Sumpah pemuda merupakan kisah tric records dari inklusifitas keragaman
identitas dalam menyamai dan menyatukan presepsi demi satu tujuan besar. Persitiwa tersebut bisa dibilang sebagai langkah yang cukup spetakuler saat maraknya kolonialisasi dan tekanan situasi dibawah penjajahan jauh sebelum kata merdeka dikumandangkan. Harus dijujuri perihal keotentikan sejarah yang telah menitipkan peristiwa maha besar sehingga selalu kita peringati, bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 adalah hari penyatuan ideologi untuk merampungkan konsolidasi ide keterwakilan para cendekia-cendekia mudah dari masing-masing daerah dan suku dalam melahirkan sebuah pemutlakan kesepakatan yang dibungkus dengan Ikrar dan Sumpah didalamnya. Lahirnya Bangsa Indonesia yang ditandai dengan Sumpah Pemudah pada 28 Oktober 1928 adalah hasil dari perjuangan keras rakyat yang selama ratusan tahun berada di bawah garis penjajahan dan tertindas, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian membentuk semangat para pemuda untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat Bangsa. Bila dicermati satu demi satu catatan sejarah, baik dari masa penjajahan kolonialisme, hingga pada kemerdekaan 1945 sesungguhnya pemuda telah melakonkan dirinya untuk turut membetengi rakyat mengarungi jalan terjal multiseleksi pada proses adaptasi terhadap tantangan kehidupan dan tampil sebagai penyintas. Tokoh muda yang menjadi dalang utama dalam gerakan persatuan kaum mudah pada tahun 1920-1928 yang patut dicatat namanya adalah Soekarno dan Muhammad Yamin dengan tujuanya adalah penyatuan sekte-sekte untuk mensiasati rencangan menjemput kemerdekaan 1945, menurut pandangan Muhammad Yamin yang dikutip oleh M Arief Rasyid Hasan dalam bukunya Merebut Optimisme “Sumpah Pemuda dianggap sebagai kelanjutan teks suci yang pernah mempersatukan Nusantara ketika masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit berjaya, mereka yang menginginkan pemisahan dari NKRI berarti secara tidak langsung telah berkhianat pada Sumpah Pemudah karena telah mengingkari janji suci para pemudah dalam mengehendaki persatuan nasional.” Sejarah sudah semestinya menjadi satu keharusan penting untuk diserapi maknanya, tidak hanya sebatas mengetahui. Lewat aktualisaasi nilai itulah yang nantinya dijadikan bahan evaluasi dalam segala tindak dan pola pikir generasi agar tetap menginternalisasikan jati diri setiap demi penyatuan generasi mudah kekinian.