Anda di halaman 1dari 64

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit

metabolisme dengan karakteristik hiprglikemi yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo,

2005).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara

genetic dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa

hilangnya toleransi karbohidrat (Price,2006).

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik

dikarakterisasikan dengan tingginya tingkat glukosa di dalam darah

(hiperglikemi) yang terjadi akibat efek sekresi insulin, kerja insulin

atau keduanya (American Diabetes Assocation (ADA), Expert

Committee of the Diagnosis and Classification of Diabetes mellitus

2003.

12
13

Diabetes mellitus adalah keadaan dimana kadar gula dalam darah

tinggi melebihi kadar gula darah normal. Penyakit ini biasanya disertai

berbagai kelainan metabolisme akibat gangguan hormon dalam tubuh.

Kadar gula darah yang tinggi ini di sebut sebagai kondisi hiperglikemi.

Diabetes mellitus yang juga popular dengan nama lain kencing manis

itu adalah suatu kondisi yang di serita oleh seseorang karena

kekurangan hormone insulin (Kristanti,2009).

Diabetes Mellitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang

disebabkan keturunan dan DM tipe 2 yang disebabkan oleh lifestyle

atau gaya hidup. Secara umum, hampir 80% prevalensi Diabetes

Mellitus ini adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup yang tidak sehat

menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM (Depkes RI,

2009).

Diabetes mellitus adalah penyakit kronik, progresif yang

dikarakterisasikan dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya

hiperglikemia (Black & Hawk, 2009).

Menurut pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa diabetes

mellitus adalah keadaan dimana tubuh tidak mampu melakukan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

defisiensi insulin.
14

Ada beberapa tipe diabetes mellitus yang berbeda. Penyakit ini

dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik, dan terapinya.

Klasifikasi diabetes yang utama adalah

a. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (insulin dependent

diabetes mellitus/ IDDM). Pada jenis diabetes ini, sel-sel beta

pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon

insulin dihancurkan oleh suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya,

penyuntikan insulin

b. Tipe 2 : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (non-insulin

dependent diabetes mellitus/ NIDDM). Terjadi akibat penurunan

sensitivitas terhadap insulin.

c. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom

lainya.

d. Diabetes mellitus gestasional (gestational diabetes mellitus/

GDM)”
15

2. Patofisiologi

a. Diabetes Mellitus Tipe I (Diabetes Mellitus Dependent

Insulin/DMDI).

Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit hiperglikemi akibat

ketiadaan absolut insulin, biasanya dijumpai pada orang yang tidak

gemuk dan berusia kurang dari 30 tahun. Diabetes tipe I

diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau

Langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Individu yang peka

secara genetik tampaknya memberikan respon dengan

memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta, yang akan

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh

glukosa. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibodi-antibodi

terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditujukan terhadap

komponen antigenik tertentu dari sel-sel beta. Mungkin juga bahwa

para individu yang mengidap diabetes tipe I memiliki kesamaan

antigen antara sel-sel beta pankreas mereka dengan virus atau obat

tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel-sel

pankreas adalah diri atau self (Barbara C. Long 1999. Perawatan

Medikal Bedah edisi 3. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan. Bandung).

b. Diabetes Mellitus Tipe II ( Diabetes Mellitus Non Dependent

Insulin/DMNDI ).
16

Diabetes Mellitus Tipe II adalah kelainan yang heterogen

dengan prevalensi yang sangat bervariasi di antara kelompok etnis.

Di AS populasi yang sangat tinggi prevalensinya adalah suku

bangsa india pima, keturunan spanyol dan asia.

Pathogenesis Diabetes Mellitus Tipe II di tandai adanya

resistensi insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production

(HGP)”, dan penurunan fungsi sel β, yang akhirnya akan menuju

ke kerusakan total sel β.

Pada stadium prediabetes (IFG dan IGT) mula-mula timbul

resistensi insulin (di singkat RI) yang kemudian di susun oleh

peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi RI itu agar

kadar glukosa darah tetap normal. Lama ke lamaan sel beta tidak

akan sanggup lagi mengkompensasi RI hingga kadar gula darah

meningkat dan fungsi sel beta makin menurun saat itu lah

diagnosis diabetes ditegakan. Ternyata penurunan fungsi sel beta

itu berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak

mampu lagi mengsekresikan insulin, suatu keadaan menyerupai

diabetes tipe I. kadar gula darah makin meningkat.

Dengan diketahuinya mekanisme seperti itu, ADA

(American diabetes association) pada tahun 2008 menyebutkan

bahwa “type II diabetes results from a progressive insulin

secretory defec on the background of insulin resistance (ADA

2008).
17

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional terjadi pada wanita hamil yang

sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50 % wanita

pengidap kelainan ini akan kembali ke status nondiabetes setelah

kehamilan berakhir. Penyebab diabetes gestasional dianggap

berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen

dan hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama

kehamilan.

3. Etiologi

Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes mellitus

tergantung insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel B pulau

langerhans akibat proses auto imun. Sedangkan Non Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus Tidak Tergantung

Insulin (DMTTI) di sebabkan kegagalan sel B dan resistensi insulin,

resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati, sel B tidak mampu mengimbangi resistensi

insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi depisiensi relative insulin,

ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada

rangsangan glukosa, maupun bersama glukosa bahan perangsang sekresi

insulin lain. Berarti sel B pankreas mengalami desensitiasi terhadap

glukosa.
18

Diabetes mellitus mempunyai Etiologi yang heterogen, dimana

berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi diterminan

genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas Diabetes

Mellitus. Faktor Diabetes Mellitus lain yang di anggap sebagai

kemungkinan. Etologi Diabetes Mellitus yaitu;

a. Kelainan sel Beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel Beta sampai ke

gagalan sel Beta melepas insulin.

b. Faktor-faktor lingkungan yang merubah fungsi sel Beta, antara lain

agen yang menimbulkan infeksi, diet dimana masukan karbohidrat

dan gula diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.

c. Gangguan sistem imunitas, sistem dapat dilakukan oleh autoimunitas

yang di sertai pembentukan sel-sel anti body anti pankreatik dan

mengakibatkan kerusakan sel-sel penyekresian insulin, kemundian

peningkatan kepekaan sel Beta oleh virus.

d. Kelainan insulin pada pasien obesitas terjadi gangguan kepekaan

jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang

terdapat pada membrane sel yang responsive terhadap insulin.

4. Menifestasi klinis

a. Type I

Polidipsia, poliuria, polipagia, turunnya berat badan, kelemahan,

somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu,


19

sakit berat dan timbul ketoasidosis serta dapat meninggal kalau

tidak mendapatkan pengobatan segera (Price, 2006)

b. Type II

Sebaliknya pada pasien type II mungkin sama sekali tidak

memperlihatkan gejala apapun dan di diagnosis hanya dibuat

berdasarkan pemeriksaan darah di laboraturium dan melakukan tes

toleransi glukosa. Pada hyperglikemia berat pasien tersebut

menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen (Price, 2006).

5. Anatomi dan Fisiologi

Pankreas merupakan organ retroperitoneal yang terletak di bagian

posterior dari dinding lambung. Letaknya diantara duodenum dan limfa, di

depan aorta abdominalis dan arteri serta vena mesenterica superior. Organ

ini konsistensinya padat, panjangnya ±11,5 cm, beratnya ±150 gram.

Pankreas terdiri bagian kepala/caput yang terletak di sebelah kanan, diikuti

corpus ditengah, dan cauda di sebelah kiri. Ada sebagian kecil dari

pankreas yang berada di bagian belakang Arteri Mesenterica Superior

yang disebut dengan Processus Uncinatus (Simbar, 2005).

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar dan terdapan di

dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar

pankreas terdapat pada lekukan yang di bentuk oleh duodenum dan bagian

dari piloris dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama

dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuk
20

atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar

pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang

membentuk usus.

Gambar 2.1 anatomi pankreas

Jaringan penyusun pankreas terdiri dari :

 Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti

anggur yang disebut sebagai asinus/Pancreatic acini yang

merupakan jaringan yang menghasilkan enzim pencernaan ke

dalam duodenum.

 Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet

of Langerhans yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang

menghasilkan insulin dan glukagon ke dalam darah.

6. Faktor Resiko

Penyakit Diabetes Mellitus dikatakan sangat mematikan dan sangat

mengerikan karena penyakit ini biasa menjadi pintu gerbang untuk

datang penyakit berat lainnya. Penyakit Diabetes cenderung


21

menjadikan para penderitanya terserang penyakit secara komplek atau

komplikasi : seperti penyakit jantung, ginjal, liver, dan lainnya dari

berbagai penyakit berat.

Menurut Valliyot et al (2013), faktor risiko DM tipe 2 terdiri dari :

a. Genetik

Orang yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita diabetes

akan memiliki risiko sebesar 3 kali dibanding dengan pasien yang

tidak memiliki riwayat dibetes dalam keluarga.

b. Hipertensi

Orang dengan hipertensi sistolik akan memiliki risiko 4-6 kali

untuk menjadi diabetes.

c. Usia

Pada penelitian ini disebutkan bahwa kelompok orang usia diatas

50 tahun keatas akan memiliki risiko 5 kali lebih besar menderita

diabetes dibanding dengan kelompok usia 20-30 tahun. Orang

yang memiliki usia yang tua akan mengalami peningkatan tekanan

darah sistolik secara progresif, yang disebabkan oleh penurunan

elastisitas pembuluh darah, fibrosis pembuluh darah dan

penurunan pengisian dalam vaskular.

d. Rokok

Pada penelitian ini didapatkan bahwa orang yang merokok

meningkatkan risiko terkena diabetes.

e. Aktivitas Fisik
22

Orang yang kerja berat akan memiliki risiko 89% lebih kecil

dibanding orang yang kerja ringan. Tetapi pekerjaan yang

dilakukan juga harus didukung oleh aktivitas fisik yang dilakukan

pada waktu luang. Misalnya orang yang menggunakan waktu

luang tersebut dengan pesta makan dan dengan orang yang

berolahraga (Baliunas et all, 2009).

Alkohol dapat menjadi faktor protektif yang mencegah DM

maupun faktor risiko yang meningkatkan risiko DM, tergantung

dari kadar yang dikonsumsi. Pada laki-laki, alkohol akan menjadi

faktor protektif pada kadar 22g/hari, dan akan menjadi faktor

risiko dengan kadar diatas 60g/hari. Sedangkan pada perempuan,

alkohol akan menjadi faktor protektif pada kadar 24g/hari, dan

menjadi faktor risiko jika kadar diatas 50g/hari.

7. Komplikasi

a. Komplikasi Akut

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa

darah < 60 mg/dL. Hipoglikemia pada pasien DM tipe1 dan DM

tipe 2 merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai

sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati. Faktor

utama terjadinya hipoglikemia adalah ketergantungan jaringan


23

saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Hipoglikemia

timbul akibat peningkatan kadar insulin yang kurang tepat, baik

sesudah penyuntikan insulin atau karena obat yang

meningkatkan insulin seperti sulfonilurea.

Pada pasien DM tipe II jarang terjadi hipoglikemia berat,

lebih sering terjadi pada pasien DM tipe I. Insiden hipoglikemia

sebagai komplikasi dapat dikurangi dengan meningkatkan

pemantauan gula darah (Rustama, 2010).

b. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan kelebihan gula darah yang

disebabkan oleh makan secara berlebihan, stress, emosional,

penghentian obat secara mendadak. Hiperglikemia dapat

mengakibatkan ketoasidosis diabetik (KAD) dan koma

hiperosmolar hiperglikemik nonketotik (HHNK).

1) Ketoasidosis Diabetik ( KAD)

Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi

kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,

asidosis dan ketoasidosis terutama disebabkan oleh

defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan

hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol

dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan

produksi glukosa hati meningkat dan glukosa sel tubuh


24

menurun. KAD merupakan komplikasi akut DM yang

serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat

dieuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi

berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok

(Soewando, 2009).

2) Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

Pada hiperglikemia dan hipersmolar akan timbul dehirasi

dan kemudian hipovolemia. Hipovolemia akan

mengakibatkan hipotensi dan nantinya menyebabkan

gangguan pada perfusi jaringan. Keadaan koma merupakan

stadium terakhir dari hiperglikemia dimana telah timbul

gangguan elektrolit berat. Keluhan pasien HHNK adalah

rasa lemah, gangguan penglihatan, atau kaki kejang. Dapat

pula ditemukan keluhan mual dan muntah namun lebih

jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang disertai

keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis,

kejang atau koma (Soewando, 2009).

b. Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik jangka panjang atau dapat disebut juga

dengan komplikasi vaskular jangka DM melibatkan pembuluh

pembuluh kecil (mikrovaskular) dan pembuluh-pembuluh

sedang dan besar (makrovaskular) Menurut Tjokroprawiro

(2011) risiko terjadinya komplikasi pada penderita DM adalah


25

2 kali lebih mudah mengalami stroke, 25 kali lebih mudah

mengalami buta, 2 kali lebih mudah mengalami PJK (Penyakit

Jantung Koroner), 17 kali lebih mudah mengalami gagal ginjal

kronik, dan 5 kali lebih mudah mengalami selulitis atau

gangrene.

1) Komplikasi Mikrovaskular

a) Retinopati Diabetik

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan

paling sering ditemukan pada usia 20-74 tahun.

Resikonya 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan

dibandingkan dengan nondiabetes. Resikonya

meningkat sejalan dengan lamanya diabetes (Pandelaki,

2009). Retinopati diabetik disebabkan oleh perubahan

dalam pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina

mata. Faktor resiko timbulnya retinopati adalah kadar

gula yang tidak terkontrol, durasi diabetes, hipertensi,

hiperlipidemia dan merokok. Retinopati diabetik sering

tidak bergejala hingga kelainan yang berat atau

kerusakan retina yang ireversibel sudah terjadi

(Rustama, 2010).

b) Nefropati Diabetik

Nefropati diabetik pada DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24 jam) pada minimal


26

dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Di

Amerika dan Eropa nefropati merupakan penyebab

utama gagal ginjal terminal dan merupakan salah satu

penyebab kematian tertinggi diantara semua komplikasi

DM dan penyebab kematian tersering karena

komplikasi kardiovaskuler.

2) Komplikasi Makrovaskular

a) Gangguan Pada Pembuluh Darah

Kerusakan pada pembuluh darah karena DM akan

mengakibatkan masalah pada jantung dan otak, serta

gangguan pada pembuluh darah kaki akibatnya sirkulasi

terganggu, terjadi peningkatan tekanan darah (hipertensi)

dan infark hati dan cerebral. Penyempitan pembuluh

darah disebabkan adanya tumpukan lemak pada dinding

pembuluh darah. Penumpukan ini tidak hanya terjadi

karena pola makan yang tidak normal tetapi juga

disebabkan oleh kontrol metabolisme glukosa dalam hati

tidak normal. Komplikasi dapat mengenai pembuluh

darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi

aterosklorosis. Perubahan ini menyebabkan meningginya

LDL kolesterol dan trigliserida serta menurunnya HDL

kolesterol (Tobing, 2008).

b) Gangguan sistem kardiovaskuler


27

Gangguan pada pembuluh darah akan mengakibatkan

aliran darah ke jantung terhambat atau terjadi iskhemia

(kekurangan oksigen di otot jantung), timbul angina

pectoris bahkan akhirnya dapat menyebabkan serangan

jantung dan hingga gagal jantung. Makroangiopati

diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa

aterosklerosis. Gangguan-gangguan biokimia yang

ditimbulkan akibat insufisiensi insulin berupa : (1)

penimbunan sorbitol dalam intima vaskuler, (2)

hiperlipoproteinemia dan, (3) kelainan pembekuan darah.

Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan

mengakibatkan penyumbatan vaskuler (Tobing, 2008).

c) Gangguan Pada Sistem Pencernaan

Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat

saraf yang memelihara akan rusak sehingga fungsi

lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemah.

Hal ini menyebabkan lambung menjadi bergelembung

sehingga proses pengosongan lambung terganggu dan

makanan lebih lama tertinggal dilambung. Keadaan ini

akan menimbulkan rasa mual, perut mudah terasa penuh,

kembung, makan tidak lekas turun, kadang timbul terasa

sakit di ulu hati atau makanan terhenti dalam dada, hal


28

ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada

lambung dan usus (Tjokroprawiro, 2011).

d) Gangguan Sistem Perkemihan

Akibat hipoksia yang berkaitan dengan diabetes jangka

panjang, glomerulus, seperti sebagian besar kapiler

lainnya, menebal. Terjadi hipertropi ginjal akibat

peningkatan kerja yang harus dilakukan oleh ginjal

pengidap DM kronik untuk menyerap ulang glukosa.

8. Pencegahan

a. Terapkan gaya hidup sehat

Buatlah hidup lebih teratur dan terjadwal dalam menjalankan

aktivitas kehidupan, ketidak teraturan dalam pola hidup akan

sangat mempengaruhi kerja berbagai organ dan kelenjar.

b. Terapkan pola makan yang baik dan sehat

Jaga diri dari masukan asupan makanan yang tidak sehat dan

beresiko terhadap kesehatan dalam jangka panjang seperti makanan

tinggi lemak, makanan yang mengandung pengawet, perasa dan

pewarna makanan.

c. Jaga kondisi mental spiritual


29

Jauhkan dari kondisi stress yang berkepanjangan, jauhi dari sikap

marah dan slalu menjalin hubungan dengan tuhan dengan berbagai

ibadah dalam agama kondisi mental spiritual sangat berpengaruh

terhadap kesehatan.

d. Lakukan aktifitas fisik secara rutin

Aktifitas fisik bisa kita lakukan dengan berolah raga, pekerjaan

yang penuh dengan aktifitas seperti berbelanja ke pasar dengan

jalan kaki dan lain sebagainya.

e. Jaga berat badan batas ideal

Segera turunkan berat badan, obesitas memiliki faktor resiko yang

sangat tinggi untuk seseorang terserang berbagai penyakit berat

seperti; jantung koroner, kanker, Diabetes Mellitus dan penyakit

berat lainnya.

f. Jauhi rokok dan minuman beralkohol

Hati-hati karena telah menyiapkan masa depan yang sangat

membahayakan terhadap kesehatan, sangat rentang untuk terserang

penyakit Diabetes Mellitus dan penyakit berat lainnya di kemudian

hari.

9. Dampak terhadap Sistem Lain

Penyakit Diabetes Mellitus termasuk ke dalam penyakit gangguan

Sistem Endokrin yang mempunyai dampak terhadap sistem lain yaitu;


30

a. Sistem Perkemihan ; dapat menimbulkan kerusakan ginjal karena

kadar gula darah yang tinggi dapat memberatkan kerja ginjal dan

merusak sel nefron.

b. Sistem Panca Indra ; kerusakan retina mengalami kerusakan atau

penglihatan kabur.

c. Sistem Persarafan ; kerusakan neuropati kelebihan gula darah

dapat merusak pembuluh darah kecil yang memasok darah ke

saraf.

d. Sistem Kardiovaskuler ; kadar gula dalam darah meningkat dapat

menimbulkan kekentalan darah dan meningkatkan kerja jantung.

e. Sistem Integumen ; dapat menimbulkan infeksi jamur dan bakteri.

f. Sistem Muskuloseletal ; dapat menimbulkan osteoporosis lebih

cepat bagi perempuan (Wedaran, 2007).

10. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi Diabetes adalah mencoba menormalkan

aktifitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk

mengurangi komplikasi Vaskuler neuropatik. Tujuan terapeutik pada

setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal

(Smeltzer & Bare, 2002).

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan Diabetes

a. Mengatur makanan (diet)


31

Diet dan pengendalikan berat badan merupakan dasar dari

penatalaksanaan Diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita

Diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini.

1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya

vitamin, mineral).

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.

3) Memenuhi kebutuhan energy.

4) Mencegah kluktasi kadar glukosa darah setiap harinya

dengan mengupayakan kadar glukosa, darah mendekati

normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.

5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meninggkat.

Bagi pasien-pasien obesitas, penurunan berat badan

merupakan kunci dalam penanganan Diabetes. Bagi semua

penderita Diabetes. Perencanaan makanan harus

mengimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan

tertentu gaya hidup, jam-jam makan, yang bisa diikutinya dan

latar belakang etnik serta budayanya.

b. Latihan

Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin. Sirkulasi darah tonus otot juga diperbaiki

dengan berolahraga.
32

c. Pemantauan glukosa dan keton

1) Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.

Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia

serta hiperglikemia dan berperan dalam menentukan kadar

glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi

komplikasi Diabetes jangka panjang.

2) Hemoglobin glikosilasi

Merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar

glukosa darah rata-rata selama periode waktu kurang-lebih 2

hingga 3 bulan.

3) Pemeriksaan urin untuk glukosa

Pemeriksaan glukosa urin merupakan satu-satunya cara

memantau diabetes setiap hari.

4) Pemeriksaan urine untuk keton

Pemeriksaan keton urine harus dilakukan pada saat penderita

Diabetes tipe I mengalami glukosuria atau kenaikan kadar

glukosa darah yang tidak dapat dijelaskan dan pada keadaan

sakit serta hamil.

d. Terapi

1) Insulin

Sebagaimana dinyatakan sebelumnya hormon insulin

disekresikan oleh sel-sel beta pulau Langerhans. Hormon ini

bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah post prandial


33

dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan

glukosa oleh sel-sel otot, lemak dan hati selama periode

puasa, insulin menghambat pemecahan simpanan glukosa

protein dan lemak.

2) Agens Antidiabetik Oral

Agens antidiabetik oral mungkin berkhasiat bagi pasien

diabetes tipe II yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan

latihan meskipun demikian obat ini tidak dapat digunakan

pada kehamilan.

3) Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah

Diabetes Mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan

prilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup

karena diet aktivitas fisik dan stress fisik serta emosional

dapat mempengaruhi pengendalian diabetes maka pasien

harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap

hari guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar

glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki

perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari

komplikasi diabetik jangka panjang.


34
35

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem

Endokrin

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistmatis untuk

menentukan status kesehatan pasien dan untuk mengidentifikasi semua

masalah kesehatan yang aktual ataupun potensial (Smeltzer & Bare, 2002).

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem endokrin akibat

DM meliputi :

a. Identitas klien, meliputi :

1) Nama : Nama merupakan inisisal atau identitas dasar seseorang.

Nama merupakan pembeda dari setiap orang.

2) Umur : Umur dikaji agar dapat diketahui tahap perkembangan

klien dalam masa apa, apakah masih produktif atau mulai masuk

periode klimakterium. Sehingga dapat memberikan intervensi

yang tepat. Umur juga dikaji jika terdapat nama yang sama.

Umur > 30 tahun lebih berisiko untuk menderita penyakit

diabetes mellitus.

3) Agama : Agama dikaji untuk menentukan nilai-nilai kehidupan

yang dianut nya. Agama menentukan standar hidup seseorang

yang akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil.

4) Jenis kelamin : Jenis kelamin dikaji untuk menentukan gender

seseorang. Laki-laki lebih berisiko menderita penyakit diabetes


36

mellitus dibandingkan perempuan karena perempuan ada masa

menopause.

5) Suku bangsa : Suku bangsa dikaji untuk menentukan latar

belakang kebudayaan dan adat istiadat yang dianutnya. Suku

bangsa juga mempengaruhi seseorang bertindak sesuai dengan

nilai moral yang dianut oleh adat istiadat suku bangsa yang

bersangkutan.

6) Pendidikan terakhir dan pekerjaan : Dikaji untuk menentukan

tingkat pengetahuan dan pengalaman klien, komunitas dimana

saja yang sering dikunjungi klien. Pendidikan yang rendah akan

menyebabkan pengetahuan sesseorang pun menjadi rendah.

7) Nomor Rekam Medis : Dikaji sebagai pembeda dengan klien

yang lain, setiap klien memiliki nomor masing-masing yang

berbeda. Nomor medrek juga memudahkan rumah sakit untuk

mengurus administrasi klien terutama jika memerlukan

intervensi lintas ruangan.

8) Tanggal masuk dan tanggal pengkajian : Dikaji untuk

menentukan berapa lama klien sudah dirawat. Juga sebagai

pembeda dengan klien lain jika terdapat nama atau umur yang

sama tetapi tanggal masuk berbeda.

9) Diagnosa medis : Dikaji untuk menentukan intervensi atau

tindakan yang tepat dilakukan sesuai diagnosa medis.


37

10) Alamat klien : dikaji untuk memudahkan dalam

pengadministrasian atau pengarsipan rumah sakit. Alamat juga

berguna sebagai data jika sewaktu waktu pihak rumah sakit

memerlukan data klien sementara klien sudah pulang.

Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang paling dirasakan

oleh klien, biasanya klien dengan gangguan endokrin yaitu

diabetes mengeluh lemah, kesemutan, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi, pruritus vulvae disertai dengan dua nilai

pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu

≥ 200 mg/dl dan/atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl yang

diperiksa pada hari yang sama atau pada hari yang berbeda)

(Suyono, 2009).

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan

masalah kesehatan yang berkaitan dengan keluhan utama.

Pengembangan dari keluhan yang dirasakan pasien dalam P, Q,

R, S, T, yaitu :
38

P : Paliatif/Provocative

Segala sesuatu yang memperberat (Provocative) dan

memperingan keluhan (palitif).

Q : Qualitative/Quantitative

Bagaimana pasien merasakan keluhan tersebut, seberapa

sering keluhan tersebut dirasakan.

R : Region/radiasi

Daerah yang terkena serta apakah terjadi penyebaran.

S : Severity/scale

Apakah dengan adanya keluhan tersebut mengganggu

aktivitas yang lain.

T : Timing

Kapan terjadinya apakah terus menerus, atau hilang timbul,

sejak kapan keluhan dirasakan.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Yaitu riwayat kesehatan yang pernah dialami oleh pasien,

terutama riwayat yang dapat menjadi faktor predisposisi

penyakit diabetes.

a) Riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat alergi,

misalnya penyakit infeksi pada pancreas yang dapat

mengakibatkan gangguan fungsi pancreas (Price, 2006).

b) Obat-obatan yang pernah/ biasa digunakan, obat-obatan

seperti alloxon, streptozocin, vacorat thiazide


39

diphenilthidantion, phenotiazine, poison bersifat sitotoksik

terhadap sel beta pancreas dan dapat mengurangi sekresi

insulin secara langsung (Smeltzer & Bare, 2002).

c) Pengalaman dirawat, riwayat diabetes ringan

mengisyaratkan resiko tinggi untuk terjadinya diabetes tipe

II (Greenspan & Baxter, 1998).

d) Jika perempuan : riwayat pernah melahirkan anak > 4 kg,

salah satu tanda dari diabetes gestasional yang mempunyai

resiko lebih tinggi untuk mengidap diabetes di kemudian

hari (Smeltzer & Bare, 2002).

e) Riwayat diet dahulu, ketidak mampuan sesorang dalam

menyeimbangkan asupan makanan atau dengen kata lain

kegagalan dalam keseimbangan asupan nutrisi yang hal ini

juga biasa dihubungkan dengan pola aktivitas yang sedikit

sehingga pemakaian glukosa darah kurang. Diet tinggi gula

juga dapat menjadi resiko terkenanya penyakit DM

(Smeltzer & Bare, 2002).

f) Kegemukan, orang dengan penimbunan lemak yang banyak

mempunyai kerentanan terhadap insulin atau penurunan

fungsi reseptor insulinnya (Price, 2006).

g) Faktor stress, mencegah goncangan psikologis sangan

penting dalam kontrol diabetes, terutama jika penyakit sulit

untuk distabilkan. Kontrol glukosa darah pasien diabetes


40

peka terhadap gangguan emosi karena sel-sel alfa pancreas

yang hiper-respontif terhadap kadar epinefrin fisiologis dan

menghasilkan glukagon dalam jumlah berlebihan dengan

konsekuensi hiperglikema.

h) Riwayat pengobatan Diabetes Mellitus, kaji apakah pasien

selalu mengontrol penyakitnya atau tidak, kemana pasien

biasa kontrol dan berobat.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan yang terdapat pada keluarga harus dikaji

pada pasien dengan penyakit DM.

a) Pada pasien dengan DM tipe II penyekitnya mempunyai

pola familial yang kuat. Resiko berkembangnya diabetes

tipe II pada sodara kandung mendekati 40 % dan 33 %

untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat

dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan muda

(MODY) yaitu subtype penyakit diabetes yang diturunkan

dengan pola autosomal dominan. Jika orangtua menderita

diabetes tipe II, rasio diabetes dan non diabetes pada anak

adalah 1 : 1 dan sekitar 90 % pasti membawa carier diabetes

tipe II (Price, 2006).

b) Dilengkapi dengan genogram yang berfungsi untuk

mengetahui adanya faktor keturunan.


41

c. Pola Aktivitas Sehari-Hari

1) Nutrisi

a) Makan

Kaji jenis, frekuensi, porsi, nafsu makan, adanya

mual/muntah, kesulitan, makanan pantangan, dan cara

makan.

Pada klien dengan diabetes mellitus biasanya terdapat

peningkatan frekuensi makan (poliphagi), namun lama

kelamaan dapat mengalami keluhan seperti mual, anoreksia

sehingga frekuensi dan jumlah makanan yang dikonsumsi

berkurang. Makanan kesukaan terutama makan yang manis-

manis juga mempengaruhi penyakit diabetes mellitus,

makanan pantangan orang yang mengidap penyakit diabetes

mellitus adalah yang manis-manis kaji apakah penderita

mentaati pantangan tersebut atau malah mengabaikannya.

Kaji juga cara makan, bila pasien mengalami kelemahan

biasanya cara makannya dibantu.

b) Minum

Kaji jenis minuman yang biasa diminum, frekuensi,

jumlah, kesulitan, cara minum, pemasangan infuse, catat juga

total intake. Pasien dengan diabetes mellitus biasanya

mengalami poliuria sehingga jika intake cairan tidak

seimbang dengan output dapat mengakibatkan dehidrasi atau


42

bahkan dapat mengakibatkan shock hipovolemia. Jenis

minuman yang dikonsumsi juga dapat mempengaruhi tingkat

kesakitan penyakit diabetes mellitus, diantaranya kebiasaan

minum teh manis, soft drink (seperti cola), sirop dan

minuman lain yang mengandung glukosa yang tinggi dapat

meningkatkan kadar glukos darah sehingga memperberat

penyakit pasien.

2) Eliminasi

a) Buang Air Kecil (BAK)

Kaji frekuensi BAK, warna, penggunaan kateter, adanya

bau atau darah, jumlah urine output, adanya inkontinensia,

adanya kesulitan, penggunaan kateter, cara melakukan.

Pasien dengan diabetes mellitus, biasanya mengalami

perubahan pola eliminasi yaitu banyak pipis (poliuria), kaji

juga jumlah, warna, adanya bau atau darah, jika pasien

menggunakan kateter selama di RS kaji sudah berapa lama

pemasangannya untuk menghindari infeksi, kondisi

kebersihannya, lancar atau tidak pengeluaran urinnya.

b) Buang Air Besar (BAB)

Kaji frekuensi BAB, waktu, warna, adanya bau, darah,

lendir, konsistensi, kesulitan dan penggunaan pencahar,

diare/obstipasi, kesulitan, penggunaan pencahar, dan cara

melakukan. Pasien dengan diabetes mellitus dapat mengalami


43

distensi karena penurunan motilitas usus, ataupun mengalami

diare.

3) Istirahat tidur

Kaji waktu pasien tidur baik siang ataupun malam, berapa

lama biasanya tidur pasien, dan kaji juga kebiasaan pengantar

tidur. Pada pasien dengan diabetes mellitus dapat terjadi

gangguan istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri kepala, pusing

atau nokturia yang dapat merangsang RAS (Reticular Activating

System) yaitu pusat pengaturan kewaspadaan tidur terletak pada

batang otak atas dan BSR (Bulbar Synchronizing Regional)

terletak di pons dan batang otak tengah yaitu untuk tetap terjaga,

pasien menjadi sering terbangun oleh karena keinginan untuk

BAK.

4) Kebersihan Diri

Kaji kebersihan badan yaitu mandi pasien seperti frekuensi,

penggunaan sabun, dan cara melakukan apakah mandiri atau

dibantu. Kebersihan mulut dan gigi dengan cara menggosok gigi,

yaitu frekuensi, penggunaan pasta gigi, dan cara melakukannya.

Pemeliharaan rambut seperti frekuensi mencuci rambut,

penggunan shampoo, dan cara melakukan. Kebersihan kuku,

yaitu frekuensi memotong kuku, keadaan kuku bersih atau kotor,

dan cara melakukan perawatan kuku.


44

Pada pasien dengan diabetes mellitus kadang tidak

mengalami gangguan dalam pemenuhan kebersihan diri, namun

pada sebagian pasien terutama yang sudah kronik dan megalami

kelemahan biasanya pemenuhan kebersihan dirinya dibantu.

5) Kebutuhan aktivitas

Kaji aktivitas sehari-hari, aktivitas diwaktu luang, latihan

rutin yang dilakukan, jenisnya, frekuensinya, dan cara

melakukan.

Biasanya pada pasien diabetes yang mengalami kelemahan

sering ditemukan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan

aktivitas.

d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan sistem tubuh secara

menyeluruh dengan menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi

dan auskultasi.

1) Sistem Endokrin

Yang harus dikaji dalam sistem ini adalah segala sesuatu

yang berkaitan dengan sistem endokrin, diantaranya tanda-tanda

kelainan kelenjar pancreas yang dapat berupa hiperglikemi

ataupun hipoglikemi, tanda-tanda kelainan kelenjar tiroid

apakah membesar atau dalam keadaan normal.

Pada pemerisaan fisik sistem endokrin pada penderita

diabetes mellitus biasanya didapat :


45

a) Gejala khas diabetes mellitus yaitu polidipsi (sering haus),

poliuri (sering kencing) dan poliphagi (sering lapar). Pada

pasien NIDDM terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dangan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

reseptor khusus pada permukaan sel, sehingga terjadi reaksi

intrseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus

membrane sel. Pada keadaan NIDDM insulin menjadi tidak

efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan, sehingga konsentrasi glukosa darah menjadi

tinggi, hal ini mengakibatkan ginjal tidak dapat menyerapa

kembali semua glukosa yang tersaring keluar ; yang

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine

(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekresika

kedalam urine ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan

dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sebagai

akibat kehilangan cairan yang berlebihan pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa

haus (polidipsia). Defesiensi insulin mengganggu

metabolisme lemak dan protein, dan mengakibatkan

menurunnya simpanan kalori sehingga pasien dapat

mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia) (Smeltzer

& Bare, 2002).


46

b) Dapat terjadi komplikasi metabolik akibat terapi insulin dari

diabetes mellitus yang sering yaitu hipoglikemi, gejala-

gejala hipoglikemi disebabkan oleh pelepasan epinefrin

(berkeringat, bergetar, sakit kepala dan palpitasi), juga

akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang

aneh, sensorium yang tumpul dan koma) (Price, 2006).

2) Sistem Persarafan

Pada sisitem persrafan perlu dikaji :

a) Fungsi Cerebral, diantaranya tingkat kesadaran dengan

menggunakan Glasglow Coma Scale, perilaku dan

penampilan pasien, intelektual pasien yaitu orientasi pasien

terhadap orang, tempat dan waktu. Tingkat konsentrasi dan

kalkulasi, proses piker, dan fungsi sensori.

b) Fungsi Cerembelum, diantaranya tes koordinasi, tes

keseimbangan yang dapat dilakukan dengan cara steping tes

atau tes romberg.

c) Fungsi Saraf Cranial, yaitu nervus I (Olfactorius) untuk

fungsi penciuman, nervus II (Optikus) untuk fungsi

penglihatan, nervus III (Okulomotorius) gerakan bola mata

dan pupil, nervus IV (Trochealis) gerakan mata ke bawah

dan keatas, nervus V (Trigeminus) untuk fungsi motorik

dan sensorik, nervus VI (Abdusen) gerakan mata ke lateral,

nervus VII (Vestibulokhlearis) mempersyarafi otot wajah,


47

nervus VIII (Okustikus) untuk fungsi pendengaran, nervus

IX (Glasofaringeus) untuk fungsi menelan, nervus X

(Vagus) untuk fungsi control menelan), nervus XI

(Assesorius) untuk fungsi gerakan pada bahu, nervus XII

(Hipoglosus) untuk fungsi pergerakan lidah.

d) Fungsi sensisbilitas permukaan/ super ficial, terhadap ras

raba dan rasa nyeri.

e) Fungsi reflek, diantaranya refleks tendon, refleks

permukaan/ super facial, kalau diperlukan refleks patologis.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat :

(1) Nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan

propioseptik dan gangguan motorik yang disertai

hilangnya reflek-reflek tendon dalam, kelemahan oto dan

atrofi. Gejala tersbut diakibatkan pada jarinagn saraf

terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan

kadar mioniositol yang menimbulkan neuropati.

Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan

mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan

menyebabkan kehilangan akson. Kecepatan konsduksi-

konsduksi motorik akan berkurang pada tahap dini

perjalan neuropati. Neouropati dapat menyerang saraf-

saraf perifer (mononeuropati dan polineouropati), saraf

cranial atau sistem saraf otonom, terserang sistem saraf


48

otonom dapat disertai diare nocturnal, keterlambatan

pengosongan lambung dengan gas troparesis, hipotensi

postural dan impotensi. Pada pasien dengan neuropati

otonom diabetic dapat menderita infark miocard akut

tanpa nyeri, pasien juga dapat kehilangan respon

katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari

reaksi-reaksi hipoglikemia (Price, 2006).

(2) Dalam tahap lanjut terjadi gangguan persarafan

berhubungan dengan komplikasi mikro dan

makrovaskuler serta keadaan asidosis. Terjadi neuropati

motor sensori yang berperan dalam ulkus dan infeksi

kaki dan telapak kaki. Neuropati autonomic berperan

dalam kandung kemih neurogenic, impotensi, konstipasi

yang berubah-ubah dengan diare, penurunan keringat,

gastreonteritis dan hipotensi otrostatik (Engram, 1999).

3) Sistem Pernafasan

Kaji kesimetrisan hidung, jenis pernafasan pasien,

pengemabangan paru, frekuensi pernafasan, getara paru kiri dan

kanan simetris atau tidak, bunyi nafas pasien pada area

bronchial, vesicular dan brochovesikuler, perkusi area paru,

danya kesulitan bernafas atau tidak.

Pada pemerikasaan fisik sistem pernafasan pada penderita

diabetes mellitus biasanya didapat :


49

a) Pada pasien dengan diabetes mellitus biasanya pada tahap

awal tidak mengalami gangguan secara nyata namun lama-

kelamaan dapat ditemukan berbagai keluhan diantaranya

pasien merasa sesak nafas karena jaringan tubuh kekurang

O2, nafas bau aseton jika asidosis terjadi, dan biasanya

ditemukan pernafasan kusmaul. Hal ini diakibatkan pada

keadaan diabetes mellitus resistensi insulin dan sekresi

insulin terganggu, sehingga proses masuknya glukosa ke

tingakat sel berkurang. Untuk mengimbangi kekurangan ini

maka disekresi hormon, hormon glukgon, epinefrin, kortisol

dan hormon pertumbuhan, sehingga mengakibatkan

terjadinya reaksi glikogenolisis, glukonoegenesis, nipolisis

dan ketogenesis yang meningkat. Keton menumpuk sebagai

akibat dari peningkatan dari lipolisis dan ketogenesis,

sehingga menimbulkan nafas yang berbau aseton.

Keasaman oleh baik konservasi produk lemak dan protein

menjadi glukosa menyebabkan asidosis metabolik,

ditunjukan oleh penurunan Ph dan kadar bikarbonat.

Frekuensi meningkat dalam upaya mengeluarkan kelebihan

karbondioksida, yang dibentuk sebagai upaya tubuh

membentuk ekuilibrium asam-basa (Engram, 1999).


50

4) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya vaskularisasi perifer diantaranya capillary refill

time, adanya edema atau tidak jugularis vena pressuari normal

atau tidak, frekuensi nadi, tekanan darah, bunyi jantung, perkusi

seluruh area jantung.

Pada tahap awal biasanya tidak ditemukan gangguan pada

sistem ini, namun dalam waktu yang lama akan menimbulkan

berbagai gangguan yang biasanya terbagi atas dua golongan,

yaitu yang menyerang pembulu darah besar (makroangiopati)

dan yang menyerang pembulu darah kecil (mikroangiopati).

a) Makroangiopati

Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran

histopatologik berupa ateroskeloris. Gabungan dari

biokimia yang disebabkan karena insulin dapat menjadi

penyebab jenis penyakit berupa :

(1) Penimbunan sarbitol dalam tunika intima vaskuler

(2) Hiperlipoproteinemia

(3) Dan kelainan pembekuan darah

Pada akhirnya makroangeopati ini akan mengakibatkan

penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer

maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskuler perifer

yang disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada

ekstermitas. Jika yang terkena arteri koronaria, dan Aorta


51

maka dapat mengakibatkan angina dan miocard infark

(Price, 2006).

b) Mikroangiopati

Mikroangiopati merupakan lesi spesifik yang

menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik),

glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), dan saraf-saraf

periper (neuropati dibetik), otot-otot dan kulit. Dipandang

dari sudut histokimia, penebalan ini disertai oleh

peningkatan penimbunan glikorprotein. Selain itu senyawa

kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa maka

hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan

pembentukan sel-sel membran dasar manifestasi dini dari

neprofati berupa hipertensi (Price,2006).

5) Sistem Pencernaan

Pada pemerikasaan fisik sistem pencernaan perlu dikaji

berat badan pasien tanyakan juga berat badan sebelu sakit

apakah ada perbedaan secara mencolok atau tidak, tanda-tanda

kekurangan nutsi seperti rambut yang rontok, kusan, rapuh,

konjungtiva anemis atau normal, bising usus palpasi hepar

empedu, apendik, pancreas, perkusi daerah abdomen.

Pada pasien dengan diabetes mellitus biasanya ditemukan

gangguan pada sistem ini diantaranya :


52

a) Asupan nutrisi awalnya meningkat (poliphagi) lama–

kelamaaan dapat mengalami mual anoreksia. Pada DM

dapat terjadi proses pemecahan lemak dan protein menjadi

glukosa sebagai kompenasasi tubuh dalam meningkatkan

kadar glukosa. Hal ini mengakibatkan asidosis metabolic,

peningkatan io H+ yang akhirnya banyak membentuk

ikatan kimia CI sehingga terjadi peningkatan HCL yang

merangsang nervus vagus baik langsung ataupun karena

proses iritasi mukosa terlebih dahulu sehinggal timbul rasa

mual ; muntah dan diare (Engram, 1999).

b) Terjadinya diare yang berubah-ubah dengan konstipasi,

diakibatkan oleh neuropati yang menyerang saraf-saraf

perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf

cranial atau saraf otonom, terserangnya saraf otonom dapat

mengakibatkan diare, dan keterlambatan pengosongan

lambung (distensi) (Price, 2006).

6) Sistem Perkemihan

Pada sistem ini perlu dikaji frekuensi buang air kecil,

jumlah urine output, periksa area costo vetebra angel dengan

cara palpasi apakah ada keluahan nyeri atau tidak, periksa bunyi

bruit pada 3 arteri yaitu arteri renalis kiri dan kanan, arteri iliaka

kiri dan kanan, arteri femoralis kiri dan kanan. Perkusi area

Costo Vertebra Angel (CVA) apakah terdapat nyeri atau tidak.


53

Pada pemeriksaan fisik sistem perkemihan pada penderita

diabetes mellitus biasanya didapat:

a) Poliura, nokturia , urine encer, urine berkabut dan bau

busuk jika terjadi infeksi. Defesiensi insulin menyebabkan

kegagalan metabolisme karbohidrat sehingga glukosa tidak

dapat masuk kedalam sel, akibatnya glukosa dalam darah

meningkat melebihi ambang ginjal (> 180 mg/dl) dan hal ini

menyebabkan pengeluaran glukosa melalui urine. Sifat

glukosa yang menghambat reabsorsi air maka terjadilah

banyak berkemih (poliuri) yang mengandung lukosa

(glukosuria), dan hal ini akan meningkatkan pada malam

hari (nokturnal) karena cairan yang seharusnya terbuang

melalui keringat, dikeluarkan melalui urine. Nokturia ini

dapat menimbulkan tidur pasien terganggu, karena dapat

merangsang RAS dan BSR untuk tetap tergaja, pasien

menjadi sering terbangun oleh karena keinginan untuk

BAK. peningkatan pengeluaran urine mengakibatkan

menurunnya volume itnra vaskuler dan meningkatnya

osmolaritas darah hal ini akan mengakibatkan merangsang

pusat halus di supra optik nuklei bagian iteral hipotalamus.

Pada fase pemulaan pasien akan merasakan haus dan

mengakibatkan pasien banyak minum (Smeltzer & Bare,

2002).
54

b) Nyeri area renal adalah salah satu komplikasi yang

ditimbulkan oleh penyakit diabetes adalah terjadinya

nefropati diabetik, yang dapat menyebabkan gagal ginjal

terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci darah atau

hemodialisis. Nefropati diabetik ditandai dengan kerusakan

glomerulus ginjal yang berfungsi sebagai alat penyaring

(Smeltzer & Bare, 2002).

7) Sistem Integumen

Kaji keadaan kulit pasien apakah pucat, cianosis pigmentasi

kulit, adanya luka, tekstur kulit, kelembapan, suhu, turgor kulit,

adanya ulkus diabetikum.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat :

a) Suhu menurun bila terjadi hipovolemia dan meningkat jika

terjadi infeksi.

b) Lesi, luka pada telapak kaki, kulit pucat dan sianosis, ulkus

pada kulit, kulit kering ada bekas garukan. Defisiensi

insulin dapat berdampak terhadap integritas kulit yang bisa

disebabkan karena neuropati diabetik dan angiopati

diabetik. Neuropati atau kerusakan pada selubung mielin

akan menyebabkan penurunan sensasi sehingga

pengontrolan terhadap trauma mekanik, termis dan kimia

menurun yang biasanya akan mengakibatkan cedera. Selain

itu pada sistem integumen dapat terjadinya gangguan


55

berupa rasa gatal di kulit, keringat yang lembab kulit mudah

terinfeksi, luka sukar sembuh, mudah terjadi selulitis dan

gangren. Hal ini dikarenakan oleh sistem pertahanan tubuh

yang kurang akibat menipisnya persediaan protein

(globulin) dan sulitnya nutrisi dan O2 mencapai ke perifer

karena kekentalan darah meningkat yang menyebabkan laju

darah ke perifer menurun (Price, 2006).

c) Tekstur kulit kasar, kering, turgor kembali > 3 detik.

Ketoasidosis pada DM dapat mencetuskan dehidrasi, pada

pasien dehidrasi biasanya ditemukan tektur kulit yang kasar,

bersisik, turgor kulit kembali dalam waktu > 3 detik, kulit

kering. Hal ini diakibatkan juga karena kurangnya suplai

nutrisi ke tingkat sel kulit (Greenspan, 2000).

8) Sistem Muskuloskeletal

Kaji adanya atrofi otot, deformitas, kekuatan otot, gerakan

sendi (fleksi, ekstensi, addukasi, abdukasi, rotasi, pronasi,

supinasi) dan tonus otot.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat kelemaha,

kekuatan otot menurun, kekakuan pada ekstremitas, kontraktur,

peradangan. Hal ini diakibatkan oleh Defesiensi insulin dan

resistensi dari reseptor terhadap insulin mengakibatkan transport

glukosa terhadap sel menurun sehingga sel tubuh kekurangan

energi dan ini berdampak pada berkurangnya masa otot,


56

kelemahan dan cepat lelah. Selain itu berkurangnya cairan darah

dan ruang persendian mengakibatkan perubahan cairan sinovial

yang memungkinkan terjadinya kontraktur dan peradangang.

(Price, 2006).

9) Reproduksi

Kaji kebersihan dari orga reproduksi, adanya keputihan,

adanya lecet pada perineum.

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat:

Penurunan libido, adanya impotensi, pada wanita adanya fluor

albus. Hal ini diakibatkan oleh dampak dari Defesiensi insulin

menyebabkan hambatan pengikat ekstradiol pada gugus protein

akibat kegagalan metabolisme protein. Pada wanita juga

dijumpai perasaan tidak nyaman pada vagina (keputihan) akibat

peningkatan glukosa urine dimana hal tersebut merupakan

media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan akibat

penurunan daya tahan tubuh serta kebersihan diri yang kurang

sehingga mudah terjadinya infeksi candida (Greenspan &

Baxter, 2000).

10) Sistem Penglihatan

Kaji keadaan mata dan bola mata apakah terdapat kelainan,

adanya katarak pada lensa mata atau tidak, distribusi alis dan

bulu mata, ketajaman penglihatan, pergelarak bola mata, lantang

pandang, visus mata.


57

Pada penderita diabetes mellitus biasanya didapat

penurunan visus mata, retinopati atau katarak. Retinopati

merupakan reaksi pada gangguan pembuluh-pembuluh darah

kecil (mikroangiopati) yang menyerang arteriola retina,

hiperglikemi akan menyebabkan penumpukan glukosa pada sel

dan jaringan tertentu yang dapat menstransport glukosa tanpa

memerlukan insulin. Hiperglikemi yang kronis akan

mengakibatkan meningkatnya pembentukan membran dasar sel

akibat penimbunan glikoprotein. Mikroangiopati ini akan

berlanjut dengan pelebaran sakular yang kecil (mikroaneurisma)

di arteriola retina. Akibatnya terjadi pendarahan,

neovaskularisasi dan terbentuknya jarinagn parut retina yang

dapat mengakibatkan kebutaan. Neuropati dan katarak timbul

sebagai akibat dari gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol

fruktosa) akibat kekurangan insulin, sehingga terdapat

penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga mengakibatkan

katarak dan kebutaan (Price, 2006).

11) Sistem Pendengaran

Kaji keadaan telinga dan lubang telinga secara umum.

Kebersihan, keutuhan dan fungsi pendengaran. Pada penderita

DM jarang ditemukan kelainan pada sistem pendengaran,

kecuali jika sistem saraf pusat yang mempersrafi sistem ini

terganggu atau bila suplai nutrisi dan O2 untuk metbolisme


58

fungsi auditorius ikut terganggu begitu juga dengan fungsi

vestibulum untuk keseimbangan.

12) Sistem Imun

Kaji adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu

(kalor). Pembengkakan (tumor), kemerahan (color), nyeri (dolor

dan fungsiolaesa). Kaji juga keadaan kelenjar getah bening,

biasanya mengalami pembengkakan bila terjadi peradangan

sebagai mekanisme tubuh untuk menghasilkan antibody.

Pasien diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan

gangguan respon leukosit dan limposit terhadap infeksi,

gangguan ini berkenaan dengan turunnya produksi energi dan

turunnya resptor insulin pada monosit, kadar gula yang tinggi

menyebabkan konsentrasi darah menjadi pekat sehingga

menghambat fungsi PMN dan pergerakan leukosit. Dan tiga

gangguan imunologi yang dialami jika kadar gula darah tinggi

yaitu gangguan fungsi kemotaksis, fagositosis dan aktivitas

mikrobiosidal intra seluler sehingga ketiga gangguan ini

mengakibatkan leukosit tidak dapat melakukan fungsinya yang

akhirnya menurunkan daya tahan tubuh pasien (Price, 2006).

e. Aspek Psikologis, Sosial, Spritual dan Pengetahuan

1) Aspek Psikologis

Pada pasien dengan diabetes mellitus dapat terjadi

gangguan rasa aman cemas karena keridak tahuan tentang


59

penyakitnya dan akibat dari timbulnya dampak dari diabetes

mellitus tersebut,misalnya luka yang sulit sembuh. Pasien akan

cemas apakah dirinya akan sembuh atau tidak. Kaji juga adanya

tanda-tanda depresi. Stress emosional dapat berdampak negatif

terhadap pengendalian diabetes. Peningkatan hormon stress

akan meningkatkan kadar glukosa darah, khususnya bila asupan

makanan dan pemberian insulin tidak diubah, disamping itu

pada saat terjadi stress emosional, penderita diabetes dapat

merubah pola makan, latihan dan penggunaan obat yang

biasanya dipatuhi. Penderita diabetes harus menyadari

kemungkinan kemunduran pengendalian diabetes yang

menyertai stress emosional. Bagi mereka diperlukan motivasi

agar sedapat mungkin memantau rencana terapi diabetes saat

stress. Disamping itu strategis stress pembembelajaran untuk

memperkecil pengaruh stress dan mengatasinya ketika hal ini

terjadi merupakan aspek yang penting dalam pendidikan

diabetes (Smeltzer & Bare, 2002).

2) Aspek Sosial

Kaji kemampuan pasien untuk bersosialisasi baik dengan

keluarga, tim kesehatan, pasien dan lingkungannya serta

dukungan terhadap pasien selama di rumah sakit. Kaji juga

kemampuan berkomunikasi pasien.


60

Kaji apakah dengan adanya dampak dari penyakit diabetes

mengakibatkan pasien tidak mau berhubungan dengan organ

lain atau cenderung menarik diri.

3) Aspek Spritual

Kaji keyakinan dan kepercayaan terhadap kesembuhannya,

kaji apakah dengan adanya penyakit diabetes pasien mengalami

kesulitan dalam beribadah, kaji apakah pasien berdo’a dan

adanya distress spiritual.

4) Aspek Pengetahuan

Mengkaji pengetahuan pasien dan keluarga terutama

tentang konsep penyakit, penatalaksanaa (seperti pemberian

obat, diet, latihan) diperlukan untuk menilai kemampuan

perawatan di rumah.

f. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

1) Darah

a) Gula darah puasa diatas normal, diakibatkan karena defisit

insulin sehingga proses pengangkutan glukosa ke sel

berkurang dan berdampak pada penumpukan glukosa dalam

darah. Nilai normal gula darah puasa yaitu 80-115 mg/dl

(Price, 2006).

b) Tes Toleransi Glukosa (TTG), TTG oral merupakan

pemeriksaan yang lebih sensitif daripada TTG intravena,


61

yang dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat

sederhana. Pasien mengkonsumsi makanan tinggi

karbohidrat (150-300 gr) selama 3 hari sebelum dilakukan

tes, sesudah berpuasa pada malam hari besoknya di ambil

sempel darah. Kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr yang

biasa dalam bentuk minuman diberika kepada pasien,

pasien diberitahu untuk duduk diam selama tes dilakukan

dan menghindari latihan, rokok, kopi serta makanan lain

selain air putih. Setelah 2 jam dilakukan pengambilan

sampel darah. Dengan kriteria Diagnostik WHO untuk

diabetes mellitus orang dewasa yang tidak hamil pada

sedikitnya dua kali pemeriksaan :

(1) Glukosa plasma sewaktu/random >200 mg/dl

(11,1mmol/L).

(2) Glukosa plasma puasa/nicher >140 mg/dl (7,8 mmol/L).

(3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2

jamkemudian sesudah mengkonsumsi 75 g karbohidrat

(2 jam postprandial [pp] > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

(Smeltzer & Bare, 2002).

c) Essai hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini

mengukur persentasi glukosa yang melekat pada

hemoglobin, glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama


62

hidupnya sel darah merah. Rentang normalnya adalah 5-6 %

(Engram, 1999).

d) Natrium meningkat, asupan glukosa yang berkurang pada

sel terutama pada ginjal akan mengakibatkan fungsi ginjal

terganggu diantara fungsi ginjal sebagai pengatur

keseimbangan cairan dan elektrolit. Nilai normal natrium

135-145 mg/dl (Doengoes, 1999).

e) Kalium awalnya terjadi peningkatan karena asidosis, namun

selanjutnya akan hilang melalui urine, kadar kalium

absolute tubuh menurun, bila insulin diganti dan asidosis

teratasi, kekurangan kalium serum mungkin akan

berkurang, nilai normal 25-100 mEq/dl (Doengeos, 2000).

f) BUN dan kreitinin meningkat, peningkatan pemecahan

protein menjadi glukosa sebagai kompetensi tubuh untuk

meningkatkan glukosa menimbulkan peningkatan BUN

(Engram, 1999).

Kreatinin meningkat sebagai dampak dari gangguan fungsi

ginjal yang diakibatkan oleh diabetes mellitus. Nilai normal

BUN 50-20 mEq/dl. Nilai normal kreatinin laki-laki 0,8-1,7

mg/dl dan wanita 0,6-1,0 mg/dl (Smeltzer & Bare, 2002).

g) pH menurun, dapat diakibatkan karena asidosis metabolic

sebagai akibat dari pemecahan lemak dan protein menjadi


63

glukosa sebagai kompensasi tubuh dalam memenuhi kadar

glukosa, nilai normal pH 7,35-7,45 (Engram, 1999).

h) PCO2 meningkat, CO2 dibentuk sebagai upaya tubuh untuk

membentuk ekuilibrium asam-basa. Nilai normal PCO2

arteri 22-29 mEq/dl dan vena 23-30 mEq/dl (Engram,

1999).

i) Hb menurun, dapat diakibatkan karena mual dan anorexia

sehingga asupan makanan pasien berkurang dan akhirnya

menurunkan kadar Hb.

(1) Albumin dan lemak darah meningkat, pada penderita

diabetes dapat mengabkibatkan gangguan fungsi ginjal

dan dapat mengakibatkan komplikasi ginjal yaitu

nefropati diabetikum, sehingga prose filtrasi ginjal

terganggu. Protein yang seharusnya tidak dikeluarkan

lewat urine, pada keadaan ini di keluarkan lewat urine,

sehingga kadar albumin dalam darah meningkat

(Smeltzer & Bare, 2002).

(2) Urine

Positif terhadap glukosa dan keton.

Pada respon terhadap defesiensi terhadap

intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa

(glukoneogenesis) untuk menghasilkan energi. Selama

proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah


64

menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi

ditunjukan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukan

bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa

dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis (Engram,

1999).

Data Laboratorium Diagnosis Nefropati Diabetik :

Pasien DM dinyatakan mengalami nefropati diabetik

jika pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam waktu 3-6

bulan ditemukan albumin didalam urine 24 jam >30

mg, dengan catatan tidakditemukan penyebab

albuminuria lain.

Tabel 2.1 : Nilai Albumin Dalam Urine

KATEGORI Urine 24 jam Urine dalam Urine sewaktu


(mg/24 jam) waktu tertentu (mg/mg kreatinin)
(mg/menit)
Normal <30 < 20 <30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Makroalbuminuria > > >

(Konsensus Pengelolaan diabetes mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2002


Nilai normal urine :

pH : 4,5-8 (rata-rata 5,5-6)

BUN : 5-15 mg/dl

Kreatinin : laki-laki 0,8-1,7 mg/dl

Perempuan 0,6-1,0 mg/dl

Berat jenis : 1,002-1,305


65

Leukosit : Tidak ada

Eritrosit : Tidak ada

Tabel 2.2 pemeriksaan diagnostik

No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Gula darah puasa >140 mg/dl 70 – 110 mg/dl
2 Gula darah 2 jam >140 mg/dl < 140 mg/dl
postprandial
3 Gula darah sewaktu >140 mg/dl < 140 mg/dl
4 Test intoleransi >140 mg/dl < 115 mg/dl
glukosa
5 Test toleransi glukosa > 140 < 115 mg/dl
mg/dl

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

Diagnosa keperawatan adalah diagnosa yang dibuat oleh perawat

profesional, menggambarkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang

menunjukan masalah kesehatan yang dirasakan pasien dimana perawat

berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya (Gordon).

Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 katergori yaitu, aktual,

resiko, kemungkinan, keperawatan wellness dan keperawatan sindrom

(Carpenito, 2000).

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan diuresis osmotik, diare, kurang atau pembatasan

asupan.
66

b. Gangguan pemenuhunan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan asupan glukosa ke sel menurun, mual, anorexia,

defesiensi insulin.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar

gula darah, perubahan sirkulasi, penurunan sensori dan peningkatan

ureum darah.

d. Resiko kerusakan penatalaksanaan dirumah sehubungan dengan

kurang pengetahuan dan sistem pendukung yang tidak kuat.

e. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan dan

kelemahan.

f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi

leukosit dan kadar gula darah yang tinggi.

g. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

(Doenges, 2000).

3. Perencanaan

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan diuresis osmotik, diare, kurang atau

pembatasan asupan.

Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi dengan kriteria TTV stabil,

nadi perifer dapat diraba, turgot kulit baik, intake output seimbang,

tidak tampak lemah.


67

Tabel 2.3 Intervensi

Intervensi Rasional
1. Kolaborasi dengan dokter dalam 1. Untuk mengganti cairan yang
pemberian cairan parenteral, hilang dan mempertahankan
vitamin, elektrolit. keseimbangannya.
2. Pertahankan pemberian cairan 2. Untuk selalu menjaga
hilang sedikit 2500 ml/hari. keseimbangan cairan yang
berkesinambungan.
3. Observasi intake output cairan 3. Untuk mengetahui cairan yang
hilang dan cairan pengganti yang
harus diperbaiki.
4. Kaji ulang TTV, catat adanya 4. Hipovilemia dapat
perubahan tekanan darah dimanifestasikan oleh hipotensi,
ortostatik. tachikardi, berat ringan
hipovolemia dapat dibuat ketika
tekanan darah > 20 mmHg dari
posisi duduk atau berdiri
5. Kaji ulang turgor kulit dan 5. Tugor kulit > 3 detik merupakan
keadaan membran mukosa mulut. salah satu indikator dehidrasi atau
volume yang tidak adequat.
6. Kaji adanya perubahan mental/ 6. Perubahan mental dapat
sensori. berhubungan dengan glukosa yang
tinggi atau rendah, elektrolit yang
abnormal, asidosis, penurunan
perfusi serebral dan hipoksia
7. Kaji tanda-tanda kerusakan ginjal 7. Semakin tinggi persentase
dengan cara mengobservasi hasil hematokrit berarti konsentrasi
lab : darah semakin kental dan
b. Hematokrit, diperkirakan banyak plasma darah
c. BUN/kreatinin yang keluar sehingga dapat
d. Osmolalitas darah berlanjut terjadinya syok
e. Natrium hipovolemik, kreatinin adalah zat
racun pada dalam darah yang
ginjalnya sudah tidak berfungsi,
natrium untuk mencegah retensi
cairan dalam darah

b. Gangguan pemenuhunan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

berhubungan dengan asupan glukosa ke sel menurun, mual,

anorexia, defesiensi insulin.


68

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria mual

berkurang, nafsu makan bertambah, porsi makan bertambah,

kojungtiva merah muda, nilai lab normal.

Intervensi Rasional
1. Kolaborasi pemberian diet sesuai 1. Tujuan utama diet pada DM
dengan toleransi pasien dengan adalah mengendalikan glukosa
prinsip 3 J (jumlah, jenis, jadwal) darah dan diet ini harus sangat
diperhatikan komposisinya
disertai dengan melihat data
laboratorium
2. Kolaborasi pemberian insulin 2. Insulin diberikan dengan
reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraseluler yang meningkatkan
trasnport, glukosa menembus
membran sel.
3. Sesuaikan asupan nutrisi dengan 3. Untuk menigkatkan selra makan
makanan kesukaan tetapi disesuaikan dengan
program diet, dapat diupayakan
setelah pulang
4. Observasi asupan nutrisi 4. Asupan nutrisi harus selalu
dipantau untuk mengobservasi
keadaan hipo/hiperglikemi dalam
keadaan asidosis metebolik
5. Jika terjadi lonjakan kadar 5. Pembentukan sel oleh saraf yang
glukosa darah dapat diberikan masuk dalam GIT dapat
makanan berserat memperlambat pengosongan
lambung dengan kata lain
menunda obsorsi serta serat dapat
meningkatkan masa feses
sehingga menurunkan konstipasi.
6. Timbang berat badab tiap hari 6. Mengkaji asupan makanan yang
adekuat termasuk obsorpsi dan
otoritasnya.
7. Observasi pmeriksaan 7. Gula darah akan menurun seacara
laboratorium seperti kadar perlahan denga terapi cairan dan
glukosa darah, aseton, pH, HCO3 pemberian insulin secara
terkontrol. Dengan pemberian
insulin secara optimal, glukosa
dapat masuk kedalam sel dan
digunakan untuk sumber kalori.
Ketika hal ini terjadi, kadar
aseton akan menurun dan asidosis
69

dapat teratasi.
8. Pantau aanta tanda-tanda koma 8. Hipoglikemi merupakan
nonketoik, hiperglikemik, komplikasi yang sering terjadi
hiperosmoral dan hipoglikemia : pada pasien DM, dapat
a. Koma nonketoik, diakibatkan karena pemberian
hiperglikemi, hiperosmoral : insulin yang berlebih,
glukosa darah puasa 600-2000 hpo/hiperglikemi kejadiannya
mg/dl, natrium normal atau dapat menimbulkan keluhan atau
meningkat, kalium normal bahkan kematian
atau meningkat,
osmomolaritas serum diatas
350 mOs/kg, hipotensi,
dehidrasi, perubahan sensori
b. Hipoglikemia : kuliot dingin,
lembab dan pucat, kadar gula
darah < 70 mg/dl, gelisah,
penurunan kesadaran.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar

gula darah, perubahan sirkulasi, penurunan sensori dan peningkatan

ureum darah.

Tujuan : Integritas kulit dapat terjaga selama perjalanan penyakit

berlangsung, dengan criteria, tidak teraba lesi, tidak ada tanda –tanda

infeksi, memperlihatkan gaya hidup untuk mencegah infeksi.


70

Intervensi Rasional
1. Melakukan mobilisasi secara 1. Imobilisasi dapat mencegah
teratur pada pasien. tekanan pada pembulu darah yang
akan menghambat suplai nutri dan
O2, sehingga dekubitus atau luka
tekan dapat di cegah.
2. Beri penkes tentang 2. Berikan pengetahuan pada pasien
pencegahan luka, diantaranga dan keluarga bahaya dari luka pada
dengan cara : penderita DM, dan cara
a. Menghindari garukan. pencegahan terjadinaya luka.
b. Penggunaan lition pada
kulit yang kering.
c. Menggunakan alas kaki
jika berjalan
d. Menghindari penggunaan
sandal jepit
3. Berikan perawatan kulit 3. Masage dapat memperlancar
yang teratur, masage daerah peredaran darah, pemberian lotion
tulang yang tertekan, jaga bermanfaat untuk mencegah kulit
kulit tetap kering, linen kasar.
kering dan tetap kencang
(tidak berkerut).

d. Resiko kerusakan penatalaksanaan dirumah sehubungan dengan

kurang pengetahuan dan sistem pendukung yang tidak kuat

Tujuan : Pasien dapat melaksanakan prosedur yang baik di rumah,

dengan criteria pasien dapat mengerti tentang keadaan dan

perencanaan perawatan yang disampaikan, pentingnya melaksanakan

keterampilan kesehatan secara benar, hubungan antara keadaan sakit

dan pengobatan yang disampaikan.

Intervensi Rasional
1. Berikan penyuluhan pada pasien dan 1. Lebih banyak pasien mengetahui
keluarga tentang konsep penyakit tentang penyakit yang
yang dideritanya. dideritanya, akan meningkatkan
kepatuhan pasien akan
pengobatan yang dijalankan.
71

2. Berika penyuluhan kepada pasien 2. Memberi pengetahuan tentang


dan keluarga penatalaksanaan pentalaksanaan DM di rumah :
penyakit DM : a. Penkes pemberian obat
a. Pengobatan DM terutama insulin sangat
b. Diet DM penting, agar pasien dan
c. Latihan keluarga mampu untuk
melakukan perawatan di
rumah, pemberian obat
secara tepat dapat
menhindari komplikasi
seperti hipertensi atau koma
diabetikum.
b. Meningkatkan kepatuhan
pasien dalam program diet,
dan keluarga dapat
mendukung program diet
pasien.
c. Menumbuhkan kesadaran
pada pasien untuk
melakukan aktivitas sesuai
3. Berikan penyuluhan kepada pasien batas toleransi
dan keluarga tentang pentingnya 3. Meningkatkan kepatuhan pasien
kontrol secara teratur untuk kontrol secara teratur
terutama pemeriksaan gula
darah, untuk mencegah
terjadinya komplikasi lebih
lanjut

e. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan sensori penglihatan dan

kelemahan

Tujuan cedera tidak terjadi dengan kriteria fungsi sensori, koordinasi

gerakan meningkat, gula darah normal.

Intervensi Rasional
1. Orientasikan pasien pada 1. Pasien terhadap lingkungan
lingkungan, dekatkan barang- membantu untuk melakukan
barang kebutuhan pasien dan bantu aktifitas untuk menhindari injuri
ADL. dan memudahkan pasien untuk
memenuhi kebutuhan di sekitar
lingkungannya.
2. Anjurkan pasien untuk melakukan 2. Gerakan secara tiba-tiba atau terlalu
gerakan secara berhati-hati dan berat meningkatkan resiko injuri.
bertahap.
72

3. Anjurkan pasien untuk membuka 3. Menutup mata akan mengakibatkan


mata dan memandang ke depan pasien kehilangan orientasi terhadap
ketika beraktifitas atau pusing dan lingkungan atau mencari pegangan
penglihatannya kabur. dan memerlukan adaptasi
mataulang terhadap lingkungan
4. Kurangi faktor-faktor pemberatan sekitarnya.
injuri. 4. Penerangan dan aktivitas berlebih
bisa menjadi fungsi penglihatan
5. Kolaborasi dokter sesuai dengan menjadi menurun.
penyakit yang memperberat injuri 5. Gangguan fungsi penglihatan
(gangguan penglihatan atau sistem tingkat tertentu tidak biasa
persarafan). dilakukan hanya dengan intervensi
keperawatan tetapi juga
memerlukan tim kesehatan lain
6. Berikan penkes pada pasien alasan untuk mengatasinya.
terjadinya berbagai faktor pemberat 6. Penjelasan yang baik meningkatkan
injuri muncul. partisipasi pasien dalam mencegah
7. Libatkan keluarga untuk membantu terjadinya injuri.
menghindari injuri 7. Keterlibatan keluarga penting untuk
perawatan lebih lanjut selama
8. Kaji ulang faktor-faktor pemberat pasien berada di rumah.
injuri 8. Pengkajian diperlukan untuk
mengukur keberhasilan intervensi
yang dilakukan

f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leukosit

dan kadar gula darah yang tinggi.

Tujuan : Infeksi tidak terjadi dengan criteria kulit lembab, gula darah

normal.

Rasional Intervensi
1. Pertahankan aseptik dan antiseptik 1. Mengurangi jumlah
dalam pemberian setiap tindakan mikroorganisme yang dapat
kepada pasien. menimbulkan terjadinya infeksi.
2. Jauhi oral atau tempat yang dapat 2. Tubuh akan sangat merespon
menularkan penyakit contohnya terhadap datangnya penyakit
penyakit infeksi saluran karena berbagai gangguan dan
pernafasan. penurunan daya tahan tubuh pada
orang DM.
3. Infeksi dapat mengakibatkan
3. Observasi tanda-tanda infeksi dan peningkatan suhu tubuh,
73

peradangan sepeti demam, kemerahan, nyeri, bengkak dan


kemerahan, adanya pus pada fungiolaesa yang dapat di
luka,sputum purulen, urine warna identifikasi. Penanganan lebih
kuning atau berkabut. cepat membantu dalam proses
pencegahan yang lebih lanjut dari
infeksi.
4. Membantu meningkatkan
4. Kolaborasi dokter untuk pemberian kekebalan sistem tubuh
antibiotik

g. Cemas berhubungan dengan koping individu tidak efektif

Tujuan Cemas tidak terjadi demgan criteria memahami tentang

penyakitnya, memiliki persepsi yang benar terhadap penyakitnya,

istirahat tidak terganggu

Intervensi Rasional
1. Memberikan dukungan emosional 1. Motivasi dan dorongan
meningkatkan ketentraman jiwa
pada diri pasien.
2. Luangkan waktu untuk pasien 2. Bertanya atau mengungkapkan
mengungkapkan perasaan dan perasaan pasien, dapat mengurangi
bertanya. kecemasan yang ada dengan
mengeluarkan unek-unek pada diri
pasien.
3. Perbaiki persepsi yang salah 3. Informasikan yang benar
terhadap penyakit. membantu meringankan beban
pasien dengan berbagai alternatif
penanganan yang ada untuk
4. Anjurkan orang terdekat untuk penyakitnya.
mendampingi pasien 4. Keberadaan orang terdekat
meningkatkan keyakinan
5. Berikan gambaran tentang psikologis.
penderita yang sama yang tetap 5. Gambaran keberhasilan penderrita
dapat menjalani hidupnya dengan yang sama dapat dijadikan
normal dan tentang perkumpulan dorongan pasiennutnuk ingin
penderita penyakit yang lain sembuh dan menempuh
penatalaksanaan yang benar,
sedangkan perkumpulan penyakit
DM dapat menurunkan kecemasan
karena pasien tidak merasakan
sendiri menderita penyakitnya
74

4. Implementasi

Hal- hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pelaksanaan

adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan

validasi, penguasaan pengetahuan interpersonal, intelektual dan teknikal.

Intervensi harus dilakukan dengan efisien pada situasi yang tepat,

keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi dan didokumentasikan

berupa percatatan dan pelaporan (Hidayat, 2009).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keprawatan yang

bertujuan melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan dan mengevaluasi kesalahan yang terjadi selama

pengkajian, analisa, intervensi, mengimplementasi keperawatan (Hidayat,

2009). Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan, hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan hubungan

dengan klien terhadap tindakan yang diberikan proses evaluasi terdiri

dari :

a. Formatif : Evaluasi setelah rencana keperawatan dilakukan untuk

membantu keefektifan tindakan yang dilakukan secara

berkelanjutan hingga tujuan tercapai.

b. Sumatif : Evaluasi yang diperlukan pada akhir tindakan

keperawatan secara objektif, fleksibel dan efisien (Hidayat, 2009).


12

Anda mungkin juga menyukai