PN Eksepsi LBHM Hendra Marzuki Alias Ombut
PN Eksepsi LBHM Hendra Marzuki Alias Ombut
EKSEPSI
PERKARA PIDANA REGISTER NOMOR 110/PID.SUS/2021/PN.RHL
I. IDENTITAS TERDAKWA
Bahwa mengenai Surat Dakwaan telah ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP
yaitu: Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan
ditandatangani serta berisi: a.nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; b.uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Rumusan dalam Pasal
143 ayat (2) huruf a dan huruf b KUHAP merupakan syarat materil dari suatu Surat
Dakwaan yang merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam membuat dan
menyusun Surat Dakwaan, apabila syarat materil tersebut tidak dipenuhi, maka Surat
Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum (nul and void) dimaksud Pasal 143 ayat
(3) KUHAP, demikian pula Yurisprudensi MA RI No. 808 K/Pid/1984 tanggal 29 Juni
1985 Jo. Yurisprudensi MA RI No. 33 K/Mil/1985 tanggal 15 Februari 1986;
Bahwa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir dalam Surat Dakwaan
yang dibacakan dalam sidang Pengadilan Negeri Rokan Hilir pada hari Kamis tanggal
29 Maret 2021 telah mendakwa Para Terdakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu :
KESATU : Melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, atau
KEDUA : Melanggar ketentuan Pasal 112 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika;
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP yang menentukan: Dalam
hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak
berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat
dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum
untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk
selanjutnya mengambil keputusan. Dari rumusan Pasal 156 ayat (1) KUHAP terdapat
3 (tiga) alasan yang menjadi dasar bagi Penasihat Hukum/Terdakwa mengajukan
eksepsi/keberatan yaitu, (1) Pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, atau
(2) Dakwaan tidak dapat diterima, atau (3) Surat dakwaan harus dibatalkan;
Bahwa fungsi surat dakwaan dalam sidang Pengadilan sebagai merupakan landasan
dan titik tolak pemeriksaan Terdakwa, dimana Hakim di dalam memeriksa suatu
perkara tidak boleh menyimpang dari apa yang dirumuskan dalam surat dakwaan,
oleh karena itulah Undang-Undang mewajibkan Penuntut Umum menyusun rumusan
surat dakwaan yang jelas, cermat dan lengkap supaya mudah mengarahkan jalannya
pemeriksaan sidang;
Bahwa menurut Pasal 143 KUHAP, bahwasanya surat dakwaan Penuntut Umum
harus memenuhi 2 (dua) syarat-syarat:
a. Syarat formil yang berhubungan dengan:
- Surat dakwaan di beri tanggal dan di tandatangani oleh Penuntut Umum;
- Nama lengkap, Tempat lahir, Umur atau tanggal lahir, Jenis kelamin,
Kebangsaan, Tempat tinggal, Agama dan Pekerjaaan terdakwa;
b. Syarat materil memuat dua unsur yang tak boleh dilalaikan:
- Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan;
- Menyebut waktu dan tempat tindak pidana di lakukan (tempus delicti dan locus
delicti);
Bahwa ketentuan Pasal 143 ayat (3) KUHAP secara tegas menyebutkan Surat
Dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2)
huruf b “batal demi hukum”. Sehubungan hal tersebut bersama ini kami kemukakan
bahwasanya Surat Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara a quo “tidak jelas, tidak
cermat dan tidak lengkap” dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, maka
Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir yaitu “Surat
Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM-37/L.4.20/Enz.2/02.2021 tanggal 25 Februari 2021
yang dibacakan di muka sidang pada hari Senin tanggal 29 Maret 2021”, harus
dinyatakan “batal demi hukum” dengan alasan sebagaimana diuraikan dibawah ini;
Bahwa untuk lebih mudah memahami tentang pembuatan Surat Dakwaan Penuntut
Umum dalam perkara a quo, alangkah baiknya bila mencermati dengan teliti maksud
dan tujuan dari Pasal 114 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maupun Pasal 112 ayat (2) Jo.
Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, yang didakwakan kepada Para Terdakwa, yaitu :
- Pasal 114 ayat (2) menyebutkan : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). Sedangkan Pasal 114 ayat (1) menyebutkan : Dalam hal
perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk
bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
- Pasal 112 ayat (2) menyebutkan: Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Sedangkan Pasal
112 ayat (1) menyebutkan: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
- Pasal 132 ayat (1) menyebutkan : Percobaan atau permufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana
Bahwa tempus delicti, locus delicti, cara, uraian perbuatan yang dilakukan Para
Terdakwa dalam melakukan tindak pidana dalam “Surat Dakwaan No. Reg. Perkara :
PDM-37/L.4.20/Enz.2/02.2021 tanggal 25 Februari 2021 yang dibacakan di muka
sidang pada hari Senin tanggal 29 Maret 2021”, adalah sebagai berikut :
Bahwa jika diperhatikan isi dari Surat Dakwaan Penuntut, dihubungan dengan Pasal
114 ayat (2), atau Pasal 112 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka timbul pertanyaan
“dimanakah letak dari Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa
yang tidak memuat dengan jelas, cermat dan tidak lengkap, sebagaimana dimaksud
Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP?” . Bersama ini kami kemukakan letak
ketidakjelasan, ketidakcermatan dan ketidaklengkapan surat dakwaan a quo,
selanjutnya dimohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rokan Hilir
agar meneliti dan mempertimbangan tentang argumentasi dalam eksepsi ini agar
terhindar dari kekeliruan/kesalahan dalam mengambil kesimpulan dalam menyatakan
Surat Dakwaan Penuntut Umum “batal demi hukum;
Bahwa Pasal 143 ayat (3) KUHAP menentukan “Surat dakwaan yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi
hukum”;
Bahwa Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu maupun dalam dakwaan kedua
mengemukakan tentang tempus delicti (waktu kejadian tindak pidana) dalam
perkara a quo yaitu pada hari Senin tanggal 10 Oktober 2020 pukul 22.00 WIB;
Bahwa dalam Surat Dakwaan a quo tidak menguraikan dengan tegas dan jelas
tentang/mengenai peranan masing-masing Terdakwa dalam melakukan tindak
pidana yang didakwakan tersebut, apakah sebagai pelaku (plegen), pembuat
pelaku (doen plegen) atau pelaku peserta (medepleger);
Bahwa dalam Surat Dakwaan a quo Penuntut Umum tidak menguraikan tentang
cara masing-masing Terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Melainkan Penuntut Umum hanya menguraikan tentang cara Petugas
Kepolisian melakukan penangkapan terhadap Para Terdakwa;
Bahwa dengan demikian telah terang dan jelas dalam Surat Dakwaan Penuntut
Umum yaitu “Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDM-37/L.4.20/Enz.2/02.2021
tanggal 25 Februari 2021 yang dibacakan di muka sidang pada hari Senin tanggal
29 Maret 2021” tidak terdapat memuat 2 unsur yang merupakan syarat materil
Surat Dakwaan yaitu “Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana
yang didakwakan”, dan “Menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
(tempus delicti dan locus delicti)”;
Bahwa Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Rokan Hilir yang dalam
sistem hukum acara pidana di Indonesia dominus litis (pemilik kewenangan tunggal)
dalam membuat surat dakwaan telah melakukan fait accompli dengan cara
“memaksakan pengggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat
dakwaan” terhadap perkara a quo yang secara de facto adalah satu tempus delicti
dan satu locus delicti yaitu perkara dalam dugaan tindak pidana melakukan tindak
pidana narkotika yang terjadi pada hari Senin tanggal 10 Oktober 2020 pukul 22.00
WIB di Kelompok III Paket-D. Desa/Kel. Kencana, Kecamatan Balai Jaya, Kabupaten
Rokan Hilir sebagaimana diuraikan dalam surat dakwaan. Tentunya hal ini
membenarkan hipotesis Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y.
Hage sebagaimana ditulis dalam buku “Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas
Ruang dan Generasi” yang menyatakan bahwa “DI TANGAN PELAKSANA YANG
TIDAK ARIF DAN BIJAKSANA, MAKA HUKUM CENDERUNG MENJADI ALAT
KEMUNGKARAN”;
Selanjutnya KUHAP menjelaskan hanya pada Pasal 141 KUHAP Huruf b yaitu: Yang
dimaksud dengan “tindak pidana dianggap mempunyai sangkut paut satu dengan
yang lain” apabila tindak pidana tersebut dilakukan dilakukan:
1. oleh lebih dari seorang yang bekerjasama dan dilakukan pada saat yang
bersamaan;
2. oleh lebih dari seorang pada saat dan tempat yang berbeda, akan tetapi
merupakan pelaksanaan dari permufakatan jahat yang dibuat oleh mereka
sebelumnya;
3. oleh seorang atau lebih dengan maksud mendapatkan alat yang akan
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana lain atau menghindarkan diri dari
pemidanaan karena tindak pidana lain.
Bahwa pengggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan dalam
perkara a quo merupakan kejanggalan, dan penyimpangan prosedural dan perbuatan
maladministrasi, tentunya akan menyulitkan bagi Terdakwa dalam mempersiapkan
pembelaan;
Bahwa sebagaimana dalam uraian surat dakwaan Penuntut Umum, dan telah kami
salin dengan dimuat kembali pada nota eksepsi ini ternyata Para Terdakwa
dihadapkan ke muka sidang Pengadilan karena diduga melakukan tindak pidana
dalam tempus delicti, locus delicti, dengan cara melakukan tindak pidana yang
didakwakan yaitu :
Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, ternyata tindak pidana dengan tempus
delicti dan locus delicti sebagaimana uraian surat dakwaan, dalam penggabungan
perkara aquo tidak terdapat “beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang
yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap
penggabungannya”, “beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan
yang lain”, “beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang
lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal
ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan” , sebagaimana
dalam Pasal 141 KUHAP;
Bahwa oleh karena pengggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat
dakwaan dalam perkara a quo merupakan kejanggalan, dan penyimpangan
prosedural dan perbuatan maladministrasi. Sedangkan Penuntut Umum juga tidak
menguraikan dengan tegas dan jelas tentang atau mengenai peranan masing-masing
Terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan apakah sebagai pelaku
(plegen), pembuat pelaku (doen plegen) atau pelaku peserta (medepleger), maka
Surat Dakwaan menjadi tidak terang dan kabur (obscuurlibel) sehingga menyulitkan
bagi Terdakwa untuk melakukan pembelaan atas dirinya (vide Yurisprudensi MA RI
No. 492 K/Kr/1981 tanggal 8 Januari 1983 dengan kaidah hukum “Tuduhan yang
samar-samar/kabur harus dinyatakan batal demi hukum”. Oleh karena itu Surat
Dakwaan Penuntut Umum tersebut beralasan hukum untuk dinyatakan batal demi
hukum (nul and void);
Bahwa oleh karena dalam Surat Dakwaan a quo Penuntut Umum tidak menguraikan
adanya tentang cara masing-masing Para Terdakwa melakukan tindak pidana yang
didakwakan, melainkan Penuntut Umum hanya menguraikan tentang cara
Petugas Kepolisian melakukan penangkapan terhadap Para Terdakwa, baik
dalam uraian dakwaan alternatif kesatu Pasal 114 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1)
maupun dalam dakwaan alternatif kedua Pasal 112 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1),
dengan demikian Surat Dakwaan Penuntut Umum a quo tidak memenuhi syarat
materil. Oleh karenanya Surat Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum (nul and
void), demikian pula Yurisprudensi MA RI No. 808 K/Pid/1984 tanggal 29 Juni 1985
Jo. Yurisprudensi MA RI No. 33 K/Mil/1985 tanggal 15 Februari 1986;
Bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung No.808 K/Pid/1984 yang terbit 1985-1 pada
halaman 74-104 didapati kaidah hukum “karena surat dakwaan tidak dirumuskan
secara cermat dan lengkap, dakwaan batal demi hukum”;
Bahwa oleh karena Terdakwa ditahan, berhubung eksepsi beralasan dan dikabulkan
maka Penuntut Umum diperintahkan untuk segera mengeluarkan Terdakwa dari
rumah tahanan Negara sejak Putusan dibacakan;
Demikian Eksepsi ini disampaikan pada sidang Penggadilan Negeri Rokan Hilir, atas
pertimbangan dari Majelis Hakim Yang Mulia, kami ucapkan terimakasih.
Salam Hormat,
Penasihat Hukum