Module 2 - Neurocritical Care - Recognition of Emergencies - Revised Oct 2016
Module 2 - Neurocritical Care - Recognition of Emergencies - Revised Oct 2016
KEPERAWATAN STROKE
Modul 2
Perawatan Neurokritikal:
Mengenali Keadaan Gawat Darurat
Penulis:
Dr Thomas Luiz & Dieter Lerner
2015
Diperbarui oleh:
Gilbert Steinfurth
2016
SC-ID-00783
DAFTAR ISI
HALAMAN
3 Pendekatan ABCDE 6
3.1 Sejarah dan Elemen Pendekatan ABCDE 6
3.2 Airway 6
3.3 Breathing 7
3.4 Circulation 7
3.5 Disability 7
3.6 Exposure 8
3.7 Daftar Tilik ABCDE Terinci 8
5 Rantai Pencegahan 12
7 Literatur 14
8 Referensi 15
Stroke adalah sindrom akut heterogen yang disebabkan oleh beberapa kelainan yang
menyebabkan suatu sumbatan atau pecahnya pembuluh darah yang mensuplai jaringan otak.
Setelah menurunnya persediaan oksigen, beberapa neuron akan mati dalam beberapa menit,
mengakibatkan cedera otak yang ireversibel. Di sekitar area nekrosis, terdapat area dengan
persediaan oksigen yang masih cukup secara terbatas, untuk mempertahankan sel-sel otak tetap
hidup meskipun tidak berfungsi. Area ini dikenal sebagai iskemik penumbra.
Jika reperfusi tidak dilakukan secepatnya, atau bila terjadi cedera tambahan, kematian neuron di
area penumbra akan terjadi seiring waktu. Oleh karena itu, “waktu adalah otak” menjelaskan
bahwa fungsi otak akan hilang dalam setiap detik tertundanya terapi.
Perawat memiliki peranan penting pada setiap tahap perawatan pasien stroke. Perawatan yang
berkelanjutan terdiri atas fase gawat-darurat atau hiperakut, fase perawatan akut, dan fase
rehabilitasi stroke. Unit stroke yang berdedikasi, terutama unit stroke komprehensif,
menggabungkan perawatan kritis dan rehabilitasi dini. Oleh karena itu, perawat yang bekerja di
unit stroke harus mengenali berbagai layanan dan prosedur yang disediakan oleh disiplin-disiplin
ilmu lainnya yang penting pada perawatan stroke akut dan rehabilitasi stroke dini.
Edukasi spesifik stroke sering menggabungkan pendekatan terapeutik khusus dalam keperawatan
dan rehabilitasi (co: stimulasi basal, kinastetik, konsep terapi latihan Bobath, ergoterapi), tetapi
kurang memerhatikan aspek keperawatan gawat darurat dan perawatan kritikal.
Sebuah pertanyaan klinis pada penelitian yang dilakukan oleh Smith et al. merujuk tentang
prioritas edukasi pada tenaga kesehatan mengenai perawatan stroke. Ketika diurutkan
berdasarkan profesi, terdapat kesamaan dalam kebutuhan pengetahuan lintas grup: intervensi
akut merupakan prioritas bagi dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya.2
Mengenali gejala stroke secara tepat waktu sangat penting dalam keberhasilan terapi akut.
Gejala stroke umumnya timbul mendadak dan bergantung pada lokasi otak yang terkena.
Penilaian awal pasien didasarkan pada prinsip ABCDE dan tanda-tanda vital, serta penilaian
3
neurologis.
2.1 MENGENALI STROKE PADA FASE PRA-RUMAH SAKIT DAN AWAL RUMAH SAKIT
Alat-alat penilaian telah dikembangkan untuk membantu mengenali gejala stroke dan
meningkatkan kemampuan untuk mengidentifikasi pasien stroke di lapangan. Alat penilaian yang
paling umum adalah Cincinnati Prehospital Stroke Scale dan Los Angeles Prehospital Stroke
Screen. Alat identifikasi stroke yang lebih baru mencakup Face Arm Speech Test (FAST) yang
mirip dengan Cincinnati Prehospital Stroke Scale, dan Melbourne Prehospital Stroke Scale yang
mirip dengan Los Angeles Prehospital Stroke Screen. Alat untuk menilai tingkat keparahan
stroke telah dikembangkan, termasuk versi pendek dari NIH Stroke Scale (NIHSS) dan Los
4
Angeles Motor Scale (lihat Tabel 1).
Praktik berbasis bukti medis: penggunaan skala penilaian stroke, khususnya National Institutes of
5
Health Stroke Scale (NIHSS) direkomendasikan oleh American Stroke Association.
Mayoritas pasien dengan stroke iskemik akut datang ke unit gawat darurat dengan kondisi
hemodinamik yang stabil. Akan tetapi, stroke iskemik yang melibatkan sirkulasi posterior,
perdarahan intrakranial, atau perdarahan subaraknoid memerlukan tatalaksana jalan napas,
khususnya bila terjadi penurunan kesadaran. Kegagalan sirkulasi atau henti jantung, meskipun
mungkin, jarang terjadi pada stroke iskemik terisolasi, tetapi dapat merupakan komplikasi awal
dari perdarahan subaraknoid berat. Sebagai tambahan, kegagalan sirkulasi jantung dapat
Dokumentasi awal pasien stroke dimulai dengan merekam seluruh informasi yang terdapat dalam
penilaian neurologi respirasi stroke. Tanda-tanda vital harus diukur secara berkala sesuai indikasi
klinis, setidaknya setiap 30 menit. Selama 60 menit terapi trombolitik infus, nadi dan tekanan
darah harus diukur setidaknya setiap 15 menit (lihat Tabel 2 dan Gambar 1).
Nilai tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, laju napas) dan status neurologi
selama 24 jam pertama
Catatan: Frekuensi pengukuran tekanan darah (TD) dapat ditingkatkan sesuai rekomendasi
pedoman untuk nilai TD yang berbeda pada tipe stroke yang berbeda (stroke iskemik, stroke
perdarahan)
Temperatur (T) setiap 4 jam atau sesuai keperluan. Tangani temperatur >37.5oC sesuai
instruksi
Untuk saturasi O2 <94%, berikan O2 dengan kanul atau sungkup wajah setidaknya 2-3
L/menit
Pantau komplikasi perdarahan mayor dan minor
Pantau fungsi jantung secara berkelanjutan hingga 72 jam atau lebih
Ukur intake dan output
Pada pasien tanpa gangguan fungsi jantung, berikan cairan IV normal salin atau Ringer
Laktat dengan laju 75-100 mL/jam
Sejumlah penelitian pada tahun 1990an, menyoroti pengenalan dan tatalaksana pasien dengan
kondisi akut di bangsal dewasa. Bukti medis mengindikasikan bahwa pasien yang mengalami
penurunan kondisi secara dramatis, normalnya tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi perburukan
parameter-parameter klinis terjadi beberapa jam sebelum terjadi kondisi akut yang mengancam
nyawa.
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian-penelitian ini adalah bila pasien telah teridentifikasi
dan dirawat dengan tepat dari awal, perburukan dapat dicegah. Dengan kata lain: pasien-pasien
dengan kelainan fisiologis dalam masa penyakit yang serius, bila dibiarkan dapat mengakibatkan
kegawatan medis yang dapat mengancam nyawa.
Perawatan klinis mencakup keberadaan tim, penggunaan early warning scores (EWS) dan track-
and-trigger systems merupakan isu utama dalam mendukung dan melengkapi tenaga kesehatan
dengan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk bertindak tepat waktu.
Untuk mencegah kegawatdaruratan medis, perawat harus memahami prioritas klinis dari kondisi-
kondisi yang mengancam nyawa untuk dapat memberikan respon dan penanganan
permasalahan sesuai urutan yang benar. Prioritas intervensi dapat dilakukan dengan pendekatan
ABCDE (lihat Tabel 3 and Tabel 6). Informasi harus didapatkan dengan melihat, mendengar, dan
ketika diperlukan, memegang pasien, juga mengukur variabel-variabel fisiologis seperti laju
napas, nadi, dan tekanan darah.
Pendekatan ABCDE dibuat oleh program Advanced Trauma Life Support (ATLS™) 34 tahun lalu.
Pendekatan ini dikembangkan untuk memprioritasikan urutan penilaian dan tatalaksana pasien
trauma.9
3.2 AIRWAY
Patensi jalan napas dapat diasumsikan bila pasien dapat terlibat suatu percakapan, yang
menunjukkan pemahaman dan kesadaran. Akan tetapi, obstruksi jalan napas parsial tidak
selalu terlihat secara langsung. Oleh karena itu, observasi klinis harus memastikan deteksi
Sertifikasi Keperawatan Stroke: Modul 2 6
Perawatan Neurokritikal: Mengenali Keadaan Gawat Darurat
dini dari peningkatan usaha jalan napas atau suara napas abnormal.
3.3 BREATHING
Perubahan status respirasi dapat terjadi akibat kegagalan respirasi, neurologi, metabolik dan
kardiovaskular. Oleh karena itu, diperlukan sebuah indikator sensitif untuk mengukur perburukan
kondisi (lihat daftar tilik untuk penilaian ABCDE cepat). Oleh karena itu, pengukuran laju napas
penting untuk ditekankan: lebih dari 20 napas per menit atau kurang dari 10 napas per menit
harus menjadi perhatian dan 30 napas per menit atau lebih atau kurang dari 8 napas per menit
mengindikasikan keadaan patologis signifikan yang memerlukan tindakan segera.
Ketika menggunakan pulse oksimetri, selalu catat jumlah oksigen yang pasien terima dan
alat yang digunakan
Pulse oksimetri tidak mendeteksi hipoventilasi dan hiperkapnia
Pada pasien dengan SpO2 di bawah 94%, analisa gas darah arteri harus dipertimbangkan
untuk memeriksa adanya hiperkapnia dan kelainan metabolik
Praktik berbasis bukti medis: Suplementasi oksigen harus diberikan untuk menjaga
saturasi oksigen >94%. Suplementasi oksigen tidak direkomendasikan pada pasien non-
hipoksik dengan stroke iskemik akut.10
3.4 CIRCULATION
Aritmia adalah gejala yang sering terjadi pada pasien dengan stroke akut. Bradikardia berat
(<40/menit), takikardia (>130/menit) atau aritmia (co: blok atrioventrikular derajat dua atau tiga,
takikardia ventrikular) harus menjadi perhatian bagi tim stroke akan adanya peningkatan risiko
henti jantung dan perburukan lanjut lesi serebral yang disebabkan penurunan cardiac output.
Nadi iregular onset baru harus diikuti segera dengan pemeriksaan EKG 12 sadapan untuk
mengidentifikasi dan memungkinkan terapi aritmia seperti atrial fibrilasi. Pemeriksaan
laboratorium dapat mencakup elektrolit, troponin jantung, hemoglobin, dan hormon tiroid.11
Praktik berbasis bukti medis: Pemantauan jantung direkomendasikan untuk mendeteksi aritmia
atrial yang memerlukan intervensi jantung segera.
Menurut American Stroke Association, pemantauan jantung harus dilakukan setidaknya pada 24
jam pertama.12
3.5 DISABILITY
Sebagai bagian dari penilaian disabilitas, pantau indikator penurunan kesadaran dan defisit
neurologis fokal menggunakan metode AVPU (lihat Tabel 5) atau skala koma Glasgow/Glasgow
Coma Scale (GCS). Kadar glukosa darah diperlukan untuk menilai seluruh pasien dengan
penurunan kesadaran, baik hiper dan hipoglikemia dapat merupakan kegawatan medis yang
memerlukan terapi segera. Nilai secara berkala tanda-tanda defisit neurologis fokal.
Sertifikasi Keperawatan Stroke: Modul 2 7
Perawatan Neurokritikal: Mengenali Keadaan Gawat Darurat
Praktik berbasis bukti medis: Hipoglikemia (gula darah <60 mg/dL) harus ditatalaksana pada
pasien dengan stroke iskemik akut. Hiperglikemia persisten di rumah sakit selama 24 jam
pertama setelah stroke berhubungan dengan keluaran yang buruk dibandingkan dengan
normoglikemia. Oleh karena itu, hiperglikemia layak diterapi untuk mencapai gula darah dengan
nilai 140 hingga 180 mg/dL dan pemantauan gula darah secara ketat perlu dilakukan untuk
mencegah hipoglikemia pada pasien dengan stroke akut.13
3.6 EXPOSURE
Pemeriksaan dari kepala sampai ujung kaki diperlukan untuk mendeteksi tanda-tanda trauma (co:
jatuh setelah stroke), termasuk area perdarahan, memar, dan bengkak, dan untuk
mengidentifikasi kemungkinan tanda-tanda penyakit dan kondisi-kondisi yang berkaitan dengan
stroke (co: dehidrasi atau hiperhidrasi) atau kondisi-kondisi tidak terkait stroke seperti inflamasi,
infeksi, atau nyeri. Selain mempertimbangkan pemberian tatalaksana awal, penilaian menyeluruh
terhadap grafik kondisi pasien, kecenderungan kondisi pasien dan tindakan investigasi yang
relevan harus dipertimbangkan.
Early Warning Scores (EWS) dan physiological tract-and-trigger scoring system harus
digunakan pada pemantauan seluruh pasien dalam perawatan akut, dimana setiap pasien di
pantau sesuai interval yang ditentukan. Terdapat enam parameter fisiologis penting yang
ditetapkan oleh National Institute for Health and Clinical Excellence tahun 2007. Deviasi dari
variasi normal pada satu atau lebih parameter dapat mengaktikan early warning score (EWS)
(lihat Tabel 7).
Pada sistem ini, sebuah skor didapatkan dengan menjumlahkan total poin yang ditetapkan untuk
setiap deviasi dari nilai normal. Keuntungan menghitung EWS adalah dapat memantau
perkembangan klinis. Sebagai bagian dari strategi respon bertingkat (lihat Tabel 8), EWS dapat
mengidentifikasi pasien dengan risiko rendah, sedang, dan tinggi, dan tindakan spesifik yang
diperlukan berdasarkan skor yang didapat. Ketika seorang pasien stroke masuk ke unit gawat
darurat, EWS dapat digunakan untuk memutuskan tindakan yang sesuai untuk pemantauan dan
tatalaksana selanjutnya. Sebagai contoh, seorang pasien dengan stroke minor dan skor EWS 3
biasanya merupakan kandidat perawatan di unit stroke, sedangkan pasien dengan infark space-
occupying pada area arteri serebri media dan skor EWS 10 membutuhkan intervensi segera yang
terdiri atas transfer ke Unit Perawatan Intensif (ICU), pemasangan alat pantau invasif, dan
kemungkinan intubasi dan ventilasi terkontrol.
Pada pasien dengan perbaikan dini yang menyeluruh setelah terapi fibrinolotik yang sukses pada
infark serebri anterior, setiap peningkatan sekunder signifikan pada EWS harus menjadi
peringatan bagi petugas di bangsal. Bergantung pada jenis dan tingkat keparah deviasi, tindakan
diagnostik yang memungkinkan seperti pemeriksaan neurologi, CT scan serebral, EKG 12
sadapan, X-ray toraks, ekokardiografi, atau berbagai pemeriksaan laboratorium seperti kultur
darah dan analisa likuor dapat dilakukan. Bergantung pada status fungsi-fungsi vital, penerimaan
kembali ke unit stroke atau Unit Perawatan Intensif dapat diperlukan. Pada kasus dengan
penurunan kesadaran tiba-tiba, periksa kondisi respirasi secepatnya. Jika terjadi henti napas atau
abnormalitas lainnya, segera panggil tim henti jantung dan mulai usaha resusitasi.
16
TABEL 7: CONTOH EWS
Skor 3 2 1 0 1 2 3
Nadi < 40 40-50 51-90 90-110 111-130 ≥ 131
Laju Napas <8 9-113 12-20 21-24 ≥ 25
Temperatur ≤ 35°C 2
35.1-36 36.1-38.0 38.1-39 ≥ 39.1
1
Tekanan darah ≤ 90 91-99 100-150 151-219 > 220
sistolik 0
Saturasi < 88% 88-93% 94-95%
1 > 96% Setiap
oksigen Udara insuflasi O2
2
bebas
Sistem saraf 3 A= VPU
pusat: Alert/sadar
gunakan penuh
skala AVPU
Mengenali perburukan kondisi pasien dan memberikan respon secara tepat memerlukan edukasi
multidisiplin yang efektif, penguasaan keterampilan-keterampilan kompleks, dan kerjasama tim.
Rantai pencegahan/chain of prevention adalah ilustrasi kebutuhan akan komponen-komponen
yang diperlukan untuk meningkatkan keselamatan dan efektivitas perawatan pada keadaan akut
di rumah sakit (lihat Gambar 2).
Gambar 2: Rantai pencegahan (Sumber: PEARSON EDUCATION, Instructor Resources for Pearson Titles)
Setiap sambungan rantai harus kuat, karena kekuatan rantai hanyalah sekuat bagian terlemah
dari sambungan tersebut.
Edukasi (education), bagian pertama dari rantai, penting untuk memastikan kompetensi dari
petugas kesehatan dalam menilai pasien, mencatat, dan menginterpretasikan tanda-tanda vital,
menghitung EWS, dan mengeskalasi perawatan dengan benar.
Bagian ketiga dalam rantai, pengenalan (recognition), ditunjang dengan penggunaan EWS.
EWS memiliki potensi untuk memberikan kriteria standar untuk membantu petugas kesehatan
dalam mengenali perburukan kondisi pasien secara dini.
Memanggil bantuan (call for help) adalah bagian keempat dalam rantai. Budaya organisasi
harus bersifat suportif dan tidak mengkritik petugas dalam memanggil bantuan.
Bagian akhir dari rantai, respons (response), mempertimbangkan fungsi dari tim dalam
pelayanan pemantauan perawatan kritikal, sebuah tim yang berdedikasi dengan keahlian khusus
dalam tatalaksana pasien akut, tetapi belum mengganggu pasien secara vital, dan tim gawat
darurat medis untuk menangani pasien dalam kondisi mengancam nyawa yang akut. Kecepatan
respons dan tingkat dukungan yang diberikan tim-tim ini penting dalam memajukan perawatan
pasien.
Lihat SNC Modul 8: Perawatan Neurokritikal – Studi Kasus dan Latihan. Pelajari pertanyaan
dan/atau studi kasus dan kerjakan latihan yang ada.19
Creed, F.; Dawson, J.; Looker, K. (2010): Assessment tools and track-and-trigger systems. In:
Creed, F.; Spiers, C. (2010): Care of the Acutely Ill Adult. Oxford University Press, New York, pp.
338 f.
http://www.dsginfo.de/images/stories/DSG/PDF/Pflegefortbildung /Pflegefortbildung_Zertifizieru
ngskriterien_DSG.pdf (2013-09-13, date last accessed).
Dillen van, C.; Neurer, D.; Tyndall, J. A. (2013): Prehospital Care of the Neurologically Injured
Patient. In: Layon, A. J.; Gabrielli, A.; Friedman, W. A. (Ed.): Textbook of Neurointensive Care.
Springer, London, pp. 149–166.
Dutton, H. (2012): Assessment and recognition of emergencies in acute care. In: Peate, I.;
Dutton, H. (2012): Acute Nursing Care. RecogniSing and Responding to Medical Emergencies.
Pearson, Essex, pp. 2–20.
Hennerici MG, Kern R, Szabo K, Binder J. (2012): Stroke. Oxford University Press, Oxford.
Jauch EC, Saver JL, Adams HP, et al. on behalf of the American Heart Association Stroke
Council, Council on Cardiovascular Nursing, Council on Peripheral Vascular Disease, and
Council on Clinical Cardiology (2013). Guidelines for the Early Management of Patients with
Acute Ischemic Stroke: A Guideline for Healthcare Professionals from the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke; 44, pp. 870–947.
Jevon, P.; Ewens, B. (2012): Monitoring the Critical Ill Patient. Wiley-Blackwell, West Sussex.
Smith LN, Craig LE, Weir CJ, McAlpine CH (2008): Stroke education for healthcare professionals:
making it fit for purpose. Nurse Education Today 28, pp. 337–347.Styner, J. K. (2006): The Birth
of Advanced Trauma Life Support. In: Journal of Trauma Nursing; 13, 2, pp. 41–44.
Summers D, Leonard A, Wentworth D, et al. on behalf of the American Heart Association Council
on Cardiovascular Nursing and the Stroke Council (2009): Comprehensive Overview of Nursing
and Interdisciplinary Care of the Acute Ischemic Stroke Patient: A Scientific Statement from the
American Heart Association. Stroke 40, pp. 2911–2944.