Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN STUDI KASUS

PADA PASIEN DENGAN PERITONITIS

DISUSUN OLEH:

NAMA:ONA SAFLUT

NIM:P07120320020

TINGKAT:ll A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKTIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AKADEMIK 2021)2022


1.DIAGNOSA MEDIS

A.PENGERTIAN

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ
perut(peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dandinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut
ataukronik dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan
suatukegawat daruratan yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut
peritonitissering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus(secondary peritonitis).
Apabilatidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary
peritonitis. (Fauci et al, 2008).

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaputrongga
perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkusorgan perut dan
dinding perut sebelah dalam. adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus
viseradalam rongga perut.

Peritonium adalah suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneumyang disebabkan
oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.

B.ETIOLOGI

1.Infeksi bakteri

#.Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

#.Appendisitis yang meradang dan perforasi

#.Tukak peptik (lambung / dudenum)

#.Tukak thypoid

#.Tukan disentri amuba / colitis

#.Tukak pada tumor

#.Salpingitis

#.Divertikulitis

2.Secara langsung dari luar.

#.Operasi yang tidak steril

#.Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai


pembentukan jaringan granulomatosa sebagairespon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa sertamerupakan peritonitis lokal.

#.Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati


#.Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis
granulomatosa.

3.Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radangsaluran pernapasan
bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.

C.TANDA DAN GEJALA

1.Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitisumum.

2.Demam

3.Distensi abdomen

4.Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan iritasi
peritonitis.

5.Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauhdari lokasi
peritonitisnya.

6. Nausea

7.Vomiting

8.Penurunan peristaltik.

D.PATOFISIOLOGI

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen, biasanya
diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau perforasi tumor, peritoneal diawaliterkontaminasi
material. Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril(kecuali pada kasus
peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.Akibatnya timbul edem
jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga abdomenmenjadi keruh dengan
bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusakdan darah. Respon yang
segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikutioleh ileus paralitik dengan
penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar

E.KOMPLIKASI

Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan seluruhrongga abdomen
menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah penyebab umum darikematian pada peritonitis.
Syok dapat diakibatkan dari septikemia atau hipovolemik. Prosesinflamasi dapat menyebabkan
obstruksi usus, yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner &
Suddarth, 2002 : 1104).Menurut Corwin (2000 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah
sepsisdan kegagalan multiorgan.Dua komplikasi pasca operatif paling umum adalah eviserasi luka
dan pembentukanabses. Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa menunjukan
adanyadehisens luka (Brunner & Suddarth, 2002 : 1104).

F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.Laboratorium

• Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen

Menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ µL) dengan adanya shift to the left. Namun pada
pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan beberapa tipeinfeksi (seperti fungal dan
CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan ataumalah leukopenia

• PT, PTT dan INR

• Test fungsi hati jika diindikasikan

• Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis

• Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih

(seperti pyelonephritis, renal stone disease)

• Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik

• BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik Diagnostic Peritoneal Lavage.

• Pemeriksaan cairan peritonium

Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250- 500 sel/µL dengan dominan PMNmerupakan indikasi dari
pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL, LDHcairan peritoneum > serum LDH, pH < 7,0,
amilase meningkat, didapatkan multipelorganisme. (7)

2.Radiologis

• Foto polos

Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral dekubitus) adalah pemeriksaan
radiologis utama yang paling sering dilakukan pada penderita dengankecurigaan peritonitis.
Ditemukannya gambaran udara bebas sering ditemukan pada perforasi gaster dan duodenum, tetapi
jarang ditemukan pada perforasi kolon dan juga Appendiks. Posisi setengah duduk berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawag diafragma (seringkali pada sebelah kanan) yang merupakan
indikasi adanya perforasi organ.

3.• USG

USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran kanan atas (abses perihepatik,
kolesistitis, dll), kuadran kanan bawah dan kelainan di daerah pelvis. Tetapi kadang pemeriksaan
akan terganggu karena penderita merasa tidak nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan
distribusi gas abdomen. USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah cairan peritoneum
(asites), tetapi kemampuan mendeteksi jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area sentral dari
rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik dengan USG tranabdominal. Pemeriksaan
melalui daerah flank atau punggung bisa meningkatkan ketajaman diagnostik. USG dapat dijadikan
penuntun untuk dilakukannya aspirasi dan penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu
diagnosis dan terapi pada peritonitis. (7)

4.• CT Scan

Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka CT Scam tidak lagi diperlukan. CT Scan
abdomen dan pelvis lebih sering digunakan pada kasus intraabdominal abses atau penyakita pada
organ dalam lainnya. Jika memungkinkan, CT Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena.
CT Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat minimal, area inflamasi dan kelainan
patologi GIT lainnya dengan akurasi mendekati 100%. Abses peritoneal dan pengumpulan cairan
bisa dilakukan aspirasi dan drain dengan panduan CT Scan.

G.PENATALAKSANAAN

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya,
bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.

#.Konservatif

Indikasi terapi konservatif, antara lain: ·Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks ·Penyebab
peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pankreatitis akut) ·Penderita tidak cukup baik untuk
dilakukan general anestesi; pada orang tua dan komorbid ·Fasilitas tidak memungkinkan
dilakukannya terapi pembedahan.

Prinsip terapinya meliputi rehidrasi dan pemberian antibiotik broad spectrum. Terapi suportif harus
diberikan termasuk pemberian nutrisi parenteral pada penderita dengan sepsis abdomen di ICU.
Terapi konservatif meliputi: ·Cairan intravena Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga
peritoneum, jumlah cairan ini harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika ditemukan toksisitas
sistemik atau pada penderita dengan usia tua dan keadaan umum yang buruk, CVP (central venous
pressure) dan kateter perlu dilakukan, balans cairan harus diperhatikan, pengukuran berat badan
serial diperlukan untuk memonitoring kebutuhan cairan. Cairan yang dipakai biasanya Ringer Laktat
dan harus diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi hipovolemia mengembalikan tekanan darah
dan urin output yang memuaskan. ·Antibiotik Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis
peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang
dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase
bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan
berkembang selama operasi. ·Oksigenasi Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia
dapat dimonitor dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA. ·Pemasangan NGT Akan
mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya pneumonia aspirasi ·Nutrisi Parenteral
·Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dan juga anti muntah.
#.Definitif / Pembedahan

• Tindakan Preoperatif

Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah antara lain : o Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna. O
Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung. O Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun
monitoring urin. O Pemberian terapi cairan melalui I.V o Pemberian antibiotic

•Tindakan Operatif

Terapi bedah pada peritonitis antara lain: o Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber
infeksi. Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya. O Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning, kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang
nekrosis o Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin o Irigasi kontinyu pasca
operasi

#.Laparatomi

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi
yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen
dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat
inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi
dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus
menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
Pemberian antibiotik diteruskan samapai dengan 5 hari post operasi terutama pada peritonitis
generalisata.

#. Laparoskopi

terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut dan perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga
dilakukan pada kasus perforasi kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi pada
penderita dengan syok dan ileus

#.Lavase peritoneum dan Drainase

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan
kristaloid (saline). Pemberian antiseptik maupun antibiotik (tetrasiklin, povidone iodine) tidak
dianjurkan karena akan menyebabkan terjadinya adesi. Antibioyik diberikan secara parenteral akan
mencapai level bakterisidal dalam cairan peritoneum. Setelah lavase selsai dilakukan dilakukan
aspirasi seluruh cairan dalam rongga abdomen karena akan menghambat mekanisme defens lokal.
Bila Peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini
akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain. Drainase (pengaliran) pada peritonitis
umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada
keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk
peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.

#.Terapi post-operatif
Tercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik dalam hal ini perlu diperhatikan
pemberian cairan dan suplai darah. Pemberian antibiotik dilanjutkan 10- 14 hari post operasi,
tergantung pada tingkat keparahan peritonitis. (LNG) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus,
produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada distensi abdomen.

ll.KONSEP KEPERAWATAN

A.Pengkajian

Nama

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

Keluham utama

Keluahan saat di kaji

B.Diagnosa keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual /


kognitif, peningkatan eskpansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan
secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal
seperti muntah.

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, disfungsi
usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan metabolik dan pembedahan.

e. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi, efek-efek yang
ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein, perubahan status metabolis.

C.Perencanaan

1.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual /


kognitif, peningkatan ekspansi paru, energi, obstruksi trakeobronkial.

Tujuan : Pola nafas efektif.

Rencana tindakan:Mengatur pasien dengan posisi semi fowler

Kriteria Evaluasi :Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-
tanda hipoksia lainnya.
Intervensi dan Rasional Tindakan / Intervensi Rasional

Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara
faringeal oral. Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow dan atau
keheningan setelah ekstubasi. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, perluasan rongga
dada, retraksi atau pernafasan cuping hidung, Mencegah obstruksi jalan nafas. Kurangnya suara
nafas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah
posisi ataupun penghisapan. Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya
memperbaiki-nya dapat segera dilakukan. Warna kulit dan aliran udara. Pantau tanda-tanda vital
secara terus menerus. Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan
lanjutkan pada periode pasca operasi.

Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.Meningkatnya pernafasan, takikardia dan


atau bradikardi menunjukkan kemungkin-an terjadinya hipoksia. Ventilasi dalam yang aktif
membuka alveolus, mengeluarkan sekresi, mening-katkan pengangkutan oksigen, membuang gas
anestesi, batuk membantu pengeluaran sekresi dari sistem pernafasan. Dilakukan untuk
meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen.

2. (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan intregitas otot.

Tujuan : Nyeri teratasi.

Kriteria Evaluasi :Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / dihilangkan. -Tampak santai, dapat
beristirahat tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai kemampuan.

Intervensi dan Rasional Tindakan / Intervensi Rasional

Evaluasi rasa sakit secara reguler, mencatat karakteristik, lokasi dan intensitas (skala 0- 5) Kaji tanda-
tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan pernafasan, bahkan jika pasien
menyangkal adanya rasa sakit. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai
kebutuhan. Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektivitas intervensi. Dapat mengindikasikan
rasa sakit akut dan ketidaknyamanan. Pahami penyebab ketidaknyamanan. Lakukan reposisi sesuai
petunjuk, misalnya semi-fowler, miring. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas
dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi. Kolaborasi : Berikan obat sesuai petunjuk : Analgesik IV.
Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Lepaskan tegangan emosional dan otot,
tingkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping

Analgesik IV akan dengan segera mencapaui pusat rasa sakit, menimbulkan penghilangan yang lebih
efektif dengan obat dosis kecil.

D.Pelaksanaan
Pelaksanaan di mulai setelah rencana tindakan di susun untuk mencapai klien dengan tujuan yang
diharapkan (sembuh).Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan.

E.Evaluasi

Mengevaluasi hasil akhir dari semua tindakan yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai