Kelas : A
Matakuliah : Penegakan Hukum di Wilayah Kepulauan
Program Pascasarjana
Universitas Pattimura
2020
ABSTRAK
The Problem of law enforcement in the archipelago in the Maluku territorial sea, the study of
law enforcement in a philosophical, sociological and juridicial perspective is the basis for this
paper. Illegal Fishing cases are increasing from year to year from the aspect of criminal law
Keywords: Archipelago territory law enforcement, Sociological and juridicial philosophical foundations, aspects
of criminal law.
Permasalahan penegakan hukum pada daerah kepulauan di laut territorial maluku , kajian
penegakan hukum dalam perspektif filosofis, sosologis dan yuridis menjadi landasan dalam
penulisan ini. Kasus illegal fishing yang semakin naik dari tahun ketaun dari aspek hukum
Kata kunci : Penegakan Hukum Wilayah Kepulauan , Landasan filosofis sosiologis dan yuridis , aspek hukum
pidana
PENDAHULUAN
Berbicara tentang penegakan hukum bukan lagi hal yang baru bagi kalangan
masyarakat , dari proses pembentukan sampai pada penerapan hukum oleh para pengak hukum
terdapat berbagai masalah , hal ini dikarenakan proses penegakan hukum yang belum
maksimal pada Negara Indonesia, dari kasus penyuapan hingga kepentingan masing-masing
para penegak hukum pun menjadi hal yang sering di dengar . Penegakan hukum adalah suatu
proses untuk mewujudkan keinginan- keinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan
ditaati oleh masyarakat. Masyarakat Indonesia makin hari makin mendambakan tegaknya
hukum yang berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang menyejukkan hati.
Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia merujuk pada pendekatan norma hukum
1
yang bersifat menghukum sehingga memberikan efek jera. Sudarto (1986 : 32), memberi arti
penegakan hukum adalah penggarapan, baik perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang
sungguh-sungguh terjadi (onrecht in actu) maupun perbuatan melawan hukum yang mungkin
Beberapa kajian penegakan hukum dari perspektif filosofis , sosiologis dan yuridis :
dengan menggunakan sistim hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat
sebagai Hukum Positif. Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan
1
Siswantoro Sumarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal. 7.
kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan
tertenu, suatu waktu dan pada suatu tempat. Rasa keadilan harus diberlakukan
disetiap kehiduapn manusia yang terkait dengan masalah hukum, sebab hukum
masyarakat yang tertib, aman dan damai Hukum melindungi setiap kepentingan
pelaksanaanya atau orang yang menerapkannya. Tapi meruapkan kaidah yang sarat
kehendak sendiri, dan tujuan sendiri. Indonesia adalah negara hukum, setiap aparat
negara dalam bertindak harus berdasar hukum serta setiap warga harus taat terhadap
hukum yang berlaku.3 Negara Indonesia saat ini sedang dilanda krisis hukum,
atas dan tajam ke bawah, terdapat strategi penanganan hukum yang berbeda.
Penegakan hukum dirasa kurang adil dan jauh dari harapan masyarakat.
2
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2002), Hal.
35.
3
Ibid. Hal 37
Hukum yang berjalan sudah tidak sesuai dengan tujuan hukum yang ingin dicapai
bukan dari substansi atau materi hukum tetapi lebih mengarah daripada apa yang
dalam proses penegakan hukum dan hasil putusan hukum sehingga akan
menimbulkan dampak secara sosial. Dampak yang terjadi dari proses hukum adalah
masyarakat, dan media massa juga berperan andil dalam kabar berita terhadap
yang akan diubah , atau yang akan di cabut guna menjamin kepastian hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Tinjauan yuridis yang dimaksud adalah tinjauan dari segi
Negara-negara yang sedang berkembang akan berusaha melakukan penguasaan atas laut
teknologi yang semakin maju mendorong adanya keinginan untuk memanfaatkan sumber daya
alam yang akan dapat memberikan keuntungan bagi suatu negara. Oleh karena itu, untuk
dilaksanakannya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1982 yang telah
menghasilkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Salah satu ketentuan
UNCLOS 1982 adalah mengatur terkait batas-batas maritim. UNCLOS 1982 mengatur pembagian
laut yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu wilayah laut di bawah kedaulatan negara, wilayah laut
Wilayah laut Indonesia menyimpan banyak potensi kekayaan laut yang sangat
berlimpah. Hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki perairan laut yang sangat luas.
Kawasan tersebut diperkirakan menyimpan kekayaan sumberdaya ikan sebesar 6,4 juta ton per
tahun namun upaya ekploitasi berlebihan dan aksi pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan
asing yang semakin marak mengancam potensi kekayaan tersebut. Sejak tahun 2005, operasi
kapal pengawasan SDKP (sumber daya kelautan perikanan) telah behasil menangkap lebih
kurang 1.343 kapal perikanan pelaku illegal fishing, teridiri atas 58 Kapal Perikanan Asing
(KIA) dan 585 Kapal Perikanan Indonesia (KII). Selama 20162, KKP telah melakukan
pemeriksaan sebanyak 4.326 kapal perikanan. Dari jumlah tersebut, kapal yang ditangkap
sejumlah 112 kapal perikanan diduga melakukan tindak pelanggaran, 70 merupakan kapal
asing, dan 42 kapal ikan Indonesia. Versi lain menyebutkan, menurut pusat Data dan Informasi
KIARA, selama kurang waktu 10 tahun dari 2006 hingga 2016 grafik illegal fishing mengalami
naik turun tidak stabil. Namun data trakhir pada 2016, terdapat 75 kasus. Jumlah illegal fishing
paling tinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebanyak 522 kasus. Sementara dari rekap data
Hasil Operasi Kamla TNI AL tahun 2016 terdapat 17 kapal asing yang melakukan illegal
fishing. Dari seluruh data yang dapat disimpulkan bahwa pelanggaran illegal fishing paling
pelaksanaan penegakan hukum dari aspek hukum pidana yang di mana masih belum
PEMBAHASAN
Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana memiliki peranan yang sangat besar
masyarakat atau warga Negara serta terjaminnya kepastian hukum. Penegakan hukum tindak
pidana perikanan di wilayah ZEEI diatur dalam Pasal 97 ayat (2), 102 UU Perikanan, dan Pasal
104 ayat (1). Pasal-pasal ini merupakan adopsi dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam
UNCLOS. Pasal 97 ayat (2) mengatur mengenai Nakhoda kapal yang mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan 1 (satu)
jenis alat penangkapan ikan tertentu di bagian tertentu di ZEEI yang membawa penangkapan
ikan lainnya dapat dipidana dengan pidana denda. UU No. 32 Tahun 2014 tentaang Kelautan,
merupakan bagian dari upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum
dilaut yang sekaligus mampu menyelesaikan masalah tumpang tindihnya sistem penegakan
hukum di wilayah laut. Keberadaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
ketika diundangkan diharapkan tidak akan menimbulkan suatu masalah yang baru, namun
dihadapi dalam rangka penegakan hukum di wilayah laut. Dengan demikian diharapkan akan
lebih baik dalam memberikan kejelasan hukum bagi institusi yang mempunyai wewenang dalam
wilayah laut serta dapat memberikan kepastian hukum kepada para pelaku usaha, pengguna jasa,
negara mempunyai hak penuh dalam wilayah tersebut dan mempunyai wewenang tertinggi
untuk menguasai wilayah tersebut. Daerah yang menjadi kedaulatan negara terdiri dari laut
(Archipelagic sea), sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Wilayah tersebut disebut juga sebagai wilayah perairan
Indonesia. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 1 Angka (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996
tentang Perairan Indonesia yang menyatakan bahwa Perairan Indonesia adalah laut teritorial
Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. Laut teritorial merupakan
perairan nasional berupa jalur laut yang terletak di sepanjang pantai dari garis pangkal dan
dibatasi oleh garis batas luar (oute limit) laut territorial. Pengertian tersebut merupakan
pengertian secara umum karena pada saat itu belum ada penentuan lebar dari laut teritorial.
Setelah Konvensi Hukum Laut 1982 ditetapkan barulah dapat dirumuskan secara pasti lebar laut
teritorial, dimana setiap negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya tidak
melebihi 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal dan dibatasi oleh garis yang jarak setiap
titiknya dari yang terdekat dari garis pangkal, sama dengan lebar laut territorial. Laut teritorial
merupakan perairan nasional berupa jalur laut, dimana jalur tersebut tidak melebihi 12 mil laut
yang diukur dari garis pangkal dan dibatasi oleh garis batas luar (outer limit) laut teritorial.
Sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan oleh karena itu laut teritorial Indonesia
diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Pada territorial laut Indonesia khususnya di
Maluku sering sekali terjadinya pelanggaranyang dilakukan pihak asing atau warga negara kita
sendiri .
Pada 29 Maret 2017 , dua kapal ikan berbendera asing yakni kapal ikan Sino 26 dan kapal
ikan Sino 35 melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Maluku. Kapal tersebut
ditangkap karena surat izin penangkapan ikan (SPI) telah dicabut/dibekukan dan tidak berlaku
lagi , serta dua kapal ikan tersebut mengunakan kantong jaring berlapis.yang ditangkap oleh KRI
Ahmad Yani 351 berlayar dilaut Arufura .Penangkapan oleh Lantamal IX, proses selanjutnya
diserahkan kepada instansi yang lain.4 Dari kasus di atas maka dapat di lihat dari surat izin yang
sudah tidak lagi berlaku maupun penggunaan alat tangkap yang di larang yang di mana di atur
dalam peraturan mentri kelautan dan perikanan republic Indonesia nomor 58/PERMEN-
KP/2020 pasal 53 tentang surat izin penangkapan ikan , yang di mana pada kasus di atas telah
dilakukan pencabutan izin (SPI) yang di atur dalam 58/PERMEN-KP/2020 pasal 66 ayat 2
tentang larangan pencabutan dan pembekuan SIPI, ijin yang tidak berlaku lagi merupakan
masalah para pelangar dalam melakukan penagkapan ikan di wilayah laut Indonesia . perihal
penggunaan alat tangkap yang di larang sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 52 ayat 2
tentang pemeriksaan fisik kapal perikanan dan alat penangkapan ikan , jika alat yang tak sesuai
prosedur yang dimana dapat merusak ekosistem laut maka akan di kenakan sanksi terhadap
kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tindak pidana dan pelanggaran sejenis
yang terjadi di daratan mengingat medannya yang luas dan terdiri dari perairan. Oleh
Maluku sangat ditentukan adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus dan
tepat, serta didukung aparat penegak hukum terkait yang mampu menguasai baik
medan yang sangat luas dan penuh tantangan tersebut maupun penguasaan atau
4
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:sXowuw5QGBAJ:https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/balobe/articl
e/download/507/268+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=safari
instrumen pokok tersebut, maka sasaran dalam penyelenggaraan penegakan hukum di
2. Kewenangan
tambahan yang tumpang tindih tersebut tentunya dapat menyebabkan pelaksanaan yang
tidak efisien, dan bahkan ada kemungkinan suatu masalah atau tindak pidana dan
pelanggaran yang terjadi di perairan Indonesia dan zona tambahan tidak ditangani
karena tidak ada instansi terkait yang merasa mempunyai kewenangan untuk
menanganinya.
3. Koordinasi
Dari uraian dalam bab-bab terdahulu diketahui bahwa ada tingkatan koordinasi dalam
antara instansi penyidik, penuntut dan dan badan peradilan. Baik proses dan
mekanismenya sudah cukup jelas pengaturannya dan sejauh ini tampaknya telah
berjalan dengan baik. Namun yang adakalanya masih menimbulkan kerancuan adalah
koordinasi antara aparat penegak hukum dipandang masih perlu ditingkatkan dan perlu
ada suatu wadah koordinasi yang jelas. Adanya pendapat ini menimbulkan pertanyaan
kegiatan dan operasi keamanan laut yang dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing instansi terkait
4. Pengawasan
sumber daya ikan masih dirasa kurang, sehingga di beberapa daerah mengalami tekanan
over fishing yang melampaui daya dukung perairan. Hal ini mengakibatkan penurunan
dan melanggar daerah penangkapan serta melakukan penangkapan ikan di daerah lain
yang disebut nelayan andon). Sistem pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan yang selama ini diterapkan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan
sehingga belum dapat mengurangi pelanggaran penggunaan alat penangkap ikan dan
disebabkan karena keterbatasan sarana, prasarana, biaya dan petugas pengawas sumber
daya ikan dan penerapan Monitoring, Control and Surveilance (MCS) yang belum
Kesimpulan :
celah hukum untuk dimanfaatkan oleh para pelaku tindak pidana dan pelanggaran
laut, akan tetapi permasalahan penanganan tindak pidana di wilayah perairan laut
Maluku sampai saat ini masih dirasakan kurang efektif dan kurang optimal, yang salah
3. Ketersediaan sarana dan prasarana yang khusus dan tepat, serta didukung aparat
penegak hukum terkait yang mampu menguasai baik medan yang sangat luas dan
koordinasi tiap-tiap instansi yang baik dan tidak mementingkan ego atau
keuntungan dari tiap-tiap instansi yang di atur dalam Bakorkamla, yang dibentuk