Anda di halaman 1dari 5

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini teknologi reaktor nuklir telah berkembang pesat. Salah satu
pemanfaatan teknologi nuklir adalah untuk pembangkit listrik. Pengembangan
teknologi nuklir diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk energi listrik
yang berasal dari sumber energi baru terbarukan. Potensi Energi Baru terbarukan
(EBT) di Indonesia relatif besar tetapi pemanfaatannya masih sangat kecil (6%)
(RISTEKDIKTI, 2015). Sumber EBT meliputi angin, air, surya, biomasa hingga
nuklir. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2014 pasal 9, tahun
2025 target penggunaan EBT dapat menyumbangkan 23% dari pasokan energi
primer di Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan target
tersebut yaitu merencanakan energi nuklir sebagai sumber energi masa depan.
Langkah nyata Indonesia mewujudkan penggunaan energi nuklir yaitu
menugaskan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) untuk merancang reaktor
daya untuk pembangkit listrik. Reaktor yang akan dibangun merupakan reaktor
daya nonkomersial (RDNK) atau lebih dikenal dengan nama Reaktor Daya
Eksperimental (RDE). Reaktor ini merupakan prototype reaktor pembangkit listrik
dengan daya maksimum 10 MW termal atau setara dengan 3 MW listrik. RDE
merupakan reaktor nuklir riset yang dapat menghasilkan daya berupa listrik dan
panas. Pemanfaatan RDE selain sebagai prototype pembangkit listrik, panas dari
reaktor akan digunakan untuk eksperimen aplikasi panas (Birmano, 2015).
Ada 4 tahapan yang harus dilalui BATAN dalam pembangunan RDE, yaitu
izin tapak, izin konstruksi, izin komisioning dan izin operasi. Tahun 2015,
BATAN melakukan evaluasi tapak dan mengajukan dokumen perizinan ke Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Berbagai review dan perbaikan dilakukan
sehingga pada tahun 2017 izin tapak telah diberikan. Saat ini BATAN sedang
dalam tahap mengkaji desain teras reaktor sebagai salah satu tahap Basic
Engineering Design (BATAN, 2017).
1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

Jenis RDE yang akan dibangun merupakan reaktor temperatur tinggi


berpendingin gas (High Temperature Gas Cooled Reactor), yang diklasifikasikan
oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dalam reaktor generasi IV
(BATAN, 2017). Konsep reaktor generasi IV antara lain mempunyai keandalan
dan keamanan yang tinggi (safety and reliability) yaitu frekuensi dan tingkat
kerusakan teras reaktor sangat rendah dibandingkan dengan jenis reaktor yang
sudah ada (Goldberg dan Rosner, 2011).
Reaktor HTGR mempunyai dua tipe bahan bakar. Salah satu tipe reaktor
HTGR menggunakan bahan bakar berbentuk bola/ pebble-bed berlapis
Tristructural Isotropic (TRISO) yang terdistribusi secara acak. Reaktor ini
berpendingin gas helium dan sebagai moderator digunakan grafit. Teras HTR-10
berisi dua jenis pebble yaitu pebble bahan bakar dan pebble moderator. Bahan
235
bakar pebble bed HTR-10 menggunakan pengayaan U sebesar 17% (IAEA,
2013).
HTR-10 memiliki beberapa keunggulan diantaranya keselamatan melekat
(inherent safety) dan fleksibilitas daur bahan bakar. Berdasarkan Peraturan Kepala
BAPETEN nomor 3 tahun 2011 tentang desain reaktor daya pasal 39 menyatakan
reaktor daya harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria tersebut antara lain
keselamatan, keandalan dan penilaian keselamatan desain. Salah satu kriteria
desain keselamatan yaitu sistem shutdown yang dijelaskan pada pasal 66. Sistem
shutdown dalam reaktor daya paling sedikit memiliki dua sistem shutdown yang
independen dan masing-masing memiliki kemampuan penuh dalam memadamkan
reaktor. Sistem shutdown harus mempertimbangkan kegagalan sistem lain.
Kemampuan pemadaman reaktor dinyatakan dengan besaran yang
dinamakan shutdown margin (SDM). IAEA (2006) mensyaratkan nilai SDM
∆𝑘
minimum 0,5 % atau 0,7 $. HTR-10 memiliki dua sistem pemadaman reaktor.
𝑘

Sistem pertama dengan menggunakan sepuluh batang kendali. Sistem kedua


menggunakan bola kecil penyerap neutron sebagai sistem standby.
Sistem pertama batang kendali merupakan komponen paling penting yang
berfungsi sebagai penyerap neutron, pengendali daya reaktor dan menghentikan
operasi reaktor baik dalam kondisi normal maupun yang mengarah pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

kecelakaan (Aziz dan Lasman, 2014). Batang kendali harus dievaluasi baik dalam
hal kemampuan mematikan reaktor maupun dalam hal kecepatan mematikan
reaktor. Rahayu, (2017) telah memodelkan evaluasi tingkat keselamatan yang
ditinjau dari nilai (shutdown margin) SDM batang kendali. Pada penelitian ini
batang kendali divariasi dalam posisi batang kendali diatas teras (fully up), batang
kendali masuk kedalam ruang kontrol (fully down) dan ketika salah satu batang
kendali macet (one stuck rod). Pada penelitian ini didapatkan nilai SDM sebesar
∆𝑘
(2,849 ± 0,002) % atau setara dengan (4,071 ± 0,002) $. Nilai tersebut sudah
𝑘

memenuhi batas minimal yang ditetapkan oleh IAEA.


Selain batang kendali, sistem bola penyerap neutron (small absorber ball)
juga harus dievaluasi dalam hal kecepatan mematikan reaktor. Sistem bola
penyerap akan langsung berfungsi pada saat terjadi kegagalan sistem batang
kendali. Jika terjadi kondisi ekstrim yaitu ke sepuluh batang kendali macet maka
sistem bola penyerap neutron akan memadamkan reaktor sehingga reaktor berada
dalam keadaan subkritis. HTR-10 memiliki tujuh kolom penyuplai bola penyerap
neutron yang berada di reflektor samping dengan tinggi 11 m. Bola penyerap
berdiameter 5 mm terbuat dari material boron karbida (B4C) ≥ 25% dan grafit ≤
75% (Zhou, et al, 2002).
Bola penyerap memiliki dua keadaan yaitu saat berada di tempat
penyimpanan (fully up) dan ketika bola penyerap berfungsi di saluran bola
penyerap (fully down). Jumlah total ruang (saluran bola penyerap) yang diisi oleh
suatu material (bola penyerap) disebut variabel packing fraction. Packing fraction
dapat diubah dengan dua keadaan yaitu volume saluran tetap dengan jumlah bola
penyerap berubah atau jumlah bola penyerap tetap tetapi volume saluran berubah.
Penelitian bola penyerap secara eksperimen telah dilakukan oleh Li et al
(2012) yang mengkaji laju aliran gas dan tekanan blower ketika bola penyerap
dimasukkan kedalam saluran bola penyerap. Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa tekanan awal akan mengalami kenaikan kemudian turun hingga akhirnya
konstan. Pada tahun 2017 Li et al kembali melakukan eksperimen sistem bola
penyerap tentang laju pelepasan dari pipa vertikal melalui lengkungan pada sistem
bola penyerap. Pada penelitian ini disimpulkan antara lain ketinggian saluran
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

mempengaruhi tingkat pelepasan bola penyerap, laju debit yang fluktuatif pada
pipa vertikal dan harus memperhatikan geometri dari pipa vertikal.
Pada penelitian Li et al (2012) hanya mengkaji tekanan ketika bola
penyerap dimasukkan ke dalam saluran, sedangkan pada tahun 2017 mengkaji
pengaruh geometri dan ketinggian saluran bola penyerap. Penelitian Li belum
mengkaji evaluasi keselamatan HTR-10 ditinjau dari bola penyerap dalam
memadamkan reaktor. Perlunya evaluasi keselamatan reaktor HTR-10 maka
dilakukan simulasi terhadap bola penyerap dalam membawa reaktor ke keadaan
shutdown.
Kajian neutronik HTR-10 dilakukan dengan simulasi komputasi. Terdapat
banyak code komputer yang digunakan untuk mengkaji interaksi neutron didalam
teras, antara lain code Monte Carlo N Particle (MCNP), Monte Carlo code for
Vector Processor (MVP) dan Standardized Computer Analyser for Licensing
Evaluation (SCALE). Beberapa model HTR-10 yang telah dibuat diantarnya oleh
Seker (2003) dengan code MCNP4B dan Terry (2006) dengan Code QA.
Code MCNP dan MVP merupakan code dengan dasar metode monte carlo.
Prinsip dasar metode monte carlo adalah merunut pergerakan partikel neutron dan
foton, sehingga partikel yang disimulasikan tidak harus sesuai dengan jumlah
yang sebenarnya. Code MVP dikembangkan oleh Japan Atomic Energy Research
Institute untuk partikel neutron berenergi kontinu sedangkan untuk energi diskrit
pada multigrup dikembangkan code GMVP (JAERI, 2005). Code MVP
mendukung simulasi HTR-10 karena dapat memodelkan bola penyerap secara
statistical geometry. Code MVP lebih mudah digunakan karena geometri
langsung menggunakan volume, berbeda dengan MCNP yang mendefinisikan
surface terlebih dahulu.
.
1.2. Batasan Masalah
Batasan Masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Pemodelan menggunakan reaktor HTR-10 yang mengacu pada model yang
telah dibuat Terry et al, (2006) dengan memodifikasi input program MVP dari
Rahayu (2017).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

2. Reaktor dioperasikan dengan daya maksimum 10 MW


3. Bahan bakar yang digunakan UO2 merupakan bahan bakar baru dengan
pengkayaan (enrichment) 17%
4. Batang kendali diasumsikan pada kondisi fully up sebanyak 10 batang kendali
5. Saluran bola penyerap dimodelkan hanya setinggi teras reaktor
6. Jumlah pengulangan partikel yang disimulasikan sejumlah 25.000
7. Data tampang lintang interaksi neutron yang digunakan pada suhu 30°C
8. Pada HTR-10 berisi bola penyerap variasi packing fraction dilakukan pada
volume saluran bola penyerap tetap.

1.3. Perumusan Masalah


1. Berapa nilai SDM HTR-10 pada posisi bola penyerap fully up dan fully down
pada masing-masing packing fraction?
2. Berapa nilai SDM HTR-10 ketika salah satu saluran bola penyerap macet pada
masing-masing packing fractioni?
3. Bagaimana status keamanan HTR-10 ditinjau dari nilai shutdown margin jika
terjadi kondisi darurat?

1.4. Tujuan Penelitian


1. Mendapatkan nilai SDM HTR-10 pada posisi bola penyerap fully up dan fully
down pada masing-masing packing fraction
2. Mendapatkan nilai SDM HTR-10 ketika salah satu saluran bola penyerap
macet pada masing-masing packing fraction
3. Melakukan kajian mengenai status keamanan HTR-10 ditinjau dari nilai
shutdown margin jika terjadi kondisi darurat

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian yang dilakukan diharapkan :
1. Menambah wawasan kajian pemodelan dari HTR-10
2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pengambilan kebijakan dalam perumusan keselamatan reaktor yang akan
dibangun oleh Indonesia

Anda mungkin juga menyukai