Anda di halaman 1dari 3

Pengertian hukum menurut JCT Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H.

(seperti dikutip Bakri, 2011: 11), hukum adalah peraturan-peratutan yang bersifat memaksa,
yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-
badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu. Mengutip Dina
(http://staffnew.uny.ac.id/upload/131655976/pendidikan/diktat-pancasila-bab-iv-undang-bu-
dina.pdf, akses 4 Oktober 2020), pengertian hukum dasar adalah aturan-aturan dasar yang
dipakai sebagai landasan dasar dan sumber bagi berlakunya seluruh hukum/peraturan/perundang-
udangan dan penyelenggaraan pemerintahan negara pada suatu negara. Terdapat dua macam
hukum dasar, yaitu hukum dasar tertulis atau konstitusi dan hukum dasar tidak tertulis atau
konvensi.
A. Hukum Dasar Tertulis (Konstitusi)
Hukum dasar tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam
peraturan perundang-undangan negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak
dikodifikasi. Menurut Lubis dan Sodeli (2017: 81), hukum tertulis digolongkan
sebagai berikut
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum Hukum tertulis yang
dikodifikasikan, yaitu hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur,
dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya,
KUH Pidana, KUH Perdata, dan KUH Dagang.
2. Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu hukum yang meskipun
tertulis. tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih
terpisah-pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan
dalam penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah, dan
keputusan presiden.
Mengutip dari Frinaldi dan Nurman (2005: 9), konstitusi pada prinsipnya adalah
suatu aturan yang mengandung norma-norma pokok, yang yang berkaitan kehidupan
negara. Konstitusi dapat mengalami perubahan sesuai dinamika kehidupan
masyarakat. Perubahan meliputi hal-hal berkaitan dengan aturan tentang anatomi
struktur kekuasaan, pembatasan kekuasaan, jaminan perlindungan hak asasi manusia,
kekuasaan kehakiman, dan pertanggungjawaban kekuasaan kepada rakyat, dan
sebagainya. Sampai saat ini, konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-
Undang Dasar 1945.
Adapun pendapat E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutioal Law (seperti dikutip
Pasaribu, 2013: 99), undang-undang dasar menurut sifat dan fungsinya adalah suatu
naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut. Jadi, UUD itu mengatur mekanisme dan dasar dari setiap sistem
pemerintahan.
B. Hukum Dasar Tidak Tertulis (Konvensi)
Hukum dasar tidak tertulis atau konvensi adalah hukum yang hidup dan diyakini
oleh warga masyarakat serta dipatuhi dan tidak dibentuk menurut prosedur formal,
tetapi lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat itu sendiri (Lubis dan Sodeli, 2017:
81). Hukum dasar tidak tertulis memiliki beberapa perbedaan dengan hukum dasar
tertulis, diantaranya ada atau tidaknya alat penegak hukum yang tidak pasti, sifatnya
tidak terlalu memaksa, dan sanksinya lebih ringan dibandingkan dengan hukum dasar
tertulis. Mengutip Rangga (https://cerdika.com/konvensi/, akses 4 Oktober 2020),
konvensi memiliki beberapa sifat, yaitu:
1. Berjalan sejajar dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
merupakan sumber hukum dasar, yang berarti seluruh aturan lain yang ada di
Indonesia tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, baik berupa konvensi, Keputusan Presiden,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan lain-lain.
2. Melengkapi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Konvensi-konvensi diperlukan untuk melengkapi rangka dasar hukum
UUD. Dalam penjelasan UUD 1945 bahwa untuk menyelidiki hukum dasar
suatu negara tidaklah cukup hanya menyelidiki pasal-pasal dalam UUD saja.
Akan tetapi, harus diselidiki pula bagaimana praktiknya dan latar belakang
kebatinannya dari UUD itu.
3. Kebiasaan
Kebiasaan ketatanegaraan adalah “hukum dasar tidak tertulis yang timbul
dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara dan ditaati oleh para
penyelenggara negara sebagai suatu kewajiban moral dan etika”. Kebiasaan
ketatanegaraan ini biasa kita sebut dengan konvensi. Sehingga, salah satu sifat
konvensi adalah berupa kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang untuk
dijadikan sebuah kebiasaan.
4. Tidak tertulis dan tidak dapat diadili
Aturan-aturan yang terdapat dalam konvensi bersifat tidak tertulis, maka
jika aturan tersebut dilanggar, maka pelanggaran tersebut tidak dapat diadili
oleh pemerintah.
5. Diterima oleh rakyat
Rakyat menerima konvensi karena sejalan dengan jati diri bangsa yaitu
Pancasila dan juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu contoh dari hukum dasar tidak tertulis yaitu hukum adat. Hukum adat
adalah hukum yang terbentuk dari kebiasaan di masyarakat. Kebiasaan itulah yang
kemudian menjadi nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat. Selain itu, contoh
hukum tidak tertulis lainnya adalah sebagai berikut

1. Pidato kenegaraan Republik Indonesia setiap tanggal 16 Agustus di dalam


sidang Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang
RAPBN pada minggu pertama Januari setiap tahunnya.
3. Pidato pertanggungjawaban Presiden dan Ketua Lembaga Negara lainnya
dalam sidang Tahunan MPR.(yang dimulai sejak tahun 2000).
4. Mekanisme pembuatan GBHN. (Pasaribu, 2013: 100)

Anda mungkin juga menyukai