KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Arbitrase 3
B. Dasar Pertimbangan Memilih Arbitras 5
C. Lembaga Arbitrase 6
D. Dasar Hukum Arbitrase 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti kita ketahui, banyak kritik yang dilontarkan kepada pengadilan
dalam penyelesaian sengketa di masyarakat dan pencari keadilan, pengadilan
merupakan penyakit yang gawat. Kejadian ini bukan hanya ada di Indonesia,
melainkan sudah mendunia. Dengan maraknya kegiatan bisnis, tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa antara para pihak yang terlibat. Secara konvensional,
penyelesaian dilakukan secara litigasi (melalui pengadilan), di mana posisi para
pihak berlawanan satu sama lain. Proses ini membutuhkan waktu yang lama. Oleh
karena itu, model penyelesaian seperti ini tidak diterima dalam dunia bisnis
karena tidak sesuai dengan tuntutan perkembangannya. Sehubungan dengan hal
itu perlu dicari penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien untuk menghadapi
kegiatan bisnis yang free market and free competition. Harus ada lembaga yang
dapat diterima dunia bisnis dan memiliki sistem penyelesaian sengketa dengan
cepat dan biaya murah.
Mengingat ketidakpuasan masyarakat tersebut semakin penting kiranya
untuk lebih mendayagunakan ADR (Alternative Dispute Resolution) sebagai salah
satu sistem penyelesaian sengketa. Salah satu ADR yang banyak digunakan pada
saat sekarang adalah arbitrase. Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa
perdata yang bersifat swasta di luar pengadilan umum yang didasarkan pada
kontrak arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa,
dimana pihak penyelesai sengketa tersebut dipilih oleh pihak yang bersangkutan,
yang terdiri dari orang-orang yang tidak berkepentingan dengan perkara yang
bersangkutan.
Esensi dari arbitrase adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih untuk
berusaha menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Para pihak sepakat untuk
menunjuk pihak ketiga sebagai yang akan bertindak sebagai wasit. Setelah
memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan dokumen-
dokumen dan bukti-bukti yang relevan. Pada umumnya tidak ada aturan tertentu
bagaimana arbitrase dilakukan dan semuanya diserahkan kepada kesepakatan para
1
2
pihak. Meskipun demikian, untuk memfasilitasi proses para pihak dapat sepakat
mengenai aturan-aturan yang akan digunakan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Arbitrase
2. Dasar Pertimbangan Memilih Arbitrase
3. Lembaga Arbitrase
4. Dasar Hukum Arbitrase
C. Tujuan Penulis
1. Pengertian Arbitrase
2. Dasar Pertimbangan Memilih Arbitrase
3. Lembaga Arbitrase
4. Dasar Hukum Arbitrase
3
BAB II
PEMBAHASAN
A Pengertian Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit. Menurut UU No 30
tahun 1999, arbitrase didefinisikan sebagai suatu “cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar Peradilan Umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.
Berdasarkan rumusan tersebut, maka arbitrase lahir karena perjanjian yang
dibuat oleh para pihak yang berisikan perjanjian untuk menyelesaikan suatu
sengketa di bidang perdata di luar peradilan umum atau melalui arbitrase. Kalau
dalam Pasal 1233 KUHPerdata, arbitrase ini merupakan perikatan yang lahir
karena perjanjian.
Kemudian pasal 1 ayat 3 UU No 30 tahun 1999, dinyatakan bahwa “Perjanjian
arbitrase itu adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum
dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa
atau suatu perjanjian abitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa”.
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa atau ditunjuk oleh PN atau lembaga arbitrase, untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu, yang diserahkan penyelesaiannya melalui
arbitrase.
Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu
hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
Bentuk-Bentuk Arbitrase
1. Arbitrase Ad Hoc
Arbitrase Ad Hoc (Pasal 13 UU No 30 Tahun 1999) adalah forum
arbitrase yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah atau sengketa tertentu.
Karakteristik atau sifat arbitrase Ad Hoc ini adalah insidentil, artinya
keberadaannya hanya untuk melayani dan memutus kasus sengketa tertentu
3
4
saja dan setelahnya keberadaannya dan fungsinya berakhir. Ciri yang bisa
dikenali dari arbitrase Ad Hoc ini adalah penunjukan arbitrator nya dilakukan
secara perorangan dan dipilih sendiri berdasarkan kesepakatan para pihak.
Kedudukan arbitrase Ad Hoc ini tidak terkait dengan badan arbitrase
tertentu, sehingga arbitrase Ad Hoc ini tidak mempunyai aturan dan tata cara
sendiri, baik aturan pengangkatan arbitratornya maupun tentang tata cara
pemeriksanya. Jadi, arbitrase Ad Hoc ini tunduk sepenuhnya kepada aturan
tata cara yang ditentukan oleh UU.
2. Arbitrase Institusional
Arbitrase institusional adalah forum arbitrase yang sengaja didirikan
dan bersifat permanen serta dimaksudkan untuk menangani sengketa
kontraktual yang timbul diantara pihak-pihak yang menghendaki
penyelesaian diluar pengadilan. Ciri dari arbitrase intitusional ini, adalah :
a. Keberadaannya sudah eksis sebelum timbulnya sengketa
b. Bersifat permanen, artinya tetap berdiri meskipun sengketanya telah
diputus
c. Organisasinya dan ketentuan tentang tata cara bagaimana mengangkat
arbitratornya maupun tata cara pemeriksaan sengketanya telah
ditetapkan aturannya.
Arbitrase institusional berdasarkan wilayah kerjanya dibedakan
dalam arbitrase yang bersifat nasional dan arbitrase yang bersifat
internasional.
a. Arbitrase institusional yang bersifat Nasional.
Institusi arbitrase ini sengaja didirikan sebagai lembaga arbitrase
permanen. Dikatakan arbitase nasional dikarenakan tujuan
pendiriannya adalah untuk memenuhi kepentingan suatu negara
tertentu saja, serta eksistensi dan yurisdiksinya hanya sebatas wilayah
negara yang bersangkutan. Misalnya BANI (Badan Arbitrase Nasional
Indonesia) yang merupakan pusat arbitrase nasional Indonesia yang
berkedudukan di Jakarta.
5
1
Djoko Imbawani Atmadjaja,Hukum Dagang Indonesia,(Malang:Setara Press,2012),132-
133
2
Suyud Margono, ADR & ARBITRASE (Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum), Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000, hlm.26.
6
3
Suyud Margono, ADR & ARBITRASE (Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum), Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2000, hlm.21.
7
1. Arbitrase ad hoc
Arbitrase ad hoc adalah (arbitrase volunter) adalah arbitrase yang dibentuk
khusus untuk menyelesaikan atau memutus perselisihan tertentu. Arbitrase ini
bersifat insidental dan jangka waktunya tertentu sampai sengketa itu
diputuskan
2. Arbitrase Institusional
Arbitrase institusional adalah lembaga atau badan arbitrase yang bersifat
permanen. Ciri dari lembaga arbitrase institusional ini yang dapat pula
dikatakan sebagai perbedaannya dengan lembaga arbitrase ad hoc adalah
sebagai berikut:
a. Arbitrase institusinal sengaja didirikan untuk bersifat permanen/
selamanya, sedangkan arbitrase ad hoc sifatnya sementara dan akan bubar
setelah perselisihan selesai diputus.
b. Arbitrase institusional sudah ada/sudah berdiri sebelum suatu perselisihan
timbul, sedangkan arbitrase ad hoc didirikan setelah perselisihan timbul
oleh pihak yang bersangkutan.
c. Karena bersifat permanen, arbitrase institusional didirikan lengkap dengan
susunan organisasi, tata cara pengangkatan arbiter dan tata cara
pemeriksaan perselisihan yang pada umumnya tercantum dalam anggaran
dasar pendirian lembaga tersebut, sedangkan pada arbitrase ad hoc tidak
ada sama sekali
Arbitrase institusional ini ada yang bersifat nasional dan ada pula yang
bersifat internasional. Dikatakan bersifat nasional karena pendiriannya
hanya untuk kepentingan bangsa dari negara yang bersangkutan. Sementara
dikatakan bersifat internasional karena merupakan pusat penyelesaian
persengketaan antara pihak yang berbeda kewarganegaraan.
Beberapa lembaga arbitrase bersifat nasional maupun internasional
yang dikenal adalah:
1. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
2. Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
3. The Internasional Centre for Settlement of Invesmen Disputes (ICSID)
8
acara dari lembaga arbitrase saat ini telah mempergunakan ketentuan yang
terdapat dalam UU NO. 30/1999.5
5
Rahayu Hartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan Di Indonesia : Dualisme
Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2009, hlm.38.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang keuntungan-keuntungan memilih arbitrase
maka kesimpulannya adalah bahwa yang paling ideal bagi pelaku usaha
dalam menyelesaikan sengketa adalah arbitrase. Alasannya adalah bahwa
arbitrase merupakan penyelesaian yang efisien karena dilandasi oleh itikad
baik, kerjasama dan tanpa konfrontasi. Hal ini membuat pemecahan masalah yang
bersifat ” win - win solution”. Berbeda dengan penyelesaian di pengadilan yang
bersifat “ win - loose”dan juga berfilosopi pertentangan dan pertikaian.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan ilmu yang melekat dalam diri kami. Oleh karena
itu saran dan kritikan akan makalah dari pembaca sangat membantu dalam
penyempurnaan makalah ini.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Imbawani Atmadjaja,Hukum Dagang Indonesia,(Malang:Setara
Press,2012),132-133