Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah keadaan emergency yang membutuhkan


diagnosis dan penanganan yang cepat. Gejalanya dapat menyerupai stroke akute,
meskipun ada banyak perbedaan gejala. HE dapat terjadi pada semua umur, tetapi
biasanya terjadi pada usia muda daripada usia 50 tahun. Adanya Hipertensi akut
dibutuhkan untuk diagnosis, dengan tekanan darah lebih tinggi dari 240/140 mmHg.
Meskipun hipertensi lebih sering terjadi pada stroke akut, ini tidak selalu dengan
derajat yang extrim. Hipertensi berat ini dapat lebih dulu merusak batas normal
autoregulasi cerebrovascular, pengantaran ke cerebral hyperperfusion, bertambahnya
permeabilitas vaskular, dilatasi pembuluh darah cerebral, edema cerebral dan
perdarahan. Infark jarang terlihat.1,2
Menurut JNC 7 (The Joint National Committee on Prevention,
Detection,Evaluation and Treatment of High Blood Pressure) hipertensi diklasifikan
sebagai berikut:3

Tabel 1.1 Klasifikasi Hipertensi3


Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 ≥160 ≥100
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, halaman 1079

Gejalanya umumnya berkembang lebih lambat daripada stroke akut dan


biasanya non spesifik, misalnya sakit kepala, mual dan muntah. Gejala pada
penglihatan umumnya penglihatan kabur, kehilangan penglihatan dan kebutaan. 1
Seperti pada perkembangan ensefalopati, pasien menjadi Agitasi, gelisah,
mengantuk, bingung dan disorientasi. Kejang adalah sebuah komplikasi yang sering
terjadi pada hipertensi ensefalopati baik fokal ataupun general. General hiperfleksi
juga sering terjadi, dan pada pemeriksaan funduscopy biasanya terlihat perdarahan,
eksudat dan papile edema. Defisit fokal motorik ataupun sensorik jarang terjadi tetapi
biasanya di dapat dari kejang, edema, perdarahan ataupun iscemia.1
CT scan pada kepala dapat terlihat edema cerebral yang difuse. MRI lebih
sensitif untuk melihat kelainan. Gejala Neurologi maupun radiologi dapat dilihat
dengan penanganan yang tepat pada hipetensi. 1

1|
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak oleh karena kenaikan
tekanan darah secara mendadak yang melampaui kemampuan autoregulasi otak. Hal
ini dikenal dengan ensefalopati hipertensi 4,5,6.

2|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipertensi Ensefalopati (HE) adalah sindrom klinik akut reversibel yang
disebabkan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas
autoregulasi otak. HE dapat terjadi pada normotensi yang tekanan darahnya
mendadak naik menjadi 160/100 mmHg. Sebaliknya mungkin belum terjadi pada
penderita hipertensi kronik meskipun tekanan arteri rata-rata mencapai 200 atau 225
mmHg 4.
Ensefalopati hipertensi merupakan komplikasi neurologi yang diakibatkan
peningkatan mendadak tekanan darah dan digolongkan dalam hipertensi emergensi.
Ensefalopati hipertensi dapat didefinisikan sebagai sindrom serebral akut yang terjadi
sebagai hasil kegagalan autoregulasi vaskular serebral, meningkat pada penghancuran
sawar darah otak dan edem serebral. Mekanisme pasti yang menyebabkan hilangnya
fungsi endothelial belum diketahui. 6

2.2. Epidemiologi
Ensefalopati Hipertensi banyak ditemukan pada usia pertengahan dengan
riwayat hipertensi essensial sebelumnya. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa 1,8-
28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi. Menurut
penelitian di USA, sebanyak 60 juta orang yang menderita hipertensi, kurang dari 1
% mengidap hipertensi emergensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang kejadian
ini. Mortalitas dan morbiditas dari penderita ensefalopati hipertensi bergantung pada
tingkat keparahan yang dialami Perbandingan antara wanita dan pria, ternyata wanita
lebih banyak menderita hipertensi, angka prevalensi pria 6,0% sedangkan wanita
11,6%. Selain itu, diteliti bahwa insiden hipertensi essensial pada orang kulit putih
sebanyak 20-30%, sedangkan pada orang kulit hitam sebanyak 80%. Sehingga orang
kulit hitam lebih beresiko untuk menderita ensefalopati hipertensi 2,5,6.

2.3. Etiologi
Adapun etiologi dari ensefalopati hipertensi disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Penyebab ensefalopati hipertensi

3|
Sumber: Cermin dunia kedokteran, hal. 175

Ensefalopati hipertensi dapat merupakan komplikasi dari berbagai penyakit


antara lain penyakit hipertensi kronik dengan penyebab apapun, glomerulis nefritik
akut khususnya setelah infeksi, eklamsi, Renovascular hipertensi, post coronary
artery bypass hypertension. Ensefalopati hipertensi lebih sering ditemukan pada
orang dengan riwayat hipertensi esensial lama 2,5,6.

2.4. Patofisiologi
Secara fisiologis peningkatan tekanan darah akan mengaktivasi regulasi
mikrosirkulasi di otak (respon vasokontriksi terhadap distensi dinding endotel).
Aliran darah otak tetap konstan selama perfusi aliran darah otak berkisar 60 – 120
mmHg. Ketika tekanan darah meningkat secara tiba-tiba, maka akan terjadi
vasokontriksi dan vasodilatasi dari arteriol otak yang mengakibatkan kerusakan
endotel, ekstravasasi protein plasma, edema serebral. Jika peningkatan tekanan darah
terjadi secara persisten sampai ke hipertensi maligna maka dapat menyebabkan
nekrosis fibrinoid pada arteriol dan gangguan pada sirkulasi eritrosit dalam
pembuluh darah yang mengakibatkan deposit fibrin dalam pembuluh darah (anemia
hemolitik mikroangiopati)1.
Berikut teori-teori mengenai ensefalopati hipertensi:

2.4.1. Reaksi autoregulasi yang berlebihan (the overregulati on theory of


hypertensive encephalopathy)

4|
Kenaikan tekanan darah yang mendadak menimbulkan reaksi vasospasme arteriol
yang hebat disertai penurunan aliran darah otak dan iskemi. Vasospasme dan iskemi
akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, nekrosis, fibrinoid, dan
perdarahan kapiler yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan sawar darah otak
sehingga dapat timbul edema otak 4.

2.4.2. Kegagalan autoregulasi (the breakthrough theory of hypertensive


encephalopathy)
Tekanan darah autoregulasi sehingga tinggi yang melampaui batas regulasi dan
mendadak menyebabkan kegagalan tidak terjadi vasokonstriksi tetapi justru
vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara segmental (sausage string pattern),
tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas segmen endotel yang dilatasi terganggu
sehingga menyebabkan ekstravasasi komponen plasma yang akhirnya menimbulkan
edema otak 4.

Bagan 2.2 Patofisiologi Ensefalopati Hipertensi akibat Kegagalan


Autoregulasi

↑↑ Blood pressure

Failure of autoregulation

Forced vasodilatation

- Hyperperfusion
Endothelial permeability
- capillary hydrostatic pressure

Cerebral edema

Hypertensive encephalopathy
(headache, nausea, vomiting,
altered mental status, convulsion)

Sumber: Cermin Dunia Kedokteran No.157, halaman 176

5|
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan
pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan
hiperkapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,
sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak
akan mempercepat timbulnya edema otak 6.

Gambar 2.1 autoregulasi serebral berupa vasospasme

Gambar 2.2 Autoregulasi serebral berupa overdistention arteriol

Gambar 2.3 Dua hipotesis utama patofisiologi ensefalopati hipertensi

6|
Pada kondisi normotensi, aliran darah otak tidak mengalami perubahan,

yakni nilai MAP antara 70-150 mmHg. Pada kondisi hipertensi batasan MAP

berubah ke tingkat yang lebih tinggi (110 dan 180 mmHg).

Faktor yang menyebabkan terjadinya hipertensi urgensi atau emergensi

masih belum diketahui secara pasti. Hal ini dihubungkan dengan agen

vasokonstriktor seperti norepinefrin, angiotensi II, vasopressin atau

endotelin.angiotensin II memiliki efek toksik terhadap dinding pembuluh darah.6

Gambar 2.4 Autoregulasi pada individu normotensi dan dan hipertensi kronik

7|
Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 12

2.5. Manifestasi klinis


Ensefalopati hipertensi merupakan suatu sindrom hipertensi berat yang
dikaitkan dengan ditemukannya nyeri kepala hebat, mual, muntah, gangguan
penglihatan, confusion, pingsan sampai koma. Onset gejala biasanya berlangsung
perlahan, dengan progresi sekitar 24-48 jam. Gejala-gejala gangguan otak yang difus
dapat berupa defisit neurologis fokal, tanda-tanda lateralisasi yang bersifat reversibel
maupun irreversibel yang mengarah ke perdarahan cerebri atau stroke. Microinfark
dan peteki pada salah satu bagian otak jarang dapat menyebabkan hemiparesis ringan,
afasia atau gangguan penglihatan. Manifestasi neurologis berat muncul jika telah
terjadi hipertensi maligna atau tekanan diastolik >125mmHg disertai perdarahan
retina, eksudat, papiledema, gangguan pada jantung dan ginjal.2
Dalam hipertensi ensefalopati dengan papilledema pasien memiliki bukti
disfungsi otak difus seperti sakit kepala parah, muntah, penglihatan kabur, kejang dan
koma. 7,10

2.6. Penegakkan Diagnosis


Dalam menegakkan diagnosis ensefalopati hipertensi, maka pada pasien
dengan peningkatan tekanan darah perlu diidentifikasi jenis hipertensinya, apakah
hipertensi urgensi atau hipertensi emergensi. Hal ini dapat dilakukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda dan gejala kerusakan target
organ terutama di otak seperti adanya nyeri kepala hebat, mual, muntah, penglihatan

8|
kabur, penurunan kesadaran, kejang, riwayat hipertensi sebelumnya, penyakit ginjal,
penggunaan obat-obatan, dan sebagainya.1

Gambar 2.5 Alur pendekatan diagnosis pada apsien hipertensi

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 14

Pada banyak kasus , tetapi tidak semuanya, CSF dan Protein meningkat. Lebih
dari 100mg/dl. Dalam beberapa keadaan tapi ini tidak ada reaksi selular.
Selain itu dapat dilakukan funduskopi untuk melihat ada tidaknya perdarahan
retina dan papil edema sebagai tanda peningkatan tekanan intra kranial. Penilaian
kardiovaskular juga perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya distensi vena
jugular atau crackles pada paru. Urinalisis dan pemeriksaan darah untuk mengetahui
kerusakan fungsi ginjal (peningkatan BUN dan kreatinin) 5.

Gambar 2.5 Gambaran funduskopi pada hipertensi ensefalopati

9|
Sumber : medScape. Hypertensive Ensepalopathy

Pemeriksaan CT scan atau MRI kepala dapat menunjukkan adanya edema


pada bagian otak dan ada tidaknya perdarahan. Edema otak biasanya terdapat pada
bagian posterior otak namun dapat juga pada batang otak 5.

Gambar 2.6 Gambaran CT Scan (kanan) dan MRI (kiri) kepala pada wanita 55 tahun
dengan Ensefalopati Hipertensi dan kejang menunjukkan adanya lesi white matter
yang terkonsentrasi pada bagian posterior otak

10 |
Sumber: Adam and Victor’s Principle of Neurology 9th Edition, halaman 823
Hipertensi ensefalopati sering disalah interpretasikan sebagai gambaran area
infark yang besar ataupun demelinisasi, tetapi ini akan kembali normal dalam
beberapa minggu. 10

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding ensefalopati hipertensi antara lain:
a. Stroke iskemik atau hemoragik
b. Stroke trombotik akut
c. Perdarahan intracranial
d. Encephalitis
e. Hipertensi intracranial
f. Lesi massa SSP
g. Kondisi lain yang terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan darah atau
yang memiliki gejala serupa 1
Membaiknya gejala klinis dan peningkatan status mental setelah tekanan darah
terkontrol merupakan karakteristik untuk mendiagnosis dan membedakan
ensefalopati hipertensi dari penyakit-penyakit di atas 6.

2.8 Terapi
Berikut terapi farmakologi untuk penangan kegawatan akibat
hipertensi, termasuk ensefalopati hipertensi.

11 |
Tabel 2.3 Terapi hipertensi

Sumber: Hipertensi Krisis. Vol. 27, No.3. halaman 17

Penurunan tekanan darah arterial, sesuai dengan tingkatan tekanan darah


pasien terutama yang berhubungan dengan kejadian neurologis, harus dilakukan
dengan monitoring secara tetap dan titrasi obat, tekanan darah arterial diukur dengan
kateterisasi jika memungkinkan. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan tekanan
darah arterial sebesar 20%-25% selama 1-2 jam dan tekanan darah diastolic ke 100-

12 |
110 mmHg. Jika dengan penurunan tekanan darah arterial memperburuk keadaan
neurologis, maka harus dipertimbangkan kembali rencana pengobatannya. Untuk
obat anti hipertensi intravena yang bekerja cepat hanya labetalol, sodium
nitroprusside dan phenoldopam (pada gagal ginjal) sudah terbukti efektif pada HE.2,10
Labetalol adalah suatu beta adrenergic blockers, kelihatannya paling adekuat
tidak menurunkan aliran darah otak dan bekerja selama 5 menit untuk administrasi.
Dosis inisial alah 20 mg dosis bolus, kemudian 20-80 mg dosis intravena setiap 10
menit sampai tekanan darah yang diinginkan atau total dosis sebesar 300 mg
tercapai.2
Sodium nitroprusside, sebuah vasodilator, memiliki onset yang cepat
(hitungan detik) dan durasi yang singkat dalam bekerja (1-2 menit). Bagaimanapun,
ini dapat mempengaruhi suatu venodilatasi cerebral yang penting dengan
kemungkinan menghasilkan peningkatan aliran darah otak dan hipertensi
intracranial. Suatu tindakan cytotoxic, dengan melepaskan radikal bebas NO dan
produk metaboliknya, sianida dapat menyebabkan kematian mendadak, atau koma.
Dosis inisial 0,3-0,5 mcg/kg/min IV, sesuaikan dengan kecepatan tetesan infus
sampai target efek yang diharapkan tercapi dengan dosis rata-rata 1-6 mcg/kg/min.2
Fenildopam (Corlopam), sebuah short acting dopamine agonis (DA1) pada
level perifer, dengan durasi pendek dalam bekerja. Ini meningkatkan aliran darah
ginjal dan ekskresi sodium dan dapat digunakan pada pasien dengan gejala gagal
ginjal. Dosis inisial 0,003 mcg/kg/min IV secara progresif ditingkatkan sampai
maksimal 1,6 mcg/kg/min.2
Nicardipine dalam dosis bolus 5-15 mg/h IV dan dosis maintenance 3-5 mg/h
dapat juga digunakan.2
Nifedipine sublingual, clonidine, diazoxide, atau hydralazine intravena tidak
direkomendasikan karena dapat mempengaruhi penurunan yang tidak terkontrol dari
tekanan darah arterial yang mengakibatkan iskemi cerebral dan renal.2

2.9 Prognosis
Pada penderita ensefalopati hipertensi, jika tekanan darah tidak segera
diturunkan, maka penderita akan jatuh dalam koma dan meninggal dalam beberapa
jam. Sebaliknya apabila tekanan darah diturunkan secepatnya secara dini prognosis
umumnya baik dan tidak menimbulkan gejala sisa 4.

13 |
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Ensefalopati hipertensi merupakan sindrom klinik akut reversibel yang
dicetuskan oleh kenaikan tekanan darah secara mendadak sehingga melampaui batas
autoregulasi otak.
Kejadian ensefalopati hipertensi merupakan keadaan gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera untuk mencegah terjadi kerusakan otak yang luas
dan permanen. Kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan
darah secara mendadak yang melampaui autoregulasi otak, dalam hal ini terjadi
respon vasokontriksi maupun vasodilatasi yang berakhir dengan edema serebri.
Manifestasi klinik ensefalopati hipertensi ditandai dengan adanya nyeri
kepala hebat, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, adanya papiledema pada
pemeriksaan funduskopi.
Penanganan ensefalopati hipertensi dilakukan dengan menurunkan tekanan
darah secepat mungkin sehingga gejala klinis dan status mental dapat membaik. Jika
penanganan terlambat maka akan ada gejala sisa atau bahkan dapat menyebabkan
kematian.

14 |
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzsimmond, Brian-Freud. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke in Lange
Current Diagnosis and Treatment. John C.M Brust. New York: Lange
medical books McGraw-Hill. 2007. 111.

2. Cuciureanu, D. Hypertensive Encephalopathy: Between Diagnostic and Reality.


Roumanian Journal of Neurology 6/3. 2007:114-177. Available from:
http://www.medica.ro/reviste_med/download/neurologie/2007.3/Neuro_Nr-
3_2007_Art-02.pdf [diakses 8 Agustus 2015 ]
3. Yogiantoro, M.. Hipertensi Essensial. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009: 1079.
4. Khatib O, El-Guindy M. Clinical Guidelines for the Management of
Hypertension. Cairo: WHO regional Office for the Eastern Mediterranean.
2005: 13-14.

15 |

Anda mungkin juga menyukai