NIM :
A. Pajak merupakan alat yang digunakan oleh lembaga pemerintahan dalam mencapai
tujuan negara dalam menerima dana yang didapatkan dari masyarakat baik secara
langusng maupun tidak langsung, kesadaran masyarakat menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah untuk menanamkan wajib pajak agar pembengunan negara dapat
terealisasikan. Banyak sekali wajib pajak yang harus dilaksanakan, seperti wajib
kendaraaan bermotor, pajak atas tanah dan pajak penghasilan. Dalam bab ini akan di
bahas mengenai pajak penghasilan. Definisi Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dibebankan atas suatu
penghasilan yang diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari
luar negeri. Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan. UU ini mengalami empat kali perubahan, yakni:Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas UU No.7/1983 tentang Pajak
Penghasilan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU
No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan\
Jadi pajak penghasilan ialah pajak yang dipungut kepada objek dan subjek atas
penghasilan yang telah didapatkannya. Dan yang menjadi Badan objek pajak yaitu , tiap
penghasilan yang diperolah wajib pajik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk menampah nilai kekayaan negara yang bersangkutan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a) Imbalan yang diterima atas yag diperoleh berupa gaji, tunjangan, upah,
gonorariym, bonus , uang pensiun dan imbalan lain yang tertera dalam undang-
undang
b) Hadiah dari pekerjaan atau undian ataupun penghargaan
c) Laba dari suatu usaha
d) Keuntungan karena suatu penjualan atau adanya pengalihan harta, seperti
keuntungan karena pengalihan persekutuan, perseroan, badan lainnya akibat
penggantian penyertaan modal
e) Keuntungan berupa adanya pembebasan utang
f) Adanya perolehan pembayaran secara berkala
g) Royalti atas penggunaan hak
h) Keuntungan dari selisish kurs mata uang asing :
Hal ini berdasar pada sistem pembukuan mata uang yang dianut dan adanya
fluktasi atas standar akuntansi keuangan Indonesia yang berlaku.
i) Iuran yang diperoleh dari perkumpulan anggota yang menjalankan usaha bebas
j) Penghasilan usaha berbasis syariah
Landasan filosofi dari kegiatan berbasis syariah bersifat konvensional. Namun
pengasilan yang diperolah dari kegiatan ini merupakan tetap sebagai objek
pajak.
Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk
membayar pajak. Undang-undang no. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Panghasilan (PPH)
berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami
perubahan dan terakhir kali di ubah dengan Undang-undang no. 17 Tahun 2000.
Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh orang pribadi maupun badan.
Dikecualikan dari Objek Pajak Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima
oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3. warisan;
4. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
5. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan
khusus (deemed profit);
6. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa;
7. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor
8. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; i
10. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
12. kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan
dalam sektorsektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
13. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima
atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
14. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
15. hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua
pembeli atau konsumen akhir tanpa diundii dan hadiah tersebut diterima langsung
oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
1. orang pribadi;
2. . warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
3. badan; adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
4. bentuk usaha tetap. adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor
e. pabrik
f. bengkel
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan; l. proyek
konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
l. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
m. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
n. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
o. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
a) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi
yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia; Kewajiban pajak subjektif orang pribadi dimulai
pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk
bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
b) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara; Kewajiban pajak subyektif badan dimulai pada saat
badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan
berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Kewajiban pajak subyektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai
dibagi
a) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia; Kewajiban pajak subyektif orang pribadi atau badan
dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
b) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia. Kewajiban pajak subyektif orang pribadi atau badan
dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi
menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang
undang Pajak Penghasilan, yaitu:
Penyetoran pajak penghasilan (PPh) harus disetorkan paling lambat pada tanggal 10
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sedangkan pembayarannya paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Sekarang ini proses
pembayaran pajak dapat dilakukan secara online. Dengan begitu akan semakin
memudahkan bagi setiap wajib pajak dalam menunaikan kewajibannya
Salah satu jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh setiap warga negara adalah Pajak
Penghasilan (PPh). Oleh karena itu perhitungan pajak penghasilan menjadi sangat
penting diketahui bagi Anda yang sudah berpenghasilan.
Pajak penghasilan dibebankan kepada seseorang yang sudah memiliki penghasilan yang
diatur dalam undang-undang tentang pajak. Disebutkan bahwa yang terkena pajak PPh
adalah semua bentuk penghasilan, termasuk upah, gaji, tunjangan, honorarium, atau
pembayaran lain yang berhubungan dengan jasa, kegiatan, jabatan atau pekerjaan.
Pengetahuan tentang cara perhitungan pajak penghasilan ini berguna bagi wajib pajak
dalam proses pelaporan pajak. Perhitungan pajak penghasilan sendiri dihitung
berdasarkan besaran upah yang diterima, semakin besar upah maka semakin tinggi
pajak yang dikenakan.
Berikut langkah-langkah dalam perhitungan pajak penghasilan yang perlu Anda ketahui
untuk memudahkan Anda dalam membayar kewajiban sebagai warga negara.
ntuk besaran penghasilan sendiri tidak hanya berupa gaji atau upah saja, melainkan juga
termasuk tunjangan-tunjangan yang diterima oleh Anda. Semua penghasilan yang
diterima oleh seorang pegawai dalam setahun ini disebut dengan penghasilan kotor.
Sementara itu, perhitungan pajak penghasilan dikenakan pada penghasilan bersih yang
diterima seseorang dalam satu tahun. Sebelum perhitungan pajak penghasilan, Anda
perlu mengetahui lebih dulu jumlah penghasilan bersih yang diterima dari tempat Anda
bekerja selama satu tahun.
Penghasilan bersih dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Di dalamnya termasuk biaya pensiun, hutang,
dan kredit bank.
Setelah Anda menghitung besaran penghasilan bersih selama satu tahun, langkah
selanjutnya yang perlu dilakukan dalam perhitungan pajak penghasilan adalah
mengetahui Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Perhitungan ini digunakan untuk
mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenai pajak penghasilan, sehingga para
wajib pajak yang penghasilannya sebesar PTKP atau di bawah batas PTKP tak perlu
membayar pajak penghasilan.
Berikut tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru yang harus diketahui sebagai
berikut:
Untuk lebih memudahkan Anda dalam perhitungan pajak penghasilan, silahkan simak
simulasi perhitungan pajak penghasilan atau PPh berikut ini:
Aditia merupakan seorang kepala keluarga dengan satu anak. Aditia bekerja di salah satu
perusahaan swasta. Penghasilan bruto (kotor) yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah senilai Rp100.000.000. Aditia membayar iuran pensiun dan
tunjangan hari tua senilai Rp2.000.000 setiap bulan. Maka, berikut perhitungan pajak
penghasilan yang harus dibayar oleh Aditia.
Untuk itu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: penggantian atau
imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk
gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; hadiah dari
undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; laba usaha; keuntungan karena
penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: keuntungan karena pengalihan harta
kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal; keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
Adapun sanksi yang diberikan kepada wajib pajak apabila tidak memenuhi kewajiban
pencatatan dan pembukuan antara lain:
a. Tidak mengadakan pembukuan/pencatatan, pajak yang terutang ditetapkan
dengan SKP ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%, dan
khusus untuk PPh Pasal 29 ditambah kenaikan sebesar 50%.
b. Setiap orang yang dengan sengaja:
1. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu
atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya.
2. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain.
3. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen laim termasuk hasil penoolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan
'secara program aplikasi online di Indonesia.
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar. Pidana menjadi 2 (dua) kali hukuman pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana pada bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
c. Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan adalah suatu jaminan dimana ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan atau norma perpajakan yang wajib dituruti/ditaati/dipatuhi.
Dengan istilah lain merupakan alat pencegah (preventif) supaya wajib pajak tidak
melanggar norma-norma perpajakan. Didalam undang-undang perpajakan dikenal
memiliki dua macam sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Perbedaan
sanksi administrasi dan sanksi pidana ialah:
Sanksi Administrasi
Yaitu pembayaran sejumlah uang kepada negara akibat sesuatu yang menyebabkan
kerugian negara.
Sanksi pidana
Yaitu suatu aturan hukum yang bersifat menyiksa yang digunakan fiskus agar norma-
norma perpajakan dipatuhi.
d. Sanksi Pidana
Ketentuan sanksi pidana dilihat dalam ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada 3
macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara.
e. Denda pidanaPerbedaan antara Sanksi berupa hukuman administrasi yang hanya
diancam/ dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan
perpajakan, sedangkan sanksi berupa hukuman pidana selain dikenakan pada Wajib Pajak
ada juga yang diancamkan pada pejabat pajak atau pihak ketiga yang melanggar norma.
Hukuman pidana dikenakan kepada tindak pidana bersifat pelanggaran dan bersifat
kejahatan.
f. Pidana kurungan,
Pidana kurungan biasanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran.
Ditunjukan kepada wajib pajak dan pihak ketiga yang melanggar undang-undang didalam
perpajakan. Maka dalam hal ini ketentuan mengenenai denda pidana diganti dengan
pidana kurungan
g. Pidana penjara
Pidana penjara hampir sama dengan pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan
kemerdekaan kepada wajib pajak. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan.
Ancaman pidana penjara tidak ditujukan kepada pihak ketiga, namun pada pejabat dan
kepada Wajib Pajak.
Perlu kita ketahui bahwa biasanya pembukuan ataupun dokumen lainnya harus
disimpan selama 10 tahun yang diberlakukan untuk wajib pajak ditempat kegiatan itu
sendiri dan untuk wajib pajak badan di tempat kedudukannya. Bagi wajib pajak orang
pribadi dan badan yang tidak melakukan pembukuan maka akan mendapatkan sanksi
atas tidak mengadakannya pembukuan, sanksi tersebut antara lain :
1. Pajak terutang yang ditetapkan oleh Surat Ketetapan Pajak (SKP) akan dinaikan
menjadi 100% , khusus untuk PPh 29 akan dinaikan menjadi 50%
2. Jika WP pribadi ataupun badan memperlihatkan pembukuan atau dokumen lain
palsu yang seolah-olah dibenarkan, tidak mengadakan pembukuan,dan tidak
memperlihatkan dokumen lainnya maka akan mendapat pidana sampai 3 tahun
dan denda sampai 4 kali jumlah pajak yang tidak dibayar.
Apabila DJP dan KPP mendapat keraguan terhadap ketentuan pembukuan yang dibuat
oleh WP maka Direktur Jenderal Pajak dapat menugaskan seorang akuntan untuk
mengadakan pemeriksaan atas semua pembukuan WP sampai pada bukti-bukti mendasar
dan dapat dilakukan pemeriksaan secara sektoral atau pemeriksaan atas bagian tertentu
dalam pembukuan. Dalam melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan dapat
dilaksanakan di tempat usaha atau tinggal wajib pajak.
Nah, dan yang terakhir adalah penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang
dimana dengan adanya bukti tersebut membuat adanya titik terang atas tindak pidana
dalam bidang perpajakan yang terjadi dan dapat menemukan tersangka serta mengetahui
besarnya pajak terutang yang diduga digelapkan dalam tindak pidana tersebut.
Penyidikan tindak pidana pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang berada dalam lingkungan DJP yang diberi penugasan
atau wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana yang terjadi dalam perpajakan.
Tindak pidana dalam bidang perpajakan ini dapat berupa kealpaan atau kesengajaan yang
dilakukan oleh WP. Kealpaan itu sendiri merupakan sesuatu yang terjadi ketika WP alpa
atau dengan sengaja tidak menyampaikan SPT ataupun menyampaikan SPT namun isinya
tidak benar dan tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian yang berdampak
pada pendapatan negara.
Ketika mendaftar sebagai wajib pajak baik itu wajib pajak orang pribadi maupun badan
usaha, maka kita sebagai wajib pajak wajib menyelenggarakan pembukuan ataupun
pencatatan dalam menghitung pajak terutangnya. Penyelenggaraan pembukuan
dilakukan oleh orang Pribadi ataupun badan apabila peredaran brutonya selama setahun
mencapai 4,8 milyar, sedangkan penyelenggaraan pencatatan dilakukan hanya oleh orang
Pribadi yang peredaran brutonya adalah dibawah 4,8 milyar setahun.
Hal ini isebutkan dalam UU KUP pasal 1 angka 29, pembukuan adalah suatu
proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban modal, penghasilan dan biaya.
Sedangkan yang dimaksud objek pajak penghasilan orang pribadi yaitu penghasilan
atau setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh orang
pribadi, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat digunakan
sebagai penambah kekayaan wajib pajak. PPh Badan menurut UU Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Badan adalah sekumpulan orang
atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan kegiatan usaha ataupun
tidak melakukan kegiatan usaha. Badan meliputi perseroan komanditer, perseroan
terbatas, atau perseroan lainnya, badan usaha milik negara, maupun badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, dan lainnya. Subjek pajak
penghasilan badan yaitu subjek pajak badan dalam negeri dan luar negeri. Subjek badan
dalam negeri merupakan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah. Subjek badan luar negeri adalah badan
yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Secara
umum ruang lingkup pajak penghasilan badan yaitu PPh yang dipotong atau dipungut
pihak lain yang meliputi PPh 22, PPh 23, dan PPh 24. Serta, PPh yang dibayar sendiri
meliputi PPh 25 dan PPh 29.
1. Ketentuan Hukum PPh Orang Pribadi
Adapun ketentuan hukum yang berlaku pada PPh orang pribadi dengan
mengacu pada aturan yang terkait sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17 tentang tarif yang
diberlakukan oleh pemerintah terhadap subjek pajak.
b. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-536/PJ/2000 tentang norma
penghitungan penghasilan neto bagi wajin pajak yang dapat menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan.
c. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-17/PJ/2015tentang norma penghitungan
penghasilan neto.
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 2018 tentang pajak
penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib
pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (menggantikan PP 46 Tahun
2013).
e. Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan (perubahan UU No. 6 Tahun 1983).
2. Ketentuan Hukum PPh Badan
Adapun ketentuan hukum yang berlaku pada PPh badan dengan mengacu
pada aturan yang terkait sebagai berikut:
a. UU Nomor 7 tahun 1983 stdtd UU Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
b. Peraturan Pemerintah No. 94/2010 tentang penghitungan penghasilan kena
pajak dan pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan.
c. Peraturan Pemerintah No. 56/2015 tentang penurunan tarif pajak penghasilan
bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka.
d. Peraturan Pemerintah No. 36/2017 tentang pengenaan pajak penghasilan atas
penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap
sebagai penghasilan.
e. Peraturan Pemerintah No. 23/2018 tentang pajak penghasilan atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.
f. Peraturan Menteri Keuangan No. 35/PMK.010/2018 tentang pemberian
fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan.
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-02/PJ/2015 tentang penegasan
atas pelaksanaan pasal 31E ayat 1 UU No. 7 Tahun 1983 tentang pajak
penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.
36 tahun 2008.
Perhitungan dan Tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan
Contoh Menghitung PKP atau Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pibadi Karyawan 1
Berikut perhitungan PPh Pribadi Pasal 21 atas gaji Bu Yuyun yang dipotong
perusahaan sesuai tarif PPh Pribadi terbaru dalam UU HPP:
Berikut perhitungannya:
= Rp280.000.000 – Rp54.000.000
= Rp226.000.000
= 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000
1. Penyesuaian Fiskal
Penyesuaian fiskal adalah penyesuaian yang harus dilakukan sebelum
menghitung PPh OP bagi wajib pajak yang menggunakan pembukuan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan jumlah
penghasilan dalam pembukuan menjadi penghasilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
a. Penyesuaian Fiskal Positif
Penyesuaian ini akan menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh
terutang. Contoh untuk mengetahui penyesuaian fiskal positif antara lain :
1. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi.
2. Premi Asuransi yang dibayarkan oleh Wajib Pajak.
3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan.
4. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan terkait pekerjaan yang
dilakukan.
5. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan. .
6. Sanksi penyusutan/amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi
fiskal.
7. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk
Objek Pajak.
b. Penyesuaian Fiskal Negatif
Contoh penyesuaian fiskal negatif antara lain :
1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak.
2. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di bawah penyusutan/amortisasi fiskal.
1. Bentuk Badan
Apakah WP Badan tersebut memenuhi syarat perseroan terbuka tertentu atau
bukan?
2. Besarnya peredaran bruto apakah melebihi Rp50 miliar atau tidak
Untuk WP Badan yang tidak melebihi Rp50 miliar, terdapat bagian penghasilan kena
pajak yang memperoleh fasilitas dan bagian yang tidak mendapat fasilitas
pengurangan tarif PPh Badan.
Contoh 1,
= 25% x Rp5.000.000.000
= Rp1.250.000.000
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan bagian penghasilan kena pajak
yang memperoleh fasilitas pengurangan tarif dan menghitung besar PPh untuk bagian
tersebut.
= (Rp4.800.000.000/Rp45.000.000.000) x Rp4.500.000.000
= Rp480.000.000
= Rp60.000.000