Anda di halaman 1dari 3

1.

Hubungan sipil-militer dalam dalam perwujudan demokrasi dan penguatan institusi, menggunakan
aspek historisitas pembentukan militer yang berawal dari sipil, dan membangun hubungan yang
menyejarah dalam melepaskan diri dari kolonialisme. Menggunakan metode kualitatif, dengan
pendekatan institusional. Menekankan esensi politik akan kekuasaan dalam menentukan kebijakan
publik.

Hubungan Sipil-Militer dalam Sistem Politik Indonesia

Hubungan sipil dan militer dalam era reformasi, dimulai sejak kepemimpinan Habibie, dan
kepemimpinan Abdurrahman Wachid.Selaku kepala negara dalam menapaki suatu perubahan yang
menjadi tuntutan bagi ABRI dalam peningkatan profesionalismenya. Soeharto mentransformasi ABRI
sebagai mesin politik untuk kepentingan dan keamanan Soeharto, dalam bentuk; mencegah personel
militer dalam melakukan kritik terhadap Soeharto, dan menempatkan militer dalam MPR dan DPR,
sebagai Fraksi ABRI, serta penempatan militer dalam pos-pos ranah sipil, dari tingkat kelurahan/ desa
hingga tingkat propinsi yakni, untuk menduduki jabatan lurah hingga Gubenur.

Dengan kata lain, para perwira militer adalah warga sipil boleh aktif untuk berkecimpung dalam ranah
perpolitikan Indonesia, bahkan mendirikan partai politik dan menjadi pimpinan partai politik.

Hubungan Sipil-Militer Indonesia di Era Reformasi

Profesionalisme militer dibangun secara internal namun pula didukung oleh kekuatan eksternal. Militer
memahami politik namun tidak terlibat politik secara praktis, seperti halnya pengurangan jumlah Fraksi
TNI/Polri di DPR secara bertahap hingga menempatkan diri dengan netralitas, ketika terjadi konflik
antara Presiden sebagai lembaga Eksekutif dengan DPR sebagai lembaga Legislatif.

Sedangkan militer berdiri secara hirarkis, sehingga para purnawirawan TNI yang duduk dalam jajaran
kepartaian dari partai-partai politik yang ada, akan tertuju untuk kepentingan militer itu sendiri. Hal ini
dikarenakan masyarakat sipil dan elit-elit sipil masih beranggapan bahwa TNI memiliki kekuasaan politik
dan administrative.

Hubungan Sipi-Militer Indonesia

Militer Indonesia mengalami perubahan saat hadirnya gerakan reformasi, dengan tuntutan reformasi
dalam system ketatanegaraan Indonesia, dengan arah perubahan demokratisasi dan penguatan
supremasi sipil dalam membentuk pemerintahan sipil, namun mengedepankan penyatuan antara unsur
sipil dan militer dalam kepemimpinan nasional, dengan membentuk pretorianisme otoriter. Dwi fungsi
yang digunakan Presiden Soeharto adalah melemahkan supremasi sipil namun dilain sisi meniadakan
independensi militer. Masa Reformasi, militer Indonesia berbenah diri dan menyadari kehidupan sosial
politik yang telah dibangun oleh pemerintahan Soeharto, sehingga militer melakukan reformasi
profesionalisme dan mengembalikan peranan dwi fungsi pada sediakalanya yang telah digagas oleh AH
Nasution, yaitu membantu dan menjadi partnership atau mitra bagi pemerintahan sipil yang terbentuk
melalui system pemilihan umum sebagai wujud demokratisasi.Dalam masa kini, pemerintahan yang
terbentuk yaitu melalui pemilihan umum sebagai wujud menjalankan system demokratisasi bagi hak-hak
rakyat untuk dapat memilih para wakil rakyat dan eksekutif sebagai pemimpin daerah , dan Presiden.
Dalam situasi kenegaraan, dalam upaya menjaga kedaulatan negara.

2. Hubungan sipil-militer, tetapi juga akan memunculkan persepsi di kalangan sipil bahwa militer
merupakan salah satu bagian dari ancaman bagi pemerintahan yang demokratis.

Sebagai cermin dari kedaulatan rakyat otonomisasi militer dari sipil akan memberikan peluang untuk
tidak bertanggung jawab apalagi harus tunduk pada kepemimpinan sipil. Oleh karenanya militer lebih
menghendaki hubungan yang bersifat equal relationship, tidak ada yang menguasai dan dikuasai, tidak
ada ordinat dan subordinat.

Profesionalisme Militer

1. Keahlian adalah apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan di bidang tertentu
dengan kata lain profesional diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.

2. Tanggung Jawab Sosial, Tanggung jawab sosial seorang profesional dalam arti luas bahwa profesional
militer adalah tanggung jawabnya perlindungan terhadap masyarakat dan negara.

3. Kelompok / Lembaga . Kunci dari profesi militer adalah kontrol dan ketrampilan. kontrol terhadap
profesionalisme militer yang dilakukan dalam dua tingkatan. Pertama, para kolega mengamati kerekatan
(kohesi) di antara para perwira sebagai profesional dan anggota suatu kelompok sosial

Dengan demikian jelas bahwa semakin tinggi tingkat keahlian seorang militer semakin tinggi tingkat
profesionalismenya. Dalam arti lain menurut Huntington, semakin tinggi tingkat profesionalisme militer
harus semakin jauh dari politik. Untuk negara Indonesia pendapat Huntington terhadap profesionalisme
militer juga masih berlaku. Pernyataan tersebut perlu telaah yang lebih luas mengingat sejarah politik
dan militer di Indonesia.

3. Reformasi internal TNI harus diakui telah merubah paradigma TNI dengan dikembalikannya fungsi
militer ke bidang pertahanan karena militer sebagai alat negara yang menjalankan kebijakan-kebijakan
pemerintahan di bidang pertahanan sedangkan kebijakan itu dibuat oleh pihak lain seperti
pemerintahan dan lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk secara demokratis. Pemerintahan
reformasi telah menghasilkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan,
yakni UU nomor 3 tahun 2003 tentang pertahanan negara dan UU nomor 2 tahun 2003 tentang POLRI.
Aspek lain dari partisipasi sipil terhadap aspek pertahanan adalah koordinasi dan harmonisasi
kebutuhan-kebutuhan pertahanan dengan prioritas nasional lainnya.

Membangun Hubungan Sipil-Militer yang Harmonis

Upaya untuk membangun format baru hubungan sipil-militer dalam masyarakat demokratis
memerlukan landasan yang lebih fundamental. Prasyarat yang pentingadalah terbentuknya
pemerintahan demokratis yang mencakup rule of law, akuntabilitas publik dalam kaitan delicate balance
tentang otonomi militer dalam kebijakan personel, penentuan tingkat kekuatan, masalah pendidikan,
dan doktrin militer.

Anda mungkin juga menyukai