Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK PERPAJAKAN

TUGAS 6

PENGISIAN SPT PPH WP ORANG PRIBADI

KELOMPOK II

AGUS AFRIYADI 19103160201334


TAKDIR FIRMANSYAH 19103160201277
ANDHIKA DWI SAPUTRA 19103160201270
ELINDONA SINAMBELA 19103160201264
VIVIN REGITA SARIANI 19103160201290

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI


PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikanrahmat,hidayah dan inayah serta nikmat diantaranya adalah nikmat sehat,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan ruang lingkup pembahasan
“PENGISIAN SPT PPH WP ORANG PRIBADI”. Adapun tujuan dibuatnya tugas
makalah ini selain untuk mendapatkan nilai tugas tetapi juga agar dapat meningkatkan
ilmu pengetahuan mengenai pengisian SPT PPh WP Orang Pribadi.
Banyak hambatan dan kesulitan yang kami hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi
dengan semangat dan kegigihan yang kami lakukan serta dorongan,arahan,bimbingan,dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada Ibu Asrini, S.E., M.SA., selaku dosen pengampu mata kuliah
“Perpajakan” sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Jambi, 03 Februari 2022


Hormat kami,

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul...................................................................................................... 1
Kata Pengantar...................................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 4
1.3 Tujuan.................................................................................................. 4
BAB II. PEMBAHASAN..................................................................................... 6
2.1 Pengertian PPh Pasal 21.................................................................... 6
2.2 Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21............................ 7
2.3 Pemotong PPh Pasal 21..................................................................... 8
2.4 Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21............ 9
2.5 Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21........................................ 10
2.6 Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21. 12
2.7 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21....................................... 13
BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 14
3.1.................................................................................................... Kesimpulan
..........................................................................................................................16
Saran.................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar pendapatan Negara-Negara di dunia termasuk di


Indonesia berasaldari sektor Perpajakan. Pajak itu sendiri adalah kontribusi
wajib kepada negara yangterutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Pajak memiliki beragam jenis, misalkan Pajak
Penghasilan, Pajak bumi dan bangunan dan lain sebagainya.

Oleh karena pajak diatur dalam undang undang tentu ada pasal pasal
yang membahaskhusus mengenai kelompok kelompok pajak. Misalnya Pajak
penghasilan pasal 25 yangmengatur tentang besarnya angsuran pajak dalam
tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib Pajak untuk setiap
bulan dalam tahun pajak berjalan.
&ngsuran PPhPasal 25 dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruhPenghasilan wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

Pajak Penghasilan 25 dalam hal-hal tertentu direktur Jendral Pajak


diberiwewenang untuk menyesuaikan penghitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh wajib Pajak dalam tahun berjalan,apabila
terdapat hal-hal tertentu, yaitu wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian,
wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, SPT Tahunan PPh tahun
yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, wajib
Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, terjadi
perubahan usaha ataukegiatan wajib Pajak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian PPh Pasal 25?


2. Bagaimana cara menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 serta
penyetoran dan pelaporannya ?
3. Bagaimana cara menghitung besarnya angsuran PPh 25 dalam hal-hal
tertentu ?
4. Bagaimana pengenaan PPh pasal 25 bagi wajib pajak Orang Pribadi yang
bertolak ke luar negeri ?
5. Apa perbedaan PPh Final Dan PPh tidak Final ?
1
1.3 Tujuan Masalah
1. Mampu menjelaskan secara rinci mengenai pengertian PPh 25
2. Mampu menghitung besarnya angsuran PPh pasal 25 serta penyetor dan
pelaporannya
3. Mampu menghitung besarnya angsuran PPh 25 dalam hal-hal tertentu
4. Mampu menghitung pengenaan PPh Pasal 25 bagi wajib pajak orang
pribadi yang bertolak ke luar negeri
5. Mampu menjelaskan perbedaan PPh Final dan PPh tidak Final

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PPh pasal 25

Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 25 adalah jenis pajak penghasilan yang
dibayar secara angsuran. Tujuan adanya jenis pajak tersebut adalah untuk
meringankan beban dari wajib pajak. Hal ini mengingat kredit pajak atau pajak yang
terutang harus dilunasi dalam kurun waktu satu tahun pajak. Dimana pembayaran
pajaknya harus dilakukan sendiri dan tidak bisa untuk diwakilkan. Konsultan pajak
Surabaya akan membantu anda untuk memahami ketentuan pajak dengan layanan
konsultasi pajak.

Perhitungan PPh 25 :

Besaran angsuran untuk PPh Pasal 25 dihitung sebesar pajak yang terutang.
Angsuran dalam tahun berjalan yaitu tahun pajak berikutnya setelah tahun yang
dilaporkan di SPT tahunan akan dikurangi dengan pajak lainnya. Angsuran untuk
besaran PPh pasal 25 dalam tahun berjalan dengan pajak terutang dikurangi dengan:

 Pajak penghasilan (PPh) yang dipotong sesuai dengan Pasal 21. Dimana ada
tambahan 20% bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Kemudian Pasal
23 dengan besar trif 15% berdasarkan dividen, bunga, hadiah dan royalti.
Serta besar tarif 2% berdasarkan pada sewa dan penghasilan lainnya serta
imbalan jasa.
 Pajak penghasilan (PPh) yang dibayar atau terutang di luar negeri. Yang
mana pajak tersebut boleh untuk dikreditkan sesuai dengan pasal 24.
Selanjutnya dilakukan pembagian menjadi 12atau total bulan di dalam pajak
masa setahun.

2.2 Menghitung Besarnya Angsuran Pph 25 Serta Penyetor Dan Pelaporannya

ntuk meringankan beban pajak terutang pada akhir tahun, apabila Anda bukan
termasuk wajib pajak yang menggunakan tarif PPh final berdasarkan PP 23 Tahun
2018 maupun bukan termasuk orang pribadi pengusaha tertentu, Anda diwajibkan
melakukan pengangsuran PPh Pasal 25 setiap bulan.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum:

penghasilan neto dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibagi dua belas atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

Dalam hal wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto terlebih dahulu dikurangkan
dengan penghasilan tidak kena pajak sebelum dikalikan dengan tarif pajak.

3
Penghasilan Neto adalah :

 Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan dan
dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya;
 Dalam hal wajib pajak orang pribadi hanya menyelenggarakan pencatatan
dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau
menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat
dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal
dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran
atau penerimaan bruto.
 Dalam hal wajib pajak badan, penghasilan neto fiskal dihitung dari hasil
perhitungan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan.

Besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi yang baru terdaftar,
dan wajib pajak badan yang baru terdaftar yang bukan merupakan hasil
merger/likuidas/perubahan bentuk badan usaha dari wajib pajak badan yang
sebelumnya sudah ada, adalah nihil.

PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir. Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25
dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap
telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.

Contoh perhitungan PPh 25:

Tuan Rey (TK/0) terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP A tanggal 1
Februari 2015. Penghasilan neto fiskal setahun pada tahun 2018 adalah
Rp100.000.000,00. Besarnya PPh pasal 25 setiap bulan untuk tahun 2019
adalah sebagai berikut :

Penghasilan Neto setahun = Rp100.000.000,00


PTKP (TK/0) = Rp. 54.000.000,00 (-)

PKP = Rp46.000.000,00

PPh Terutang= 5% x Rp46.000.000,00 = Rp2.300.000,00

besarnya angsuran PPh Pasal 25 April 2019 adalah = 1/12 x


Rp2.300.000,00 = Rp191.666,67
PT. GGS terdaftar sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri pada KPP C tanggal 1
Februari 2015. Peredaran bruto setahun lebih dari 50 Miliar Rupiah.
Penghasilan neto (laba fiskal) dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar

4
Rp120.000.000,00 setahun. Besarnya PPh pasal 25 bulan Februari 2019
sebagai berikut:

Penghasilan Neto (laba fiskal) tahun 2019 = Rp120.000.000,00

PPh Terutang = 25% x Rp120.000.000,00 = Rp30.000.000,00

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan tahun 2019 = 1/12 x


Rp30.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00

2.3 Cara Menghitung Besarnya Angsuran Dalm Hal-Hal Tertentu

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG


PENGHITUNGANBESARNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DALAM
HAL-HAL TERTENTU.

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :


A. Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak
berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
B. Hal-hal tertentu adalah :
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan;
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
c. Penghasilan yang diterima dan diperoleh secara teratur adalah penghasilan yang
berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan/atau pekerjaan dan/atau
modal kecuali keuntungan dari pengalihan harta.

Pasal 2

1 Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi
kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3) dikurangi dengan Pajak
Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar

5
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2 Dasar Penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
hal terdapat sisa kerugian yang belum dikompensasi adalah Pajak Penghasilan yang
dihitung atas dasar penghasilan neto dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang
belum dikompensasi tersebut.
3 Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
tahun pelaksanaan kompensasi kerugian berakhir, adalah Pajak Penghasilan yang
dihitung atas dasar penghasilan neto tanpa memperhatikan kompensasi kerugian
tersebut.
4 Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah
penghasilan neto yang diterima atau diperoleh menurut Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, kecuali apabila penghasilan neto
yang diterima atau diperoleh menurut surat ketetapan pajak untuk 2 (dua) tahun
pajak sebelum tahun Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut lebih
besar.

Pasal 3

1. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak memperoleh


penghasilan tidak teratur adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan
dasar penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikurangi dengan Pajak
Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar
atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
2. Dasar penghitungan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
hal Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan tidak teratur adalah hanya
penghasilan neto yang diterima atau diperoleh secara teratur menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, kecuali apabila
penghasilan neto yang diterima atau diperoleh menurut surat ketetapan pajak tahun
pajak terakhir untuk 2 (dua) tahun pajak sebelum tahun Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tersebut lebih besar.

Pasal 4

6
1. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun yang lalu setelah lewat batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, maka besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 mulai bulan batas waktu tersebut sampai bulan disampaikannya
Surat Pemberitahuan Tahunan yang bersangkutan adalah sama dengan besarnya
Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Pasal 25 ayat (2) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1994.
2. Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 10 Tahun
1994 atau berdasarkan ketentuan Pasal 2 atau Pasal 3 Keputusan ini dan berlaku
mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
3. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
maka atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, untuk
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal
25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Pasal 5

1. Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b Undang-undang
tersebut sampai bulan di sampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang
bersangkutan adalah sama dengan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang
dihitung berdasarkan perhitungan sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada
saat mengajukan permohonan ijin perpanjangan, kecuali apabila besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1994, jumlahnya lebih besar.
2. Setelah Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun

7
1994 atau berdasarkan ketentuan Pasal 2 atau Pasal 3 Keputusan ini dan berlaku
mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994.
3. Apabila besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
lebih besar dari Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, untuk
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal
25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Pasal 6

1. Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 yang dihitung berdasarkan pembetulan tersebut lebih besar dari
Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali sebelum dilakukannya pembetulan,
maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan pembetulan
tersebut dan berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1994.
2. Atas kekurangan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 terutang bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, untuk
jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal
25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.

Pasal 7

1. Apabila sesudah 4 (empat) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak Wajib
Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk
tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak
Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan
besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
2. Dalam pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 25
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus menyampaikan
penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan
perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan.

8
3. Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya dengan
lengkap surat permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan
pengurangan tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan
pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya.
4. Apabila dalam suatu tahun pajak Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut
lebih dari 150% (seratus lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25,
maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa
sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan dihitung kembali
berdasarkan Pajak Penghasilan yang diperkirakan terutang tersebut.
5.
Pasal 8

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.

2.4 Menghitung Pengenaan Pph Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Yang Bertolak Ke Laur Negeri

Pajak penghasilan pasal 25 (PPh 25) memuat aturan tentang bagaimana Wajib
Pajak mengangsur kewajiban pajak di muka, sehingga Wajib Pajak tidak
mempunyai beban utang pajak yang besar yang harus dibayar ketika batas waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Kewajiban
angsuran pajak ini akan timbul ketika Wajib Pajak mempunyai utang pajak
penghasilan kurang bayar di Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu
dikurangi dengan :

A. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal
23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
dan
B. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak.

Contoh perhitungan PPh pasal 25:

9
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun 2000 Rp 50.000.000,00 dikurangi:

1. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21) Rp 15.000.000,00


2. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
3. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) Rp 2.500.000,00
4. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp 7.500.000,00

Selisih pajak penghasilan (50.000.000,00) dengan jumlah kredit pajak poin a-d
adalah 15.000.000,00

Maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2001 adalah sebesar Rp1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-
bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak
yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun
pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan
surat ketetapan pajak.

Contoh:

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2000 yang
disampaikan Wajib Pajak dalam bulan Maret 2001, perhitungan besarnya angsuran
pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp1.250.000,00. Dalam bulan Juni 2001
telah diterbitkan surat ketetapan pajak tahun pajak 2000 yang menghasilkan besarnya
angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00. Berdasarkan ketentuan dalam
ayat ini, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2001 adalah sebesar Rp
2.000.000,00. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak
tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan.

Penghitungan besarnya angsuran pajak bagi Wajib Pajak baru, bank, Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib Pajak tertentu lainnya
termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar
pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pajak yang telah dibayar sendiri dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun

10
pajak yang bersangkutan, kecuali apabila Wajib Pajak yang bersangkutan menerima
atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang
bersifat final menurut Undang-undang Pajak Penghasilan.

 Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 wajib Pajak Orang Pribadi

PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2016


Kredit pajak tahun 2016: Rp 50,000,000
PPh Pasal 21 Rp 15,000,000
PPh Pasal 22 Rp 10,000,000
PPh Pasal 23 Rp 2,500,000
PPh Pasal 24 Rp 7,500,000
Total kredit pajak Rp 35,000,000
Dasar perhitungan angsuran Rp 15,000,000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25) dalam tahun 2017 adalah :
Rp 15.000.000 : 12 = Rp 1.250.000

 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah
berusia 21 tahun yang
bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak.
Besarnya fiskal luar negeri (FLN):
 Rp 2.500.000 untuk setiap orang setiap bertolak ke luar negeri dengan pesawat
udara
 Rp 1.000.000 untuk setiap orang setiap bertolak ke luar negeri dengan angkutan
laut
Ketentuan tersebut tidak berlaku lagi sejak 31 Desember 2010.

 Pengecualian Pembayaran PPh bagi WP yang Bertolak ke Luar Negeri


1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing.
3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek
Pajak Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota
keluarganya.
4. WNI yang menetap di luar negeri yang memiliki dokumen resmi sebagai penduduk
luar negeri.
5. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang.

11
6. Para pekerja WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program
pengiriman Tenaga Kerja
7. Indonesia (TKI) dengan:
• menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); atau
• menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
8. Mahasiswa dari Negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan
rekomendasi dari perguruan tinggi.
9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia yangmelaksanakan:
• penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi
lembaga pemerintah terkait.
• program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara;
• tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi
instasi terkait.
10. Tenaga kerja WNA, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau
Karimun telah dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat
yang ditunjuk.
11. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri.
12. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olahraga atau misi keagamaan yang
mewakili Pemerintah RepublikIndonesia ke luar negeri.
13. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan
belajar di luar negeri dalam rangkaprogram resmi.

 Tata Cara Pengecualian Pembayaran Fiskal Luar Negeri Bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri Yang Akan Bertolak Ke Luar Negeri Pengecualian dari
kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri
dilakukan dengan cara berikut:
a. Untuk WP orang pribadi dalam negeri yang memiliki NPWP dan telah berusia 21
(dua puluh satu)
tahun, NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum
keberangkatan.
b. Untuk WP yang tidak memiliki NPWP sendiri (istri atau suami, anggota keluarga
sedarah atau
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan),
diberikan melalui pengecekan validasi NPWP WP Dengan ketentuan bahwa WP
yang tidak memiliki NPWP sendiri:
c. Bagi WNI, melampirkan fotokopi Kartu Keluarga; dan/ atau
d. Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya Orang Tua yang tidak terdaftar dalam
Kartu Keluarga oleh
orang pribadi yang memiliki NPWP.
e. Bagi WNA, melampirkan fotokopi Surat Keterangan Susunan Keluarga Pendatang
(SKSKP) atau dokumen yang menunjukkan hubungan status keluarga.

12
Untuk pengecualian angka 1 s.d. angka 7 huruf a sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 diberikan secara langsung oleh
UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di Bandara udara atau pelabuhan
laut keberangkatan ke luar negeri, termasuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun.
f. Untuk angka 7 huruf b s.d. angka 13 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan
melalui penerbitan SKBFLN oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak dibandar udara
atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri atau KPP yang
melakukan pengelolaan FLN atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.

2.5 Pengertian Pph Final Dan Pph Tidak Final

Pajak Penghasilan Final atau yang juga disebut PPh Pasal 4 ayat (2) pada dasarnya
merupakan pajak yang memiliki skema tarif dan cara perhitungan yang berbeda
dengan pajak penghasilan non-final.

PPh Final ini langsung dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu
atas berbagai jenis penghasilan yang diperoleh WP selama satu tahun berjalan.
Tujuan pemerintah menetapkan PPh Final adalah untuk meringankan beban WP
dalam menunaikan kewajiban perpajakan.

Ada dua pertimbangan yang mendasari keputusan tersebut, yaitu:

Penyederhanaan pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha


Memudahkan serta mengurangi beban administrasi bagi wajib pajak
Mengingat pungutannya bersifat “langsung”, penghasilan yang dikenai PPh Final
lantas dikecualikan dalam pajak terutang tahunan.
Namun terlepas dari hal itu, PPh Final tetap harus dilaporkan dalam SPT Tahunan.
Artinya, perhitungan PPh Final murni hanya berdasarkan penghasilan bruto dikalikan
dengan tarif yang telah ditetapkan.
Tidak diakumulasikan dengan tarif progresif sesuai Undang-Undang PPh Pasal 17,
biaya pengurang, dan tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan.
Oleh karena itu, wajib pajak yang penghasilannya telah dipotong dan menyetor
sendiri PPh Final Terutang, dianggap telah melunasi pajak.

Objek Pajak Penghasilan Final dan Tarif Pajak Penghasilan Final


Objek pajak penghasilan final adalah jenis penghasilan yang dikenai oleh pajak
penghasilan final atau PPh Final. Tarif PPh Final dari setiap objek pajak berbeda-
beda.

Mengacu pada UU nomor 36 Tahun 2008, berikut objek PPh Final beserta tarifnya:

13
1. Hadiah berupa undian dikenakan tarif sebesar 25% sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) No. 132 Tahun 2000.
2. Bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan dikenakan tarif sebesar 20%. Ketentuan
tarif ini diatur dalam PP 131/2000 serta turunannya Keputusan Menteri Keuangan
No. 51/KMK.04/2001.
3. Bunga dari obligasi (surat dan utang negara):
Bunga dari obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Badan Usaha
Tetap (BUT) dikenakan tarif 15%.
Bunga dari obligasi dengan kupon bagi Wajib Pajak luar negeri non BUT seusai
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dikenakan tarif 20%.
4. Bunga simpanan dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
masing-masing dikenakan tarif 10 %, sebagaimana diatur dalam PP No. 15 Tahun
2009.
5. Dividen yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif
10% sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 ayat 2C.
6. Peredaran bruto (omzet penjualan) sebuah usaha di bawah Rp4,8 miliar dalam satu
tahun pajak yang awalnya dikenakan tarif 1% menurut PP No. 46 Tahun 2013,
diturunkan menjadi 0,5% melalui PP Nomor 23 Tahun 2018.
Note: Pemahaman Pajak Profesi dan Rumus Perhitungan Pajak Penghasilannya
7. Transaksi saham dan sekuritas lainnya, termasuk transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan mitra atau pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura atau usaha dikenakan tarif 0,1% sebagaimana
tercantum dalam PP No. 14 Tahun 1997.
8. Transaksi penjualan saham pendiri dan saham bukan pendiri dikenakan tarif masing-
masing 0,5% dan 0,1%. Ketentuan ini seperti yang tercantum dalam PP No. 14
Tahun 1997.
9. Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di bursa efek
dikenakan tarif 2,5% sebagaimana telah diatur PP No. 17 Tahun 2009.
10. Transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan termasuk usaha real
estate dikenakan tarif 5% seperti tercantum dalam PP No.71 Tahun 2008.
11. Usaha jasa konstruksi dikenakan tarif 2-6%. Hal ini dijelaskan dalam PP No. 51
Tahun 2008 serta turunannya PP No. 40 Tahun 2009.
12. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dikenakan tarif 5%.
13. Persewaan atas tanah dan bangunan dikenakan tarif 10% sebagaimana diatur PP No.
29 Tahun 1996 dan juga turunannya PP No. 5 Tahun 2002.
14. Pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana oleh Wajib Pajak yang
usaha pokoknya melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
dikenakan tarif 1%.

 Perbedaan PPh Final dan Tidak Final :


Apa perbedaan antara PPh final dan tidak final? Seperti apa perbedaan diantara
keduanya? Secara ringkas perbedaan antara PPh final dan tidak final adalah:

14
Penghasilan PPh Tidak Final bisa digabung dengan penghasilan lain, namun pajak
penghasilan final tidak bisa.
PPh Tidak Final, biaya menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenai PPh dapat dikurangkan. Namun biaya serupa pada pajak penghasilan final
tidak dapat dikurangkan.
PPh Tidak Final bisa memperhitungkan bukti potong sebagai kredit pajak bagi
seorang wajib pajak. Namun pajak penghasilan final tidak mungkin melakukan hal
tersebut.
Secara umum pajak penghasilan merupakan pajak penghasilan yang dirumuskan dari
penghasilan yang diterima seperti : upah, royalty, gaji, dan lainnya.

PPh final yang diterima bisa dibedakan menjadi penghasilan yang merupakan sebuah
objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Bagaimana cara
membedakannya?

Dikenakan PPh secara umum dengan tariff Pasal 17 dalam SPT Tahunan
Dikenakan pajak penghasilan final
Tarif Pajak Penghasilan Final
Berdasarkan tarif pajak penghasilan final bagi umkm yaitu sebesar 0,5% untuk
mengetahui bagaimana berdasarkan tarifnya yaitu :

Penghasilan sebagai omzet perusahaan atau usaha mencapai Rp 4,8 miliar dalam satu
tahun.
Wajib pajak tetap dikenakan tarif pajak penghasilan final 1% hingga akhir tahun
pajak yang bersangkutan jika omzet kumulatifnya tidak lebih dari Rp 4,8 miliar
dalam setahun.
Sebagai wajib pajak badan dikenakan tarif PPh sesuai ketentuan UU Pajak
Penghasilan jika omzet yang didapat lebih dari Rp 4,8 miliar dalam setahun.
Beberapa contoh penghasilan yang dikenai pajak penghasilan final, seperti:
Penghasilan dari transaksi penjualan saham
 Penghasilan bunga atau diskonto obligasi di bursa efek
 Penghasilan dari selisih lebih revaluasi aktiva tetap
 Penghasilan perusahaan modal ventura
 Perusahaan penerbangan luar negeri
 Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
 Perusahaan pelayaran dalam dan luar negeri yang dapat dikenakan PPh Pasal 24
 Penghasilan bunga deposito dan tabungan
 Penghasilan atas hadiah dan undian
 Penghasilan atas jasa konstruksi
 Penghasilan atas transaksi derivatif
 Penghasilan neto fiskal
 Penghasilan atas pengalihan real estate dalam skema kontrak investasi kolektif
tertentu.

15
 Perbedaannya Dengan PPh Tidak Final
Sebagai PPh tidak final merupakan suatu penghasilan yang tidak akan dipotong
saat itu juga. Wajib pajak akan dianggap belum melunasi kewajiban perpajakan
untuk melaporkan pajak. Sehingga, transaksi baru akan dianggap lunas apabila
perhitungan pajak di akhir tahun telah selesai.

Beberapa contoh PPh Tidak Final yaitu :

 PPh Pasal 21: gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak dalam negeri
 PPh Pasal 22: impor, bendaharawan, migas, lelang
 PPh Pasal 23: royalti, sewa selain tanah dan bangunan, jasa, dividen
 PPh Pasal 24: PPh atas penghasilan WNI di luar negeri
 PPh Pasal 25: angsuran PPh
 PPh pasal 26: gaji, upah, honorarium untuk wajib pajak luar negeri
 PPh pasal 28: pajak lebih bayar
 PPh pasal 29: pajak kurang bayar
 Pembayaran PPh Tidak Final
Dengan cara membayar PPh Tidak Final dalam tahun berjalan bisa dengan
penyetoran atau pembayaran sendiri, atau dengan pemotongan dari pihak ketiga.

Dalam pelunasan PPh dalam tahun berjalan, pemotongan mekanismenya seperti :


 Pemotongan PPh Pasal 22
 Pemungutan PPh Pasal 23
 Pemotongan atau Pemungutan PPh Pasal 26
Dengan pembayaran setoran pajak yang bersifat tidak final lainnya meliputi:
 PPh Pasal 21 yang dipotong
 PPh Pasal 22yang dipotong atau dipungut
 PPh Pasal 23 yang dipotong
 PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri
PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri atau dipotong
Setelah itu seluruh bukti potong PPh tidak final dapat dijadikan kredit pajak ketika
mengisi formulir SPT Tahunan.

Dengan cara membayar PPh Tidak Final dalam tahun berjalan bisa dengan
penyetoran atau pembayaran sendiri, atau dengan pemotongan dari pihak ketiga.

Dalam pelunasan PPh dalam tahun berjalan, pemotongan mekanismenya seperti :


 Pemotongan PPh Pasal 22
 Pemungutan PPh Pasal 23
 Pemotongan atau Pemungutan PPh Pasal 26

Dengan pembayaran setoran pajak yang bersifat tidak final lainnya meliputi:

 PPh Pasal 21 yang dipotong

16
 PPh Pasal 22yang dipotong atau dipungut
 PPh Pasal 23 yang dipotong
 PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri
 PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri atau dipotong

Setelah itu seluruh bukti potong PPh tidak final dapat dijadikan kredit pajak ketika
mengisi formulir SPT Tahunan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tujuan utaman pajak pph 25 adalah untuk meringankan beban wajib
pajak, megingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun,
pembayaran ini harus dilakukan sendiri tidak bisa diwakilkan.
Pajak Penghasilan atau PPh Pasal 25 adalah jenis pajak penghasilan
yang dibayar secara angsuran. Tujuan adanya jenis pajak tersebut adalah
untuk meringankan beban dari wajib pajak. Hal ini mengingat kredit pajak
atau pajak yang terutang harus dilunasi dalam kurun waktu satu tahun pajak.
Penghasilan PPh Tidak Final bisa digabung dengan penghasilan lain,
namun pajak penghasilan final tidak bisa.
PPh Tidak Final, biaya menghasilkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang dikenai PPh dapat dikurangkan. Namun biaya serupa pada
pajak penghasilan final tidak dapat dikurangkan.
PPh Tidak Final bisa memperhitungkan bukti potong sebagai kredit
pajak bagi seorang wajib pajak. Namun pajak penghasilan final tidak
mungkin melakukan hal tersebut.
Secara umum pajak penghasilan merupakan pajak penghasilan yang
dirumuskan dari penghasilan yang diterima seperti : upah, royalty, gaji, dan
lainnya.

PPh final yang diterima bisa dibedakan menjadi penghasilan yang


merupakan sebuah objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak

3.2 Saran

17
Untuk wajib pajak harus dibayar dengan tepat waktu, karena pajak sangat
berguna untuk infra struktur pembangunan. Dengan pembayaran pajak
tepat waktu maka kita sangat bisa merasakan kehidupan yang serba mewah,
terutama untuk pembangunan.

18

Anda mungkin juga menyukai