Anda di halaman 1dari 20

A.

Konsep Dasar penyakit pada Anak


1. Pengertian
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer
atau cair (Suriadi dan Yuliani, 2013)
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang di
tandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit
yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit ( cecyly, Betz.2012).

2. Anatomi Fisiologi
Menurut Syaifuddin, ( 2003 ), susunan pencernaan terdiri dari :
a. Mulut Terdiri dari 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan
pipi.
a) Bibir 10 Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam di
tutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir.
Levator anguli oris mengakat dan depresor anguli oris menekan ujung
mulut.
b) Pipi Di lapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang
terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c) Gigi
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang di batasi
sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis di sebelah belakang
bersambung dengan faring.
a) Palatum Terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang
tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih
kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole (palatum lunak)
terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b) ) Lidah
Terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot
lidah ini dapat digerakkan ke segala arah. Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu :
Radiks Lingua = pangkal lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah dan
Apek Lingua + 11 ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang
terdapat epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat putingputing
pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan selaput
lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika
tidak digerakkan ke atas nampak selaput lendir.
c) Kelenjar Ludah Merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama
ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar
ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat di bawah tulang
rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar
sublingualis) yang terdapat di sebelah depan di bawah lidah. Di bawah
kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah di sebut
koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva).
Di sekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar
parotis yang letaknya dibawah depan dari telinga di antara prosesus
mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni, duktus
ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi
(muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak di bawah rongga
mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga 12
mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah di dasari oleh saraf-
saraf tak sadar
d) Otot Lidah Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m mandibularis,
oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk
anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang terdapat pada lidah. M
genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan
tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan
(esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan kolumna
vertebralis, di belakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung ke depan,
menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk esofagus ke
dalam lambung adalah kardia.
d. Gaster ( Lambung )
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama
didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian 13 atas fundus uteri berhubungan
dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan
pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fudus uteri.
e. Intestinum minor ( usus halus ) Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter.
Lapisan usus halus terdiri dari :
1) lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( m.sirkuler).
2) otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah luar ).
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu
1. Kontraksi pencampur (segmentasi) Kontraksi ini dirangsang oleh
peregangan usus halus yaitu.desakan kimus.
2. Kontraksi Pendorong Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang
peristaltik. Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh
masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan
gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama di
hancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun sepanjang
dinding usus halus.
Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi
mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter
iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari sekum. Refleksi
dari sekum ke sfingter iliosekal ini di perantarai oleh pleksus mienterikus.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap
ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahanpecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat
pada mukosa usus,seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat
menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan
peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam beberapa
menit. intesinum minor terdiri dari :
a) Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang membuktikan di sebut papila vateri. Pada
papila veteri ini bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan
saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).
b) Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas
adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan
panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum
yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena
mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2
lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara
yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah
ileum berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan
lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini di perkuat
dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula
seikalis atau valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel
yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan
pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan
submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada
penampangan melintang vili di lapisi oleh epiel dan kripta yang
menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang
memegang peranan aktif dalam pencernaan.
f. Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari dalam
keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1) Seikum Di bawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga di sebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2) Kolon asendens Panjang 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati membengkak ke
kiri, lengkungan ini di sebut Fleksura hepatika, di lanjutkan sebagai kolon
transversum.
3) Appendiks ( usus buntu ) Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong
dari akhir seikum.
4) Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens
berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan
sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
5) Kolon desendens Panjang ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri
membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum
kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6) Kolon sigmoid Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung
bawahnya berhubung dengan rectum. Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan
elektrolit serta kimus dan menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan.
Pergerakan kolon ada 2 macam :
1) Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot polos
dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak terangsang
menonjol keluar menjadi seperti kantong.
2) Pergarakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar yang
mendorong feses ke arah anus.
g. Rektum dan Anus
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. Anus
adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan
dunia luar ( udara luar ). Terletak di antara pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3
sfingter :
a. Sfingter Ani Internus
b. Sfingter Levator Ani
c. Sfingter Ani
Eksternus Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement.
Mekanisme :
1). Kontraksi kolon desenden
2). Kontraksi reflek rectum
3). Kontraksi reflek signoid
4). Relaksasi sfingter ani

3. Etiologi
Faktor penyebab gastroenteritis adalah:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroenteritis pada anak, meliputi infeksi internal sebagai
berikut:
1) Infeksi bakteri : vibrio, ecoly, salmonella shigella, capylabactor, versinia
aoromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus : entero virus ( v.echo, coxsacria, poliomyelitis)
3) Infeksi parasit : cacing ( ascaris, tricuris, oxyuris, srongyloidis, protozoa,
jamur)
b. infeksi parenteral : infeksi di luar alat pencernaan, seperti : OMA, tonsilitis,
bronkopneumonia, dan lainnya.
2. faktor malabsorbsi:
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), mosiosakarida ( intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak
yang Faktor makanan Makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan.
4. lebih besar).

4. Manifestasi Klinis
1. Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)
4. Kram abdomen, tenesmus
5. Membrane mukosa kering
6. Fontanel cekung (bayi)
7. Berat badan menurun
8. Malaise (Cecyly, Betz.2012

5. Penatalaksanaan Medis
Menurut Supartini (2014), penatalaksanaan medis pada pasien diare meliputi:
pemberian cairan, dan pemberian obat-obatan.
1. Pemberian cairan Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di
berikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan
glukosa untuk diare akut.
b. Cairan Parentera
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan
kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setampat.
Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
1) Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB / oral.
2) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3) Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset
1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Obat- obatan Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang
melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb).
a. Obat anti sekresi Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
b. Obat spasmolitik, umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak
beladora, opium loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut
lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotic Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab
yang jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg
BB / hari. Antibiotic juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA,
faringitis, bronchitis / bronkopeneumonia.

B. Konsep dasar tumbuh kembang anak usia 12 – 36 bulan ( 1 – 3 tahun)


1. Pengertian Toddler
Anak usia toddler adalah anak usia 12 – 36 bulan ( 1 – 3 tahun ) pada periode ini
anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana menngontrol
orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan tindakan keras kepala. Hal ini merupakan
periode yang sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual
secara optimal ( Perry, 1998 ).
Anak usia toddler dikelompokkan lagi berdasarkan umur, penegelompokkan
tersebut ialah:
a. Anak usia 12-18 bulan
b. Anak usia 18-24 bulan
c. Anak usia 24-36 bulan
2. Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia 12-18 Bulan
a. Pertumbuhan Fisik
 Tingkat pertumbuhan lebih lambat pada umur tahun ke dua dan nafsu makan
menurun.
 “Lemak bayi” dibakar oleh gerakan yang bertambah.
 Lumbar lordosis berlebihan membuat perut menonjol.
 Pertumbuhan otak, disertai mielinisasi yang berlanjut, menghasilkan penambahan
lingkar kepala lebih dari 2 cm dalam 1 tahun.
 Sebagian besar anak mulai berjalan sendiri mendekati usia satu tahun, sebagian lagi
tidak dapat berjalan sampai usia 15 bulan. Bayi yang sangat aktif dan berani
cenderung berjalan lebih awal, bayi kurang aktif, lebih penakut dan yang terikat
dengan menyelidiki obyek-obyek secara terperinci barjalan lebih lambat. Berjalan
lebih awal tidak berkaitan dengan perkembangan di bidang-bidang lain.
 Ketika anak dapat berjalan secara bebas, anak dapat berjalan menjauhi orangtuanya
dan menjelajahi lingkungannya. Meskipun anak menggunakan ibunya sebagai
tempat perlindungan untuk menentramkan hati.
b. Perkembangan Kognitif
 Penjelajahan benda mempercepat jalannya karena pendekatan, pemegangan,
dan pelepasan hampir sepenuhnya matur dan berjalan bertambah ke hal-hal yang
menarik.
 Anak yang baru berjalan menggabungkan objek-objek dengan cara-cara baru
untuk menciptakan hal-hal menarik, seperti menumpuk balok-balok atau meletakan
barang kedalam tempat kaset video.
 Alat-alat mainan juga lebih mungkin untuk digunakan pada maksud-maksud
tujuannya (sisir untuk rambut, cangkir untuk minum).
 Meniru orangtua dan anak-anak yang lebih dewasa adalah cara belajar yang
penting.
 Permainan khayalan yang berpusat pada tubuh anak itu sendiri (pura-pura minum
dari cangkir kosong).
c. Perkembangan Emosi
Bayi-bayi yang mungkin telah mencapai dan melakukan hal yang baru bagi
dirinya cenderung memiliki sifat emosi yang lebih tinggi.. Bila mereka mulai
berjalan, perubahan suasana hati utama mereka nyata sekali. Anak yang baru belajar
berjalan digambarkan seperti orang yang dimabukan oleh kemampuan mereka yang
baru
Kemampuan anak untuk menggunakan orang tua sebagai “tempat aman”
untuk  penjelajahan merupakan hal yang penting bagi anak untuk dapat
mengeksplorasi dirinya, tergantung pada hubungan kasih sayang. Kasih sayang baik
dan lebih dapat memberikan pengaruh positif dan menjadikan anak itu memiliki sifat
yang baik. Anak yang mendapat kasih sayang yang baik tentunyha akan memiliki
perkembangan emosi yang baik karena telah terbiasa dengan kasih dan sayang yang
didaptkannya sebelumnya.
d. Perkembangan Bahasa
Komunikasi penting sejak lahir, khususnya nonverbal sebagai interaksi
antara bayi dan yang merawatnya. Penerimaan bahasa mendahului perasaan. Kata-
kata pertama mulai muncul pada usia 9-18 bulan, kebanyakan anak dapat
mengucapkan setidaknya 1 sampai 2 kata pada usia 1 tahun. Ketika bayi mulai
mengucapkan kata-kata pertamanya, kira-kira 12 bulan , mereka mulai menanggapi
dengan tepat beberapa contoh pernyataan sederhana.
Pada usia 15 bulan, rata-rata anak menunjuk pada bagian utama tubuh dan
menggunakan 4-6 kata-kata secara spontan dan benar, termasuk kata benda dan nama
sendiri. Anak yang baru berjalan juga menikmati berkata-kata dengan suku kata yang
banyak tetapi tidak tampak marah ketika tidak ada yang mengerti. Sebagian besar
komunikasi keinginan dan ide berlanjut menjadi non-verbal.
3. Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia 18-24 Bulan
a. Pertumbuhan Fisik 
Perkembangan motorik ialah suatu kemajuan pada usia ini, pada usia ini terjadi
perkembangan keseimbangan dan kelincahan serta kemampuan untuk  berlari dan
menaiki tangga. Berat dan tinggi meningkat secara bertahap meskipun pertumbuhan
kepala terjadi agak lambat. 90% dari lingkar kepala dewasa didapatkan pada usia 2
tahun, dengan pertambahan hanya 5 cm yang didapat pada beberapa tahun ke depan.
b. Perkembangan Kognitif 
Pada usia kira-kira 18 bulan, beberapa perubahan kognitif datang menandai
kesimpulan periode sensorimotor.
 Obyek permanen benar-benar didirikan
 Anak yang baru belajar berjalan mengharapkan adanya obyek yang dapat digerakan
walaupun benda itu tidak dapat dilihat karena sedang bergerak.
 Sebab dan akibat dimengerti dengan lebih baik, dan anak memperlihatkan
kemampuan dalam menyelesaikan masalah.
 Menggunakan tongkat untuk menggunakan mainan yang ada di luar  jangkauannya.
Perubahan bentuk secara simbolik dalam permainan yang tidak lagi terikat pada
tubuh balita itu sendiri (mulai bermain imajinasi dengan objek lain)
c. Perkembangan Emosi
Pada banyak anak, kebebasan relatif pada periode sebelumnya memberi jalan
untuk menambah keterikatannya pada usia sekitar 18 bulan. Pada fase ini digambarkan
sebagai penyesuaian yang mungkin merupakan reaksi tumbuhya kesadaran dari
kemungkinan berpisah. Banyak orang tua yang mengatakan bahwa mereka tidak
bisakemana-mana tanpa bersama-sama anaknya. Tidur sendiri seringkali sangat
sulit,dengan banyaknya kesalahan awal dan kemarahan. Anak-anak terkadan
membutuhka objek atau barang transisi yang dapat digunakan untuk memberikan
perasaan tenang dan aman seperti yang diberikan oleh orang tua.
Saat perasaan anak berkembang akan dirinya, mereka mulai mengerti
perasaanorang lain dan membangun rasa empati. Anak dapat memeluk anak lainnya
yangmendapatkan distress atau menjadi perhatian ketika seseorang sedang sakit.
Merekamulai mengerti perasaan anak lainnya jika disakiti, dan kesadaran ini
mendorongmereka untuk menahan perilaku agresif mereka.
d. Perkembangan Bahasa
Mungkin perkembangan yang paling dramatik pada periode ini ialah bahasa.
Memberi nama objek bertepatan dengan kedatangan pemikiran simbolistik. Setelah
menyadari bahwa kata-kata dapat berarti benda, perbendaharaan kata anak
berkembang dari 10-15 kata-kata pada usia 18 bulan menjadi 50-100 pada usia 2
tahun. Setelah mendapat perbendaharaan kata kira-kira 50 kata, anak-anak mulai
menggabungkan kata-kata tersebut untuk memulai kalimat sederhana, permulaan tata
bahasa. Pada tingkat ini, anak mengerti perintah 2 tahap, seperti “berikan bola itu dan
pakai sepatumu”. Bahasa juga memberikan anak perasaan mengontrol lingkuangan
sekitarnya,seperti “selamat tinggal” atau “malam-malam”. Kemunculan bahasa lisan
menandakan berakhirnya periode sensorimotor. Seperti anak-anak yang baru berjalan-
jalan Anak-anak belajar menggunakan simbol-simbol untuk mengungkapkan ide-ide
dan menyelesaikanmasalah, kebutuhan untuk kognisi didasarkan pada perasaan
langsung dan gerakan manipulasi berkurang.
4. Tahap Tumbuh Kembang Anak Usia 24-36 Bulan
a. Perkembangan motorik
Anak umur 2-3 tahun dapat berjalan berjinjit, menyusun 7-8 balok, memegang pensil
dengan baik, naik tangga, menaruh pensil kedalam botol, memakai  sepatu sendiri.
b. Perkembangan bahasa
Pada usia ini si anak biasanya sudah mulai dapat mengetahui satu warna, menyebutkan
nama lengkap, nama panggilannya sendiri, mengerti arti lelah dan lapar, aktif bertanya
dan berbicara, penambahan artikulasi.
c. Perkembangan kognitif
Pada umur 3 tahun dia dapat bermain imajinasi sendiri, mengetahui jenis kelamin
sendiri, dapat memanjat dengan kaki bergantian, malatakkan kedua kakinya pada
masing-masing tangga sambil melompat. Anak-anak pada usia 3 tahun mempunyai
keinginan yang besar untuk bebas melakukan hal-hal yang disukainya.
d. Keterampilan utama
 Sudah bisa menyebutkan kurang lebih 6 anggota tubuhnya, apap yang
diucapkannya sudah mulai dapat dipahami, dan dapat mengucapkan kalimat
sebanyak 2-3 kata.
 Bisa menyusun balok sebanyak 6 buah, dan cara berjalan lebih tertata.
 Bisa melompat dengan kedua kakinya, dan bisa membukakan pintu.
 Bisa menggosok gigi, tetapi masih dengan bantuan orang lain.
 Sudah bisa menyebutkan namanya sendiri.
 Sudah bisa melakukan percakapan sederhana.
 Sudah bisa mengenali kegunaan 2 benda yang dikenalnya, kalimatnya sudah terdiri
dari 3-4 kata, dan dapat menyebutkan 2 kegiatan seperti, melompat dan meloncat.
e. Keterampilan yang akan dikuasai
 Membicarakan tentang dirinya sendiri, bisa menyesuaikan benda-benda
berdasarkan kategori, dan sudah bisa berjalan menuruni tangga.
 Bisa menggunakan kata ganti seperti, saya dan kamu, serta dapat mencuci dan
membersihkan tangan sendiri.
 Sudah mulai mengerti dengan istilah seperti, besar, halus, dll.
 Senang menggambar lingkaran.
 Bisa berdiri dengan satu kaki secara bergantian dalam beberapa saat, mengenal
alfabet lebih banyak, dan sudah bisa menggosok giginya sendiri.
 Bisa melakukan naik turun tangga dengan lancar, sudah mulai menggunakan istilah
diatas, didalam, disana, 75% ucapannya sudah mulai bisa dimengerti dengan jelas,
dan dapat menyusun balok sebanyak 8 buah.
 Bisa melakukan lompat di tempat dan melompati sesuatu, sudah mengerti 2/3
permintaan atau perintah, dan sudah bisa mengendarai sepeda roda 3.
f. Keterampilan lebih lanjut
 Sudah mulai mengerti kata-kata seperti, 'nanti' atau 'sebentar lagi', sudah mengerti
perbedaan gender laki-laki dan perempuan, serta mulai belajar melompat.
 Sudah bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas, dan bisa membuat gambar garis
vertikal.
 Sudah mulai mengenal alfabet, serta dapat menjaga keseimbangan seperti berdiri
dengan satu kaki.
 Bisa mengenakan pakaiannya sendiri, menyebutkan beberapa warna, dan sudah
tahu tentang nama temannya.
 Bisa menggunakan 2 kata sifat, bisa menggambar silang, dan sudah mulai mengerti
jika orang lain menanyakan fungsi tempat.
 Sudah bisa melakukan toilet training, bisa menggoyang-goyangkan ibu jari
(jempol), bisa melakukan berbagai ekspresi emosi seperti, senang, marah, sedih,
takut dsb, serta bisa menggambar seperti orang yang digambar hanya dengan
lingkaran dan garis silang saja.
 Bisa melakukan berdiri di atas satu kaki secara bergantian selama 3 detik, dan
sudah bisa mengenakan pakaiannya sendiri baik celana maupun baju.

C. Konsep dasar Hospitalisasi anak usia 12 – 36 bulan ( 1 – 3 tahun)


Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di
rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan
lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor
stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2010).
Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan.
Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan
menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2014). Hospitalisasi juga dapat
diartikan adanya beberapa
perubahan psikis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit (Stevens, 2014).
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hospitalisasi adalah
suatu proses karena alasan berencana maupun darurat yang mengharuskan anak dirawat
atau tinggal di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang dapat menyebabkan
beberapa perubahan psikis pada anak. Perubahan psikis terjadi dikarenakan adanya suatu
tekanan atau krisis pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak
tersebut akan mudah mengalami krisis yang disebabkan anak mengalami stres akibat
perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan
sehari-hari. Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme koping
untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya menekan (Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami, 2015).
1. Stressor
pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit Sakit dan dirawat di rumah sakit
merupakan krisis utama yang tampak pada anak (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami,
2015). Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah
mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan yang dialaminya.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan status kesehatan anak, perubahan lingkungan,
maupun perubahan kebiasaan sehari-hari. Selain itu anak juga mempunyai keterbatasan
dalam mechanism koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang
bersifat menekan.
Stresor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
berup perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan
lingkungan fisik ruangan seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kuang nyaman,
tingkat kebersihan kurang, dan pencahayaan yang terlalu terang atau terlalu redup. Selain
itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi
ketakutan. Keadaan dan warna dinding maupun tirai dapat membuat anak marasa kurang
nyaman (Keliat 1998). Beberapa perubahan lingkungan fisik selama dirawat di rumah
sakit dapamembuat anak merasa asing. Hal tersebut akan menjadikan anak merasa tidak
aman dan tidak nyaman. Ditambah lagi, anak mengalami perubahan fisiologis yang
tampak melalui tanda dan gejala yang dialaminya saat sakit. Adanya perlukaan dan rasa
nyeri membuat anak terganggu. Reaksi anak usia prasekolah terhadap rasa nyeri sama
seperti sewaktu masih bayi. Anak akan bereaksi terhadap nyeri dengan menyeringaikan
wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau
melakukan tindakan agresif seperti menendang dan memukul. Namun, pada akhir periode
balita anak biasanya sudah mampu mengkomunikasikan rasa nyeri yang mereka alami
dan menunjukkan lokasi nyeri (Nursalam, Susilaningrum, dan Utami, 2005). Beberapa
perubahan lingkungan fisik yang dialami selama dirawat di rumah sakit, pada akhirnya
dapat menyebabkan anak mengalami stres emosi.
2. Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Anak usia prasekoolah adalah anak yang berusia antara 3 sampai 6 tahun
(Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996), anak usia prasekolah sebagian besar sudah
dapat mengerti dan mampu mengerti bahasa yang sedemikian kompleks. Selain itu,
kelompok umur ini juga mempunyai kebutuhan khusus, misalnya, menyempurnakan
banyak keterampilan yang telah diperolehnya. Pada usia ini, anak membutuhkan
lingkungan yang nyaman untuk proses tumbuh kembangnya. Biasanya anak mempunyai
lingkungan bermain dan teman sepermainan yang menyenangkan. Anak belum mampu
membangun suatu gambaran mental terhadap pengalaman kehidupan sebelumnya
sehingga dengan demikian harus menciptakan pengalamannya sendiri (Sacharin, 1996).
Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan
di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan
yang dirasakanya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan. Anak juga harus
meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman
sepermainannya (Supartini, 2004). Beberapa hal tersebut membuat anak menjadi stres
atau tertekan. Sebagai akibatnya, anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan pada saat
menjelang tidur. Anak usia sekoalah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah
sakit.
Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa
kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, dan cemas atau takut. Anak yang
sangat cemas dapat bereaksi agresif dengan marah dan berontak. Kecemasan pada anak
biasanya muncul karena berbagai perubahan yang muncul di sekelilingnya, baik fisik
maupun emosional. Dapat juga akibat kurangnya support system yang ada di sekitarnya.
Sedangkan gejala klinis kecemasan yang sering ditemukan pada anak adalah perasaan
cemas, kekhawatiran, dan mudah tersinggung (Hawari, 2001).
Selain itu, pada anak yang mengalami kecemasan, dalam kesehariannya terlihat
tidak tenang, konsentrasi menurun, adanya perubahan pola tingkah laku dalam
kesehariannya, bahkan hingga dapat menyebabkan gangguan pola tidur. Anak yang
mengalami kecemasan akan memunculkan respon fisologis, seperti perubahan pada
sistem kardiovaskuler, perubahan pola nafas yang semakin cepat atau terengah-engah.
Selain itu, dapat pula terjadi perubahan pada sistem pencernaan dan neuromuscular
seperti nafsu makan menurun, gugup, tremor, hingga pusing dan insomnia. Kulit
mengeluarkan keringat dingin dan wajah menjadi kemerahan. Selain respon fisiologis,
biasanya anak juga akan menampakkan respon perilaku, seperti gelisah, ketegangan fisik,
tremor atau gemetar, reaksi kaget, bicara cepat, menghindar, hingga menarik diri dari
hubungan interpersonal. Respon kognitif yang mungkin muncul adalah perhatian
terganggu, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berpikir, tidak mampu
berkonsentrasi, dan ketakutan. Sedangkan respon afektif yang biasa muncul adalah tidak
sabar, tegang, dan waspada (Stuart & Sundeen, 2014).

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


a) Pengkajian
Menurut Cyndi Smith Greenbery, 2014 adalah
1. Identitas klien
2. Riwayat keperawatan Awal serangan : gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia
kemudian timbul diare. Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput kadir 25 mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4x
dengan konsisten encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi
4. Riwayat Psikososial keluarga
5. Kebutuhan dasar
a. Pola Eliminasi Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
b. Pola Nutrisi Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan
BAB
c. Pola Istirahat dan Tidur Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang
akan menimbulkan rasa tidak nyaman
d. Pola Aktifitas Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat disentri abdomen.
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah Ht meningkat, leukosit menurun
b) Feses Bakteri atau parasit
c) Elektrolit
Natrium dan Kalium menurun
d) Urinalisa
Urin pekat, BJ meningkat
e) Analisa Gas Darah Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan)
3. Daya Fokus
a) Subjektif
1) Kelemahan
2) Diare lunak s/d cair
3) Anoreksia mual dan muntah
4) Tidak toleran terhadap diit
5) Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah, abdomen tengah
bawah)
6) Haus, kencing menurun
7) Nadi mkeningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat dan dalam
(kompensasi ascidosis).
b) Objektif
1) Lemah, gelisah
2) Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus
3) Penurunan turgor, pucat, mata cekung
4) Nyeri tekan abdomen
5) Urine kurang dari normal
6) Hipertermi
7) Hipoksia / Cyanosis,Mukosa kering,Peristaltik usus lebih dari normal.
b. Diagnosa Keperawatan yang muncul
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan sekunder
akibat diare
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder
akibat gastroenteritis
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak adekuatnya
absorbsi usus terhadap zat gizi, mual / muntah
4. Hipertermi berhubungan dengan penurunan sirkulasi sekunder terhadap
dehidrasi
5. Perubahan integritas kulit berhubungan dengan irisan lingkungan.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta
EGC
Depkes.(2012). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID

FKUI. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Gary dkk. (2006). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.

Meidian, JM. (2010). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of


America: Mosby.

Mitayani. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Wiknjosostro. (2012). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka


Sarwana Prawirohardjo.

NANDA NIC & NOC 2017

Anda mungkin juga menyukai