Anda di halaman 1dari 14

Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 267

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS


TANAH DALAM PENETAPAN GANTI RUGI TERKAIT DENGAN
PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Rizky Amalia
WINS & Partners Law Firm, rizkyamalia07@gmail.com

Abstract
Land acquisition is done by way of release or transfer of land rights of the holders of rights
over land to government agencies that require ground. As a form of respect for the rights
of holders of land rights, which require land-party in this case is the government agency,
provide appropriate compensation on the basis of agreement between both parties through
consultation. Form of legal protection given to holders of land rights is the determination
of compensation based on the deliberations, the proper compensation that can provide a
better survival than the level of socio-economic life before the affected land acquisition,
and submission of objections to the amount of indemnification. Custody compensation
cannot be the basis for taking land holders of land rights by Government agencies that
require ground.
Key Words : land acquisition, legal protection, custody compensation.

Abstrak
Pengadaan tanah merupakan suatu lembaga yang digunakan untuk memperoleh tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Perolehan tanah dilakukan
dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah
kepada instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Sebagai wujud penghormatan hak-
hak bagi pemegang hak atas tanah, pihak yang memerlukan tanah dalam hal ini instansi
Pemerintah memberikan ganti rugi yang layak atas dasar kesepakatan kedua belah pihak
melalui musyawarah. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan bagi pemegang hak
atas tanah yaitu penetapan ganti rugi didasarkan atas musyawarah, ganti rugi yang
layak yang dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan
sosial ekonomi sebelum terkena pengadaaan tanah, serta pengajuan keberatan terhadap
besarnya ganti rugi. Penitipan ganti rugi tidak bisa dijadikan dasar untuk mengambil
tanah pemegang hak atas tanah oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah.
Kata Kunci : pengadaan tanah, perlindungan hukum, penitipan ganti rugi.
268 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

Pendahuluan fungsi sosial, sebagaimana ditegaskan dalam


Pasal 6 UUPA, yaitu : “Semua hak atas tanah
Indonesia sebagai Negara berkembang
mempunyai fungsi sosial”. Asas tersebut
membutuhkan pembangunan-pembangunan
mengandung pengertian bahwa pemegang
infrastuktur agar dapat meningkatkan
hak atas tanah harus merelakan hak atas
kesejahteraan rakyat Indonesia melalui
tanahnya untuk dilepaskan atau diserahkan
pembangunan tersebut. Setiap kegiatan
apabila Pemerintah membutuhkan tanah
pembangunan yang dilaksanakan oleh
tersebut bagi pelaksanaan pembangunan
Pemerintah tentunya tidak dapat terlepas
untuk kepentingan umum.
dari kebutuhan akan tanah sebagai wadah
kegiatannya. Hal ini dikarenakan pada Tanah-tanah yang tersedia untuk
umumnya kegiatan pembangunan dilakukan memenuhi kebutuhan pembangunan sangat
di atas tanah. Adanya kebutuhan akan tanah terbatas yang secara langsung dikuasai
tersebut, membawa konsekuensi terhadap oleh Negara, dan tanah-tanah yang ada itu
penggunaan tanah oleh pemegang hak hampir semuanya merupakan tanah hak.
atas tanah terkait dengan pengadaan tanah Meningkatnya kegiatan pembangunan
bagi pelaksanaan pembangunan untuk membawa konsekuensi makin banyak
kepentingan umum. Secara konstitusional, dibutuhkan tanah dan nantinya dapat
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar menimbulkan permasalahan-permasalahan
(UUD) 1945, menyatakan bahwa : “Bumi, di bidang pertanahan. Tidak hanya itu,
air, dan kekayaan alam yang terkandung berjalanya proses pembangunan yang
di dalamnya dikuasai oleh Negara cukup pesat di Negara kita bukan saja
dan dipergunakan untuk sebesar-besar memaksa harga tanah pada berbagai tempat
kemakmuran rakyat”. Hal ini mendasari hak untuk naik melambung akan tetapi juga
menguasai dari Negara yang terkandung telah menciptakan suasana dimana tanah
dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 sudah menjadi “komoditi ekonomi” yang
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok mempunyai nilai sangat tinggi sehingga besar
Agraria, yang dikenal dengan sebutan kemungkinan pembangunan selanjutnya
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). akan mengalami kesulitan dalam mengejar
Ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, laju pertumbuhan harga tanah dimaksud.1
yaitu : “Atas dasar ketentuan dalam Pasal Harga tanah akan terus melambung tinggi,
33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal- sehingga tanah tidak lagi menjadi nilai sosial
hal lain sebagai yang dimaksud dalam Pasal bagi pemiliknya, namun sudah menjadi nilai
1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk ekonomis. Pada akhirnya arti penting tanah
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bagi pemegang hak atas tanah inilah yang
itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh berpengaruh besar terhadap pelaksanaan
Negara, sebagai organisasi kekuasaan 1
  Abdurrahman, Masalah-masalah Pencabutan
seluruh rakyat”. Selain itu, UUPA juga Hak-hak Atas Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
menganut asas hak atas tanah mempunyai di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h.1.
Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 269

pembangunan. dengan konsinyasi.2 Dengan kata lain,


Oleh karena itu, diperlukan adanya adanya konsinyasi ini tidak memberikan
suatu kebijakan dalam perolehan tanah pilihan kepada pemegang hak atas tanah
untuk pembangunan. Hal ini ditempuh selain melepaskan atau menyerahkan hak
dengan lembaga pengadaan tanah yang atas tanah. Secara normatif, konsinyasi
pengaturannya terdapat dalam peraturan diperbolehkan, lalu bagaimana perlindungan
perundang-undangan yaitu Peraturan hukum bagi pemegang hak atas tanah serta
Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang akibat hukum bagi instansi pemerintah selaku
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan pihak yang memerlukan tanah. Ada kalanya
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dalam realitas, praktik pengadaan tanah
diubah oleh Peraturan Presiden No. 65 masih banyak dijumpai terabaikannya hak-
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas hak pemegang hak atas tanah terlebih bagi
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 kaum minoritas dan rakyat kecil. Mereka
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan mengalami pereduksian kesejahteraan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. akibat adanya pelepasan atau penyerahan
Adanya pengaturan mengenai pengadaan hak atas tanahnya untuk kepentingan pihak
tanah menjadi landasan hukum bagi yang memerlukan tanah, dalam hal ini yaitu
pemerintah untuk mendapatkan tanah Pemerintah. Secara otomatis hal tersebut
bagi pelaksanaan pembangunan untuk tentu telah melanggar prinsip-prinsip Hak
kepentingan umum serta menjadi jaminan Asasi Manusia yang secara tegas diakui
bagi pemegang hak atas tanah untuk oleh konstitusi sehubungan dengan prinsip
mendapatkan ganti rugi yang layak, sehingga kelangsungan hidup yang layak.
memberikan kelangsungan hidup yang lebih Terkait dengan hal tersebut perlu dikaji
baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi mengenai bentuk perlindungan hukum
sebelum terkena pengadaan tanah. dalam penetapan ganti rugi terkait dengan
Ganti rugi yang layak bagi pemegang pengadaan tanah untuk kepentingan umum
hak atas tanah bertujuan untuk menghormati serta akibat hukum dengan adanya konsinyasi
hak-hak pemegang tanah yang telah bersedia bagi pemegang hak atas tanah dan instansi
untuk melepaskan atau menyerahkan hak pemerintah, sehingga dapat memberikan
atas tanahnya kepada negara. Pengaturan- perlindungan serta penghormatan terhadap
pengaturan yang terkait mengenai pengadaan hak-hak pemegang hak atas tanah, karena
tanah beberapa kali telah mengalami tanah sebagai salah satu unsur penting dalam
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut pembangunan nasional penggunaanya
dimaksudkan untuk lebih menghormati dan harus dapat mewujudkan kesejahteraan,
menjamin hak-hak dari pemegang hak atas kebahagiaan dan keadilan bagi seluruh
tanah. Dalam praktik pengadaan tanah untuk rakyat Indonesia.
kepentingan umum, apabila tidak terjadi
kesepakatan ganti rugi dapat dilaksanakan 2
  Konsinyasi = penitipan ganti rugi di pengadilan
270 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

Pengaturan dan Prosedur Pengadaan atas tanah dan upaya untuk menyelesaikan
Tanah untuk Kepentingan Umum permasalahan-permasalahan. Dengan
berlakunya Keputusan Presiden No.
Pemerintah dalam melaksanakan
55 tahun 1993 maka perolehan tanah
pembangunan memerlukan tanah sebagai
menggunakan lembaga hukum pengadaan
media pembangunan. Untuk itu dibentuk
tanah. Pada tanggal 3 Mei 2005, diterbitkan
suatu lembaga pengadaan tanah. Adapun
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
konsep pengadaan tanah menurut Pasal 1
Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
angka 3 Peraturan Presiden No. 65 Tahun
Pembanguan Untuk Kepentingan Umum
2006, yaitu pengadaan tanah adalah setiap
yang mencabut Keputusan Presiden No. 55
kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
Tahun 1993.
cara memberikan ganti rugi kepada yang
melepaskan atau menyerahkan tanah, Terbitnya Peraturan Presiden No.
bangunan, tanaman, dan benda-benda 36 Tahun 2005 dilatarbelakangi adanya
yang berkaitan dengan tanah. Dari konsep ketentuan dalam Undang-undang No. 10
tersebut, maka pengadaan tanah dilakukan Tahun 2004 bahwa Keputusan Presiden tidak
dengan penyerahan atau pelepasan hak atas lagi termasuk jenis peraturan perundang-
tanah dari pemegang tanah kepada instansi undangan. Jika dianalisis, Peraturan Presiden
Pemerintah yang memerlukan tanah. No. 36 Tahun 2005 ini bertentangan dengan
Undang-undang No. 10 tahun 2004.
Pengaturan mengenai pengadaan
Perpres ini tidak didasarkan pada Undang-
tanah mengalami beberapa kali perubahan
undang atau Peraturan Pemerintah tentang
dan penyempurnaan. Sebelumnya, pada
pengadaan tanah. Seharusnya, ketentuan ini
ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri
tersebut berbentuk Undang-undang karena
No. 15 Tahun 1975 lembaga yang digunakan
dalam substansinya menyangkut soal hak
dalam hal perolehan tanah adalah pembebasan
asasi manusia (HAM). Ini akan mendapatkan
tanah. Ternyata, pada masa berlakunya
reaksi yang sangat macam-macam dari
banyak permasalahan yang timbul. Atas
masyarakat menyangkut persoalan HAM,
dasar permasalahan-permasalahan tersebut
dalam hal ini menyangkut soal hak milik
maka Presiden pada tanggal 17 Juni 1993
perseorangan atas tanah.3 Pada tanggal 5
menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres)
Juni 2006, Peraturan Presiden No. 36 Tahun
No. 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan
2005 diubah oleh Peraturan Presiden No.
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
65 tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Untuk Kepentingan Umum dengan maksud
Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005
untuk membuat pengaturan baru dalam
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
kaitannya dengan perolehan hak atas tanah
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
untuk kepentingan Pemerintah maupun
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
perusahaan swasta, yang memberikan
3
  Maria S.W. Sumardjono, “Perpres No. 36 Tahun
perlindungan hukum bagi pemegang hak 2005 Bukan Untuk Sengsarakan Rakyat”. Harian
Kompas. Jakarta, 12 Juni 2005, h.4.
Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 271

dilaksanakan oleh Peraturan Kepala Badan 1. Pedoman umum, yang secara umum
Pertanahan Nasional No. 3 tahun 2007. menyebutkan bahwa pengadaan
Pihak yang memerlukan tanah dalam tanah berdasarkan alasan kepentingan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum umum. Istilah-istilah yang sering
adalah instansi Pemerintah. Pengadaan tanah digunakan secara bergantian untuk
untuk kepentingan umum dilaksanakan mengungkapkan tentang pengertian
dengan bantuan Panitia Pengadaan Tanah. “umum” tersebut, misalnya public
Perolehan tanah dalam pengadaan tanah atau social, general, common, atau
bagi pelaksanaan pembangunan untuk collective, sedangkan untuk istilah
kepentingan umum oleh instansi pemerintah “kepentingan” atau “purpose” sering
yang memerlukan tanah dilaksanakan diganti dengan need necessity, interest,
melalui pelepasan atau penyerahan hak atas function, utility atau use. Sesuai
tanah. Dengan pelepasan atau penyerahan dengan sifatnya sebagai pedoman,
hak atas tanah ini tidak berakibat hak maka hal ini memberikan kebebasan
atas tanah berpindah dari pemegang bagi eksekutif untuk menyatakan
haknya kepada instansi Pemerintah yang suatu proyek memenuhi syarat
memerlukan tanah, melainkan hak atas untuk kepentingan umum dengan
tanah menjadi hapus dan tanahnya kembali menafsirkan pedoman tersebut.
menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh 2. Penyebutan kepentingan umum dalam
Negara.4 suatu daftar kegiatan yang secara jelas
Pengadaan tanah ditujukan untuk mengidentifikasi tujuannya : sekolah,
kepentingan umum, agar tidak terjadi jalan, bangunan-bangunan Pemerintah
penafsiran, maka perlu dibuat rumusan dan sebagainya, yang oleh peraturan
kriteria yang jelas mengenai kepentingan perundang-undangan dipandanag
umum.5 Berdasarkan ketentuan pasal bermanfaat untuk umum. Segala
18 UUPA, yang termasuk kepentingan kegiatan di luar yang tercantum dalam
umum adalah kepentingan bangsa dan daftar tersebut tidak dapat dijadikan
Negara, serta kepentingan bersama rakyat. alasan untuk pengadaan tanah.
Maria S.W. Sumardjono menyatakan Adapun kriteria kepentingan umum
bahwa pada umumnya terdapat dua cara dalam pengadaan tanah ditetapkan dalam
untuk mengungkapkan tentang doktrin Pasal 5 Peraturan Presiden No. 65 Tahun
kepentingan umum, yakni berupa :6 2006, yaitu pembangunan untuk kepentingan
umum dilaksanakan oleh Pemerintah atau
4
  Urip Santoso, Hukum Pengadaan dan Pendaftaran Pemerintah Daerah; dimiliki atau akan
Hak Atas Tanah. Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Surabaya. 2009. h. 26. dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah
5
  Ibid., h. 28
6
  Maria S.W. Sumardjono (Selanjutnya disebut Daerah serta dalam bidang-bidang
Maria S.W Sumardjono-1), Tanah Dalam Perspektif Hak pembangunan yang meliputi :
Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, Januari
2008. h. 241.
272 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

a. jalan umum, jalan tol, rel kereta api Pembayaran Ganti Rugi, Pelepasan Hak
(di atas tanah, di ruang atas tanah, Atas Tanah, dan Pengurusan Hak Atas
atau pun di ruang bawah tanah), Tanah.
saluran air minum/air bersih, saluran
Penetapan Bentuk dan Besarnya Ganti
pembuangan air dan sanitasi;
Rugi
b. waduk, bendungan, bendungan irigasi
dan bangunan pengairan lainnya; Penghormatan dan penghargaan
c. pelabuhan, bandar udara, stasiun terhadap hak atas tanah yang diambil
kereta api, dan terminal; dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum
d. fasilitas keselamatan umum, seperti
diwujudkan dalam pemberian ganti rugi.
tanggul penanggulangan bahaya
Bentuk dan besarnya ganti rugi merupakan
banjir, lahar dan lain-lain bencana;
unsur yang penting, karena terkait dengan
e. tempat pembuangan sampah
kelangsungan hidup pemegang hak atas
f. cagar alam dan cagar budaya tanah. Realitasnya, hal terumit dalam
g. pembangkit, transmisi, dan distribusi pengadaan tanah adalah penentuan besarnya
tenaga listrik. ganti rugi, apalagi bentuk ganti rugi berupa
Peraturan Presiden ini memperluas uang. Masalah yang berkenaan dengan ganti
pembatasan kepentingan umum dengan rugi dalam bentuk uang oleh Maria S.W.
memuat kata “atau akan” dimiliki oleh Sumardjono dapat dirinci sebagai berikut :
Pemerintah/Pemerintah Daerah, serta a. Ganti rugi dinilai terlalu rendah oleh
mengahpus kata “tidak digunakan untuk pemegang hak atas tanah;
mencari keuntungan”.7
b. Ganti rugi yang dituntut oleh pemegang
Tahapan-tahapan dalam prosedur hak atas tanah terlalu tinggi yang
pengadaan tanah untuk kepentingan tidak terlampau sulit untuk dipenuhi
umum, yaitu : perencanaan pembangunan, oleh pihak swasta, namun dapat
penetapan Lokasi Pembangunan Untuk menyulitkan bagi Pemerintah dalam
Kepentingan Umum dan Pelaksanaan Tugas melangsungkan proyek-proyeknya;
Panitia Pengadaan Tanah dan Lembaga/Tim c. Ganti rugi tidak diterimakan langsung
Penilai Harga Tanah. Sedangkan kegiatan kepada mereka yang berhak dan/atau
yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan jumlahnya dipotong untuk keperluan
Tanah Kabupaten/Kota dalam pengadaan yang tidak jelas.8
tanah untuk kepentingan umum, yaitu :
Konsep ganti rugi dalam pengadaan
penyuluhan, identifikasi dan inventarisasi,
tanah untuk kepentingan umum yang
Penunjukan Lembaga/Tim Penilai Harga
dirumuskan dalam Pasal 1 angka 11
Tanah, Pelaksanaan Musyawarah, Keputusan 8
  Maria S.W. Sumardjono. “Reformasi Hukum
Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota, Pertanahan”, Makalah, Seminar Sehari Memperingati Tri
Dasawarsa UUPA, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
7
  Ibid., h. 42 Malang, 13 Oktober 1991. h. 9.
Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 273

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, terkena pengadaan tanah. Namun Peraturan
yaitu penggantian terhadap kerugian baik Presiden No. 36 Tahun 2005 tidak mengatur
bersifat fisik dan/atau non fisik sebagai lebih lanjut dan rinci apa yang dimaksudkan
akibat pengadaan tanah diberikan kepada dengan ganti rugi yang bersifat non fisik dan
yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, bagaimana menetapkan atau menghitung
dan/atau benda-benda lain yang berkaitan ganti rugi yang bersifat non fisik tersebut.
dengan tanah, yang dapat memberikan Maria S.W. Sumardjono menyatakan bahwa
kelangsungan hidup yang lebih baik dari kerugian yang bersifat non fisik meliputi
tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum hilangnya pekerjaan, bidang usaha, sumber
terkena pengadaan tanah. Bila dikaitkan penghasilan, dan sumber pendapatan lain
dengan dasar pembentukan Peraturan yang berdampak terhadap penurunan tingkat
Presiden No. 36 Tahun 2005 dan Peraturan kesejahteraan seseorang. Alternatif ganti
Presiden No. 65 Tahun 2006, sebagaimana kerugiannya antara lain meliputi penyediaan
dimuat dalam Konsideran “mengingat”nya, lapangan kerja pengganti, bantuan pelatihan
maka penggunaan istilah ganti rugi dalam dan fasilitas kredit.10
pengadaan tanah ini adalah tidak tepat. Ganti rugi dalam pengadaan tanah
Sebaiknya, istilah yang digunakan bukanlah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
ganti rugi melainkan penggantian yang kepentingan umum diberikan untuk hak atas
layak. Kalau ganti rugi nilai penggantiannya tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda
bisa tidak layak, sedangkan penggantian lain yang berkaitan dengan tanah. Bentuk
yang layak nilai penggantiannya sudah pasti ganti rugi menurut Pasal 13 Peraturan
layak.9 Presiden No. 36 Tahun 2005 diubah oleh
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Pasal 13 Peraturan Presiden No.65 Tahun
yang diubah oleh Peraturan Presiden No. 65 2006, yaitu berupa uang; dan/atau tanah
Tahun 2006 mengatur Tentang apa saja yang pengganti; permukiman kembali; dan/
diberi ganti rugi, bentuk ganti rugi, dan cara atau gabungan dari dua atau lebih bentuk
menetapkan ganti rugi atas tanah, bangunan, ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam
dan tanaman. Sifat ganti rugi menurut huruf a,huruf b, dan huruf c serta bentuk
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, ada lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang
dua macam, yaitu ganti rugi bersifat fisik, bersangkutan. Untuk hak ulayat masyarakat
diberikan untuk tanah, bangunan, tanaman, hukum adat, bentuk ganti rugi yaitu
dan/atau benda-benda lain yang berkaitan pembangunan fasilitas umum atau bentuk
dengan tanah dan ganti rugi bersifat non lain yang bermanfaat bagi masyarakat
fisik, nilai penggantian dapat memberikan setempat.
kelangsungan hidup yang lebih baik dari Penetapan ganti rugi seringkali
tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelu menemui kendala, antara lain tidak
9
  Urip Santoso, Hukum Pengadaan dan Pendaftaran tercapainya kesepakatan mengenai
Hak Atas Tanah. Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
10
Surabaya. 2009. h. 46.   Maria S.W. Sumardjono-11, Op.cit, h. 105.
274 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

besarannya. Oleh karena itu, Pasal 15 ayat tuntutan pemegang hak atas tanah dengan
(1) Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 kesanggupan instansi Pemerintah.
mengatur dasar perhitungan besarnya ganti
Penitipan Ganti Rugi Berbentuk Uang
rugi sebagai berikut :
Kepada Pengadilan Negeri
a. Nilai Jual Obyek Pajak atau nilai nyata/
sebenarnya dengan memperhatikan Dalam Peraturan Presiden No.3 Tahun
Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan 2005 dan telah dirubah oleh Peraturan
berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Presiden No. 65 Tahun 2006 diatur
Penilai Harga Tanah yang ditunjuk mengenai penitipan ganti rugi berbentuk
oleh Panitia; uang kepada pengadilan negeri dalam Pasal
10, yaitu dalam hal kegiatan pembangunan
b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh
untuk kepentingan umum yang tidak dapat
perangkat daerah yang bertanggung
dialihkan atau dipindahkan secara teknis
jawab di bidang bangunan;
tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka
c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh
musyawarah dilakukan dalam jangka waktu
perangkat daerah yang bertanggung
paling lama 120 (seratus dua puluh) hari
jawab di bidang pertanian.
kalender terhitung sejak tanggal undangan
Yang menilai harga tanah adalah pertama dan apabila setelah diadakannya
Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah, musyawarah sebagaimana dimaksud pada
sedangkan yang menetapkan harga tanah ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, Panitia
adalah Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/ Pengadaan Tanah menetapkan bentuk dan
Kota. Hasil penilaian harga tanah yang besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud
dilakukan oleh Lembaga/Tim Penilai Harga dalam pasal 13 huruf a dan menitipkan ganti
Tanah diserahkan kepada Panitia Pengadaan rugi uang kepada Pengadilan Negeri yang
Tanah Kabupaten/Kota, untuk dipergunakan wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah
sebagai dasar musyawarah antara instansi yang bersangkutan. Kemudian apabila
Pemerintah yang memerlukan tanah dengan terjadi sengketa kepemilikan setelah
para pemegang hak atas tanah. Berkenaan penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud
dengan penetapan ganti rugi, Abdurrahman pada ayat (1), maka Panitia Pengadaan
menegaskan bahwa yang terpenting justru Tanah menitipkan ganti rugi uang kepada
bukannya pada pedoman besarnya ganti rugi Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya
berdasarkan NJOP, akan tetapi berdasarkan meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.
musyawarah antara Panitia Pengadaan
Herman Slaats dkk menyatakan bahwa
Tanah dengan pemegang hak atas tanah
salah satu yang controversial di dalam
yang didalamnya memuat kesepakatan
Perpres No. 36 Tahun 2005 adalah tentang
antara kedua belah pihak tersebut.11 Dalam
consignatie atau lembaga penitipan uang
menentukan besarnya ganti rugi, sebaiknya
ganti kerugian kepada pengadilan apabila
harus ada keseimbangan harga antara
11
  Abdurrahman, Op.cit., h. 146 tidak tercapai kesepakatan mengenai
Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 275

ganti kerugian antara Pemerintah dengan ia tidak lagi berurusan dengan pemilik
pemegang hak atas tanah.12 Maria S.W. tanah, hingga tanah yang bersangkutan
Sumardjono menyatakan bahwa penitipan boleh diambil dan digunakan. Pemilik tanah
ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri dipersilahkan berhubungan dengan Ketua
berdasarkan dua alasan, yaitu pertama Pengadilan Negeri.14 Menurut Ali Sofwan
kegiatan pembangunan untuk kepentingan Husein, praktek konsinyasi dalam pengadaan
umum tidak dapat dipindahkan secara tanah sebenarnya tidak dibenarkan oleh
teknis tata ruang ke lokasi lain dan kedua hukum karena lembaga konsinyasi itu
musyawarah telah berjalan 90 hari kalender mensyaratkan adanya hubungan hukum
namun tidak tercapai kata sepakat. Keppres (perdata) terlebih dahulu antara para
tidak memuat ketentuan serupa itu. Perpres pihak sebelum uang tersebut dititipkan
telah keliru menerapkan konsep penitipan (dikonsinyasikan) di pengadilan. Sedangkan
ganti kerugian pada pengadilan yang dalam pengadaan tanah tidak ada hubungan
dianalogkan dengan konsep penitipan uang yang dimaksudkan itu. Dari sini tampak
yang terkait utang piutang dalam Pasal jelas, bahwa sang penguasa mengambil
1404 KUH Perdata. Jika belum ada kata gampangnya saja untuk mencari keabsahan
sepakat tetapi ganti kerugian ditetapkan dan dan legalitas atas tindakannya, yaitu ketika
dititipkan di Pengadilan, dapat dikatakan, tidak tercapai kesepakatan ganti rugi,
selain keliru, hal itu merupakan pemaksaan maka uang yang dianggarkan itu langsung
kehendak oleh satu pihak dan mengabaikan dititipkan di pengadilan dan kemudian
prinsip kesetaraan antara pemegang hak menganggap masalah penggusuran tanah
atas tanah dengan pihak yang memerlukan beres dan selesai.15
tanah.13 Dengan adanya praktik konsinyasi,
Perlindungan Hukum dalam Hal
hal tersebut menimbulkan permasalahan
Penetapan Ganti Rugi
dalam hal pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Perlindungan hukum bagi pemegang
Boedi Harsono menyatakan bahwa hak atas tanah mengandung pengertian
dengan dilakukan konsinyasi (penitipan bahwa pemegang hak atas tanah berhak
uang ganti rugi) itu, maka pihak yang dilindungi hak –haknya terkait dengan
memerlukan tanah menganggap dirinya telah pengadaan tanah yang dilakukan oleh
memenuhi kewajibannya membayar ganti instansi Pemerintah yang memerlukan
kerugian. Terserah kepada pemilik tanah tanah. Adapun konsep yang dijabarkan
untuk mengambilnya. Untuk selanjutnya oleh Philipus M. Hadjon dalam bukunya
12
disebutkan bahwa pengertian perlindungan
  Herman Slaats dkk, Masalah Tanah di Indonesia
Dari Masa ke Masa, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi
14
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2007. h.   Boedi Harsono, “Aspek Yuridis Penyediaan
101 Tanah”, Majalah Hukum dan Pembangunan, Nomor
13 13
  Maria S.W. Sumardjono, (Selanjutnya disebut 2 Tahun XX. Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Maria S.W Sumardjono-II), Kebijakan Pertanahan Jakarta, April 1990. h. 168.
Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta. 15
  Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan, Pustaka
2005. h. 105 Sinar Harapan, Jakarta, 1997. h. 94.
276 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

hukum bagi rakyat berkaitan dengan kepentingan umum, ganti rugi terhadap
rumusan yang dalam kepustakaan berbahasa bangunan, tanaman, dan benda-benda lain
Belanda berbunyi “rechtsbescherming van yang berkaitan dengan tanah tidak banyak
de burgers tegen de overhead” dan dalam menemui hambatan dalam menetapkan
kepustakaan berbahasa Inggris “legal besarnya. Namun demikian, permasalahan
protection of the individual in relation to acts yang sering timbul adalah mengenai
of administrative authorities”.16 Di sebutkan penetapan besarnya ganti rugi terhadap hak
pula bahwa ada dua macam perlindungan atas tanah.20 Antara para pemegang hak
hukum bagi rakyat, yaitu perlindungan atas tanah dengan instansi pemerintah yang
hukum preventif dan perlindungan hukum memerlukan tanah sering sulit mencapai
represif. Pada perlindungan hukum kesepakatan dalam musyawarah mengenai
yang preventif, kepada rakyat diberikan besarnya ganti rugi. Oleh karenanya,
kesempatan untuk mengajukan keberatan unsur terpenting terletak pada bagaimana
(inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu musyawarah tersebut agar terjadi
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang kesepakatan sehingga tidak ada pihak
definitif.17 Sehingga tujuan dari perlindungan yang dirugikan. Musyawarah dilakukan
hukum preventif adalah mencegah dengan kekeluargaan dan tidak ada yang
terjadinya sengketa sedangkan perlindungan mementingkan pihak manapun. Musyawarah
hukum yang represif bertujuan untuk yang dilakukan oleh para pihak yang terkait
menyelesaikan sengketa.18 Perlindungan menurut Hasanudin adalah betul-betul
hukum yang preventif sangat besar artinya musyawarah dan bukan pengarahan (apalagi
bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pemaksaan), sehingga proses kegiatan saling
kepada kebebasan bertindak karena dengan mendengar dengan sikap saling menerima
adanya perlindungan hukum yang preventif pendapat dan keinginan yang didasarkan
pemerintah terdorong untuk bersikap hati- atas kesukarelaan antara pihak-pihak yang
hati dalam mengambil keputusan yang bermusyawarah dapat dilaksanakan dengan
didasarkan pada diskresi.19 Perlindungan baik.21
hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi Pemegang hak atas tanah diberikan
hukum dimana hukum dapat memberikan perlindungan hukum terhadap
suatu keadilan, ketertiban, kepastian, ketidaksepakatan dalam hal penetapan ganti
kemanfaatan, kedamaian, ketentraman bagi rugi, hal ini diatur dalam Pasal 17 dan 18
segala kepentingan manusia yang ada di Peraturan Presiden No. 36 tahun 2005.
dalam masyarakat. Pemegang hak atas tanah dapat mengajukan
Dalam praktik pengadaan tanah keberatan kepada Bupati/Walikota atau
bagi pelaksanaan pembangunan untuk Gubernur atau Menteri Dalam Negeri disertai
16
  Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, Perlindungan
20
Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Peradaban. 2007. h. 1.   Urip Santoso,Op.cit h. 52.
17 21
  Prof. Dr. Philipus M. Hadjon. Op.cit.,,h. 2   A.A. Oka Mahendra dan Hasanudin, Tanah dan
18
  Ibid., h. 2. Pembangunan Tinjauan Dari Segi Yuridis dan Politis,
19
  Ibid., h.2. Pustaka Manikgeni. Denpasar. 1997. h. 41.
Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 277

dengan penjelasan dan alasan keberatan. Tahun 2005 tidak sinkron. Ketidaksinkronan
Bupati/Walikota atau Gubernur atau ini karena dalam Pasal 10 menetapakan
Menteri Dalam Negeri setelah mendengar bahwa Ketua Panitia Pengadaan Tanah
dan mempelajari pendapat dan keinginan Kabupaten/Kota menerbitkan keputusan
pemegang hak atas tanah serta pertimbangan mengenai besarnya ganti rugi setelah
panitia pengadaan tanah dapat mengukuhkan musyawarah antara instansi pemerintah
atau mengubah keputusan panitia pengadaan yang memerlukan tanah dengan pemegang
tanah mengenai bentuk dan/atau besarnya hak atas tanah selama 120 (seratus dua
ganti rugi yang akan diberikan. Apabila puluh) hari tidak mencapai kesepakatan
pemegang hak atas tanah tidak menerima dan menitipkan ganti rugi uang kepada
upaya penyelesaian tersebut diatas, maka Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya
dapat diajukan usul penyelesaian dengan meliputi lokasi tanah yang bersangkutan,
cara pencabutan hak atas tanah berdasarkan sedangkan Pasal 17 menetapkan bahwa
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 pemegang hak atas tanah yang tidak
tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah menerima keputusan Panitia Pengadaan
Dan Benda-benda Yang Ada Di atasnya. Tanah dapat mengajukan keberatan kepada
Dari uraian diatas, pemegang hak atas tanah Bupati/Walikota atau Gubernur atau Menteri
hanya dapat mengajukan keberatan terhadap Dalam Negeri sesuai kewenangan disertai
besarnya ganti rugi, bukan terhadap hak dengan penjelasan mengenai sebab-sebab
atas tanah yang akan dipergunakan untuk dan alasan keberatan tersebut.22
kepentingan umum. Konsekuensinya, Hal ini menimbulkan ketidakpastian
pemegang hak atas tanah tidak ada pilihan hukum bagi pemegang hak atas tanah dan
lain selain melepaskan atau menyerahkan sebagai akibatnya instansi pemerintah
hak atas tanah. dapat menjadikan ketidaksinkronan ini
Akibat Penitipan Ganti Rugi Kepada sebagai celah untuk memperoleh tanah
Pengadilan Negeri dengan mudan dan tentunya dengan ganti
rugi yang rendah. Dalam praktik, upaya
Sebelumnya telah dibahas mengenai konsinyasi sering ditempuh oleh instansi
dasar yang mengatur tentang konsinyasi pemerintah yang memerlukan tanah agar
(penitipan ganti rugi) kepada Pengadilan proses pengadaan tanah bisa dilakukan.
Negeri, sebagai upaya yang dibenarkan Dengan telah menitipkan ganti rugi,
secara normatif apabila tidak terjadi instansi pemerintah yang memerlukan tanah
kesepakatan mengenai besarnya ganti rugi beranggapan telah melaksanakan kewajiban
antara pemegang hak atas tanah dengan memberikan ganti rugi yang layak kepada
instansi pemerintah. Jika diteliti, ketentuan pemegang hak atas tanah dan merasa sudah
Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Presiden berhak mengambil tanah-tanah hak. Terserah
No. 36 Tahun 2005 dengan ketentuan Pasal kepada pemegang hak atas tanah mau atau
17 dan Pasal 18 Peraturan Presiden No. 36
22
  Urip Santoso, Op.cit. h. 68.
278 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

tidak mengambil ganti rugi uang kepada Badan Pertanahan nasional tidak ada satu
Pengadilan Negeri di wilayah hukumnya pasal dan ayat pun yang memperbolehkan
meliputi lokasi tanah yang bersangkutan, hak atas tanah dapat diambil oleh instansi
itu bukan urusan instansi Pemerintah yang Pemerintah yang memerlukan tanah setelah
memerlukan tanah. Tindakan tersebut Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/
merupakan pemaksaan kehendak, perlakuan Kota menitipkan ganti rugi uang kepada
sepihak, perampasan hak, tindakan Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya
sewenang-wenang oleh instansi Pemerintah meliputi lokasi tanah yang bersangkutan.24
yang memerlukan tanah, dan tidak adanya
PENUTUP
penghormatan terhadap hak-hak yang sah
atas tanah. Pengambilan tanah-tanah hak Musyawarah yang dilakukan sebelum
oleh instansi Pemerintah yang memerlukan dilakukan pelepasan atau penyerahan dari
tanah merupakan pencabutan hak atas pemegang hak atas tanah kepada instansi
tanah secara terselubung, dan hal ini dapat Pemerintah yang memerlukan tanah
dikatakan telah melangkahi kewenangan bertujuan agar terjadi kesepakatan antara
presiden, karena pengambilan tanah-tanah pemegang hak atas tanah dengan instansi
hak secara sepihak untuk kepentingan Pemerintah yang memerlukan tanah
umum adalah kewenangan Presiden melalui mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
upaya pencabutan hak atas tanah.23 yang akan diterima oleh pemegang hak
Tidak dapat dibenarkan instansi atas tanah yang terkena pengadaan tanah
Pemerintah yang memerlukan tanah untuk kepentingan umum. Musyawarah
mengambil tanah pemegang hak atas yang dilakukan harus memperhatikan hak-
tanah sebelum terjadi kesepakatan dalam hak pemegang hak atas tanah serta adanya
musyawarah mengenai bentuk ganti rugi kesetaraan dalam menyampaikan keinginan
dengan dalail konsinyasi. Karena konsinyasi dan pendapat.
dibenarkan apabila pemegang hak atas tanah Dalam menentukan besarnya ganti rugi
telah menandatangani surat pernyataan kedua belah pihak menggunakan pedoman
pelepasan atau penyerahan, tetapi tidak harga dari Lembaga/Tim Penilai harga
mau menerima ganti rugi. Namun jika tanah, namun harga tersebut tidak bersifat
belum terjadi kesepakatan, maka konsinyasi mutlak tetapi dipandang sebagai acuan
tidak bisa dianggap sebagai dasar untuk saja. Yang diutamakan dalam penentuan
pengambilan hak atas tanah, karena hal besarnya ganti rugi adalah hasil kesepakatan
tersebut tidak memberikan perlindungan dalam muyawarah, sehingga tidak ada satu
hukum bagi pemegan hak atas tanah. pihak yang dirugikan dan diuntungkan
Terlebih juga, dalam Peraturan Presiden dalam pengadaan tanah untuk kepentingan
No. 36 Tahun 2005, Peraturan Presiden umum. Parameter untuk mengukur layak
No. 65 Tahun 2006, dan Peraturan Kepala atau tidak layak dapat berpedoman kepada
23 24
  Ibid., h. 64.   Ibid., h. 63.
Rizky Amalia: Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak 279

pengaturan Peraturan Presiden No. 36 Tahun yang memerlukan tanah mengambil hak
2005 bahwa disebutkan dalam konsep atas tanah pemegang hak tas tanah setelah
ganti rugi salah satu unsurnya yaitu dapat dititipkannya ganti rugi ke Pengadilan
memberikan kelangsungan hidup yang lebih Negeri.
baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi
sebelum terkena pengadaan tanah. Dari Terdapat ketidaksinkronan dalam
konsep tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pengaturan-pengaturan dalam Peraturan
pemberian ganti rugi kepada pemegang Presiden No. 36 Tahun 2005 sebagaimana
hak atas tanah tidak boleh mengakibatkan telah diubah dengan Peraturan Presiden
pereduksian kesejahteraan sosial dan No. 65 Tahun 2006, sehingga perlu kiranya
ekonomi pemegang hak tas tanah. Apabila untuk dilakukan peninjauan kembali
pemegang hak tas tanah merasa ganti rugi terhadap Peraturan Presiden tersebut.
yang diberikan oleh instansi Pemerintah Ketidaksinkronan pengaturan tersebut
yang memerlukan tanah tidak layak dan menimbulakan perbedaan penafsiran
dapat mengakibatkan kerugian yang besar dan hal tersebut memicu permasalahan-
secara sosial ekonomi, maka pemegang permasalahan dalam pengadaan tanah untuk
hak atas tanah tersebut dapat mengajukan kepentingan umum. Dirasa perlu untuk
keberatan kepada Bupati/Walikota atau meningkatkan Peraturan Presiden mengenai
Menteri dalam Negeri. Pengajuan keberatan pengadaan tanah untuk kepentingan
tersebut disertai dengan penjelasan dan umum menjadi Undang-undang. Hal ini
alasan keberatan. Setelah di dengar dan dikarenakan dalam Peraturan Presiden No.
dipelajari apabila ternyata ganti rugi yang 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah
diberikan tidak layak maka dapat diubah dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun
keputusan dari Panitia Pengadaan Tanah 2006 mengatur tentang hak asasi manusia
mengenai bentuk/atau besarnya ganti rugi berupa hak dan kewajiban pemegang
yang akan diberikan. hak atas tanah dalam pengadaan tanah
bagi pelaksanaan pembangunan untuk
Dengan dititipkannya ganti rugi ke kepentingan umum.
Pengadilan Negeri oleh instansi Pemerintah
yang memerlukan tanah tidak memberikan DAFTAR BACAAN
perlindungan hukum bagi pemegang aha
atas tanah selama belum terjadi kesepakatan Abdurrahman, Masalah-masalah
yang diwujudkan dalam penandatanganan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan
surat pernyataan pelepasan atau penyerahan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
hak atas tanah. Hal ini dapat dikategorikan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagai tindakan sewenang-wenang, di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
karena tidak ada ketentuan mengenai 1996.
diperbolehkannya instansi Pemerintah
280 Yuridika: Volume 27 No 3, September-Desember 2012

Harsono, Boedi, “Aspek Yuridis Sumardjono, Maria S.W., Tanah Dalam


Penyediaan Tanah”, Majalah Hukum Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
dan Pembangunan, Nomor 2 Tahun XX. Kompas, Jakarta, Januari 2008.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Peraturan Perundang-undangan
Jakarta, April 1990.
Undang-undang Dasar 1945
Hasanudin, A.A. Oka Mahendra, Tanah
dan Pembangunan Tinjauan Dari Segi UUPA
Yuridis dan Politis, Pustaka Manikgeni.
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
Denpasar. 1997. Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Husein,Ali Sofwan, Konflik Pertanahan, Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006
M. Hadjon, Philipus, Perlindungan
Tentang Perubahan Atas Peraturan
Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Peradaban. Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang
2007. Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan
Santoso, Urip, Hukum Pengadaan Umum.
dan Pendaftaran Hak Atas Tanah. Fakultas
Hukum Universitas Airlangga. Surabaya. Peraturan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 3 tahun 2007 Tentang
2009.
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Slaats, Herman dkk, Masalah Tanah Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
di Indonesia Dari Masa ke Masa, Lembaga
Pembangunan Untuk Kepentingan
Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Umum sebagaimana telah diubah
Universitas Indonesia. Jakarta, 2007. dengan Peraturan Presiden No. 65
Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah
Sumardjono, Maria S.W., Kebijakan Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Pertanahan Antara Regulasi dan Untuk Kepentingan Umum.
Implementasi, Kompas, Jakarta. 2005.
Undang-undang No. 20 Tahun 1961 Tentang
Sumardjono, Maria S.W., “Perpres No. Pencabutan Hak Atas Tanah
36 Tahun 2005 Bukan Untuk Sengsarakan
Rakyat”. Harian Kompas. Jakarta, 12 Juni
2005.
Sumardjono, Maria S.W., “Reformasi
Hukum Pertanahan”, Makalah, Seminar
Sehari Memperingati Tri Dasawarsa UUPA,
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang, 13 Oktober 1991.

Anda mungkin juga menyukai