Dengan adanya keberpihakan terhadap pengembangan energi terbarukan,
diharapkan ketergantungan terhadap energi fosil dapat diatasi.
Daftar Pustaka
1. ALGAS Project, “Final Report”, Final Report, Asian Development Bank, 1997.