Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENERAPAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

Oleh :
PT AGUS ARIAWAN (2129071020)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBELAJARAN


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu prinsip terpenting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak

boleh hanya memberikan pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus

membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri. Guru dapat memfasilitasi proses ini

dengan mengajar dengan cara yang menjadikan informasi bermakna dan relevan bagi

peserta didik, dengan memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan atau

menerapkan sendiri gagasan dengan menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Guru dapat memberi tangga untuk mencapai suatu pemahaman, namun peserta didiklah

yang harus menaiki tangga tersebut. Teori pembelajaran yang didasarkan pada gagasan

tersebut dikenal dengan teori pembelajaran konstruktivis.

Teori konstruktivis melihat pembelajar sebagai orang yang terus menerus memeriksa

informasi baru terhadap aturan lamadan kemudian merevisiaturan apabila hal tersebut tidak

lagi berguna. Pandangan ini memiliki implikasi yang sangat besar terhadap pengajaran

karena hal ini menyarankan peserta didik untuk lebih aktif dalam pembelajaran. Karena hal

inilah teori konstruktivis sering disebut pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik.

Dalam ruang kelas yang berpusat kepada peserta didik, guru lebih berperan sebagai

“pemandu disamping” dan bukan “orang bijaksana di atas panggung” dengan membantu

siswa menemukan makna mereka sendiri dan bukan mengajari dan mengendalikan semua

kegiatan di kelas.

Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan

bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan


kecakapan atau pengetahuan ,sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun

yang berupa karya dan karsa manusia tersebut untuk menjadi yang lebih baik ke depan.

Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individuagar kehidupannya

bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan

interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.

Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan

keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit.

Kontruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk,

2001:3). Konstruktivisme sebagai aliran filsafat, banyak mempengaruhi konsep ilmu

pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran. Konstruktivisme menawarkan paradigma baru

dalam dunia pembelajaran. Sebagai landasan paradigma pembelajaaran, konstruktivisme

menyerukan perlunya partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran, perlunya

pengembagan siswa belajar mandiri, dan perlunya siswa memiliki kemampun untuk

mengembangkan pengetahuannya sendiri.

Akibatnya, oreintasi pembelajaran di kelas mengalami pergeseran. Orentasi

pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar ke pembelajaran berpusat pada

siswa.Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap

pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan

sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai

mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru

hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain

bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas.

Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi

siswa. Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk

menumbuhkan pemahaman siswa (Suherman dkk, 2001:76).

Oleh karena itu, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak

mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif. Sedemikian rupa sehingga para siswa

dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan

melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya (Setyosari, 1997: 53).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori konstruktivisme?

2. Bagaimana akar sejarah konstruktivisme dalam pembelajaran ?

3. Bagaimana pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran ?

4. Apa karakterisrik teori konstruktivisme?

5. Teori belajar apa saja yang mendukung pendekatan konstruktivisme?

6. Bagaimana menerapkan konstruktivisme dalam pembelajaran?

C. Tujuan
Makalah ini tentunya bertujuan menyuguhkan informasi-informasi keilmuan yang

kemudian dapat dijadikan sebagai dasar referensi menyangkut:

1. Menjelaskan pengertian Teori Konstruktivisme

2. Menjelaskan akar sejarah konstruktivisme dalam pembelajaran

3. Menjelaskan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran

4. Menjelaskan karakterisrik Teori Konstruktivisme

5. Menjelaskan Teori belajar yang mendukung pendekatan konstruktivisme

6. Menjelaskan penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme. Konstruktiv berarti bersifat

membina, memperbaiki, dan membangun. Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia

berarti paham atau aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri (von

Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3).

Konstruksi berarti bersifat membangun. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang

memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya

dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya dengan bantuan

fasilitasi orang lain.Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat

pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang

berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran

konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang

hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk

diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna

melalui pengalaman nyata.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,

yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme

sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini

menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan

mereka

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses

saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya

secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya

yang sudah ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor

ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten

atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman

pelajar untuk menarik minat pelajar.

Menurut Wheatley (1991: 12) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama

dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak

dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi

kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang

dimiliki anak.

Dari pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara

aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan

melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa


seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang

telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru,

pengalamanbelajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar

tersebut.

B. Akar Sejarah Konstruktivisme

Revolusi Konstruktivis memiliki akar yang jauh dalam sejarah pendidikan dan
mengandalkan karya Piaget dan Vygotsky sebagai sumber, dimana menekankan bahwa
perubahan kognisi hanya terjadi ketika konsepsi sebelumnya mengalami proses ketidak
seimbangan dari sudut informasi baru. Keduanya juga menekankan hakikat sosial
pembelajaranserta menyarankan penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan
campuran untuk meningkatkan perubahan konsep.
Empat Prinsip utama yang berasal dari gagasan Vygotsky adalah :
1. Pembelajaran Sosial
Siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih
mampu. Vygotsky mencatat bahwa orang yang berhasil menyelesaikan masalah
mengungkapkan diri melalui masalah yang sulit. Dalam kelompok kooperatif, siswa
dapat mendengarkan pembeicaraan batin dengan lantang dan dapat mempelajari cara
orang yang berhasil menyelesaikan masalah berfikir melalui pendekatan mereka.
2. Zona Perkembangan Proximal
Siswa berada pada zona perkembangan proximal ketika mereka terlibat kedalam
tugasyang tidak bisa mereka kerjakan sendirian, tetapi dapat mengerjakannya
dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa
3. Pemagangan kognitif
Istilah ini merujuk ke proses ketika pembelajar secara bertahap memperoleh keahlian
melalui interaksi dengan ahli.
4. Pembelajaran termediasi
Penekanan Vygotsky pada penanganan(scaffolding) atau pembelajaran termediasi
(Kozulin &Presseisen, 1995)berperan penting pada pemikiran konstruktivis modern.
Dimana menekankan bahwa siswa hendaknya diberikan tugas yang rumit, sulit dan
realitis dan kemudian diberi cukup bantuan untuk mencapai tugas tersebut.
C. Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran

Dalam pelaksanaan pembelajaran konstruktivisme menekankan agar pembelajaran

tersebut berpusat kepada peserta didik dan peserta didiklah yang aktif membangun

pengetahuan tersebut dengan berbagai macam cara. Ada beberapa pendekatan yang umum

dilakukan dalam pembelajaran konstruktivisme yaitu :

1. Pengolahan Atas-Bawah

Pendekatan Konstruktivis terhadap pengajaran menekankan menekankan pengajaran

Atas-Bawah (top-down instruction) bukan bawah-atas(down-up instruction).Istilah

atas-bawah berarti bahwa siswa mulai menyelesaikan soal yang rumit dan kemudian

mengembangkan atau menemukan kemampuan dasar yang diperlukan.

2. Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan Konstruktivis terhadap pengajaran biasanya memanfaatkan cara sebesar

besarnya pembelajaran kooperatif, berdasarkan teori bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka dapat berbicara satu sama

lain tentang suatu permasalahan.

3. Pembelajaran Penemuan

Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah komponen penting dari

pendekatan konstruktivis modern. Dalam pembelajaran penemuan (Bergstrom &

O’Brien,2001;Wilcox,1993), siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui

keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong

siswa memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan

mereka menemukan sendiri prinsip-prinsip.


4. Pembelajaran pengaturan diri

Salah satu konsep utama dari teori pembelajaran konstruktivisialah pandangan

tentang siswa ideal sebagai pebelajar yang mengatur diri sendiri (Paris&Paris,2001).

Pebelajar pengaturan diri adalah siswa yang mempunyai pengetahuan tentang

strategi pembelajaran yang efektif dan bagaimana serta kapan menggunakannya

(Bandura, 1991; Dembo & Eaton, 2000; Schunk & Zimmerman, 1997; Winne,

1997).

5. Penanggaan (scaffolding)

Adalah praktik yang diasarkan pada konsep Vygotsky tentang pembelajaran

terbantu. Menurut Vygotsky, fungsi mental luhur, termasuk kemampuan

mengarahkan memori dan perhatian secara sengaja dan berfikir dalam simbol, adalah

prilaku yang termediasi. Dengan termediasi secara eksternal oleh budaya, perilaku

ini dan perilaku lain akhirnya dinternalisasikan kedalam pemikiran pebelajar sebagai

sarana psikologis. Dalam istilah praktis penanggaan dapat meliputi pemberian lebih

banyak struktur kepada siswa pada awal serangkaian pelajaran dan secara bertahap

menyerahkan tanggung jawab kepada mereka untuk bekerja sendiri (Puntambekar &

Hubscher, 2005; Rosenshine & Meister, 1992, 1994; Shepard, 2005)

D. Karakteristik Konstruktivisme

Menurut Konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti,

wacana, dialog, pengalaman fisik, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi dan

menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah

dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang. Karakteristik konstruktivisme :


1. Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang

dilihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian

yang telah dimiliki.

2. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali berhadapan

dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan

rekonstruksi.

3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan suatu proses

pengembangan pemikiran dengan membentuk suatu pengertian yang baru. Belajar

bukanlah suatu hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri, yang

menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam

kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidakseimbangan

(disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.

5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan

lingkungannya.

6. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu

konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan

yang dipelajari.

E. Teori Belajar yang Mendukung Pendekatan Konstruktivisme

Inti dari konstruktivisme di atas berkaitan erat dengan beberapa teori belajar, yaitu;

teori perubahan konsep, teori belajar bermakna Ausubel, dan teori Skemata (Suparno,

1997:49).
1. Teori Perkembangan Mental Piaget

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga

disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori

belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam

tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap

perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam

mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir

melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).

Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa

pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi

adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga

informasi tersebut mempunyai tempat. Pengertian tentang akomodasi yang lain

adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan

ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu (Suparno, 1996: 7)

Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif

oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak

bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan

lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses

berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan

(Poedjiadi, 1999: 61).


Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami

bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu

berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang

berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor

ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang

dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam

interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam

belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi,

1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti

konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang

penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

2. Teori Perubahan Konsep

Teori belajar perubahan konsep merupakan suatu teori belajar yang menjelaskan

adanya proses evolusi pemahaman konsep siswa dari siswa yang sedang belajar.

Pada mulanya siswa memahami sesuatu melalui konsep secara spontan. Pengertian

spontan merupakan pengertian yang tidak sempurna, bahkan belum sesuai dengan

konsep ilmiah, dan harus mengalami perubahan menuju pengertian yang logis dan

sistematis, yaitu pengertian ilmiah. Proses penyempurnaan pemahaman itu

berlangsung melalui dua bentuk yaitu tanpa melalui perubahan yang besar dari

pengertian spontan tadi (asimilasi), atau sangat perlu adanya perubahan yang radikal

dari pengertian yang spontan menuju pengertian yang ilmiah (akomodasi).


Menurut pendukung teori perubahan konsep, dalam proses belajar ada proses

perubahan konsep yang mencakup dua tahap, yaitu tahap asimilasi dan akomodasi

(Suparno, 1997: 50). Dengan asimilasi peserta didik menggunakan konsep-konsep

yang telah mereka punyai untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Dengan

akomodasi peserta didik mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan

fenomena baru yang mereka hadapi. Proses dalam akomodasi oleh kaum

konstruktivis disebut sebagai perubahan konsep secara radikal.

Teori perubahan konsep cukup senada dengan teori konstruktivisme dalam arti

bahwa dalam proses pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep.

Pengetahuan seseorang itu tidak sekali jadi, melainkan merupakan proses

berkembang yang terus menerus. Dalam perkembangan itu ada yang mengalami

perubahan besar dengan mengubah konsep lama melalui akomodasi, ada pula yang

hanya mengembangkan dan memperluas konsep yang sudah ada melalui asimilasi.

Proses perubahan terjadi bila si peserta didik aktif berinteraksi dengan

lingkungannya.

Konstruktivisme dapat membantu untuk mengerti bagaimana peserta didik

membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian, seorang pendidik

dibantu untuk mengarahkan peserta didik dalam pembentukan pengetahuan mereka

yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong

pendidik untuk menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan

konsep yang kuat pada peserta didik sehingga pemahaman mereka lebih sesuai

dengan pengertian ilmuan.


3. Teori Skema

Jonassen menjelaskan bahwa skema adalah abstraksi mental seseorang yang

digunakan untuk mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar, atau memecahkan

persoalan (galam Suparno, 1997:55) . Menurut teori skema, pengetahuan itu

disimpan dalam suatu paket informasi atau skema yang terdiri atas suatu set atribut

yang menjelaskan objek tersebut, maka dari itu membantu kita untuk mengenal objek

atau kejadian itu. Hubungan skema yang satu dengan yang lain memberikan makna

dan arti kepada gagasan kita. Belajar menurut teori skema adalah mengubah skema

(Suparno, 1997:55). Lebih jauh ia menyatakan

Teori skema berpendapat bahwa pengetahuan itu disimpan dalam suatu paket

informasi, atau skema, yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Skema

adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal,

menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan. Orang harus mengisi

atribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk kerangka

pemikiran yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang menurut Jonassen dkk.(

Suparno,1997: 55), membentuk pengetahuan struktural seseorang, di mana

pengetahuan struktural tersebut terdiri dari skema-skema yang dipunyai dan

hubungan antara skema-skema itu.

Menurut teori skema, seseorang belajar dengan mengadakan restrukturisasi atas

skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan mengganti skema itu. Ini

mirip dengan konstruktivisme Piaget yang menggunakan asimilasi dan akomodasi.

Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak menjelaskan proses pengetahuan,

tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu tersimpan dan tersusun.


4. Teori Belajar Bermakna dari Ausubel

David Ausubel (Dahar, 1989:112) terkenal dengan teori belajar bermakna

(meaningful learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana

informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai

seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakna terjadi bila pelajar mencoba

menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka. Ini terjadi

melalui belajar konsep, dan perubahan konsep yang telah ada, yang akan

mengakibatkan pertumbuhan dan perubahan struktur konsep yang telah dipunyai si

pelajar (Suparno, 1997: 54).

Kedekatan teori belajar bermakna Ausubel dengan konstruktivisme adalah keduanya

menekankan pentingnya mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta

baru kedalam sistem pengertian yang telah dimiliki, keduanya menekankan

pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah

dimiliki siswa, dan keduanya mengasumsikan adanya keaktifan siswa dalam belajar.

5. Teori Belajar Bruner

Menurut Bruner, “pembelajaran adalah proses yang aktif dimana pelajar membina

ide baru berasaskan pengetahuan yang lampau”. Selanjutnya Bruner (Nur, 2000:10)

menyatakan bahwa “mengajarkan suatu bahan kajian kepada siswa adalah untuk

membuat siswa berfikir untuk diri mereka sendiri, dan turut mengambil bagian dalam

proses mendapatkan pengetahuan. Mengetahui adalah suatu proses bukan suatu

produk”. Masih menurut Bruner (Dahar, 1997:98) bahwa dalam membangun

pengetahuan di dasarkan kepada dua asumsi yaitu :asumsi pertama adalah perolehan

pengetahuan merupakan suatu proses interaktif yaitu orang yang belajar akan
berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi

dilingkungan tatapi juga dalam diri orang itu sendiri.

F. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

Pendekatan konstruktivisme menghendakai siswa harus membangun pengetahuan di

dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara mengajar yang

membuat informasi lebih bermakna dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide mereka. Guru dapat memberi siswa tangga

yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus

diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Oleh karena itu agar

pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan pendidik maka pendekatan konstruktivisme

merupakan solusi yang baik untuk dapat diterapkan. Berikut akan dipaparkan perbedaan

pembelajaran tradisional (behavioristik) dengan pembelajaran yang konstruktivistik.

Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan

dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :

• Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya

dengan bahasa sendiri.

• Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya

sehingga lebih kreatif dan imajinatif.

• Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.

• Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki

siswa.

• Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.

Dalam penerapannya ada beberapa metode konstruktivis dibidang isi pembelajaran. Adapun

metode tersebut antara lain :


1. Pengajaran Timbal Balik di Bidang Membaca.

Pendekatan ini dirancang untuk membantu siswa yang berpencapaian rendah

di sekolah dasar dan menengah pertama mempelajari pemahaman membaca,

melibatkan guru yang bekerja sama dengan kelompok kecil siswa

2. Mempertanyakan Penulis

Dalam metode ini, siswa di kelas 3-9 diajarkan memandang penulis yang

menyususn bahan faktual sebagai manusia sejati yang dapat salah yang

kemudian terlibat ke dalam dialog simulasi dengan penulis.

3. Model Proses Penulisan

Model proses penulisan melibatkan siswa ke dalam sejumlah tim tanggapan-

teman kecil ((small peer-response team) di mana mereka bekerja sama untuk

membantu satu sama lain merencanakan, menulis, merevisi, mengedit, dan

menerbitkan karangan.

4. Pendekatan Konstruktivis pada Pengajaran Matematika di Sekolah Dasar

Siswa bekerja sama dalam kelompok kelompok kecil, guru mengajukan soal

kemudian berkeliling diantara kelompok kelompok tersebut untuk

memfasilitasi pembahasan strategi, bergabung dengan siswa, mengajukan

pertanyaan tentang strategi yang mereka usulkan. Dan kadang menawarkan

strategi alternatif jika siswa mengalami kebuntuan.

5. Pendekatan Konstruktivis dalam Ilmu Pengetahuan Alam

Konstruktivis diwujudkan dalam kegiatan laboratorium praktis dan

investigatif, dengan menidentifikasi pemahaman yang keliru dan

menggunakan pendekatan eksperimen untuk memperbaiki kekeliruan ini


Teori konstruktivisme sendiri tidak bisa dilepaskan dari pembelajaran kooperatif

karena dalam konstruktivisme juga ditekankan pentingan pembelajaran bersama yang

membantuk peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil

untuk saling membantu dalam belajar. Lazimnya siswaditempatkan dalam kelompok

kooperasi dan tetap bertahan dalam kelompok tersebut selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan. Mereka biasanya diajarkan kemampuan khusus yang membantu mereka

bekerja sama dengan baik, seperti mendengarkan edngan aktif, memberikan penjelasan yang

baik, menghindari tindakan yang mengecilkan peran dan menyertakan orang lain.

Metode Pembelajaran Kooperatif antara lain :


1. STAD ( Student Teams Achievement Divisions)

Siswa ditempatkan kedalam tim belajar yang beranggotakan empat orang

yang bercampur tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku bangsa. Siswa

bekerja dalam tim untuk memastikan semua anggota tim memahami

pelajaran tersebut. Akhirnya masing-masing siswa mengikuti ujian kecil

tentang materi tersebut dan tidak boleh saling membantu.

2. Pembelajaran Bersama.

Melibatkan siswa yang mengerjakan tugas dalam kelompok heterogen,


menyelesaiakan satu tugas dan meneruima pujian berdasarkan hasil
kelompok. Metode ini menekankan kegiatan pembentukan tim dan diskusi
teratur kedalam kelompok tentang seberapa baik mereka bekerja bersama.
3. Investigasi kelompok

Adalah rencana pengorganisasian ruang kelas umum dimana siswa bekerja

dalam kelompok kelompok kecil dengan menggunakan investigasi

kooperatif, diskusi kelompok serta perencanaan dan proyek kooperatif.


4. Pembahasan Kooperatif.

Siswa bekerja berpasangan dan bergiliran merangkum bagian-bagian bahan

satu sama lain. Ketika satu siswa merangkum, yang lain mendengarkan dan

memperbaiki setiap kesalahan dan kelalaian.


BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme

dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara

mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang

dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan

tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi

pengalaman mereka. Menurut Werrington (dalam Suherman, 2003:75), menyatakan bahwa

dalam kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana

menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong siswa untuk

menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa

memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan bahwa jawabannya benar atau

tidak benar. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide

seseorang dan saling tukar menukar ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat

masuk akal siswa.

Di dalam kelas konstruktivis, para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang

berada dalam diri mereka. Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu

dengan lainnya, berfikir secara kritis tentang cara terbaik untuk menyelesaikan setiap

masalah. Beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis diantaranya

bahwa observasi dan mendengar aktivitas dan pembicaraan matematika siswa adalah

sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara dimana

pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi.


Daftar Pustaka

Aqib, Z. (2002). Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya : Insan Cendikia.

Budiningsih, C.A. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

Kolb, D. (1984). Experiential Learning. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Wheatley, G.H.(1991).”Constructivist perspectives on science and mathematics learning”.

Journal Science Education, 75,(1),9-21.

Slavin, Robert E (2009). Educational Psychology: Theory and Practice, 9th ed. New Jersey:

Pearson Education, Inc.

Anda mungkin juga menyukai