Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ASPEK KULTURAL ADAT ISTIADAT KAMPUNG NAGA


TASIKMALAYA
MATA KULIAH PEMERINTAHAN PRIANGAN

NAMA : TIA MULYANA


NIM : 6520119065
ABSTRAK
Penelitian “Kampung Naga, Tasikmalaya Dalam Mitologi: Upaya Memaknai Warisan
Budaya Sunda”, membahas masalah kosmologi yang tertuang di dalam mitologi masyarakat
Kampung Naga yang tinggal di desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode arkeologi khususnya arkeologi kognitif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kosmologi Sunda yang tertuang dalam mitologi dan
penataan ruang Kampung Naga merupakan akulturasi dari ajaran lokal baik yang berasal dari
masa prasejarah khususnya tradisi megalitik, Hindu Budha, maupun ajaran Islam. Mitologi
itu tersirat dari mitos, ritual (upacara adat), dan seni tradisi. Mitos diperoleh dari cerita lisan
tentang asal usul Kampung Naga, serta mitos ruang dan waktu. Ritual digambarkan dalam
Upacara Hajat Sasih, Nyepi, Panen, dan upacara lingkaran hidup (life cyrcle) berupa upacara
gusaran dan perkawinan. Dalam pada itu, seni tradisi yang masih dapat disaksikan di
Kampung Naga adalah terbang gembrung, angklung, serta beluk dan rengkong.
BAB I
PENDAHULUAN
 
A. LATAR BELAKANG

  Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang ada di Tasikmalaya, yang masih
menjaga kebudayaannya, kelestarian alamnya. Masyarakat Kampung Naga masih sangat memegang
adat tradisi nenek moyang mereka, masih percaya akan adanya mitos. Kampung Naga terletak di desa
Neglasari, Kecamatan salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Yang unik letak
Kampung Naga ini berada di lembah atau bahasa sundanya gawir, yang artinya nagawir di lembah
jadi disebut Naga. Kampung Naga masih mempertahankan kearifan lokal dan budaya yang mereka
jaga sejak dahulu.

Kebudayaan di Kampung Naga masih sangatlah kuat, dari segi mengadakan upacara-upacara
yang masih sering dilakukan oleh warga Kampung Naga. Upacara ini memberikan gambaran tentang
kondisi dan nilai-nilai kehidupan yang ada didalam Kampung Naga. Kebudayaaan yang masih sering
dilakukan yaitu, Upacara Hajat Sasih, Perkawinan, Khitanan. Kebudayaan disetiap daerah memiliki
ciri khas yang berbeda-beda dengan daerah lainnya, salah satunya desa Kampung Naga yang sangat
memegang teguh nilai serta adat istiadat yang telah menjadi tradisi turun-menurun sejak dahulu.

Masyarakat Kampung Naga seluruhnya penganut agama islam, tidak ada perbedaan dengan
penganut islam lainnya. Masyarakat Kampung Naga juga 2 sangat memegang adat istiadat dan
kepercayaan dari nenek moyangnya. Mayoritas masyarakat Kampung Naga yakni bermata
pencaharian sebagai petani. Perilaku komunikasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang
guna merespon keadaan lingkungan dan situasi komunikasi. Perilaku komunikasi hadir ketika suatu
aktivitas komunikasi menjadi sebuah kebiasaan yang terus menerus dilakukan dan dapat diamati
melalui kebiasaan itu sendiri. Definisi perilaku komunikasi juga tidak akan terlepas dari pengertian
perilaku dan komunikasi. Perilaku pada dasarnya berorientasi pada suatu keinginan seseorang guna
mendapatkan sesuatu hal yang diinginkan dan sesuai dengan tujuannya. Dari kegiatan tersebut maka
seseorang akan dan diharuskan mendapat titik temu atas tindakan yang telah dilakukan. Selanjutnya
perilaku komunikasi akan menampilkan teknik, cara dan keterampilan seseorang dalam mencapai
tujuan komunikasinya. Bentuk dari perilaku komunikasi bisa berupa aktivitas konkret seperti
komunikasi secara lisan, tulisan, isyarat ataupun menggunakan simbol yang mewakili tujuan dari
komunikasi. Hal tersebut tentunya menjadi sebuah kemampuan khusus seseorang dalam melakukan
komunikasi verbal ataupun non verbal. Contoh lain dari perilaku komunikasi dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang yang ada dalam lingkungan sehari-hari.
Salah satu faktor baik atau buruknya komunikasi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
masyarakat serta kemauan dari diri sendiri guna mencapai tujuan yang diharapkan dalam
berkomunikasi. 3 Dari begitu banyaknya cara berkomunikasi, yang menjadi perhatian lebih penulis
kali ini adalah perilaku komunikasi masyarakat Kampung Naga yang terletak di Kabupaten
Tasikmalaya, Jawa Barat. Dari fenomena tersebut menunjukan bahwa komunikasi sangatlah bersifat
alami. Karena tanpa adanya media ataupun instrument pendukung komunikasi masih tetap menjadi
sebuah kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan. Perilaku seperti inilah yang diharapkan masyarakat
pada umumnya. Dengan mengedepankan asas kekeluargaan segala bentuk komunikasi dilakukan
secara langsung dengan menggunakan lisan ataupun tulisan, gestur maupun simbol. Komunikasi
idealnya dilaksanakan dengan asas tujuan yang baik pula.

Demi menghilangkan kesenjangan dan ketidakakraban antar masyarakat komunikasi harusnya


dilakukan secara langsung, maka hal inilah yang dimaksudkan masyarakat Kampung Naga tentang
cara berfikir dan sudut pandangnya. Faktor lain yang menjadikan perilaku komunikasi masyarakat
Kampung Naga dengan masyarakat diluar Kampung Naga yaitu, seberapa intensitas komunikasi yang
sering mereka lakukan, bagaimana cara mereka berkomunikasi, melihat kuantitas pada kurun watu
tertentu mereka berkomunikasi, efisiensi waktu dalam menjalin terciptanya intensitas komunikasi
masyarakat Kampung Naga dengan masyarakat di luar Kampung Naga, kapan dan dimana mereka
berinteraksi dengan masyarakat di luar Kampung Naga.

Karena Kampung Naga masih sangat mempertahankan budaya dan adat istiadat yang ada disana.
Itulah mengapa masyarakat Kampung Naga sedikit berbeda dengan masyarakat di luar Kampung
Naga. Perilaku komunikasi masyarakat Kampung Naga ini sangat kentara sekali 4 perbedaanya bila
dibandingkan dengan masyarakat diluar Kampung Naga. Hal inilah yang menjadi keunikan tersendiri
dan membuat peneliti ingin membahas lebih tentang perilaku komunikasi Masyarakat Kampung Naga
di Tasikmalaya. Masyarakat dalam Arti Luas adalah keseluruhan hubungan hidup bersama tanpa
dengan dibatasi lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan Pengertian Masyarakat dalam Arti
Sempit adalah sekelompok individu yang dibatasi oleh golongan, bangsa, teritorial, dan lain
sebagainya. Pengertian masyarakat juga dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang
terorganisasi karena memiliki tujuan yang sama. Pengertian Masyarakat secara Sederhana adalah
sekumpulan manusia yang saling berinteraksi atau bergaul dengan kepentingan yang sama.
Terbentuknya masyarakat karna manusia menggunakan perasaan, pikiran dan keinginannya
memberikan reaksi dalam lingkungannya.
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok
masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam
hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek
kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan dari
pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat. Kampung Naga juga merupakan
salah satu dari kampung yang masih memegang tradisi dan adat istiadat leluhur, namun bisa
hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat lain yang lebih modern. Kampung Naga
memang memiliki keunikan tersendiri. Melihat dari dekat kehidupan sederhana dan bersahaja
yang masih tetap lestari di tengah peradaban modern.

 
B.     MAKSUD DAN TUJUAN
 
Maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
 
1. Untuk mengetahui kehidupan masyarakat di Kampung Naga.

2. Mengetahui corak kebudayaan, kepercayaan, hukum, politik, bahasa, perekonomian dan


kemasyarakatan di Kampung Naga.

 
 
C.    PERUMUSAN MASALAH
 
Dari latar belakang di atas penulis bertolak dari merumuskan masalah sebagai berikut :
 
1. Bagaimana sistem kemasyarakatan di Kampung Naga ?

2. Bagaimana sistem kepercayaan ( religi ) yang di anut oleh masyarakat Kampung Naga ?

3. Seperti apa peralatan hidup masyarakat Kampung Naga ?

4. Bagaimana sistem perekonomian masyarakat Kampung Naga ?

5. Bagaimana sistem pendidikan masyarakat Kampung Naga ?

6. Bagaimana sistem hukum, politik, serta bahasa yang digunakan oleh masyarakat
Kampung Naga ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
A.    Sejarah Kampung Naga
 
Sejenak mungkin terlintas dalam pikiran kita, barangkali ketika mendengar nama
Kampung Naga. Ternyata bentuk asli dari kampung tersebut sangat berbeda dengan
namanya, dan gambaran kita tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga yang
berada di sana. Nama Kampung Naga tu sendiri ternyata merupakan suatu singkatan kata dari
Kampung diNa Gawir ( red. bahasa sunda ) yang artinya adalah merupakan kampung yang
berada di lembah yang subur. Kampung Naga adalah  sebuah kampung kecil, yang para
penduduknya patuh dan menjaga tradisi yang ada, hal inilah yang membuat kampung ini unik
dan berbeda dengan yang lain. Tak salah jika kampung ini menjadi salah satu warisan budaya
Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
 
Nenek moyang Kampung Naga Sendiri konon adalah Eyang Singaparna yang makamnya
sendiri terletak di sebuah hutan di sebelah barat Kampung Naga. Yang membuat Kampung
Naga ini unik adalah karena penduduk ini seperti tidak terpengaruh dengan modernitas dan
masih tetap memegang teguh adat istiadat yang secara turun temurun. Kepatuhan warga
Sanaga ( red. Warga asli kampung Naga ) dalam mempertahankan upacara – upacara adat,
termasuk juga pola hidup mereka yang tetap selaras dengan adapt leluhurnya seperti dalam
hal religi da upacara, mata pencaharian, pengetahuan, kesenian, bahasa dan tata cara
leluhurnya.
 
Masyarakat Kampung Naga memilki tempat-tempat larangan yaitu : 2 hutan larangan,
sebelah Timur dan Barat, tempat ini tidak boleh dimasuki oleh seorangpun kecuali pada
waktu upacara atau berziarah. Ada satu buah bangunan yang dianggap keramat yaitu “Bumi
Ageung” yaitu tempat pelaksanaan rutinitas upacara adat, tempat ini tidak boleh dimasuki
kecuali oleh Ketua Adat atau Kuncen.
 
Hari yang diagungkan masyarakat Kampung Naga diantaranya hari Selasa, Rabu dan
Sabtu.Pada hari itu masyarakat dilarang untuk menceritakan asal usul atau sejarah mengenai
Kampung Naga dan  pada bulan Syafar tidak boleh melaksanakan upacara adat atau
berziarah. Dalam pembangunan rumah-rumah diatur sedemikian rupa yaitu dengan membujur
Timur Barat menghadap ke Selatan, setiap rumah harus saling berhadapan untuk menjaga
kerukunan antar warga. Praktek pembangunannya pun mempunyai wawasan lingkungan yang
futuristik, baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun budaya.
 
B.     Letak Geografis
Kampung Naga secara administratife berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari
jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada
di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah barat Kampung Naga dibatasi oleh
hutan keramat karena di hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.
Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur
dibatasi oleh sungai Ciwulan yang bermata air dari Gunung Cikuray.
BAB III
PEMBAHASAN
 
 A.    Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga
 
Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih menggunakan peralatan
ataupun perlengakpan hidup yang sederhana, non teknologi yang kesemua bahannya tersedia
di alam. Seperti untuk memasak, masyarakat Sanaga menggunakan tungku dengan bahan
bakar menggunakan kayu bakar dan untuk membajak sawah mereka tidak menggunkan
traktor melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal lainnya, yang pasti
masayarakat Sanaga tidak menggunakan peralatan canggih berteknologi tinggi, dan kampung
mereka pun tidak ada listrik.
 
B.     Sistem Perekonomian Masyarakat Kampung Naga
 
Dalam sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana mata
pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari pokok yaitu bertani,
menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingannya adalah membuat kerajinan,
beternak dan berdagang.
 
C.    Sistem Kemasyarakatan
 
Kemasyarakatan di Kampung Naga masih sangat lekat dengan budaya gotong royong,
hormat menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi.
 
Lebih jauh menilik pola hidup dan kepemimpinan Kampung Naga, kita akan
mendapatkan dua pemimpin dengan tugasnya masing –masing yaitu pemerintahan desa dan
pemimpin adat atau yang oleh masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Peran keduanya
saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga Sanaga. Sang Kuncen yang
meski begitu berkuasa dalam hal adapt istiadat jika berhubungan dengan system
pemerintahan desa maka harus taat dan patuh pada RT atau RW, begitupun sebaliknya RT
atau RW haruslah taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan adapt istiadat dan
kehidupan rohani penduduk Kampung Naga.

 
 Lembaga Pemerintahan
Sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada sistem atau lembaga-lembaga
pemerintahan yang ada di Kampung Naga. Ada dua lembaga yaitu :
 Lembaga Pemerintahan

 RT

 RK / RW

 Kudus ( Kepala Dusun )


 
 Lembaga Adat
 
 Kuncen dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai pemangku adat dan
memimpin upacara adat dalam berziarah.

 Punduh dijabat oleh Bapak Ma’mun

 Lebe dijabat oleh Bapak Ateng yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai akhir
sesuai dengan syariat Islam.

 
D.    Sistem Bahasa
Dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan bahasa Sunda Asli,
hanya sebagian orang dalam arti yang duduk di pemerintahan. Adapula yang bisa berbahasa
Indonesia itupun hanya digunakan apabila bercakap – cakap dengan wisatawan dari luar jawa
barat.
 
E.     Sistem Pendidikan ( Ilmu Pengetahuan )
Tingkat Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang
pendidikan sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi itupun hanya minoritas. Kebanyakan pola pikirnya masih pendek sehingga mereka
pikir bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung juga. Dari
anggapan tersebut orang tua menganggap lebih baik belajar dari pengalaman dan dari alam
atau kumpulan-kumpulan yang biasa dilakukan di mesjid atau aula.
 
F.     Sistem Kepercayaan ( Religi )
 
Penduduk Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama islam, akan tetapi
sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan
kepercayaan nenek moyangnya.
 
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat
warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang
datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan
karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat
Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan
menimbulkan malapetaka
Masyarakat Sanaga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib
yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker.
 
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat.
Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama
bagian sungai yang dalam (“leuwi”). Kemudian “ririwa” yaitu mahluk halus yang senang
mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut “kunti
anak” yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka
mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang
dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut
sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti
makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan tempat yang
dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga
 
Adapun upacara – upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Sanaga yang bertepatan
dengan hari besar Islam yaitu :
 
 Bulan Muharam untuk menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah

 Bulan Maulud untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW

 Bulan Jumadil Akhir untuk memperingati pertengahan bulan Hijriah

 Bulan Nisfu Sya’ban untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan

 Bulan Syawal untuk menyambut datangnya Idul Fitri

 Bulan Zulhijah untuk menyambut datangnya Idul Adha

 
G.    Kesenian
 
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu
mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti wayang golek,
dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong.
Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah
terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan,
sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi
muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton
kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut
dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Terdapat tiga pasangan kesenian di Kampung Naga diantaranya :
 Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak terbatas biasanya ini
dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha serta kemerdekaan RI. Alat
ini terbuat dari kayu.

 Terebang Sejat, dimainkan oleh 6 orang dan dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan
atau khitanan massal.

 Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan dilaksanakan pada waktu khitanan massal

 
H.    Sistem Bangunan /Arsitek
Bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga semuanya beratap
ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha
yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai
pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya
menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain. Tidak menggunakan semen atau pasir.
Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya
keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut.
 
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan
kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat
dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah
selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman
bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan
rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau
gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur.
Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut
anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan
tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka
selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.
 
I.       Sistem Politik
 
Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh  ketua adat
yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh adalah
merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.
 
J.      Sistem Hukum
 
Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki aturan
hukum sendiri yang  tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan aturan
tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak aturan.
Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat.
 
Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni sesuatu
ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak boleh di
langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa
teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan
pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya.
 
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan
dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan
aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak
tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara
membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.
 
 
BAB IV
PENUTUP
 
A.    KESIMPULAN
 
Dari hasil pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa ternyata keberadaan Kampung Naga
selain menarik karena keunikan kebudayaan masyarakatnya, namun juga ternyata dapat
menjadi icon bagi masyarakat Kampung Naga Khususnya dan bagi masyarakat Jawa Barat
umumnya bahwa primitifitas atau adat istiadat asli peninggalan nenek moyang itu harusnya
bisa menjadi treadceneter dan suatu kebanggan bagi kita yang mewarisinya karena bisa
menjadi daya tarik bagi turis lokal maupun dari luar negri untuk di adikan bahan observasi.
 
1. B.     SARAN – SARAN
 
Demikianlah penulisan makalah kami, apabila masih terdapat kesalahan atau kekurangan
dalam pembahasan makalah kami ini, terutamanya kami mohon maaf yang sebesar –
besarnya dan kami juga harapkan teguran yang sehat sekiranya dapat membangun dalam
perbaikan pembuatan makalah kami ini.
DAFTAR SUMBER

Ayatrohaedi, dkk. 1987. Kawih Paningkes dan Jatiniskala: Alih Aksara dan Terjemahan.
Bandung: Sundanologi. Bandung: Sundanologi. Dark, K.R. 1995. Theoretical Archaeology.
Ithaca, New York: Cornell University Press, hlm. 143. Darsa, Undang A. Dan Edi S.
Ekadjati. 2006. Gambaran Kosmologi Sunda. Bandung: PT Kiblat Buku Utama. Dhavamony,
Mariasusai. 1995. Fenomenologi Agama, edisi ke 10. Serat Catur Bumi dan Sang Hyang
Raga Dewata. Edisi dan Terjemahan Teks serta Deskripsi Naskah. Bandung: Konsepsi
Tentang Negara & Kedudukan Raja di Asia Tenggara. Jakarta: CV Rajawali. Maria, Siti. dkk.
1995. Sistem Keyakinan Pada Masyarakat Kampung Naga Dalam Mengelola Lingkungan
Hidup (Studi Tentang Pantangan dan Larangan). Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan
Nilai-nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan. Masinambau, E.K.M. 2001. ”Teori
Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan”, dalam Meretas Ranah: Bahasa, Semiotika, dan Budaya,
Ida Sundari Husen dan Rahayu Hidayat. Yogyakarta: Bentang Budaya. Munandar, Agus
Aris. 2004.”Memaknai Warisan Masa Lalu: Data Arkeologi dan Karya Sastra”, dalam Sang
Tohaan.. ”Pemukiman dan Religi Masyarakat Megalitik: Studi Kasus Masyarakat Kampung
Naga, Jawa Barat”, dalam Arkeologi dari Lapangan ke Permasalahan. Jakarta: IAAI,
hlm.175-185. 30 Rif’ati, Heni Fajria dan Toto Sucipto. 2002. Kampung Adat dan Rumah
Adat di Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat.
Suganda, Her. 2006. Kampung Naga: Memepertahankan Tradisi. Bandung: PT Kiblat Buku
Utama Suhandi Shm., A. 1982. Penelitian Masyarakat Kampung Naga di Tasikmalaya.
Bandung: Universitas Padjadjaran. Sumardjo, Jacob. 2003. Simbol-Simbol Artefak Budaya
Sunda: Tafsir-Tafsir Pantun Sunda. Bandung: Kelir. 2006. Khazanah Pantun Sunda: Sebuah
Interpretasi. Bandung: Kelir. Susanto, P.S. Hary. 1987. Mitos, Menurut Pemikiran Mircea
Eliade.Yogyakarta: Kanisius. Widayati, Naniek. 2003. “Strategi Pengembangan Warisan
Budaya: Sebuah Pandangan dari Sisi Arsitektur”, dalam Kongres Kebudayaan Indonesia ke
V, Bukittinggi, 19-23 Oktober. Internet Ahmad Gibson AlBustomi, ”Islam-Sunda Bersahaja
di Kampung Naga”. Posted on April 14th, 2006, http://g13b.blogdetik.com, diakses 21 Mei
2008. Ahmad Gibson Al-Bustomi, “Struktur Kosmologis dan Apresiasi Seni Tradisi”, Posted
on April 18th, 2006, dalam http://g13b.blogdetik.com, diakses 21 Mei 2008. Ahmad Gibson
Al-Bustomi, “Latar kosmologi Seni Tradisi: Kritik Nalar Poskolonial”, July 11, 2008 dalam
http://averroes.or.id/2008. diakses 21 Mei 2008. http://gerbang.jabar.go.id/kabtasikmalaya
http://g13b.blogdetik.com, diakses 20 Mei 2008.

Anda mungkin juga menyukai