Anda di halaman 1dari 13

TUGAS AKHIR SEMESTER GANJIL

MENELADANI SEJARAH HIDUP NABI MUHAMMAD SAAT KECIL


HINGGA REMAJA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


SIRAH NABAWIYAH

Dosen Pengampu
Ustadz Mukharom Ridho S.H.I. MH

Disusun oleh:

WIRANTO : Q.190380

PROGRAM STUDI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI ILMU AL QUR’AN ISY KARIMA
KARANGANYAR
2020/2021
PENDAHULUAN

Rasulullah saw merupakan sosok yang paling mulia. Beliau merupakan sosok yang
sempurna sebagai utusan Allah swt dalam mengemban ajaran agama Islam untuk umat manusia.
Maka sangat pantas beliau menjadi panutan dan suritauladan bagi umatnya.
Rasulullah saw datang ditengah-tengah kejahiliyahan umat pada masa itu. Jahiliyah yang
dimaksud adalah bukan bodoh dalam masalah kecerdasan, melainkan bangsa arab jahiliyah
dalam masalah aqidah dan ahlak. Sehingga Rasululah mendapatkan tugas yang cukup berat
untuk merombak atau merubah budaya tatanan masyarakat yang sudah jauh dari ajaran Allah.
Perjuangan yang tidak mengenal lelah di kota Makkah banyak mendapatkan perlawanan,
sehingga beliau mendapatkan perintah Allah untuk hijrah ke kota Madinah beserta para
sahabatnya. Dengan kesabaran dan pertolongan Allah swt, kurang lebih selama 23 tahun
Rasulullah akhirnya berhasil menjalankan tugas dengan baik, budaya Islam terbangun di kota
Madinah dan Makkah setelah ditaklukkan oleh Rasulullah. Masyarakat yang memiliki akhlak
yang sebelumnya jauh dari nilai-nilai Islam, menjadi masyarakat yang selalu memegang teguh
yang di ajarkan oleh Allah melalui Rasulullah saw.
Warisan terbesar dari Rasulullah adalah Al Qur'an dan Al Sunnah. Al Qur'an adalah kitab
suci yang sempurna, serta berfungsi sebagai pelajaran bagi manusia, pedoman hidup bagi setiap
muslim, petunjuk bagi orang yang bertakwa.
Al Qur'an sebagai pedoman hidup umat manusia kemudian di iringi dengan sikap, prilaku
atau perbuatan Rasulullah yang terangkum dalam al Sunnah merupakan warisan yang akan abadi
sepanjang zaman. Selain beliau meninggalkan warisan Al Qur'an dan al Sunnah, beliau juga
meniggalkan para sahabat yang luar biasa, sahabat yang di didik, di bina langsung oleh beliau
menjadi sosok yang mengagumkan. Rasulullah merupakan sosok yang langsung di didik oleh
Allah, sehingga sudah barang tentu segala tindakan dan perbuatannya medapat kontrol langsung
dari Allah. Jika ada yang kurang benar dalam diri Rasulullah, Allah akan langsung
memperingatkannya, jadi tidak heran jika beliau memiliki akhlaq yang paling mulia dan hal itu
merupakan tugas beliau di utus oleh Allah swt.
Nabi Muhammad SAW adalah contoh dan teladan yang baik bagi semua umat. Dari Kisah
perjalanan hidup Nabi, kita sebagai manusia biasa dapat mengambil berbagai teladan agar kita
tidak tersesat dalam pergaulan yang salah.
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil


1.      Nabi Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad, supaya
disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat kebiasaan yang telah berlaku dalam
lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa itu.
Adat kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak itu hidup didalam udara
padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas merdeka. Dengan demikian, tubuh anak
dapat tumbuh dengan segar dan sehat, kecerdasan pikirannya dapat ditunjang dengan semangat
hidup yang bebas merdeka karena dalam pergaulannya tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup
orang asing.
Nabi Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak  berselang beberapa
hari, banyak kejadian yang terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan keluarga Halimah
tampak kelihatan berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan kepada Nabi SAW bertambah
banyak, kambing miliknya bertambah gemuk dan keadaan segala sesuatu miliknya bertambah
baik.
Kira-kira setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah, dan
sesudah beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah diantar kembali kepada ibunya, Aminah.
Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu disambut dengan sangat gembira, tetapi kepada Halimah
dia meminta dan mengharap supaya anaknya itu dibawa kembali ke dusunnya karena Aminah
khawatir tubuh anaknya yang tampak subur dan sehat itu akan terganggu penyakit di kota
Makkkah. Oleh Halimah,permintaan itu diterima baik, kemudian Nabi SAW, dibawa lagi ke
dusun Bani Sa'ad sampai berumur empat tahun.

2.      Kejadian yang Aneh


Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan, bahwa Malaikat Jibril
mendatangi Muhammad SAW di saat beliau sedang bermain-main dengan anak-anak
lainnya. Beliau kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan, dibedah dadanya lalu dikeluarkan
bagian setan yang ada dalam tubuhmu!”. Hati beliau lalu di cuci dengan air Zamzam dalam
sebuah bokor kencana, kemudian diletakkan kembali pada tempat semula, lalu dada beliau
ditutup kembali.
Anak-anak lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan
memberitahukan bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang. Semua anggota keluarga datang
ke tempat beliau dan mereka melihat Muhammad SAW dalam keadaan cemas dan pucat pasi.

3.      Kematian Ibu
Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap
keselamatan beliau hingga dia mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau hidup
bersama ibunda tercinta hingga berumur 6 tahun.
Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh perjalanan
sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad SAW, disertai pembantu
wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini. Setelah menetap selama
sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke Makkah. Dalam
perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak
antara Makkah dan Madinah.

4.      Kematian Kakek
Kemudian beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan
kasih sayang di dalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk,
cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh
perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri.
Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada
anak-anaknya.
Ibnu Hisyam berkata, “Ada sebuah dipan yang diletakkan di dekat Ka’bah untuk Abdul
Muththolib. Kerabat-kerabatnya biasa duduk-duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul
Muththolib keluar ke sana, dan tak ada seorang pun di antara mereka yang berani duduk di dipan
itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya. Suatu kali selagi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam menjadi anak kecil yang montok, beliau duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul
Muththalib melihat kejadian ini, dia berkata, “Biarkan anakku ini. Demi Allah, sesungguhnya dia
akan memiliki kedudukan yang agung.“ Kemudian Abdul Mutholib duduk bersama beliau di atas
dipannya, sambil mengelus punggung beliau dan senantiasa merasa gembira terhadap apa pun
yang beliau lakukan.
Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul Muththolib sudah berpesan
menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Thalib, saudara kandung bapak
beliau.

5.      Dibawah Asuhan Abu Thalib


Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap
seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-
anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari 40
tahun beliau mendapat kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya, rela
menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.

6.      Meminta Hujan dengan Wajah Beliau


Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di
Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,” Wahai Abu
Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita berdoa meminta
hujan.”
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah
matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan-pelan. Di
sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia memegang anak kecil itu dan
memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah. Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit
yang tadinya bersih dari mendung, tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu
menurunkan hujan yang sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi
subur. Abu Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri
meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.”
B.     Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Remaja
1.      Bepergian ke Negeri Syam
Di tengah keluarga Abu Thalib, Muhammad SAW tumbuh dan dibesarkan. Sejalan dengan
pertambahan usianya, bertambah kesadaran yang mendalam mengenai segala sesuatu yang ada
disekitarnya. Ia berniat keras ingin membantu kesukaran pamannya. Karena banyak anak dan
sedikitnya harta yang dimiliki. Ketika Abu Thalib memutuskan hendak berdagang ke
Syam,Muhammad s.a.w. dengan tekad bulat hendak turut pergi. Ketika itu beliau mencapai usia
tiga belas tahun.

2.      Bahira Sang Rahib


Selagi usia Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mencapai dua belas tahun, dan ada
yang berpendapat, lebih dua bulan sepuluh hari, Abu Thalib mengajak beliau pergi berdagang
dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, sebuah daerah yang sudah termasuk Syam dan
merupakan ibukota Hauran, yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun di
bawah kekuasaan bangsa Romawi. Di negeri ini ada seorang Rahib yang dikenal dengan sebutan
Bahira, yang nama aslinya adalah Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, sang Rahib
menghampiri mereka dan mempersilakan mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu
kehormatan. Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa
mengetahui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari sifat-sifat beliau.
Sambil memegang tangan beliau, sang Rahib berkata, “Orang ini adalah pemimpin semesta
alam. Anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Abu Thalib bertanya, “Dari
mana engkau tahu hal itu?” Rahib Bahira menjawab, “Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah,
tak ada pepohonan dan bebatuan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud
melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari cincin nubuwah yang berada di
bagian tulang rawan bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda
itu di dalam kitab kami.”
Kemudian Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama beliau tanpa
melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi.
Maka Abu Thalib mengirim beliau bersama pemuda agar kembali lagi ke Makkah.
3.      Ke Medan Perang Al-Fijar
Pada usia lima belas tahun, meletus Perang Fijar antara pihak Quraisy bersama Kinanah
dengan komandan yang dipegang oleh Harb bin Umayyah, berhadapan dengan pihak Qais Ailan.
Perang ini bagi orang-orang Quraisy merupakan upaya untuk mempertahankan kesucian bulan-
bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) dan Tanah Suci. Lambang-lambang
kesucian itu merupakan sisa peninggalan agama Nabi Ibrahim a.s. yang masih tetap dihormati
oleh orang-orang Arab. Setelah Islam datang tradisi peninggalan Nabi Ibrahim a.s. diakui
kedudukannya oleh agama ini.
Dinamakan perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram dan
bulan-bulan suci tersebut yang dilakukan oleh orang-orang yang bersikap jahiliyah.
Peperangan terjadi di suatu tempat bernama Nakhlah, yaitu suatu tempat yang berada
antara kota Makkah dan Thaif. Nabi saw ikut ke medan perang karena diajak dan ditarik oleh
para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk pimpinan perang saat itu.
Tentang usia beliau kalla itu, para ulama ahli tarikh berselisih pendapat. Sebagian mengatakan
15 tahun dan sebagian lagi mengatakan 20 tahun.
Tentang apa yang dikerjakan oleh beliau dalam peperangan itu, para ulama ahli tarikh
berselisih pendapat juga. Sebagian berpendapat bahwa beliau hanya mengumpulkan anak panah
yang datang dari pihak musuh kegaris kaum Quraisy, lalu menyerahkan kepada para pamannya
untuk dilepaskan kembali kearah pihak musuh dan sebagian yang lain mengatakan bahwa beliau
juga turut melepaskan anak panah kearah musuh.

4.      Menjadi Anggota Hilful-Fudhul


Pada saat itu kota Mekah sudah tidak ada keamanan lagi. Kekuasaan pihak Quraisy tidak
sanggup menjamin keamanan para penduduk Mekah dan sekitarnya. Dalam lingkungan
pemerintahan kota Mekah tidak ada jabatan kehakiman dan kepolisian guna mengadili kesalahan
orang yang berbuat salah, guna menjamin serta menjaga keamanan hak milik dan jiwa orang dari
gangguan orang-orang yang suka berbuat curang dan sewenang-wenangnya.
Berhubung dengan itu, atas inisiatif dan usaha beberpa orang Quraisy dari Bani Hasyim,
Bani Abdul Muthalib, Bani Abdul Manaf, Mani Zuhrah, dan Bani Taim yang dipelopori oleh
Zubair bin Abdul Muthalib, pada suta hari diadakanlah salah suatu pertemuan penting bertempat
dirumah Abdullah bin Jud'an at-Taimi, orang yang tertua dan bepengaruh dalam lingkungan
mereka pada saat itu. Adapun yang dibicarakan dalam pertemuan itu berkaitan dengan tidak
adanya kehakiman dan undang-undang guna melindungi kepentingan segenap penduduk di kota
Makkah dan daerahnya, terutama untuk melindungi kaum yang lemah dan golongan lapisan
bawah yang dianiaya oleh pihak yang kuat.
Putusan yang diambil dalam permusyawaratan itu singkatnya yaitu; di kota Makkah dan
daerahnya diadakan suatu perserikatan yang bertujuan hendak memulihkan keamanan dan
menegakkan keadilan bagi seluruh penduduk kota Makkah dan sekitarnya. Perserikatan itu
dinamakan Hilful-Fudhul (sumpah utama) dan berpusat di kota Makkah.
Pada waktu itu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun. Sekalipun beliau dalam
permusyawaratan itu tampak kelihatan paling muda, tetapi karena beliau itu seorang yang sudha
dikenal sebagai seorang yang berpikiran cerdas, penyantun, dan berbudi luhur, maka ketika itu
beliau terpilih menjadi salah seorang anggota pengurus perserikatan itu. Dan pilihan  ini diterima
beliau dengan baik.
Persekutuan ini disebut "al-Fudhal", yang diambil dari tiga peserta utama yang masing-
masing bernama al-Fadhl. Hal itu juga menunjukkan bahwa persekutuan ini disebut "al-Fudhal"
karena ia memiliki tujuan yang begitu mulia dan nama tersebut sebagai tanda penghormatan.

5.      Mengembala Kambing
Pada awal masa remaja, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak mempunyai
pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa mengembala
kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah dengan imbalan berupa uang beberapa
dinar.
Pada usia dua puluh tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang dagangan
milik Khadijah. Ibnu ishaq menuturkan, Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita
pedagang, terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang-orang untuk menjalankan
barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Sementara orang-
orang Quraisy memilki hobi berdagang. Tatkala Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran
perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan akhlak beliau, maka diapun mengirim utusan dan
menawarkan beliau agar pergi ke Syam untuk menjalankan barag dagangannya. Dia siap
memberikan imbalan jauh lebih banyak dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang
lain. Beliau harus pergi bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah. Beliau menerima
awaran ini. Maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maisarah.
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad. Saat
Muhammad berusia lima tahun terjadi peristiwa pembelahan dada.Aminah merasa perlu
mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi kuburannya di
Yatsrib. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meningga dunia di Abwa’,
yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah kematian ibu beliau, Muhammad diasuh oleh
kakeknya sendiri, yaitu Abdul Muthalib. Sampai beliau berusia 8 tahun kakeknya meninggal
dunia, kemudian Muhammad diasuh oleh pamannya sendiri yaitu, Abu Thalib.
2.      Selagi usia Rasulullah SAW mencapai dua belas tahun, Abu Thalib mengajak beliau
pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Bushra, mereka bertemu dengan pendeta
Nasrani bernama Bakhira. Kemudian Rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi
bersama beliau tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam karena dia takut gangguan dari pihak
orang-orang Yahudi.Pada usia lima belas tahun Nabi SAW ikut ke medan perang Fijar karena
diajak dan ditarik oleh para pamannya yang ikut berperang dan yang memegang tampuk
pimpinan perang saat itu. Pada waktu Nabi Muhammad berusia dua puluh tahun, Nabi menjadi
salah seorang anggota pengurus Hilful Fudhul.Pada awal masa remaja, Rasulullah  SAW tidak
mempunyai pekerjaan tetap. Hanya saja beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau biasa
mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah. Pada usia dua puluh tahun,
beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang dagangan milik Khadijah.
3.      Ibrah Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil-Remaja:
a.       Meneladani sikap rasul dalam menghadapi suka duka kehidupan.
b.      Dapat diambil pelajaran dari berbagai perjalan hidup Rasul dalam menghadapi
rintangan hidup.
c.       Mencontoh perlaku beliau yang merupakan seorang yang berpikiran cerdas,
penyantun, dan berbudi luhur sehingga beliau terpilih sebagai anggota perserikatan hilful fudhul.
d.      Menjadi uswah sebagai seorang yatim piatu yang senantiasa tegar dan penuh
semangat.
e.       Hidupnya dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua dalam segala aspek.
f.       Dalam menggembala kambing dapat diambil hikmah dalam belajar bersabar dan
belajar strategi.
g.      Dalam mendidik generasi yang santun dan memiliki kesopanan serta
kelemahlembutan akan muncul, jika anak tersebut diasuh wanita yang sopan santun dan ramah
pula yaitu ketika beliau dalam asuhan Halimah.
a.    Rasul ketika kecil memberi pelajaran bagaimana kita dapat berkembang dalam
kehidupan yang mandiri, ulet, tangguh dan tanggung jawab sejak dini.

B.     Penutup
Demikianlah makalah ini saya susun, saya menyadari makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu saya senantiasa mengharap kotribusi dari para pembaca dalam
bentuk saran maupun kritik, demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Saya berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Asy Syarqowi, Muhammad Sang Pembebas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2003.
Ali Muhammad ash-Shallabi, Sirah An-Nabawiyyah, Jakarta: Beirut Publishing, 2014.
Al-Mubarakfury, Syafiyyur Rahman. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet.
36. 2012.

Anda mungkin juga menyukai