Anda di halaman 1dari 11

0

LANDASAN KEKUATAN PENDIDIKAN INKLUSI

Dipresentasikan Pada Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Semester VI S.1 PGMI

Disusun Oleh :

Kelompok 3

1. YOLA EKA PUTRI

2. DINI ANIWARTI

3. GISRI

DOSEN PEMBIMBING :

RATIH ASPERINA, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH (PGMI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MA BAYANG

1443H / 2022M
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa

terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel)

seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun sayangnya sistem

pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan

munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis,

dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa.

Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat

belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.

Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan

fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut

dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah

membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok

eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling

mengenal antara anak-anak difabel dengan anak-anak non-difabel.

Akibat sistem pendidikan tersebut dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok

difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.

Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara

kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari

kehidupan masyarakat di sekitarnya. Untuk mengatasi masalah tersebut pendidikan

inklusif diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama ini.

1
2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

dalam pembahasan ini adalah “apa landasan pendidikan inklusif”?

C. Tujuan Masalah

Untuk mengetahui Bagaimana landasan kekuatan pendidikan inklusi


3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Pendidikan Inklusif

1. Landasan Religius

Sebagai bangsa yang beragama, 1penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak bisa

lepas dari konteks agama karena pendidikan merupakan tangga utama dalam mengenal

Allah swt. Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang landasan religius dalam

penyelenggaraan pendidikan inklusif yaitu:

a. Surat An-Nur ayat 61

‫يض َح َس ٌج َو ََل َعلًَ أَوفُ ِس ُك ْم أَن ت َأ ْ ُكلُىا ِمه بُيُى ِت ُك ْم‬


ِ ‫ْش َعلًَ ْاْل َ ْع َمً َح َس ٌج َو ََل َعلًَ ْاْلَع َْسجِ َح َس ٌج َو ََل َعلًَ ْال َم ِس‬
َ ‫لَي‬

ِ ‫ت َع َّماتِ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬
‫ت‬ ِ ‫ام ُك ْم أَ ْو بُيُى‬
ِ ‫ت أَ ْع َم‬
ِ ‫ت أَخ ََىا ِت ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬ ِ ‫ت أ ُ َّم َها ِت ُك ْم أَ ْو بُيُى‬
ِ ‫ت إِ ْخ َىا ِو ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬ ِ ‫ت آبَا ِئ ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬
ِ ‫أ َ ْو بُيُى‬

‫ْش َعلَ ْي ُك ْم ُجىَا ٌح أَن تَأ ْ ُكلُىا َج ِميعا ً أَ ْو أ َ ْشتَاتا ً فَإِذَا دَخ َْلتُم‬ َ ‫َاَلتِ ُك ْم أ َ ْو َما َملَ ْكتُم َّمفَاتِ َحًُ أ َ ْو‬
َ ‫صدِي ِق ُك ْم لَي‬ َ ‫تخ‬ِ ‫أ َ ْخ َىا ِل ُك ْم أ َ ْو بُيُى‬

﴾١٦﴿ ‫ت لَعَلَّ ُك ْم ت َ ْع ِقلُىن‬ َّ ُ‫طيِّبَةً َكرَلِكَ يُبَ ِّيه‬


ِ ‫َّللاُ لَ ُك ُم ْاْليَا‬ َ ً‫از َكة‬ َّ ‫س ِلّ ُمىا َعلًَ أَوفُ ِس ُك ْم ت َ ِحيَّةً ِ ّم ْه ِعى ِد‬
َ َ‫َّللاِ ُمب‬ َ َ‫بُيُىتا ً ف‬

Artinya:“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak

(pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama

mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu,

di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan,

di rumah saudara bapakmu yang laki-laki di rumah saudara bapakmu yang

perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki di rumah saudara ibumu yang

perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu.

Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka

apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu

memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu

1
Dikrektorat Pembina SLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif (Jakarta : Depdiknas,
2007)

3
4

sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.

Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya”.

Makna yang tersirat dalam ayat tersebut adalah bahwa Allah swt tidak

membeda-bedakan kondisi, keadaan dan kemampuan seseorang dalam kehidupan

sehari-hari. Masyarakat normal adalah masyarakat yang berada pada nuansa yang

holistik dengan menerima adanya perbedaan sebagai anugerah Maha Pencipta, ada

siang ada malam, ada laki-laki dan ada perempuan, ada yang cacat dan ada yang tidak

cacat merupakan kehidupan yang terintegrasi menjadi suatu kehidupan sosial yang

harmonis sehingga nampak indah.

b. Surat Abasa ayat 1-4

﴾٤﴿ ‫﴾ أَ ْو يَرَّ َّك ُس فَت َى َف َعًُ ال ِرّ ْك َسي‬٣﴿ ً‫﴾ َو َما يُد ِْزيكَ لَ َعلًَُّ يَ َّز َّك‬٢﴿ ً‫﴾ أَن َجاءيُ ْاْل َ ْع َم‬٦﴿ ًَّ‫ش َوت ََىل‬
َ َ‫َعب‬

Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, Karena telah datang

seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya

(dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi

manfa'at kepadanya?

Ayat ini memberikan gambaran bahwa Allah swt sangat tidak senang terhadap

manusia yang tidak memperdulikan orang cacat. Ayat ini menceritakan kisah seorang

buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Dia datang kepada Rasulullah meminta

ajaran-ajaran tentang Islam, lalu Rasulullah berpaling dan bermuka masam darinya

karena beliau sedang menghadapi pembesar Quraisy dengan mengharapkan pembesar

Quraisy tersebut masuk Islam. Maka turunlah surat ini sebagai teguran Allah kepada

rasul-Nya.

c. Surat Al-Hujurat ayat 13

َّ ‫َّللاِ أَتْ َقا ُك ْم إِ َّن‬


‫َّللاَ َع ِلي ٌم‬ َّ َ‫ازفُىا إِ َّن أ َ ْك َس َم ُك ْم ِعىد‬ ُ ‫اس إِوَّا َخلَ ْقىَا ُكم ِ ّمه ذَك ٍَس َوأُوثًَ َو َجعَ ْلىَا ُك ْم‬
َ َ‫شعُىبا ً َوقَبَائِ َل ِلتَع‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الى‬

ٌ ِ‫َخب‬
﴾٦٣﴿ ‫يس‬
5

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki

dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara

kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita, agar saling ta’aruf, yaitu saling

kenal mengenal dengan siapapun, tidak memandang latar belakang sosial, ekonomi, ras,

suku, bangsa dan bahkan agama. Inilah konsep Islam yang begitu universal, yang

memandang kepada semua manusia dihadapan Allah adalah sama, justru hanya tingkat

ketakwaannyalah menyebabkan manusia mulia dihadapan Allah swt.

d. Surat Al-Maidah ayat 2

ِ ‫شدِيد ُ ْال ِعقَا‬


...﴾٢﴿ ‫ب‬ ّ ‫َّللاَ ِإ َّن‬
َ َ‫َّللا‬ ِ ‫اإلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬
ّ ْ‫ان َواتَّقُىا‬ ّ ِ ‫َوت َ َع َاووُىاْ َعلًَ ْال‬
ِ ًَ‫بس َوالت َّ ْق َىي َوَلَ ت َ َع َاووُىاْ َعل‬

Artinya: “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.

Ayat ini juga memberikan perintah kepada kita agar kita memberikan pertolongan

kepada siapa saja, terutama kepada mereka yang membutuhkan, tanpa memandang latar

belakang keluarga dan dari mana ia berasal, lebih-lebih mereka yang mengalami

keterbatasan atau kecacatan fisik, contoh tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita,

tunalaras dan lain-lain.

2. Landasan Filosofis

Landasan filosofis utama 2 penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah

Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang

lebih mendasar lagi, yang disebut Bhinneka Tunggal Ika. Filosofi ini sebagai wujud

2
David Smith, Sekolah Inklusif Konsep dan Penerapan Pembelajaran, ( Bandung : Nuansa, 2012)
6

pengakuan kebhinnekaan manusia, baik kebhinnekaan vertikal maupun horizontal yang

mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebhinnekaan vertikal ditandai

dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan,

kemampuan pengendalian diri. Sedangkan kebhinnekaan horizontal diwarnai dengan

perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi

politik. Walaupun diwarnai dengan keberagaman dengan kesamaan misi yang diemban,

menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan dan interaksi dilandasi dengan saling

membutuhkan. Aspek vertikal dan horizontal dalam kebhinnekaan sesungguhnya

merupakan bagian penting dalam landasan pendidikan inklusif yang merangkul semua

kalangan untuk bersatu padu dalam bingkai keberagaman.

Bertolak dari filosofi Bhinneka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan

keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinnekaan seperti halnya perbedaan suku, ras,

bahasa budaya atau agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah dapat ditemukan

keunggulan-keunggulan tertentu. Sebaliknya, dalam diri individu berbakat pasti terdapat

juga kecacatan tertentu karena tidak ada makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna.

Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan lainnya, seperti

halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam

sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan

interaksi antar siswa yang beragam sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih dan

silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citakan

dalam kehidupan sehari-hari.

3. Landasan Yuridis

a. Konvensi Hak Anak Tahun 1989

b. Perlindungan Anak Nasional Tahun 1998

c. Peraturan Standar Persamaan Para Penyandang Cacat Tahun 1993


7

d. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi Dalam Pendidikan Kebutuhan Khusus

Tahun 1994

e. Deklarasi Dakar Tahun 2000

f. Deklarasi Bandung Tahun 2004

g. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Indonesia

Adapun kebijakan dan peraturan perundang-undangan secara nasional yang

mendukung penyelenggaran pendidikan inklusif saat ini merujuk pada UUD 1945

alenia ke 4 pasal 31 ayat 1, UU Nomor 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat dalam

pasal 6 ayat 1, UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dalam pasal 9 ayat

2, pasal 51 dan pasal 52, UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 15, serta 3 Permendiknas

Nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki

kelainan dan kecerdasan bakat/istimewa dalam dalam pasal 3 ayat 1, pasal 5 ayat 2,

pasal 6 ayat 1, 2, dan 3.

4. Landasan Pedagogis

Manusia dapat dididik sekaligus dapat mendidik serta saling mendidik

sesamanya. Seorang manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya hanya melalui

pendidikan yang dilakukan oleh manusia lainnya. Pendidikan hanya mungkin terjadi

apabila manusia itu berhubungan dengan manusia lainnya yang menyelenggarakan

pendidikan.

5. Landasan Empiris

Penelitian tentang inklusif telah banyak dilakukan di negara-negara Barat sejak

1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh The National Academy

Of Sciences (Amerika Serikat). Beberapa peneliti kemudian menyimpulkan bahwa

3
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewah
8

pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun

sosial anak berkelainan dan teman sebayanya.


9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Landasan kekuatan pendidikan inklusif terbagi atas lima landasan yaitu: landasan

religius, landasan filosofis, landasan yuridis, landasan pedagogis, landasan empiris.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis yakin masih banyak terdapat kekurangan,

untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan pemikiran, saran serta komentar yang

bersifat membangun, baik dari dosen pembimbing maupun dari teman-teman demi

kesempurnaan makalah ini.

9
10

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Direktorat Pembinaan SLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Jakarta:

Depdiknas, 2007.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif

Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat

Istimewah

Smith, David Sekolah Inklusif Konsep dan Penerapan Pembelajaran, Bandung: Nuansa,

2012.

Anda mungkin juga menyukai