Anda di halaman 1dari 25

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

‘ISLAM DAN DUNIA KERJA’

DI SUSUN
OLEH:
1. MUH. ZAINUL MUTTAQIN / (1911382)
2. ALDI HARDIYANSYAH / (1911678)
3. MUH RAHIM / (1911715)
4. KEVIN ANANTA. C / (1912197)
5. DEWI SULASTRI / (1911)
6. NURAENI / (1912205)
7. IKA DWI WINARTI / (1912195)
8. HASRIANA / (1911698)

22
KATA PENGANTAR
ASSALAMUALAIKUM WARRAHMATULLAHI. WABARAKATUH
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang memberikan kita karunia yang
begitu besar. salah satu karunia terbesar yang diberikan Allah adalah dengan diturunkannya
Al-Qur’an kepada nabi terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW, Dimana Al-qur’an ini menjadi
kajian utama bagi mahasiswa/mahasiswa IQT.
Alhamdulillah makalah ini telah selesai disusun, untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah MSDM, mudah-mudahan makalah menjadi bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi
pemakalah. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperbaiki makalah-makalah
selanjutnya.

Makassar,23-November-2019

PENULIS

22
Daftar Isi
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.......................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
Daftar Isi............................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................1
A.    Latar belakang masalah..............................................................................................................1
B.     Rumusan masalah......................................................................................................................1
C.     Tujuan penulisan........................................................................................................................1
D.    Manfaat tulisan..........................................................................................................................1

BAB II..................................................................................................................2
PEMBAHASAN..................................................................................................2
1. Pengertian dan hakikat kerja.....................................................................................................2
2. Etos kerja dalam pandangan islam............................................................................................4
3. Prinsip- prinsip kerja dalam islam..............................................................................................8
4. Bekerja untuk mencari ridha Allah............................................................................................9
5. Kewaiban mencari harta halal.................................................................................................12
6. Harta haram dan dampaknya bagi umat...................................................................................14

BAB III..............................................................................................................21
PENUTUP.........................................................................................................21
1. Kesimpulan..............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................22

22
BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang masalah

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur masalah akhirat saja tetapi islam
juga mengatur masalah duniawi. Salah satu masalah duniawi yang paling berpengaruh di
dunia sekarang ini adalah bekerja.
Bekerja selalu identik dengan masalah gaji atau uang dimana ketika  melakukan
pekerjaan/bekerja pasti mengharapkan sebuah upah yang akan menunjang kehidupan.
Pembahasan dalam makalah ini tidak akan mengangkat masalah upah tetapi membahas
mengenai sikap atau prinsip yang harus dimiliki seorang muslim dalam melakukan
pekerjaan.

B.     Rumusan masalah

1. Pengertian dan hakikat kerja ?


2. Etos kerja dalam pandangan islam ?
3. Prinsip-prinsip kerja dalam islam ?
4. Bekerja untuk mencari ridha Allah ?
5. Kewajiban mencari harta halal ?

C.     Tujuan penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apa itu pengertian kerja atau pekerjaan,
dan apa saja prinsip-prinsip dalam bekerja yang harus dimiliki oleh seorang muslim.

D.    Manfaat tulisan

Agar mengetahui bagaimana pekerjaan dapat menjadi nilai ibadah bagi seorang
muslim. Dan pembaca khusunya pemakalah dapat merealisasikan prinsip-prinsip yang
harus dimiliki oleh seorang pekerja muslim.

22
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan hakikat kerja

a. Pengertian bekerja
Dalam KBBI bekerja secara etimologi ialah melakukan suatu pekerjaan
(perbuatan). Dan secara terminologi, arti bekerja adalah suatu perbuatan, usaha,
tindakan, atau aktivitas manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk memenuhi
kebutuhan hidup atau mencapai suatu tujuan tertentu.

Namun secara umum bekerja dalam Islam dapat diartikan seluruh perbuatan
atau usaha manusia baik yang ditujukan untuk dunianya maupun yang ditujukan
untuk akhiratnya.[1] Sistem ekonomi Islam memandang bekerja sebagai bentuk
kebaikan. Apabila seseorang bekerja dengan baik maka telah dipandang berbuat
kebaikan dan hasil pekerjaannya dinilai baik secara materil maupun imateril. Dengan
bekerja, manusia bisa memberi manfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Apalagi bisa mengerjakan kewajiban yang lain. 

Allah menciptakan segala kenikmatan melalui berbagai macam sumber daya


alam. Dan bekerja adalah suatu kewajiban juga dalam hal memanfaatkan sumber
daya alam dengan sebaik-baiknya untuk kebahagiaan manusia itu dan beribadah
kepada-Nya. Dan Allah juga tidak memaksakan manusia untuk bekerja diluar
kemampuannya.[2] Hal ini diterangkan dalam surah Al-Baqarah ayat 286 yang
berbunyi:

ْ َ‫اَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ نَ ْفسًا ِإاَّل ُو ْس َعهَا لَهَا َما َك َسب‬


‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ٱ ْكتَ َسبَت‬

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan


kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”(QS. 2:286)

Selain itu juga, bekerja harus didasari dengan keyakinan bahwa pekerjaan
ialah amanah yang harus dipikul dan dikerjakan secara tuntas

22
b. Hakikat kerja dalam islam

Islam menempatkan bekerja sebagai ibadah untuk mencari rezeki dari Allah
guna menutupi kebutuhan hidupnya. Bekerja untuk mendapatkan rezeki
yang halalan thayiban termasuk kedalam jihad di jalan Allah yang nilainya sejajar
dengan melaksanakan rukun Islam. Dengan demikian bekerja adalah ibadah dan
menjadi kebutuhan setiap umat manusia. Bekerja yang baik adalah wajib sifatnya
dalam Islam.
Rasulullah, para nabi dan para sahabat adalah para profesional yang memiliki
keahlian dan pekerja keras. Mereka selalu menganjurkan dan menteladani orang lain
untuk mengerjakan hal yang sama. Profesi nabi Idris adalah tukang jahit dan nabi
Daud adalah tukang besi pembuat senjata. Jika kita ingin mencontoh mereka maka
yakinkan diri kita juga telah mempunyai profesi dan semangat bekerja keras.
Profesi yang dikembangkan di lingkungan kita seperti profesi dosen, profesi
verifikator keuangan, profesi ahli hukum, profesi laboran, profesi administratur,
profesi supir, dan lainnya merupakan profesi yang harus kita kerjakan untuk
kemaslahatan masyakat banyak. Satu langkah setelah meyakini memiliki profesi
maka wajib hukumnya kita untuk bekerja keras. InsyaAllah kita akan dilimpahkan
rezeki yang halal sekaligus pahala atas ibadah pekerjaan yang kita lakukan.
Melengkapi bekerja keras dan profesional adalah praktek bersikap dan
berperilaku mencontoh Rasulullah yaitu bersifat siddiq, fathonah, amanah dan
tabligh agar kita diberikan keselamatan dunia dan akhirat. Sifat siddiq adalah dapat
dipercaya dan jujur. Sifat fathonah adalah harus pintar. Sifat amanah adalah
melaksanakan tugas yang dibebankan dan tabligh adalah mampu melakukan
komunikasi yang baik.
Wujud dari kita bekerja selain mendapat rezeki halal adalah pengakuan dari
lingkungan atas prestasi kerja kita. “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang
berkarya dan terampil dan siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarga
maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza Wajalla (H.R. Ahmad).
Allah juga telah menjanjikan kita mempunyai peluang memperoleh rezeki
yang luas asalkan bekerja profesional dan cerdas melalui etos kerja yang tinggi.
Islam telah mengajarkan bagaimana mempraktekan etos kerja yang tinggi. Ada 4
(empat) prinsip etos kerja tinggi yang diajarkan Rasulullah seperti diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi dalam “syu’bul Iman”.
Pertama, bekerja secara halal. Syukur Alhamdulillah kita telah memiliki
pekerjaan di Unpad yang terkategorikan halal yaitu melaksanakan layanan
pendidikan untuk masyarakat. Kedua, kita bekerja demi menjaga diri supaya tidak
menjadi beban hidup orang lain apalagi menjadi benalu bagi orang lain. Makna
terdalam adalah kita dilarang untuk bersifat selalu meminta imbalan diluar
kemampuan lembaga tempat kita bekerja. Ketiga, bekerja demi mencukupi
kebutuhan keluarga. Tegasnya seseorang harus mengatur rezeki yang diperoleh hasil
dari memerah keringat untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dengan

22
menghindarkan perilaku boros. Keempat, bekerja untuk meringankan hidup tetangga.
Artinya kita setelah memperoleh rezeki tidak boleh egois dan harus peduli untuk
meringankan kesulitan ekonomi tetangga kita.
Bekerja secara cerdas juga memerlukan tambahan energi yang datang dari
ridha Allah melalui doa untuk para kerabat kerja dan untuk lembaga Unpad sendiri.
Tahukah kita akan sosok Fatimah puteri Rasulullah yang selalu rela untuk
mementingkan mendoakan orang lain dibandingkan diri dan keluaganya sendiri.
Apakah kita pernah mendoakan pemimpin, kerabat kerja dan kemajuan Unpad? Doa
yang dilakukan dan jika malaikat mendengar maka merekapun akan mendoakan kita
yang mendoakan orang lain tersebut, seperti diriwayatkan oleh HR. Muslim dan Abu
Dawud, “Apabila salah seorang mendoakan saudaranya sesama muslim tanpa
diketahui oleh orang yang didoakan tersebut maka para malaikat berkata ‘Amin,
semoga engkau memperoleh sebagaimana yang engkau doakan itu’.
Mengukir prestasi kerja, memperoleh rezeki yang berkah serta mendoakan
kemajuan lembaga InsyaAllah menjadikan kehidupan kita akan lebih baik lagi. Kita
seyogyanya menjadikan Unpad sebagai rumah tempat bekerja yang menyenangkan,
“Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah kamu sebagai tempat ketenangan.”
(an-Nahl: 80)..

2. Etos kerja dalam pandangan islam

Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh,
budaya serta sistem nilai yang diyakininya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yangg khas
dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi
ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

Islam dapat dilakukan pendekatan dari dua sisi, pertama adalah sisi ajaran
wahyu dan kedua dari sisi sejarah. Dari sisi ajaran wahyu yaitu al-Qur'an, sebagai wahyu
Tuhan yang diamanahkan kepada Nabi Muhammad s.a.w, memiliki karakter mutlak,
tunggal dan tetap sampai akhir zaman. Sedangkan Islam dari segi sejarah adalah praktek
keberhidupan di muka bumi ini dalam realitas sosial, ekonomi, politik, budaya dan
lainnya.

Tidak ada lain bagi kaum beriman kecuali harus mengkaji pandangan Islam tentang
etos kerja. Meski makhluk hidup di bumi sudah mendapat jaminan rezeki dari Allah,
namun kemalasan tidak punya tempat dalam Islam. Fatalisme atau paham nasib tidak
dikenal dalam Islam. Firman Allah, "...maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian
beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan
dikembalikan" (Qs Al-Ankabut: 17).

22
Menurut ayat itu, rezeki harus diusahakan. Dan seakan mengonfirmasi ayat di atas,
firman Allah di ayat lain tegas menyatakan, cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja.
"Jika shalat telah ditunaikan, maka menyebarlah kalian di muka bumi, carilah karunia
Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung" (Qs Al-Jumu'ah: 10).

alah satu ketekunan dalam bekerja, seperti halnya etos kerja dalam Islam merupakan
bagian dari konsep ajaran wahyu yang menyejarah dalam bangunan peradaban manusia.
Karena itu, etos kerja Islam adalah bagian dari proses eksistensi atau keberadaan
manusia dalam kehidupan membangun peradaban kemanusiaan yang adil.

Agama Islam merupakan agama yang universal, agama yang mengatur segala aspek
kehidupan dimana ajarannya menganjurkan umatnya untuk bekerja. Hal ini mempunyai
arti bahwa, merealisasikan fungsi kehambaan kepada Alloh SWT dan menempuh jalan
menuju Ridho Nya, mengangkat harga diri, meningkatkan taraf hidup dan memberi
manfaat kepada sesama, bahkan kepada makhluk lain.

Bekerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan didalam mencapai tujuannya tersebut
dilakukan dengan kesungguhan guna mewujudkan prestasi optimal.

Kerja keras atau dengan kata lain yang dinamakan etos kerja merupakan syarat
mutlak untuk dapat mencapai kebahagian dunia dan akherat. Sebab dengan etos kerja
yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang tinggi pula. Etos kerja yang tinggi dapat
diraih dengan jalan menjadikan motivasi ibadah sebagai pendorong utama disamping
motivasi penghargaan dan hukuman serta perolehan material.

Etos kerja adalah sifat, watak dan kualitas kehidupan manusia, moral dan gaya
estetik serta suasana bathin. Etos kerja merupakan sikap mendasar terhadap diri dan
dunia mereka yang merefleksikan dalam kehidupan nyata, sehingga etos kerja dapat
diartikan sebagai pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar pada kerja. Akan
tetapi jika etos kerja karyawan mengalami penurunan, maka kinerja yang menjadii
tanggung-jawabnya pun tidak akan maksimal dan penurunan laju pertumbuhan yang
akan didapatkannya.

Muhammad Fauzan Baihaqi mengungkapkan, untuk memperoleh kinerja yang


maksimal dibutuhkan sikap mental yang memiliki pandanagn jauh ke depan. Seseorang
harus mempunyai sikap optimis, bahwa kualitas hidup dan kehidupan hari esok lebih
baik dari hari ini. Penilaian kinerja tersebut dapat dilakukan dengan kombinasi dari
kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerja karyawan.

Filosofi etos kerja

22
Dalam Islam, manusia diciptakan dibumi ini memiliki kedudukan sebagai wakil
Tuhan. Konsep ini terdapat dalam surah al-Baqarah : 30-33 yaitu bagaimana Allah telah
enciptkan manusia sebagai khalifah dimuka bumi, dan diberi pengetahuan atas nama-
nama benda sehingga mengungguli kemampuan Malaikat dan Iblis.

Dari keterangan tersebut dapat kita maknai bahwa diangkatnya manusia sebagai
khalifah karena manusia memiliki kelebihan daripada Malaikan dan Iblis. Bukankan
kemampuan manusia dalam menghapal dan memahami nama-nama adalah kemampuan
dasar yang dimiliki manusia sebagai bekal untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini.

Dunia modern saat ini, bangsa yang unggul memiliki warga negara yang
berkualitas.  Sebagaimana saat ini, negara yang menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi akan menjadi negara yang kaya dan unggul. Berkat keuletan itulah, penciptaan
Iptek menjadi keharusan untuk mengeksistensikan manusia dalam memakmurkan bumi
Tuhan. Melalui pengembangan iptek itulah saat ini manusia dipermudah melakukan
aktivitasnya.

Dengan demikian konspek kholifah saat ini harus dimaknai secara luas tidak
sekedar dalam prespektif politik dan sistem pemerintahan, dimana khalifa dipahami
sebagai pemegang otoritas untuk menjalankan amanah mengatur negara. Namun lebih
jauh lagi pemahaman khalifah seharusnya mengacu pada realisasi eksistensi diri setiap
manusia dalam berbagai bidang kehidupan.

Islam mengenal konsep 'abdun, khalifah dalam hal ini diri manusia harus memiliki
sifat 'abdun yaitu landasan normative yang harus menundukan diri kepada Allah SWT.
Karena seorang khalifah adalah eksistensi kreatif manusia, dengan demikian manusia
harus selalu menjadi hamba yang kreatif agar misi memakmurkan dunia berjalan dengan
baik berdasarkan tuntunan wahyu.

Namun demikian perlu dicatat, ketaatan tidak dimaknai secara literlek yang
menyebabkan seseorang menjadi fatalis, tidak kreatif dan bermental budak. Namun,
pemaknaannya sebagai wakil Tuhan, setidaknya harus memiliki semangat nama-nama
sifat Tuhan dengan demikian setiap manusia dapat mengoptimalkan diri menjadi pribadi
yang unggul, kreatif, berfikir maju, bermental pemberani untuk melakukan perubahan
kearah yang lebih baik.

Dengan demikian umat manusia yang mengaku ber-Tuhan, maka ia harus


mengoptimalkan diri menjadi manusia yang unggul, mandiri, sehat lahir dan batin guna
mengeksistensikan diri di muka bumi untuk dunia yang lebih baik. sebagaimana
landasan normative dalam al-Qur;an bahwa Tuhan mengehendaki baldatun tayyibatun
warabbun ghafur, suatu negeri yang baik, aman dan diridoi oleh Allah SWT.

22
Yang membedakan semangat kerja dalam Islam adalah kaitannya dengan nilai serta
cara meraih tujuannya. Bagi seorang muslim bekerja merupakan kewajiban yang hakiki
dalam rangka menggapai ridha Allah. Sedangkan orang kafir bermujahadah untuk
kesenangan duniawi dan untuk memuaskan hawa nafsu.

Tiga Dimensi Etos Berkemajuan

Bagi seorang muslim, memahami fenomena alam menjadi keharusan, namun


mengelola alam untuk menjadi baik harus diyakini sebagai amanah dari Allah. Jangan
berfikir fatalis saja, yaitu berfikir bahwa semua sudah ditakdirkan, padahal manusia
belum berusaha. Fikiran fatalis itu harus dimusnahkan, sebab akan menghalangi subuah
ikhtiar manusia. Seharusnya berusaha semaksimal mungkin dan berdo'a kemudian hasil
diserahkan kepada Allah. Inilah sifat agar kita berfikir maju.

Menurut Toto Tasmara, agar manusia itu aktif dan kreatif maka harus memiliki tiga
dimensi kesadaran yaitu pertama, aku tahu (makrifat), aku berharap (hakikat) dan ketiga
aku berbuat (syariat). Dimensi makrifat yaitu didasarkan kepada kemampuan manusia
untuk memahami tanda-tanda yang ditebarkan Allah SWT dalam alam semesta ini.
Karena sebagaimana tadi negara yang unggu memiliki kualitas manusia yang unggul.
Manusia yang unggul akan mempu menerjemahkan tanda-tanda alam akan mampu
menjadi innovator, melalui berbagai hipotesis keilmuannya sesuai dengan bidangnya.
Inilah pemahaman yang tertinggi yang harus dimiliki oleh setiap manusia.

Hakikat adalah dimensi dimana kemampuan manusia dalam memperoleh ilmu


pengetahuan dan ilmu agama. Dengan ilmu itulah kemudia peran khalifah dimuka bumi
akan menjadi sempurna dan berkemajuan. Sedangkan syariat adalah suatu praktik nyata
atas ilmu pengetahuan yang kita peroleh. Dengan demikian tiga dimensi kesadaran akan
terpadu dan kokoh membentuk 'amaliyah yang kemudian membawa kemajuan suatu
bangsa dan menciptakan suatu peradaban utama.

Ajaran Rasulullah bahwa " tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah"
sesungguhnya memiliki makna, bahwa seharusnya kita memiliki keunggulan dalam
keilmuan, manusia harus tampil menjadi subjek yang aktif, kreatif, inovatif, untuk
keberlangsungan kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian prilaku subjek yang
malas, lemah, fatalis, murung, tidak semangat serta bentuk negative lainnya harus
ditinggalkan dan dihilangkan. Dengan demikia segala bentuk produktivitas, kreatifitas,
inovatifitas manusia merupakan bentuk etos kerja atau ulet dalam menuntut ilmu dan
beraktifitas untuk dunia yang lebih baik.

3. Prinsip- prinsip kerja dalam islam

22
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.” (Q.S. Ar-Ra’d Ayat 11)

 Seorang pekerja atau pengusaha muslim dalam melakukan berbagai aktivitas


usaha harus selalu bersandar dan berpegang teguh pada dasar dan prinsip berikut ini:

1. Seorang muslim harus bekerja dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT. Karena
dalam kacamata syariat, bekerja hanyalah untuk menegakkan ibadah kepada Allah
SWT agar terhindar dari hal-hal yang diharamkan dan dalam rangka memelihara diri
dari sifat-sifat yang tidak baik, seperti meminta-minta atau menjadi beban orang lain.
Bekerja juga bisa menjadi sarana untuk berbuat baik kepada orang lain dengan cara
ikut andil membangun umat di masa sekarang dan masa yang akan datang, serta
melepaskan umat dari belenggu ketergantungan kepada ummat lain dan jeratan
transaksi haram.

2. Seorang muslim dalam usaha harus berhias diri dengan akhlak mulia, seperti: sikap
jujur, amanah, menepati janji, menunaikan hutang dan membayar hutang dengan baik,
memberi kelonggaran orang yang sedang mengalami kesulitan membayar hutang,
menghindari sikap menangguhkan pembayaran hutang, tamak, menipu, kolusi,
melakukanpungli (pungutan liar), menyuap dan memanipulasi atau yang sejenisnya.

3. Seorang muslim harus bekerja dalam hal-hal yang baik dan usaha yang halal.
Sehingga dalam pandangan seorang pekerja dan pengusaha muslim, tidak akan sama
antara proyek dunia dengan proyek akhirat. Baginya tidak akan sama antara yang baik
dan yang buruk atau antara yang halal dan haram, meskipun hal yang buruk itu
menarik hati danmenggiurkan karena besarnya keuntungan materi yang didapat. Ia
akan selalu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, bahkan hanya
berusaha mencari rizki sebatas yang dibolehkan oleh Allah SWTdan Rasul-Nya.

4. Seorang muslim dalam bekerja harus menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan,
baik yang terkait dengan hak-hak Allah SWT (seperti zakat) atau yang terkait dengan
hak-hak manusia (seperti memenuhi pembayaran hutang atau memelihara perjanjian
usaha dan sejenisnya). Karena menunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu
merupakan suatu bentuk kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah dan melanggar
perjanjian bukanlah akhlak seorang muslim, hal itu merupakan kebiasaan orang-orang
munafik.

22
5. Seorang muslim harus menghindari transaksi riba atau berbagai bentuk usaha haram
lainnya yang menggiring ke arahnya. Karena dosa riba sangat berat dan harta riba
tidak berkah.

6. Seorang pekerja muslim tidak memakan harta orang lain dengan cara haram dan
bathil, karena kehormatan harta seseorangseperti kehormatan darahnya. Harta seorang
muslim haram untuk diambil kecuali dengan kerelaan hatinya dan adanya sebab syar’i
untuk mengambilnya, seperti upah kerja, laba usaha, jual beli, hibbah, warisan, hadiah
dan yang semisalnya.

7. Seorang pengusaha dan pekerja muslim harus berpegang teguh pada aturan syari’at
dan bimbingan Islam agar terhindar dari pelanggaran dan penyimpangan yang
mendatangkan saksi hukum dan cacat moral.

8. Seorang muslim dalam bekerja dan berusaha harus bersikap loyal kepada kaum
mukminin dan menjadikan ukhuwahdi atas kepentingan bisnis, sehingga bisnis tidak
menjadi sarana untuk menciptakan ketegangan dan permusuhan sesama kaum
muslimin. Dan ketika berbisnis jangan berbicara sosial, sementara ketika bersosial
jangan berbicara bisnis, karena berakibat munculnya sikap tidak ikhlas dalam beramal
dan berinfak.

4. Bekerja untuk mencari ridha Allah

Islam mencintai seorang muslim yang giat bekerja, mandiri, dan profesionalisme.
Islam membenci manusia yang pemalas, suka berpangku tangan dan menjadi beban
orang lain. Allah Swt berfirman dalam AL Qur’an Suroh Az Zumar ayat 39 yang artinya 
Katakanlah: “Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan
bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui”

Dalam hadistnya Rasulullah Saw bahkan menyebut aktifitas bekerja sebagai jihad di
jalan Allah. Diriwayatkan, beberapa orang sahabat melihat seorang pemuda kuat yang
rajin bekerja. Mereka pun berkata mengomentari pemuda tersebut, “Andai saja ini (rajin
dan giat) dilakukan untuk jihad di jalan Allah.” Nabi Saw segera menyela mereka
dengan sabdanya, “Janganlah kamu berkata seperti itu. Jika ia bekerja untuk menafkahi
anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk
menafkahi kedua orang-tuanya yang sudah tua, maka ia di jalan Allah. Dan jika ia
bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya, maka ia pun di jalan Allah. Namun jika ia
bekerja dalam rangka riya atau berbangga diri, maka ia di jalan setan.” (HR Thabrani )

“Islam mendorong umatnya untuk bekerja, hidup dalam kemuliaan dan tidak
menjadi beban orang lain. Islam juga memberi kebebasan dalam memilih pekerjaan yang
sesuai dengan  kemampuan setiap orang. Namun demikian, Islam mengatur batasan-
batasan, meletakkan prinsip-prinsip dan menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga oleh

22
seorang muslim, agar kemudian aktifitas bekerjanya benar-benar dipandang oleh Allah
sebagai kegiatan ibadah yang memberi keuntungan berlipat di dunia dan di akhirat”.
Jelas Ustadz Mintaraga

Berikut ini adalah batasan-batasan seorang muslim dalam bekerja agar bernilai
ibadah :

1. pekerjaan yang dijalani harus halal dan baik. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik


yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-
benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Al Baqarah Ayat 172)

2. bekerja dengan profesional dan penuh tanggungjawab.


Islam tidak memerintahkan umatnya untuk sekedar bekerja, akan tetapi
mendorong umatnya agar senantiasa bekerja dengan baik dan
bertanggungjawab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah mencintai seorang diantara kalian yang jika bekerja,


maka ia bekerja dengan baik.” (HR Baihaqi)

Yang dimaksud dengan profesional dalam bekerja adalah, merasa


memiliki tanggungjawab atas pekerjaan tersebut, memperhatikan dengan baik
urusannya dan berhati-hati untuk tidak melakukan kesalahan.

3. ikhlas dalam bekerja


yaitu memurnikan niat aktifitas bekerjanya tersebut untuk mencari ridho
Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal-
amal perbuatan itu tergantung niat. Dan setiap orang akan mendapatkan
balasan sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari Muslim)

Mencari nafkah merupakan kewajiban setiap kepala keluarga. Dan, setiap muslim
haruslah mencari nafkah yang halal untuk keluarganya. Upaya ini termasuk ibadah yang
agung.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan umatnya agar mencari harta


yang halal. Sebab kelak ditanya dua perkara mengenainya, dari mana harta itu diperoleh
dan kemana ia akan belanjakan harta tersebut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

22
‫ َع ْن‬:‫ع‬o ِ oَ‫َأ َل َع ْن َأرْ ب‬o ‫ ِة َحتَّى ي ُْس‬o‫اَل تَ ُزو ُل قَ َد َما َع ْب ٍد يَ ْو َم ْالقِيَا َم‬
‫ ِم ْن َأي َْن‬،‫ فِي َم َأ ْباَل هُ؟ َو َع ْن َمالِ ِه‬،‫بَابِ ِه‬o‫اهُ؟ و َع ْن َش‬ooَ‫ فِي َم َأ ْفن‬،‫ُع ُم ِر ِه‬
ِ ‫ َما َذا َع ِم َل فِي‬،‫ض َعهُ؟ َو َع ْن ِع ْل ِم ِه‬
‫ه؟‬ َ ‫ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َم َو‬
“Tidaklah akan bergeser telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga ia
ditanya tentang empat perkara: (1) tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; (2) tentang
jasadnya, untuk apa ia gunakan; (3) tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan ke
manakah ia belanjakan; (4) tentang ilmunya, apa yang sudah ia amalkan dengannya.”
(HR At-Tirmizi dan Ad-Darimi)

Seorang Muslim dituntut untuk jujur dalam berdagang. Dia terlarang dari perbuatan
mempermainkan timbangan demi mendapat keuntungan yang besar.

Larangan ini termuat dalam Surat Al Muthaffifin ayat 1-6.

" Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang
itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar.
(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam."

Kedua, tidak menjalankan riba. Larangan ini terdapat dalam Surat Ali Imron ayat
130-131.

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan
peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir."

Ketiga, tidak mencari rezeki dengan cara bathil. Contohnya seperti korupsi, suap,
maupun menipu. Larangan ini termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 188.

" Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."

Keempat, tidak jual beli barang haram atau berjudi. Hal ini seperti tercantum dalam
Surat Al Maidah ayat 90-91.

22
" Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu,
dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)."

5. Kewaiban mencari harta halal

Ternyata harta haram punya dampak jelek yang luar biasa.

َ ِ‫ َوَأ ْغنِنِي بِفَضْ ل‬، ‫ك‬


َ ‫ك َع َّم ْن ِس َوا‬
‫ك‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ا ْكفِني بِ َحالَل‬
َ ‫ك َع ْن َح َرا ِم‬
“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang
haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.”
(HR. Tirmidzi, no. 3563; Ahmad, 1:153; dan Al-Hakim, 1:538. Hadits ini dinilai hasan
menurut At-Tirmidzi. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy menyetujui hasannya hadits ini
sebagaimana dalam Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 2:509-510).

Dan ingat rezeki yang halal walau sedikit itu pasti lebih berkah. Abul ‘Abbas
Ahmad bin ‘Abdul Halim bin Taimiyyah Al-Harrani (661-728 H) rahimahullah pernah
berkata,

ُ‫ك فِي ِه َو ْال َح َرا ُم ْال َكثِي ُر يَ ْذهَب‬


ُ ‫َو ْالقَلِي ُل ِم ْن ْال َحاَل ِل يُبَا َر‬
‫َويَ ْم َحقُهُ هَّللا ُ تَ َعالَى‬
“Sedikit dari yang halal itu lebih bawa berkah di dalamnya. Sedangkan yang haram
yang jumlahnya banyak hanya cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya.”
(Majmu’ah Al-Fatawa, 28:646)

Dalam mencari rezeki, kebanyakan kita mencarinya asalkan dapat, namun tidak
peduli halal dan haramnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah
mengatakan,

22
، ‫ا َل‬oo‫ َذ ْال َم‬o‫ا َأ َخ‬oo‫رْ ُء ِب َم‬oo‫الِى ْال َم‬ooَ‫ان الَ يُب‬ ‫ْأ‬
ٌ ‫اس َز َم‬ ِ َّ‫لَيَ تِيَ َّن َعلَى الن‬
‫َأ ِم ْن َحالَ ٍل َأ ْم ِم ْن َح َر ٍام‬
“Akan datang suatu zaman di mana manusia tidak lagi peduli dari mana mereka
mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR. Bukhari no.
2083, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Akhirnya ada yang jadi budak dunia. Pokoknya dunia diperoleh tanpa pernah peduli
aturan. Inilah mereka yang disebut dalam hadits,

َ ‫ ِة َو ْال َخ ِم‬ooَ‫دِّرْ هَ ِم َو ْالقَ ِطيف‬oo‫ار َوال‬


‫ ِإ ْن‬، ‫ ِة‬oo‫يص‬ ِ َ‫ ِّدين‬oo‫ ُد ال‬ooْ‫س َعب‬ َ ‫تَ ِع‬
‫ض‬ َ ْ‫ َوِإ ْن لَ ْم يُ ْعطَ لَ ْم يَر‬، ‫ض َى‬ ِ ‫ُأ ْع ِط َى َر‬
“Celakalah wahai budak dinar, dirham, qothifah (pakaian yang memiliki beludru),
khomishoh (pakaian berwarna hitam dan ada bintik-bintik merah). Jika ia diberi, maka ia
rida. Jika ia tidak diberi, maka ia tidak rida.” (HR. Bukhari, no. 2886, dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu).

Lantas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

‫ِإ َّن هَّللا َ إ َذا‬oَ‫ا ِم ْن هَّللا ِ ف‬ooَ‫و طَلَبَه‬oْ oَ‫ور فَل‬o ‫ُأْل‬
ِ o‫ ِذ ِه ا ُم‬oَ‫ ُد ه‬o‫ َو َع ْب‬oُ‫َوهَ َذا ه‬
‫ ُد هَّللا ِ َم ْن‬o ‫ا َع ْب‬oo‫ ِخطَ َوِإنَّ َم‬o ‫ض َي ؛ َوِإ َذا َمنَ َعهُ إيَّاهَا َس‬ ِ ‫َأ ْعطَاهُ إيَّاهَا َر‬
‫ا‬oo‫ ِخطُ هَّللا َ ؛ َوي ُِحبُّ َم‬o‫ا ي ُْس‬oo‫ ِخطُهُ َم‬o‫ي هَّللا َ ؛ َوي ُْس‬o‫ض‬ ِ ْ‫ضي ِه َما يُر‬ ِ ْ‫يُر‬
ُ‫ضهُ هَّللا ُ َو َرسُولُه‬َ ‫َأ َحبَّهُ هَّللا ُ َو َرسُولُهُ َويُ ْب ِغضُ َما َأ ْب َغ‬
“Inilah yang namanya budak harta-harta tadi. Jika ia memintanya dari Allah dan
Allah memberinya, ia pun rida. Namun ketika Allah tidak memberinya, ia pun murka.
‘Abdullah (hamba Allah) adalah orang yang rida terhadap apa yang Allah ridai, dan ia
murka terhadap apa yang Allah murkai, cinta terhadap apa yang Allah dan Rasul-nya
cintai serta benci terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya benci.” (Majmu’ah Al-
Fatawa, 10:190)

Ada pula yang masih peka hatinya namun kurang mendalami halal dan haram. Yang
kedua ini disuruh untuk belajar muamalah terkait hal halal dan haram.

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah mengatakan,

22
‫َم ْن اتَّ َج َر قَ ْب َل َأ ْن يَتَفَقَّهَ ارْ تَطَ َم فِي الرِّ بَا ثُ َّم ارْ تَطَ َم ثُ َّم ارْ تَطَ َم‬
“Barangsiapa yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti
akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus
menerus terjerumus.”

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan,

‫اَل يَتَّ ِجرْ فِي سُوقِنَا إاَّل َم ْن فَقِهَ َأ ْك َل الرِّ بَا‬


“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai
seluk beluk riba.” (Lihat Mughni Al-Muhtaj, 6:310)

6. Harta haram dan dampaknya bagi umat

Kalau halal-haram tidak diperhatikan, dampak jeleknya begitu luar biasa. Kali ini
kita akan lihat apa saja dampak dari harta haram:

1. Memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah setan.

Dalam surah Al-Baqarah disebutkan,

‫ا َواَل‬oooً‫ض َحاَل اًل طَيِّب‬ِ ْ‫وا ِم َّما فِي اَأْلر‬oooُ‫ا النَّاسُ ُكل‬oooَ‫ا َأيُّه‬oooَ‫ي‬
ٌ ِ‫ان ۚ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُمب‬
‫ين‬ ِ ‫تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
ِ َ‫ت ال َّش ْيط‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Badai’ Al-Fawaid (3:381-


385), ada beberapa langkah setan dalam menyesatkan manusia, jika langkah pertama
tidak bisa, maka akan beralih pada langkah selanjutnya dan seterusnya:

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah


dan Rasul-Nya.

Langkah kedua: Diajak pada amalan yang tidak ada tuntunan (bidah).

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair).

22
Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair).

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh,


tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya) hingga berlebihan.

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada


amalan yang lebih afdal.

2. Akan membuat kurang semangat dalam beramal saleh

Dalam ayat disebutkan,

ِ ‫يَا َأيُّهَا الرُّ ُس ُل ُكلُوا ِم َن الطَّيِّبَا‬


َ ‫ت َوا ْع َملُوا‬
‫الِحًا‬oo‫ص‬
َ ُ‫ِإنِّي ِب َما تَ ْع َمل‬
‫ون َعلِي ٌم‬
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51). Yang dimaksud dengan makan yang
thayyib di sini adalah makan yang halal sebagaimana disebutkan oleh Sa’id bin
Jubair dan Adh-Dhahak. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir,
5:462.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan


para rasul ‘alaihimush sholaatu was salaam untuk memakan makanan yang halal
dan beramal saleh. Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan
halal adalah yang menyemangati melakukan amal saleh.” (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 5:462).

3. Memakan harta haram adalah kebiasaan buruk orang Yahudi.

Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

22
‫ون فِي اِإْل ْث ِم‬ ِ ooo‫ َر ٰى َكثِيرًا ِم ْنهُ ْم ي َُس‬oooَ‫َوت‬
َ ‫ار ُع‬
‫انُوا‬ooo‫ا َك‬ooo‫س َم‬ َ ‫ت ۚ لَبِْئ‬
َ ْ‫ح‬ooo‫الس‬ُّ ‫ان َوَأ ْكلِ ِه ُم‬
ِ ‫ ْد َو‬oooُ‫َو ْالع‬
َ ُ‫يَ ْع َمل‬
‫ون‬

ْ oَ‫ا ُر َع ْن ق‬ooَ‫ُّون َواَأْلحْ ب‬


‫ولِ ِه ُم‬o َ ‫لَ ْواَل يَ ْنهَاهُ ُم ال َّربَّانِي‬
َ ‫س َما َكانُوا يَصْ نَع‬
‫ُون‬ َ ْ‫اِإْل ْث َم َوَأ ْكلِ ِه ُم السُّح‬
َ ‫ت ۚ لَبِْئ‬
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi)
bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram.
Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan itu. Mengapa
orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya
amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (QS. Al-Maidah: 62-63)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa rabbaniyyun adalah para


ulama yang menjadi pelayan melayani rakyatnya. Sedangkan ahbar hanyalah
sebagai ulama. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:429.

Ayat berikut membicarakan kebiasaan Yahudi yang memakan riba,

ٍ ‫ين هَا ُدوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا‬


‫ت‬ َ ‫فَبِظُ ْل ٍم ِم َن الَّ ِذ‬
,ً‫يل هَّللا ِ َكثِير‬ ِ ِ‫ب‬oooo‫ ِّد ِه ْم َع ْن َس‬oooo‫ص‬ َ ِ‫ت لَهُ ْم َوب‬ ْ َّ‫ُأ ِحل‬
‫ َوا َل‬o‫هُ َوَأ ْكلِ ِه ْم َأ ْم‬o ‫وا َع ْن‬ooُ‫ ْد نُه‬o َ‫ا َوق‬ooَ‫ ِذ ِه ُم الرِّ ب‬o‫َوَأ ْخ‬
‫ َذابًا‬o‫ين ِم ْنهُ ْم َع‬ َ ‫افِ ِر‬o‫ ْدنَا ِل ْل َك‬oَ‫اس بِ ْالبَاطِ ِل ۚ َوَأ ْعت‬ ِ َّ‫الن‬
‫َألِي ًما‬
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.
Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang
dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’: 160-161)

22
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah telah melarang riba pada kaum
Yahudi, namun mereka menerjangnya dan mereka memakan riba tersebut.
Mereka pun melakukan pengelabuan untuk bisa menerjang riba. Itulah yang
dilakukan mereka memakan harta manusia dengan cara yang batil. (Lihat
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:273).

Siapa yang mengambil riba bahkan melakukan tipu daya dan akal-akalan
supaya riba itu menjadi halal, berarti ia telah mengikuti jejak kaum Yahudi.
Dan inilah yang sudah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

‫ ِذ‬ooo‫ َذ ُأ َّمتِى بَِأ ْخ‬ooo‫ا َعةُ َحتَّى تَْأ ُخ‬ooo‫الس‬


َّ ‫و ُم‬oooُ‫الَ تَق‬
.  ‫اع‬ ٍ ‫ا بِ ِذ َر‬oo‫ب ٍْر َو ِذ َرا ًع‬o‫ ْبرًا بِ ِش‬o‫ ِش‬، ‫ُون قَ ْبلَهَا‬ ِ ‫ْالقُر‬
‫ َو َم ِن‬ ‫ فَقَا َل‬. ‫وم‬ ِ ُّ‫س َوالر‬ َ ‫ار‬ ِ َ‫فَقِي َل يَا َرسُو َل هَّللا ِ َكف‬
َ ‫النَّاسُ ِإالَّ ُأولَِئ‬
‫ك‬
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi
sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang
menanyakan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka
itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain
mereka, lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari, no. 7319)

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫نَ َن الَّ ِذ‬ooo‫لَتَتَّبِع َُّن َس‬


‫ب ٍْر‬ooo‫ ْبرًا بِ ِش‬ooo‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ِش‬
َ ‫ ِر‬o ْ‫اع َحتَّى لَ ْو َد َخلُوا فِى جُح‬
ٍّ‫ب‬o ‫ض‬ ٍ ‫َو ِذ َرا ًعا بِ ِذ َر‬
‫و َد‬oooُ‫و َل هَّللا ِ ْآليَه‬ooo‫ا َر ُس‬oooَ‫ا ي‬oooَ‫ قُ ْلن‬, ‫وهُ ْم‬ooo‫الَتَّبَ ْعتُ ُم‬
‫ فَ َم ْن‬: ‫صا َرى قَا َل‬ َ َّ‫َوالن‬
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang
yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen),
pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai

22
Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau
menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim, no. 2669).

Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada
yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian
perkara. Lihat Majmu’ah Al-Fatawa, 27: 286.

4. Badan yang tumbuh dari harta yang haram akan berhak disentuh api neraka.

Yang pernah dinasihati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada


Ka’ab,

َ َ‫و لَحْ ٌم نَب‬ooُ‫ َرةَ ِإنَّهُ الَ يَرْ ب‬ooْ‫ا َكعْبُ ب َْن ُعج‬ooَ‫ي‬
‫ت‬
‫ت النَّا ُر َأ ْولَى بِ ِه‬
ِ َ‫ت ِإالَّ َكان‬
ٍ ْ‫ِم ْن سُح‬
“Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging badan yang tumbuh
berkembang dari sesuatu yang haram akan berhak dibakar dalam api
neraka.” (HR. Tirmidzi, no. 614. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
sanad hadits ini hasan).

5. Doa sulit dikabulkan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َر‬o‫ َوِإ َّن هللاَ َأ َم‬،ً‫ِإ َّن هللاَ طَيِّبٌ الَ يَ ْقبَ ُل ِإالَّ طَيِّبا‬
‫ا‬ooَ‫ا َأيُّه‬ooَ‫ا َل {ي‬ooَ‫لِي َْن فَق‬o‫ال ُمْؤ ِمنِي َْن ِب َما َأ َم َر بِ ِه ال ُمرْ َس‬
}‫الِحًا‬o ‫ص‬ َ ‫وا‬ooُ‫ت َوا ْع َمل‬ ِ ‫ا‬ooَ‫وا ِم َن الطَّيِّب‬oْ oُ‫ ُل ُكل‬o ‫الرُّ ُس‬
‫وا ِم ْن‬ooُ‫وا ُكل‬ooُ‫ ِّذي َْن آ َمن‬o ‫ا ال‬ooَ‫ا َأيُّه‬ooَ‫الَى {ي‬oo‫ا َل تَ َع‬ooَ‫َوق‬
‫ ُل‬o ‫ َل ي ُِط ْي‬o‫ َر ال َّر ُج‬o‫ا ُك ْم} ثُ َّم َذ َك‬ooَ‫ا َر َز ْقن‬oo‫ت َم‬ ِ ‫ا‬ooَ‫طَيِّب‬
َّ ‫ ِه ِإلَى‬o‫ ُّد يَ َد ْي‬o‫ َر يَ ُم‬oَ‫ث َأ ْغب‬
‫ا‬ooَ‫ ي‬:‫ َما ِء‬o‫الس‬ َ ‫ َع‬o‫ال َّسفَ َر َأ ْش‬
‫ َرا ٌم‬oo‫هُ َح‬oo‫ هُ َح َرا ٌم َو َم ْلبَ ُس‬oo‫ط َع ُم‬ْ ‫ َو َم‬، ِّ‫ا َرب‬ooَ‫َربِّ ي‬
‫ي بِال َح َر ِام فََأنَّى يُ ْستَ َجابُ لَه‬ َ ‫َو ُغ ِذ‬

22
‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali
yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum
mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala
berfirman, ‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala
berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang
baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama
bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya
ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia
dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.”
(HR. Muslim, no. 1015)

 Empat sebab terkabulnya doa sudah ada pada orang ini yaitu:

1. Keadaan dalam perjalanan jauh (safar).


2. Meminta dalam keadaan sangat butuh (genting).
3. Menengadahkan tangan ke langit.
4. Memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai
Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya:
“Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan
kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang Mengabulkan doa
orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.

Namun dikarenakan harta haram membuat doanya sulit terkabul.

6. Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma,


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ oَ‫اب ْالبَق‬o
‫ر‬o َ oَ‫ذتُ ْم َأ ْذن‬o
ْ o‫ ِة َوَأ َخ‬o َ‫ايَ ْعتُ ْم بِ ْال ِعين‬ooَ‫ِإ َذا تَب‬
ُ ‫لَّطَ هَّللا‬oo‫ا َد َس‬ooَ‫ َر ْكتُ ُم ْال ِجه‬ooَ‫ع َوت‬ ِ ْ‫يتُ ْم بِال َّزر‬oo‫ض‬ ِ ‫َو َر‬
‫َعلَ ْي ُك ْم ُذالًّ الَ يَ ْن ِز ُعهُ َحتَّى تَرْ ِجعُوا ِإلَى ِدينِ ُك ْم‬
“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba),
mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan
bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan
jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan
atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali

22
kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud, no. 3462. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:242).

7. Karena harta haram banyak musibah dan bencana terjadi

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ ْد َأ َحلُّ ْوا‬o َ‫ ٍة فَق‬o َ‫ِإ َذا ظَهَ َر ال ِّزنا َ َوال ِّربَا فِي قَرْ ي‬
َ ‫بَِأ ْنفُ ِس ِه ْم َع َذ‬
ِ‫اب هللا‬
“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri,
maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka
untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad
hadits ini shahih. Imam Adz-Dzahabi mengatakan, hadits ini shahih. Syaikh
Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairi sebagaimana disebut
dalam Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859).

Semoga Allah mengaruniakan kepada kita rezeki yang halal.

22
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan

A. Bekerja dalam Islam suatu perbuatan yang baik, atau juga dapat diartikan
seluruh perbuatan atau usaha manusia baik yang ditujukan untuk dunianya
maupun yang ditujukan untuk akhiratnya. Hakikat bekerja dalam islam yaitu
bekerja secara halal, bekerja secara cerdas, dan selalu mengukir prestasi dalam
bekerja
B.
C.
D. Bekerja adalah tindakan mulia. Keuntungan dunia dapat diraih dengannya.
Dan mulailah segala sesuatu dengan mengharap ridha Allah SWT
E. Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal.
Niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian, seperti Allah memberi
rezeki kepada seekor burung, ia pergi dari sarangnya di pagi hari dengan
keadaan perut yang kosong (lapar), dan kembali ke sarangnya dalam sore hari
dalam keadaan perut yang penuh (kenyang)
F. Maka jangan ditanya apa penyebab datangnya bencana silih berganti menimpa
suatu Negara. Itu semua berasal dari dosa-dosa yang dilakikan oleh
masyarakat sendiri. Orang yang memakan harta haram sama dengan berusaha
meghancurkan dirinya, merusak ibadahnya, mempermainkan doanya dan
menghancurkan keluarga serta keturunanya

22
DAFTAR PUSTAKA
http://bebetmakalah.blogspot.com/2016/11/bekerja-dalam-islam.html

https://rumaysho.com/22549-tujuh-dampak-harta-haram.html

https://www.dream.co.id/orbit/4-adab-yang-patut-diperhatikan-dalam-mencari-rezeki-
180719j.html

https://www.kompasiana.com/saiffudinachmad/5d2ddc63097f3622b928bff2/etos-kerja-
dalam-islam?page=all

http://pengacaramuslim.com/prinsip-kerja-dalam-islam/

http://www.unpad.ac.id/rubrik/bekerja-profesional-dan-cerdas-menurut-islam/

http://faperta.unsoed.ac.id/2018/06/04/mencari-nilai-ibadah-dalam-bekerja-pengajian-bulan-
ramadhan-1439h-faperta-unsoed/

22

Anda mungkin juga menyukai