Anda di halaman 1dari 11

NAMA: ILHAM AMADA WIRADIPA

NPM : B1A020280

Resume Buku Dr. Boer Mauna

Pada paruh abad ke-2 abad XX, dunia bukan saja ditandai dengan
menjamunya negara-negara baru sebagai akibat dekolonisasi, tetapi juga
oleh kemajuan teknologi, di komunikasi. Keadaan ini telah
menyebabkan saling ketergantungan negara-negara semakin bertambah
nyata, dan  saling keterkaitan isu-isu global semakin menonjol.
Kecenderungan ini dapat dipastikan akan tetap berlanjut pada permulaan
abad yang baru ini. Perkembangan ini juga telah menyebabkan semakin
padatnya interaksi antarnegara, organisasi-organisasi internasional dan
aktor-aktor nonpemerintah lainnya untuk mengatur keanekaragaman
kerja sama dan kegiatan, memevahkan berbagai masalah, termasuk
sengketa, sebagai akibat berbagai kemajuan dan perkembangan yang
terjadi.

Selanjutnya, hukum internasional yang bertugas mengatur segala


macam interaksi antarnegara dan subyek-subyek hukum lainnya
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan kompleks serta dituntut
untuk berperan lebih aktif demi terlaksananya hubungan dan kerja  sama
yang harmonis serta terpeliharanya perdamaian dunia.

Pada umumnya hukum internasional diartikan Sebagai himpunan dari


peraturan-peraturan dan ketentua-ketentuan yang mengikat serta yang
mengatur hubungan antar Negara-negara dan subyek-subyek hukum
lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional.

Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar hukum


internasional yang terkenal dimasa lalu seperti Oppenheim dan Birly.
Terbatas pada Negara Sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak
memasukkan subyek-subyek hukum.
Negara  bukan saja merupakan subyek utama tetapi juga aktor hukum
internasional yang paling berperan dalam membuat hukum internasional
baik melalui partisipasinya pada berbagai hubungan atau interaksi
internasional, maupun melalui perjanjian-perjanjian internasional yang
dibuatnya dengan Negara atau aktor-aktor lainnya, ataupun melalui
keterikatannya terhadap keputusan dan resolusi organisasi-organisasi
internasional. Dengan demikian, hukum internasional dapat dirumuskan
Sebagai suatu kaidah atau norma-norma yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban pada subyek hukum internasional,  yaitu Negara,
lembaga dan organisasi internasional, serta individu dalam hal-hal
tertentu.

Disamping itu, perlu dibedakan antara hukum internasonal publik dan


hukum internasional privat. Bila hukum internasional publik mengatur
hubungan antar negara dan subyek-subyek hukum internasional privat
mengatur hubungan antar individu-individu atau badan-badan hukum
dari negara-negara yang berbeda. Mengenai nama yang diberikan
kepada kedua sistem hukum ini perlu dicatat bahwa untuk hukum
internasional privat, kwalifikatif privat selalu dipakai sedangkan untuk
hukum internasional publik, kwalifikatif publiknya sering tidak
digunakan. Jadi untuk hukum internasional publik ini istilah yang
dipakai pada umumnya hanya hukum internasional sesuai istilah aslinya
international law yang dipakai pertama kali oleh apakr hukum inggris,
Jeremy Betham pada tahun 1780. Demikian juga istilah yang dipakai
untuk judul buku ini adalah hukum internasional yang tentunya dalam
pengertian hukum internasional publik.

Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi


yang dapat memaksakan keputusan-keputusannya kepada negara-negara,
tidak ada badan legislatif internasional yang membuat ketentuan-
ketentuan hukum yang mengikat langsung negara-negara anggota di
samping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksankan sanksi-
sanksi kepada pelanggar hukum. Hukum internasional memang tidak
selengkap hukum nasional karena tidak adanya unsur-unsur tersebut di
atas.
Walaupun hukum internasional dalam pengertian modern baru 
berumur sekitar empat abad, tetapi akar-akarnya telah terdapat semenjak
zaman Yunani Kuno dan zaman Romawi. Di zaman Yunani kuno, ahli-
ahli pikir seperti Aristoteles, Socrates dan Plato telah mengemukakan
gagasan-gagasan mengenai wilayah, masyarakat, dan individu.

Di zaman kekaisaran Romawi, berbeda dengan zaman yunani kuno,


hubungan internasional sudah ditandai dengan adanya negara-negara
dalam arti kata yang sebenarnya. Dengan negara-negara lain, kerajaan
Romawi membuat bermacam-macam perjanjian seperti perjanjian-
perjanjian persahabatan, persekutuan, dan perdamaian. Disamping itu
kerajaan Romawi juga mengembangkan ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan perang.

Hukum internasional dalam arti sekarang, baru berkembang mulai


abad ke-16 dan 17 setelah lahirnya negara-negara dengan sistem modern
di Eropa. Perkembangan hukum internasional waktu itu sangat banyak
dipengaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh kenamaan di Eropa yang
dapat dibagi atas dua aliran utama, yaitu golongan naturalis dan
positivis.

• Golongan Naturalis

Menurut golongan naturalis, prinsip hukum dalam semua sistem


hukum bukan berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-
prinsip yang berlaku secara universal, sepanjang masa dan yang dapat
ditemui dengan akal sehat. Hukum harus dicari bukan dibuat. Itulah
yang dinamakan golongan naturalis yang merumuskan prinsip-prinsip
atas dasar hukum alam bersumberkan pada ajaran Tuhan. Tuhan
mengajarkan bahwa umat manusia dilarang berbuat jahat dan harus
berbuat baik antara satu dengan yang lain demi keselamatan umat
manusia. Atas dasar hukum alam itu pula, negara-negara harus bersikapa
baik dalam hubungannya satu sama lain demi keselamatan dan
kelangsungan hidup masyarakat.
Tokoh terkemuka golongan ini ialah warga Belanda Hugo de Groot atau
Grotius (1583-1645), Tokoh-tokoh lainnya adalah Fransisco de Vittoria
(1480-1546), Fransico Suarez (1548-1617), Alberico Gentilis (1552-
1606).

• Golongan Positivis

Menurut golongan positivis, hukum yang mengatur hubungan antar


negara adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas
kemauan mereka sendiri. Dasr hukum internasional adalah kesepakatan
bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam perjanjian-
perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional.

Tokoh utama penganut aliran ini juga warga Belanda bernama


Cornelius van Bynkershoek (1673). Tokoh-tokoh lainnya adalah Prof.
Richard Zouche (1590-1660) dan Emerich de Vattel (1714-1767). Teori
hukum positif mulai berkembang di abad ke-18 dan baru diterima
masyarakat inernasional di abad ke-19.

Diparuh kedua abad ke-20, hukum internasional mengalami


perkembangan yang sangat pesat. Faktor-faktor penyebabnya antara lain
adalah Sebago berikut:

1. Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai akibat


dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara.
2. Kemajuan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan yang
mengaharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang
mengatur kerjasama antar negara di berbagai bidang.
3. Banyaknya perjanjian-perjanjian internsional yang dibuat , baik
yang bersifat bilateral, regional maupun bersifat global.
4. Bermunculannya organisasi-organisasi internasional seperti PBB
dengan berbagai organ subsidernya, serta Badan-badan Khusus
dalam kerangka PBB yang menyiapkan ketentuan-ketentuan baru
dalam berbagai bidang.
J.G. Starke menguraikan bahwa sumber-sumber hukum materiil
hukum internasional dapat didefinisikan sebagai bahan-bahan aktual
yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan
hukum yang berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu. Pada garis
besarnya, bahan-bahan tersebut dapat dikategorikan dalam lima bentuk,
yaitu:

1. Kebiasaan;
2. Traktat;
3. Keputusan pengadilan atau badan-badan arbitrasi;
4. Karya-karya hukum;
5. Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga internasional.

Sedangkan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional menetapkan


bahwa sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah
Internasional dalam mengadili perkara-perkara:

1. Perjanjian internasional (international convention), baik yang


bersifat umum maupun khusus;
2. Kebiasaan internasional (international custom);
3. Prinsip-prinsip umum hukum (general principles of law) yang
diakui oleh negara-negara beradap;
4. Keputusan pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli
yang telah diakui kepakarannya (teachings of the most highly
qualified publicist) merupakan sumber tambahan hukum
internasional.

Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional tersebut tidak memasukkan


keputusan-keputusan badan-badan arbitrasi sebagai sumber hukum
internasional karena dalam prakteknya penyelesaian sengketa melalui
badan arbitrasi hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakatan para
pihak pada perjanjian.

Mengenai hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum


Nasional terdapat 2 aliran yaitu monisme dan dualisme. Menurut
pandangan monisme, hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum
yang mengikat apakah terhadap individu-individu dalam suatu negara
ataupun terhadap negara-negara dalam masyarakat internasional. Tokoh-
tokoh aliran monisme ini adalah Kelsen dan Georges dan Anzilotti
menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasional adalah 2
sistem hukum yang terpisah, berbeda satu sama lain. Menurut aliran
dualisme ini perbedaan tersebut terdapat pada:

–          Perbedaan Sumber Hukum

Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum


tertulis suatu negara sedangkan huku m internasional berdasarkan pada
hukum kebiasaan dan hukum yang dilahirkan atas kehendak bersama
negara-negara dalam masyarakat internasional.

–          Perbedaan Mengenai Subyek

Subyek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat


dalam suatu negara sedangkan subyek hukum internasional adalah
negara-negara anggota masyarakat internasional.

–          Perbedaan mengenai Kekuatan Hukum

Hukum nasional mempunyai kekuatan mengikat yang penuh dari


sempurna kalau dibanding dengan hukum internasional yang lebih
banyak bersifat mengatur hubungan negara-negara secara horizontal.

Menolak hukum internasional dapat berarti penolakan terhadap apa


yang dikehendaki dan diputuskan bersama oleh negara-negara untuk
mencapai tujuan bersama. Penolakan terhadapa hukum internasional
adalah tidak mungkin, karena dalam prakteknya semua tindak tanduk
negara dalam hubungan luar negerinya berpedoman dan didasarkan atas
asas-asas serta ketentuan yang terdapat dalam hukum internasional itu
sendiri.

Negara-negara berkembang yang jumlahnya sekitar 145 dengan


sistem pemerintahan yang saling berbeda tidak selalu mempunyai
pandangan dan sikap yang sama terhadap hukum internasional. Namun
dalam banyak hal terutama bagi negara-negara Asia dan Afrika terdapat
kesamaan pandangan terhadap sistem hukum tersebut.

Pada mulanya negara-negara berkembang sangat kritis terhadap


hukum internasional yang sama sekali tidak mencerinkan nilai-nilai
kebudayaan dan kepentingan mereka. Tetapi segera setelah lahir, dengan
aktif negara-negara tersebut berperan serta dalam berbagai forum dunia
untuk ikut merumuskan berbagai forum dunia lainnya telah dapat
dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang untuk mengakhiri era
kolonialisme dan memperjuangkan kepentinangan mereka di bidang
ekonomi dan sosial. Usaha-usaha masih tetap dilanjutkan untuk
merombak ketentuan-ketentuan yang masih berbau kolonial di samping
upaya untuk mewujudkan suatu tatanan dunia baru yang bebas dari
perang, ketidakadilan, kemiskinan dan keterbelakangan. Karena
mayoritas negara di dunia dewasa ini terdiri dari negara-negara
berkembang dapatlah diharapkan bahwa selanjutnya hukum
internasional akan lebih memperhatikan aspirasi dan kepentingan
negara-negara dunia ketiga.

Negara sebagai subyek utama hukum internasional. Hukum


internasional mengatur hak-hak dan kewajiban negara. Karena yang
harus diurus hukum internsional adalah terutama negara, dirasa perlu
untuk mendapatkan kejelasan mengenai apa yang dimaksud dengan
negara.

Bagi pembentukan suatu negara yang merupakan subyek penuh


hukum internasional diperlukan unsur-unsur konstitutif sebagai berikut:
(1). Penduduk yang tetap, (2). Wilayah tertentu, (3). Pemerintah, (4).
Kedaulatan.

Dunia didiami oleh lebih dari 190 negara. Di mata hukum


internasional semua negara tersebut sama, apakah negara itu besar atau
kecil, kaya atau miskin, kuat atau lemah. Masing-masing negara adalah
subyek hukum internasional dengan hak-hak dan kewajiban yang
dimilikinya.
Namun, tidak semua negara di dunia mempunyai bentuk yang sama.
Perbedaan bentuk ini yang menyebabkan berbeda pula cara pelaksanaan
hubungan internasional masing-masing negara. Bagaimana bentuk suatu
negara adalah urusan negara itu sendiri. Hukum internasional tidak
mempunyai hak ataupun wewenang untuk ikut menentuka bentuk suatu
negara. Suatu negara memilih bentuk negaranya sesuai dengan
aspirasinya sendiri. Karena negara-negara melakukan kegiatan satu sama
lain, hukum internasional perlu mengetahui bagaimana suatu negara
melaksanakan kegiatan luar negerinya. Hukum internasional
mengelompokkan negara dalam berbagai bentuk: Negara Kesatuan,
Negara Federal, Gabungan Negara-negara Merdeka, Konfederasi,
Negara-negara Netral, Negara yang Terpecah, Negara-negara Kecil, dan
Protektorat.

Di berbagai kawasan di dunia seperti Afrika, Asia Pasifik, dan 


Karibia negara-negara baru saling bermunculan yang sekaligus
mengakhiri era koloniali dari negara-negara Barat seperti: Inggris,
Perancis, Portugal, Belanda, dan Belgia.

Dalam hukum internasional telah berlaku suatu prinsip umum bahwa


adanya perubahan kedaulatan tidak mempengaruhi perjanjian perbatasan
dengan negara pihak ketiga, hak dan kewajiban perjanjian internasional
yang berhubungan dengan perbatasan serta hak dan kewajiban yang
berkaitan dengan pengaturan wilayah yang beralih, serta perjanjian-
perjanjian multilateral yang berkaitan dengan kesehatan, narkotika, dan
hak-hak asasi manusia.

Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, masyarakat internasional


telah mengalami perubahan yang mendalam . Transformasi tersebut
terjadi dalam dua bentuk yaitu bersifat horizontal dan vertikal.

Negara-negara dewasa ini masih tetap berlandaskan unsur-unsur


konstitutif tradisional yaitu wilayah, penduduk, pemerintah dan
kedaulatan. Tetapi di balik analisa formal ini, kedaulatan nasional makin
lama kelihatannya makin kabur sebagai dampak globalisasi terutama
dari aspek ekonominya. Perkembangan pesat dan teratur perdagangan
internasional, meningkatnya ketergantungan perekonomian nasional
terhadap pertukaran internasional di samping memperkuat integrasi
ekonomi dan menyebabkan saling ketergantungan antar negara menjadi
lebih nyata. Sekarang negara-negara tidak lagi mungkin mengambil
keputusan dan menentukan sendiri kebijakan-kebijakan ekonominya
dengan penuh kebebasan. Erosi kedaulatan ekonomi ini tentunya tidak
akan terbatas pada sektor itu saja, tetapi juga telah menggerogoti
kemerdekaan dan kedaulatan politik suatu negara.

Akhirnya perlu diwaspadai bahwa walaupun negara (nation-state)


masih tetap merupakan subyek utama hukum internasional, namun
peranannya dalam pergaulan antarbangsa semenjak dua dekade ini
makin ditantang oleh aneka ragam aktor-aktor non negara (non state
actors) seperti organisasi-organisasi internasional, organisasi non
pemerintah, perusahaan-perusahaan multinasional dan bahkan individu-
individu.

Pengakuan dalam hukum internasional merupakan persoalan yang


cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan politik.
Dalam masalah pengakuan unsur-unsur politik dan hukum sulit untuk
dipisahkan secara jelas karena pemberian dan penolakan pengakuan oleh
suatu negara sering dipengaruhi pertimbangan politik, sedangkan
akibatnya mempunyai ikatan hukum. Kesulitan juga berasal dari fakta
bahwa hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara untuk
mengakui negara lain atau pemerintahan lain seperti juga halnya bahwa
suatu negara atau pemerintahan lain seperti juga halnya bahwa suatu
negara atau suatu pemerintah tidak mempunyai hak untuk diakui oleh
negara lain.

Banyak yang berpendapat pengakuan merupakan suatu perbuatan


hukum namun banyak pula yang mengatakan dan diperkuat oleh praktek
negara bahwa pengakuan lebih bersifat politik yang mempunyai akibat
hukum.

Dalam masyarakat internasional dewasa ini, perjanjian internasional


memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatur kehidupan dan
pergaulan antar negara. Perjanian internasional yang pada hakikatnya
merupakan sumber hukum internasional yang utama adalah instrumen-
instrumen yuridik yang menampung kehendak dan persetujuan negara
atau subyek hukum internasional lainnya untuk mencapai tujuan
bersama. Pembuatan perjanjian internasional biasanya melalui beberapa
tahap yaitu perundingan (negosiation), penandatangan (signature), dan
pengesahan (ratification).

Penyelesaian sengketa secara damai merupakan konsekuensi


langsung dari ketentuan Pasal 2 ayat 4 Piagam yang melarang negara
anggota menggunakan kekerasan dalam hubungannya satu sama lain.

Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa


internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang
bersifat hukum. Sengketa politik ialah sengketa dimana suatu negara
mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, sedangkan
sengketa hukum ialah sengketa diamana suatu negara mendasarkan
sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional.

Dalam bab-bab selanjutnya membahas mengenai masalah-masalah


ruang udara dan ruang angkasa luar, organisasi internasional, hubungan
diplomatik dan konsuler antarnegara, pemeliahraan perdamaian dunia,
serta hak asasi manusia yang tidak bisa saya uraikan secara jelas seperti
bab-bab sebelumnya dengan beberapa sebab.

Buku Hukum Internasional; Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam


Era Dinamika Global, Edisi Ke-2 ini menampilkan kajian dan kegiatan
aspek-aspek hukum internasional yang kiranya berguna bagi pengenalan
ataupun perluasan wawasan tentang sistem hukum tersebut.

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena telah dapat
merampungkan Resume Buku Hukum Internasional ini, pada
kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan ucapan terima kasih dan
perhargaan tinggi kepada Dosen Pembimbing saya yaitu M. Syaprin
Zahidi S. IP yang memberikan tugas ini yang dapat memicu saya untuk
mebaca buku yang sangat menarik serta memberikan wawasan baru
mengenai hukum internasional dan tidak lupa saya ucapkan terima kasih
pula kepada teman saya yang telah meminjamkan bukunya yaitu Galang
Anggriawan. Yang akhirnya dapat menyelesaikan hasil resume buku
yang tidak sempurna ini.

Anda mungkin juga menyukai