Disusun oleh :
Martha Natal Manufandu
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmat-Nyalah penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“Otonomi Khusus dan Legislatif” ini dengan baik tepat pada waktunya.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada setiap pihak yang telah ikut
berkonstribusi dalam penulisan makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun ada banyak referensi untuk menunjang penulisan makalah ini, namun
penulis menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan serta
kekurangan sehingga penulis mengharapkan saran serta masukan demi tersusunnya
makalah yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan
pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat
parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan
pembagian kekuasaan. Eksekutif dipimpin oleh seorang presiden yang merupakan
kepala pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang
wakil presiden sebagai pembantu presiden yang kedudukannya di atas para mentri
dan juga sebagai pengawas presiden.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-
satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Yang
dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus. Provinsi Papua
dan Papua Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki status istimewa dan
diberikan otonomi khusus. Selain diatur dengan Undang-Undang Pemeriintahan
Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam Undang-Undang lain.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 an 2000
menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Papua. Hal
ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun
kepercayaan rakyat kepada Pemerintah. Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN
No. 4151) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843) yang terdiri
dari 79 pasal dan mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam
menjalankan Otonomi Khusus.
Pemerintah Daerah Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat
Papua (DPRP) sebagai badan legislative dan Pemerintahan Provinsi sebagai badan
eksekutif. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua
dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang
asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak
orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya
pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh Dewan Perwakilat
Rakyat Papua (DPRP) dengan jumlah anggota DPRP adalah 1 ¼ (satu seperempat)
kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Namun fakta menunjukan bahwa pada umumnya para anggota
legislatif yang terpilih tidak ada keterwakilan orang asli Papua sebagai wujud dari
otonomi khusus dan implementasi dari pasal 5 dalam Undang-Undang Otonomi
Khusus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikaitkan dengan Otonomi Khusus
Provinsi Papua dan Legislatif, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Otonomi Khusus Provinsi Papua itu ?
2. Bagaimana peran Legislatif dalam penyelenggaran Otonomi Khusus ?
3. Bagaimana Implementasi Otonomi Khusus Provinsi Papua ?
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini ada sebagai sarana untuk dapat menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Otonom Khusus dan Legislatif dari rumusan
masalah yang telah dijabarkan di atas.
BAB II
PEMBAHASAN