Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA


DIAGNOSA KEPERAWATAN HALUSINASI

Nama : I Kadek Krisma Ari Sanjaya

NIM : 2014901155

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

GIANYAR

2020

A. Laporan pendahuluan
1. Konsep Dasar Skizofrenia

a. Pengertian

Skizofrenia (schizophrenial) merupakan suatu gangguan yang terjadi pada fungsi

otak dan melibatkan banyak sekali faktor. Faktor -faktor itu meliputi perubahan

struktur fisik, otak, perubahan struktur kimia otak dan faktor genetik. (Yosep, 2011,

hal. 211)

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada

proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi

kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan

halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.

(Direja, 2011, hal. 95)

b. Penyebab

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti mengapa seseorang

menderita skizofreni, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian

yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut

penelitian mutakhir

(Yosep, 2011, hal. 59) antara lain:

1. Faktor genetik yaitu pewarisan sifat dari gen kepada turunannya, jika sebelumnya

terdapat keluarga yang mengalami skizofrenia, kemungkinan anak turunannya

juga akan mengalami hal yang sama.

2. Virus

3. Auto antibody
4. Malnutrisi dapat menyebabkan skizofrenia terutama jika mengalami kekurangan

gizi pada masa kehamilan.

c. Tanda dan Gejala

Secara umum gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu gejala positif dan

gejala negatif (Yosep, 2011, hal. 212) yaitu:

1. Gejala positif :

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak mampu

menginterprestasikan dan merespon pesan atau rangsangan yang datang. Penderita

skizofrenia mungkin mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang sebenarnya

tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Gejala

yang biasanya timbul yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang

suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang suara itu

menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat berbahaya seperti bunuh diri.

2. Gejala negatif

Penderita skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan

minat dalam hidup yang membuat klien menjadi orang yang malas. Karena

penderita skizofrenia hanya memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa

melakukan hal-hal yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul

membuat emosi penderita skizofrenia menjadi datar. Penderita skizofrenia tidak

memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya, seakan-akan dia

tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak berarti bahwa penderita skizofrenia

tidak bisa merasakan perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian

dan perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.
d. Jenis-jenis skizofrenia

1. Skizofrenia simplek dengan gejala utama kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan.

2. Skizofrenia hebefrenik gejala utama gangguan proses pikir, gangguan kemauan,

dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan halusinasi.

3. Skizofrenia katatonik, dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor

maupun gaduh gelisah katatonik.

4. Skizofrenia paranoid, dengan gejala utama kecurigaan, yang ekstrim disertai

waham kejar atau kebesaran.

5. Episode skizoprenia akutadalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan

perubahan kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.

6. Skizofrenia psiko-aktif, yaitu adanya gejala utama skizofrenia yang menonjol

dengan disertai gejala depresi atau mania.

7. Skizofrenia residual adalah skizoprenia dengan gejala-gejala primernya dan

muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.

2. KonsepDasar Halusinasi

a. Pengertian

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunialuar). Klien member

persepsi atau pendapat tentang lingkungan nyata pada objek atau rangsang yang nyata.

Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang

berbicara (Direja, 2011, hal 109)


Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang

disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus

tersebut (Nanda-I,2012)

Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari

luar.Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan

bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi“ (Yosep, 2010, dikutip dari

Damaiyanti, 2012, hal 53)

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami

perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan,

pengecapan, perabaan atau penghiduan.Klien merasakan stimulus yang (Damaiyanti,

2008, hal 53)

b. Rentang Respon Neurobiologis menurut


(Ade Herman, 2011, Hal.110) dapat digambarkan :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang  Halusinasi
 Emosi konsisten proses  Kerusakan
dengan pikir proses emosi
pengalaman terganggu  Perilaku tidak
 Perilaku cocok  Ilusi terorganisasi
 Hub sosial  Reaksi  Isolasi sosial
harmonis emosi
berlebihan
atau
kurang
 Perilaku
yang tidak
biasa
 Menarik
diri

Bagan 1. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang respon neurobiologis pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Respon Adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya

yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika

menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut

Respon Adaptif :

a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

b) Persepsi akuratadalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

d) Prilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran.

e) Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkunan

2) Respon Psikososial

a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.

b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan

yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

c) Emosi berlebihan atau kurang.


d) Prilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran.

e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

3) Respon Maladaptif

a) Waham : keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak

diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.

b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal

yang tidak realita atau tidak ada.

c) Kerusakan Proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

d) Perilaku tidak terorganisasi merupakan sesuatu yang tidak teratur.

e) Isolasi Sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan

diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai ketentuan oleh orang

lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

(Damaiyanti, 2012, hal 54)

Berdasarkan bagan diketahui bahwa halsusinasi merupakan respon persepsi

paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu

mengidentifikasidan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang

diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,

dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu

stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

c. Psikopatologi

1) Etiologi

a) Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya

halusinasi (Yosep, 2009 hal. 218) antara lain :

(1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya control

dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak

kecil, mudah frustasi hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

(2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

(3) FaktorBiokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress

yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan

suatu zat yang dapat bersifat halusi nogenik neuro kimia seperti Buffenon

dan Dimetytranferase(DMP). Akibat setres berkepanjangan menyebabkan

teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan

acetylcholine dan Dopamin.

(4) FaktorPsikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus

pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi

masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari

alamnya menuju alam khayal.

(5) Faktorgenetikdanpolaasuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan

bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyaki tini.

b) Faktor Presipitasi

(1) Prilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

peraasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, prilaku merusak diri, kurang

perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakaan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut (Rawlins dan

Heacock, 1993 dalam Yosep, 2007, hal.218) mencoba memecahkan

masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang

individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-

psiko-sosial-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi

yaitu :

(a) Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu

yang lama.

(b)Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi


dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup

lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut

klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

(c) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

haliusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada

awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan

impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

(d)Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase comforting,

klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat

membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia

merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,

kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.

Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,

sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang

lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting

dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan

mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak


menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya

dan halusinasi tidak berlangsung.

(e) Dimensi Spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang

berupa secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkardiannya

terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat

siang. Saat bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia

sering memaki takdir tapi lemah dalam menjemput rejeki,

menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdir

memburuk

2) Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi menurut (Damaiyanti, 2012, hal.

58) adalah sebagai berikut :

a) Bicara sendiri

b) Senyum sendiri

c) Ketawa sendiri

d) Menggerakkan bibir tanpa suara

e) Penggerakan mata yang cepat

f) Respon verbal yang lambat

g) Menarik diri dari orang lain

h) Berusaha untuk menghindari orang lain

i) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata


j) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah

k) Perhatian dengan lingkungan yang kuranga tau hanya beberapa detik

l) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori

m) Sulit berhubungan dengan orang lain

n) Ekspresi muka tegang

o) Mudah tersinggung, jengkel dan marah

p) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

q) Tampak tremor danberkeringat

r) Perilaku panik

s) Agitasi dan kataton

t) Curiga dan bermusuhan

u) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan

v) Ketakutan

w) Tidak dapat mengurus diri

x) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang

3) Fase-fasehalusinasi

Tahapan halusinasi klien dapat dibedakan menjadi 5

(Yosep, 2009, hal222) :

TABEL 1

FASE HALUSINASI DAN KARAKTERISTIK

Fase Halusinasi Karakteristik


1 2

Stage I: Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari dari


Sleep Disorder lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya
Fase awal seseorang
banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena
sebelum muncul halusinasi
berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah di
kampus, PHK di tempat kerja, penyakit, utang, nilai di
kampus, drop out dsb. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.

Stage II : Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya


Comforting Moderate level perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan
of anxiety dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
Halusinasi secara umum ia kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran
terima sebagai sesuatu yang dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya
alami diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya.

Stage III : Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan


Condemning Severe level of mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi
anxiety mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak
Secara umum halusinasi antara dirinya dengan obyek yang dipersepsikan klien
sering mendatangi klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas
waktu yang lama.

Stage IV : Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori


Controlling seevere level of abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian
anxiety bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase
Fungsi sensori menjadi gangguan psycotic
tidak relevan dengan
kenyataan
Stage V : Pengalaman sensori terganggu, klien mulai merasa
Conquering Panic level of terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila
anxiety klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang
Klien mengalami gangguan ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
dalam menilai berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila
lingkungannya klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik.
Terjadi gangguan psikotik berat.

4) Jenis Halusinasi

a) Halusinasi Non Patologis

Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III, dalam Dermawan dan

rusdi, 2013, hal. 3) halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang bukan

penderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang mengalami

stress yang berlebihan atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan

(Halusinasinogenik)

Halusinasi ini antara lain :

(1) Halusinasi Hipnogonik : Persepsi sensori yang palsu yang

terjadisesaatsebelumseseorangjatuhtertidur.

(2) Halusinasi Hipnopompik :Persepsisensori yang palsu yang

terjadipadasaatseseorangterbanguntidur.

b) Halusinasi Patologis

Halusinasi ada lima macam :

(1) Halusinasi pendengaran (Auditory)

Klien mendengar suara dan bunyi tidak berhubungan dengan stimulasi

nyata dan orang lain tidak mendengarnya.


(2) Halusinasi Penglihatan (Visual)

Klien melihat gambar yang jelas atau samar tanpa timulus yang nyata dan

orang lain tidak melihat

(3) Halusinasi penciuman (Olfactory)

Klien mencium bau yang muncul dari sumber tentang tanpa stimulus yang

nyata dan orang lain tidak mencium.

(4) Halusinasi Pengecapan (Gusfactory)

Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasa merasakan makanan

yang tidak enak

(5) Halusinasi Perabaan (Taktil)

Klien merasakan sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata.

d. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi menurut (Direja,

2011, hal 113) meliputi :

1) Regresi, kembali ke tingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang bersifat

primitif).

2) Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan

tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

3) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

e. PenatalaksanaanMedis

Penatalaksanaan medis pada Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

dengan mengacu pada diagnosa medis skizofrenia yaitu

a) Terapi Somatik
Indikasi pemberian obat antipsikotik pada pasien skizoprenia adalah: pertama

untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan. Efektivitas

antipsikotik dalam pengobatan nda ia telah dibuktikan oleh berbagai peneliti buta

ganda yang terkontrol. Untuk anti psikotik tipikal atau yang pertama, tidak ada

bukti bahwa obat yang satu lebih baik dari obat yang lain untuk gejala-gejala

tertentu. Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau

kronik. Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau

yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan disini adalah

mengurangi gejala psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya waham dan

halusinasi hilang dalam 2-3 minggu. Biarpun tetap masih ada waham maupun

halusinasi penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi kooperatif.

Pengobatan penderita skizofrenia ditujukan pada gejala-gejala yang menonjol.

Apabila gejala yang menonjol berupa gaduh, gelisah, agresif, delusi, (waham),

halusinasi, sulit tidur dapat diberikan obat antipsikosis dosis efektif besar seperti

chlorpromazine (CPZ) 100 mg dalam bentuk injeksi atau oral sesuai dengan

keadaan klien. Dosis ini diberikan 100-500 mg/hari dan dapat dinaikan sesuai

kebutuhan penderita skizofrenia dengan delusi menonjol, tidak ada atau kurang

gangguan tidur, tidak begitu gaduh dapat diberi trihexyphenidyl (TXP) 5 mg (1-2

kali sehari) atau Halloperidol 2 mg (2 kali sehari). Penderita harga diri rendah

dapat diberikan Stelazine 5 mg (1-3 kali sehari) yang merupakan obat penenang

dengan daya kerja anti psikotik.

b) Terapi Elektro-Konvulsi
Seperti juga terapi konfulsi yang lain, cara kerja elektrokonfulsi belum diketahui

dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek

serangan skizoprenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi

terapi ini tidak dapat mencegah serangn yang akan datang. Bila dibandingkan

dengan terapi koma insulin, maka dengan TEK lebih sering terjadi serangan ulang.

Akan tetapi TEK lebih mudah diberikan, dapat dilakukan secara ambulant, bahaya

lebih sedikit, lebih murah dan tidak memerlukan tenaga yang khusus seperti terapi

koma insulin. TEK baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor. Terhadap

skizofrenia simplex efeknya mengecewakan: bila gejalanya hanya ringan lantas

diberi TEK, kadang-kadang gejala menjadi lebih berat.(Marawis, 2011 hal 277)

Terapi Elektro Konvulsi (TEK) adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan

kejang grandmal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui

elektrode yang dipasang pada satu atau dua tempat. Jumlah tindakan yang

dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi pada tiap pasien tergantung pada

masalah pasien dan respon terapeutik sesuai hasil pengkajian sampai tindakan.

Rentang respon yang paling umum dilakuakan pada pasien dengan gangguan

afektif antara enam sampai dengan dua belas kali, sedangkan pada pasien

skizofrenia biasanya diberikan sampai 30 kali. TEK biasanya diberikan tiga kali

seminggu atau setiap beberapa hari, walaupun sebenarnya bisa diberikan lebih

jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan adalah :

(1) Penyakit depresi berat yang tidak berespon terhadap obatantidepresi atau pada

pasien yang tidak dapat menggunakan obat.

(2) Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespon lagiterhadap obat.
(3) Pasien dengan bunuh diri akut yang sudah tidak menerimapengobatan untuk

dapat mencapai efek terapiutik.

(4) Jika efek sampingan TEK yang diantisipasikan lebih rendahdaripada efek

terapi pengobatan, seperti pada pasien lansia dengan blok jantung, dan respon

kehamilan.

c) Psikoterapi

Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisis tidak membawa hasil yang

diharapkan, bahkan ada yang berpendapat tidak boleh dilakukan pada penderita

dengan skizoprenia karena justru dapat menambah isolasi dan autisme. Yang dapat

membantu penderita adalah psikoterapi suportif (individu atau kelompok, serta

bimbingan yang praktis dengan maksud mengembalikan penderita kemasyarakat.

Teknik terapi prilaku kognitif (Kognitiv Behaviour Therapy) belakangan dicoba

pada penderita skizofrenia dengan hasil yang menjanjikan.

Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi

dengan oranag lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak

mengasingkan diri lagi.

Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang

pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan profesional

secara sukarela dengan maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau

menghambat gejala-gejala yang ada, mengoreksi prilaku yang terganggu dan

mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif. (Marawis, 2011,

hal.277)

d) Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau

berdiri sendiri. Terapi ini terdiri dari: Terapi Okupasi, Terapi Rekreasi, Terapi

Gerak, dan Terapi Musik, yang masing-masing mempunyai tujuan khusus. Salah

satu yang akan dibahas dalam topik ini adalah Terapi Okupasi yaitu suatu ilmu dan

seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan suatu tugas

terpilih yang telah ditentukan, dengan maksud mempermudah belajar fungsi dan

keahlian yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Halusinasi

Proses keperawatan merupakan wahana/sarana kerjasama dengan klien, yang

umumnya pada tahap awal peran perawat lebih besar dari pada peran klien, namun

pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat,

sehingga kemandirian klien dapat dicapai.

Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai

dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan

menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan

untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan,

perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan

tidak unik bagi individu klien (keliat, 1998, dikutip dari Direja, 2011, hal. 35)

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial,

dan spiritual (Direja, 2011, hal. 36)


1) Pengumpulan Data (M. Azizah, 2011, hal. 56)

a) Identitas klien dan penanggung jawab

Pada identitas mencakup Initial, Umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, suku bangsa, agama, alamat dan hubungan dengan

penanggung.

b) Alasan dirawat

Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit, keluhan

utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan

keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor

predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor predisposisi dikaji

tentang faktor-faktor pendukung klien untuk mengalami halusinasi.

Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang membuat klien

mengalami halusinasi.

c) Pemeriksaan fisik

Pengkajian/pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ

tubuh (dengan cara observasi, auskultasi, palpasi, perkusi dan hasil

pengukuran) dalam pengukuran dilakukan pengukuran suhu, nadi,

tekanan darah, pernapasan.

d) Pengkajian psikososial:

Pengkajian pada aspek psikososial dapat dilakukan pada genogram,

konsep diri, hubungan sosial dan aspek spiritual.

(1) Genogram

Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian yaitu :


(a)Kajian adopsi : yang membandingkan sifat antara anggota

keluarga biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi

(b) Kajian kembar : yang membandingkan sifat antara anggota

keluarga yang kembar identik secara genetik dengan saudara

yang tidak kembar.

(c) Kajian keluarga : yang membandingkan apakah suatu sifat

banyak kesamaan antara keluarga tinggkat pertama(seperti orang

tua, saudara kandung) dengan keluarga yang lain.

(2) Konsep diri (M. Azizah, 2011, hal. 60)

(a) Citra Tubuh

Yaitu kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya

termasuk persepsi masa lalu/sekarang, perasaan tentang ukuran,

fungsi, penampilan dan potensi dirinya. Ini merupakan persepsi

klien terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang paling disukai

dan tidak disukai

(b) Ideal diri

Yaitu persepsi individu tentang bagaimana seharusnya ia

berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai

personal tertentu. Ini merupakan bagaimana harapan klien

terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas atau peran dan harapan

klien terhadap lingkungan.


(c) Harga diri

Yaitu penilaian tentang nilai personal yang diperoleh dengan

menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal

dirinya. Harga diri tinggi merupakan perasaan yang berakar

dalam menerima dirinya tanpa syarat, meskipun telah melakukan

kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai

orang penting dan berharga.

(d) Peran

Merupakan harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status,

tugas/peran yang diemban dalam keluarga, kelompok,

masyarakat dan bagaimana kemampuan klien dalam

melaksanakan tugas/peran tersebut.

(e) Identitas

Merupakan kesadaran klien untuk menjadi diri sendiri yang tidak

ada duanya dengan mensintesa semua gambaran diri sebagai satu

kesatuan utuh dan perasaan berbeda dengan orang lain. Ini

merupakan bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien

sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status/posisi tersebut

(sekolah, pekerjaan, kelompok, keluarga, lingkungan masyarakat

sekitarnya) kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan

(gender)

(3) Hubungan sosial

Hubungan sosial dapat dikaji sebagai berikut


(M. Azizah, 2011, hal. 62) :

(a) Siapa orang yang berarti dalam kehidupan klien, tempat

mengadu, bicara, minta bantuan baik secara material maupun

secara non-material.

(b) Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat, klompok

apa saja yang diikuti dilingkungannya dan sejauh mana ia

terlibat.

(c) Hambatan apa saja dalam berhubungan dengan orang

lain/kelompok tersebut.

(4) Spritual

Aspek spiritual yang dikaji menurut (M. Azizah, 2011, hal. 64)

diantaranya :

(a) Apa agama dan keyakinan klien/keluarganya. Bagaimana nilai,

norma, pandangan dan keyakinan diri klien, keluarga dan

masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesuai dengan

norma budaya dan agama yang dianut.

(b) Kegiatan keagamaan, ibadah dan keyakinan apa saja yang

dikerjakan klien dirumah/lingkungan sekitarnya baik secara

individu maupun kelompok, pendapat klien/keluarga tentang

ibadah tersebut

e) Status mental
Pengkajian pada status mental dapat dilakukan pada penampilan,

pembicaraan, aktivitas motorik, afek emosi. (M. Azizah, 2011,

hal. 65)

(1) Penampilan

Observasi pada penampilan umum klien yang merupakan

karakteristik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian,

kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekskresi wajah, kontak

mata, dilatasi/konstruksi pupil, status gizi/kesehatan umum.

(2) Pembicaraan

Pada pembicaraan perhatikan bagaimana pembicaraan yang

didapat pada klien, apakah cepat, keras, gagap, inkoherensi,

apatis, lambat, membisu, tidak mampu memulai

pembicaraan, pembicaraan berpindah-pindah dari satu

kalimat kekalimat lainnya yang tidak berkaitan,

(3) Aktivitas motorik

Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu

dicatat dalam hal tingkat aktivitas (letargi, tegang, gelisah,

agitasi) jenis (tik, seringai, tremor) dan isyarat

tubuh/mannerisme yang tidak wajar

(4) Alam perasaan

Yang perlu diobservasi antara lain : sedih, putus asa atau

perasaan gembira yang berlebih, ketakukan dan khawatir.

(5) Afek
Adapun beberapa gangguan afek dan emosi adalah sebagai berikut :

(a) Depresi yaitu keadaan psikologis (dengan manifestasi rasa sedih,

susah, rasa tak berguna, gagal, kehilangan, rasa berdosa, putus asa,

penyesalan tak ada harapan)

(b) Ketakutan/takut yaitu afek emosi terhadap objek yang ditakuti sudah

jelas.

(c) Khawatir, cemas, ansietas yaitu ketakutan pada sesuatu objek yang

belum jelas atau keadaan tidak enak/tidak nyaman yang tidak jelas

penyebabnya. Jenis cemas antara lain : kecemasan mengambang/free

floating anxietas, agitasi, panik atau kecemasan hebat dengan

kegelisahan.

(d) Anhedoneia yaitu tidak timbul perasaan senang dengan aktivitas yang

biasanya menyenangkan bagi dirinya.

(e) Euforia yaitu rasa senang, riang, gembira, bahagia, yang berlebihan

yang tidak sesuai dengan keadaan. Elasa adalah bentuk euforia yang

lebih hebat dan Exaltasi atau extaci adalah suatu bentuk euforia yang

sangat hebat.

(f) Kesepian adalah merasa dirinya ditinggalkan/dipisah-kan dari atau

oleh yang lainnya.

(g) Kedangkalan/tumpul/datar adalah kemiskinan afek/ emosi secara

umum atau kuantitas, tidak ada perubah-an dalam roman muka pada

saat ada stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan, bereaksi

bila ada stimulus yang lebih kuat.


(h) Labil adalah emosi yang secara cepat berubah-rubah, tanpa suatu

pengendalian yang baik.

(i) Tak wajar/tidak sesuai adalah emosi yang tidak sesuai atau

bertentangan dengan stimulus yang ada, keadaan tertentu secara

kuantitatif atau dengan isi pembicaraan/ pikirannya.

(j) Ambivalensi adalah afek/emosi yang berlawanan dan timbul secara

bersama-sama terhadap seseorang, objek atau kondisi tertentu.

(k) Apatis adalah berkurangnya afek/emosi terhadap sesuatu semua hal

yang disertai rasa terpencil dan tidak peduli dengan lingkungan

sekitarnya.

(l) Amarah atau kemurkaan adalah permusuhan yang bersifat agresif,

tidak realistik, menghancurkan dirinya, orang lain, lingkungan yang

sifatnya bukan untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya.

(6) Interaksi selama wawancara

Keadaan yang ditampilkan klien saat wawancara seperti bermusuhan,

tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau

menatap lawan bicara), defensif (selalu berusaha mempertahankan

pendapat dan kebenaran dirinya) atau curiga (menunjukan sikap/perasaan

tidak percaya pada orang lain).

(7) Persepsi-Sensorik

Gangguan pada persepsi sensorik diantaranya halusinasi, ilusi, derealisasi,

depersonalisasi, agnosia, gangguan somatosensorik. Pada pasien

halusinasi yang perlu dikaji adalah :


(a) Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi dapat dibedakan menjadi lima yaitu : Halusinasi

dengar bila mendengar suara-suara atau kegaduhan tanpa adanya

stimulus yang diberikan, Halusinasi pengelihatan apabila klien melihat

bayangan-bayangan, Halusinasi penghidu bau apa yang tercium oleh

klien, Halusinasi pengecapan rasa apa yang dirasakan klien, Halusinasi

Perabaan bila klien mengatakan merasakan sesuatu dipermukaan

tubuhnya.

(b) Isi Halusinasi

Isi halusinasi dapat dilihat dari hasil pengkajian tentang jenis

halusinasi, baik itu bayangan, suara, pengecapan, perabaan, dan

penciuman.

(c) Waktu, frekuensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya

halusinasi.

Ini dapat dikaji dengan mengkaji waktu, frekuensi dan situasi

munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien, kapan halusinasi

terjadi, frekuensinya terus menerus atau kadang-kadang, situasi terjadi

saat klien sendiri atau setelah terjadi kejadian tertentu.

(d) Respon Klien

Mengkaji apa yang dilakukan klien ketika halusinasi muncul,

mengobservasi prilaku pasien saat halusinasi muncul.

(8) Proses pikir


Gangguan pada arus dan bentuk pikir dapat dijelaskan dan dibedakan yaitu

Sirkumtansila (pikiran berputar-putar), Tangensial yaitu pembicaraan yang

berbelit-belit dan tidak sampai pada tujuan/maksud yang dibeikan, Asosiasi

longgar (asosiasi bebas/kehilangan asosiasi) yaitu tidak ada hubungan yang

dikatakan antara satu kalimat dengan kalimat yang lain. Flight of idea

(pikiran melayang) yaitu pembicaraan pada beberapa ide-ide yang

melompat-lompat. Blocking (benturan) yaitu pembicaraan yang berhenti

secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan secara eksternal. Perseverasi yaitu

pembicaraan yang berulang-ulang pada suatu ide, pikiran dan tema secara

berlebihan. Inkoheren (irrelevansi) yaitu pembicaraan dimana satu

kalimatpun sulit dipahami maksudnya, pembicaraan tidak ada

hubungannya dengan stimulus/pertanyaan atau hal-hal yang sedang

dibicarakan, Logorhoe yaitu banyak bicara yang bertubi-tubi tanpa adnya

kontrol yang jelas bisa koheren atau inkoheren.

(9) Isi pikir

Gangguan pada isi pikir yaitu Ekstasi/extacy : isi pikiran yang tidak dapat

diceritakan yang dimanifestasikan dengan kegembiraan, fantasi: yaitu isi

pikiran tentang keadaan/kejadian yang diharapkan/diinginkan sebagai hal-

hal yang tidak nyata sebagai pelarian terhadap keinginan yang tiddak dapat

dipenuhinya. Obsesi : isi pikiran yang telah muncul/kokoh walaupun pasien

berusaha menghilangkannya, Hipokondria : isi pikiran yang meyakinkan

adanya suatu gangguan organ didalam tubuh yang dimanifestasikan sebagai

keluhan atau sakit secara fisik, depersonalisasi : yaitu isi pikiran yang
berupa perasaan yang aneh/asing/terhadap dirinya sendiri, orang lain atau

lingkungan sekitarnya.

(10) Tingkat kesadaran

Mengobservasi tingkat kesadaran klien, kesadaran dapat digambarkan

sebagai berikut : Apatis ( tidak mengacuhkan terhadap

rangsangan/lingkungan sekitarnya, mulai mengantuk, Somnolensia

(menganatuk dan tidak ada perhatian sama sekali), Bingung delirium,

sedasi : (kacau, merasa melayang antara sadar dan tidak sadar), sopor

(ingatan, orientasi, pertimbangan hilang, hanya berespon terhadap

rangsangan yang keras dan kuat), stupor, subkoma, soporoskomatus tidak

ada terhadap rangsngan yang keras dan tidak mengerti semua yang terjadi

di lingkungan), koma (tidur yang sangat dalam, beberapa reflek hilang

seperti pupil, cahaya, muntah dan dapat timbul reflek yang patologis)

(11) Memori (Daya Ingat)

Daya ingat klien atau kemampuan mengingat hal-hal yang telah terjadi,

daya ingat jangka panjang (memori masa lalu, lama/lebih dari 1 tahun),

daya ingat jangka menengah memori yang diingat dalam 1 minggu terahir

sampai 24 jam terahir, Daya ingat jangka pendek memori yang sangat baru,

tidak dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

(12) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Gangguan konsentrasi dan berhitung antara lain : Mudah beralih/mudah

dialihkan, mudah berganti perhatiannya/konsentrasi dari suatu objek ke

objek lainnya. Tidak mampu berkonsentrasi, klien selalu meminta agar


pertanyaan sebelumnya diulang. Tidak mampu berhitung yaitu tidak dapat

melakukan penambahan/pengurangan angka-angka atau benda-benda yang

nyata, sederhana, banyak, rumit atau kompleks.

(13) Kemampuan penilaian/mengambil keputusan

Data yang perlu dikaji melalui wawancara antara lain: Gangguan ringan

yaitu bilamana gangguan ini terjadi ia tetap dapat mengambil keputusan

secara sederhana dengan bantuan orang lain, seperti ia dapat memilih akan

mandi sebelum makan atau sebaliknya. Gangguan bermakna bilamana

gangguan ini terjadi ia tetap tidak dapat/tidak mampu mengambil suatu

keputusan meskipun secara sederhana dan mendapatkan bantuan orang

lain.

(14) Daya tilik diri

Gangguan pada daya tilik diri adalah :

(a) Mengingkari penyakit yang diderita, dimana ia tidak menyadari gejala

gangguan jiwa/penyakitnya, perubahan fisik, dan emosi dirinya.

(b) Menyalahkan hal-hal yang diluar dirinya, bilamana ia cenderung

menyalahkan orang lain/lingkungan dan ia merasa orang

lain/lingkungan diluar dirinya yang menyebabkan ia seperti ini/kondisi

saat ini.

f) Kebutuhan persiapan pulang

Data ini harus dikaji untuk mengetahui masalah yang mungkin akan terjadi

atau akan dihadapi klien, kluarga atau masyarakat sekitarnya pada saat klien

pulang atau setelah klien pulang dari rumah sakit, data yang harus dikaji adalah
: Perawatan diri (Mandi, kebersihan, makan, buang air kecil, buang air besar,

dan ganti pakaian) secara mandiri, perlu bantuan minimal atau bantuan total

2) Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk

merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan

menjadi data subyektif dan obyektif:

a) Data Subyektif (Farida, 2010, hal. 50)

Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh pasisen dan

keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan

keluarga

Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata,

tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan

perhatian dan konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap

halusinasi, perasaan tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik

kebingungan.

b) Data Obyektif

Data obyektif yaitu data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan

melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Tidak dapat

membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau kadang tidak

masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan

dirinya, sering manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya

masalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah,

insight kurang, tidak ada minat untuk makan.


4) Pohon masalah

Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip sebab dan

akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria, 2009, hal. 60)

Resiko Mencederai Diri


Akibat
Sendiri dan Orang Lain

Perubahan Sensori Persepsi:


Masalah Halusinasi
utama

Kerusakan Interaksi Sosial :


Penyebab Menarik Diri

Harga Diri Rendah

Bagan 2. Pohon masalah Halusinasi

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan klien

mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif serta stresor yang menunjang.

Rumusan diagnosa adalah problem/masalah (P) berhubungan dengan penyebab

(etiologi), dan keduanya ini saling berhubungan sebab akibat secara ilmiah. Diagnosis

ini bisa juga permasalahan (P), penyebab (E), dan simtom/gejala sebagai data

penunjang. Jika pada diagnosis tersebut sudah diberikan tindakan keperawatan, tetapi
permasalahan (P) belum teratasi, maka perlu dirumuskan diagnosa baru sampai

tindakan keperawatan tersebut dapat diberikan hingga masalah tuntas. (Farida, 2010,

hal.51)

Kemudian dapat dirumuskan masalah sehingga ditemukan diagnosa keperawatan,

yaitu :

1) Risiko Mencederai Diri Sendiri dan Orang Lain.

2) Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi.

3) Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri.

4) Harga Diri Rendah.

c. Perencanaan

Rencana keperawatan mencakup perumusan diagnosis, tujuan serta rencana tindakan

yang telah distandarisasi (Keliat dan Akemat, 2009)

TABEL 2

RENCANA KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

STRATEGI PELAKSANAAN

SP 1 PASIEN SP 1 KELUARGA
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien. 1) Mendiskusikan masalah yang
2) Mengidentifikasi isi halusinasi klien. dirasakan keluarga dalam merawat
3) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien. klien.
4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2) Memberikan pendidikan kesehatan
klien. tentang pengertian halusinasi , jenis
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat halusinasi yang dialami klien , tanda
menimbulkan halusinasi klien . dan gejala halusinasi , serta proses
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap terjadinya halusinasi.
halusinasi klien. 3) Menjelaskan cara merawat klien
7) Mengajarkan klien menghardik dengan halusinasi.
halusinasi.
8) Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian.

SP2P SP2K

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1) Melatih keluarga mempraktikkan


klien. cara merawat klien dengan
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi halusinasi.
dengan cara bercakap-cakap dengan 2) Melatih keluarga melakukan cara
orang lain. merawat langsung kepada klien
3) Menganjurkan klien memasukkan halusinasi.
kedalam jadwal kegiatan harian.
Lanjutan

SP3K Dilanjutkan
SP3P

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1) Membantu keluarga membuat


klien. jadwal aktivitas dirumah termasuk
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi minum obat ( discharge planning).
dengan cara melakukan kegiatan. 2) Menjelaskan follow up setelah
3) Menganjurkan klien memasukkan pulang.
kedalam jadwal kegiatan harian.

SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien .
2) Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian .

d. Pelaksanaan

Pelaksanaan tindak keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

keperawatan, sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu

memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan

oleh klien saat ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai

kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk

melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi

klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

Pada saat akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan

klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran serta yang

diharapkan klien. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta

respon klien. (Ade Herman, 2011, hal. 38)

e. Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan

pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan

setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan

dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah

ditentukan (Ade Herman, 2011, hal. 39)


Evaluaasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola

pikir :

S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada klien tentang tindakan yang

telah dilakukan.

0 : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Dapat

diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau

menanyakan kembali apa yang telah dilaksanakan atau memberi umpan balik sesuai

dengan hasil observasi.

A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah

masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data kontra indikasi dengan

masalah yang ada, dapat juga membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang

terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat.


DAPTAR PUSTAKA

Damayanti, Mukhripah. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung : PT:Refika


Aditama.
Azizah, L.M. 2011.Keperawata JIwa . Jakarta : Graha Ilmu .
Yosep,Iyus . 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT: Refika Aditama.
Direja . 2011. Asuhan Keperawatan JIwa . Yogyakarta: Nuha Medika.
Marawis. 2011. Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai