Anda di halaman 1dari 103

MAKALAH

PENGENDALIAN DAN EVALUASI


Dosen Pengampu :

Hari Mulia, SE., MM

Disusun Oleh:
1 Firdaus Kusumah Mala 16.131.0041

2 Adesyam Nugraha 16.131.0003

3 Aidah 16.131.0008

4 Bella Nurul Fitri 16.131.0022

5 Dita Mila Amelia 16.131.0031

6 Febbitia Annisyah 16.131.0037

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)


“YASA ANGGANA GARUT”
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa karena

berkat, rahmat dan karunianya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah

Pengendalian & Evaluasi.

Terima kasih kami ucapkan kepada bapak Hari Mulia, SE., MM yang telah

memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pemahaman kami tentang

pengantar manajemen. Terima kasih pula kami ucapkan kepada teman-teman

yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami telah berupaya menyempurnakan makalah ini, namun seperti kata

pepatah, “Ketidaksempurnaan adalah suatu bagian yang menjadikan manusia

sempurna” maka kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari bapak Hari Mulia, SE., MM dan teman-teman sekalian.

Sekali lagi, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami sangat berharap

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Garut, 8 April 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................

Daftar Isi....................................................................................................

Daftar Tabel...............................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang...............................................................................

1.2. Identifikasi Masalah.......................................................................

1.3. Maksud Dan Tujuan......................................................................

1.4. Manfaat Penulisan.........................................................................

1.5. Metode Penulisan...........................................................................

1.6. Sistematika Penulisan Makalah.....................................................

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Pengendalian Menurut Para Ahli....................................

2.2. Asas – Asas Pengendalian............................................................

2.3. Fungsi Dan Tujuan Pengendalian.................................................

2.4. Jenis Pengendalian........................................................................

2.5. Proses Dan Cara Pengendalian.....................................................

2.6. Sifat Dan Waktu Pengendalian.....................................................

2.7. Definisi Pengendalian Efektif.......................................................

2.8. Definisi Evaluasi...........................................................................

2.9. Fungsi Dan Tujuan Evaluasi.........................................................


2.10. Model Dan Pendekatan Evaluasi................................................

2.11. Manfaat Evaluasi........................................................................

2.12. Evaluasi Kinerja..........................................................................

2.13. Evalusi Program.........................................................................

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan .........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalian adalah susatu tataan yang sistemasis untuk mencapai tujuan

yang telah di tentukan dengan membandingkan prestasi kerja dan hasil lapangan

yang ada dimana kegiatan tersebut harus senang tiasa di awasi terus menerus agar

tetap berada dalam batasan-batasan yang telah ditentukan, Apabila menemukan

permasalah atau telah melebihi batasan-batasan yang di tentukan maka dapat di

ambil tidakan perbaikan.

Seorang manajer haruslah memiliki sistem pengendalian terarah dan

proses kegiatan tersebut sering mengalami kendala yang tidak biasa diduga

/abstrak, Dikarenakan proses kegiatan akan berubah-ubah tergantung kondisi dan

arus permasalahan yang ada, Dengan memiliki sistem pengendalian abstrak

seorang manajer dapat menentukan pengambil atau kebijakan yang harus di

perbuat dalam permasalahan tersebut mengikuti alur yang terjadi di lapangan

secara langsung.

Pengendalian sangatlah perlu dalam suatu proses kegiatan agar dapat

menentukan tujuan yang telah di tentukan sebelumnya apa bila terjadi kesalahan

atau pelencengan rencana yang telah diperbuat maka proses pengendalian ini

harus hardir demi membuat batasan-batasan atau tambahan rencana dalam suatu

proses kegiatan agar menemukan tujuan rencana yang telah di tentukan

sebelumnya.
Maanfaat Pengendalian bagi suatu perusahaan/organisasi adalah untuk

mengontrol segala aktifitas yang ada di perusahaan/organisasi tersebut,

Pengendaliannya menyangkut segala aspek di karenakan proses atau sistem

pengendalian harus di lakukan dengan pengawasan yang terus menerus, Proses

pengendalian bermanfaat apabila kondisi yang ada itu mengalami pelencengan

dari batasan-batasan yang ada, Oleh sebab itu pengendalian hadir guna

mengetahui permasalah yang ada hingga demikian bisa mengendalikan atau

mendiagnosa masalah, Apabila mengalami permasalaan maka dapat diambil suatu

kebijakan-kebijakan untuk menentukan keseimbangan atau kestabilan proses

rencana perusahaan/organisasi yang sedang berjalan.

Evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk mementukan sebuah

alternatif untuk mengambil sebuah keputusan dan menyediakan informasi-

informasi yang akan menentukan kebijakan-kebijakan yang di dapatkan dari

proses evaluasi yang telah di lakukan.

Evaluasi dilakukan untuk melengkapi proses Pengendalian di karenakan

setelah pengendalin di lakukan dalam suatu proses rencana dan apabila proses

tersebut mengalami perubahan recana yang di akibatkan keeadan lapangan dan

kondisi rencana yang berubah bisa ditentukan terlebih dahulu oleh Evaluasi

menggunakan informasi yang di dapatkan di lapangan guna menghasilkan suatu

kebijakan yang bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Evaluasi dilakukan demi mendapatkan informasi-informasi terkait masalah

yang ada di lapangan dengan demikian informasi tersebut bisa di pelajari untuk

menghasilkan kebijakan yang nantinya di aplikasikan dalam suatu proses kegiatan


yang ada dengan demikian masalah-masalah yang ada bisa terselesaikan dengan

penafsiran tersebut.

Pengendalian dan Evaluasi sangatlah penting untuk mencapai keberhasilan

suatu tujuan perusahaan/organisasi dengan pengendalian dan evaluasi seorang

manajer bisa meminimalisir kegagalan dan meningkatkan tingkat keberhasilan

tersebut, tahapannya dengan melakukan pengendalian menetukan batasan-batasan

yang ada setelah itu dengan melakukan evaluasi dalam lingkupan tersebut dengan

menganalisa informasi-informasi yang di dapatkan setelah itu informasi tersebut

di perlajari hingga mendapatkan kebijakan yang akan mentukan proses tersebutt,

Oleh sebab itu pengendalian dan evalusi di lakukan dengan pengawasan terus

menerus.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pengendalian menurut para ahli ?

2. Apa saja asas – asas pengendalian ?

3. Apa fungsi dan tujuan pengendalian ?

4. Apa jenis pengendalian ?

5. Apa proses dan cara pengendalian ?

6. Bagaimana sifat dan waktu pengendalian ?

7. Apa yang dimaksud dengan pengendalian efektif ?

8. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ?

9. Apa fungsi dan tujuan evaluasi ?

10. Apa model dan pendekatan evaluasi ?

11. Apa manfaat evaluasi ?


12. Apa yang dimaksud dengan evaluasi kinerja ?

13. Apa yang dimaksud dengan evalusi program ?

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Manajemen.

1.3.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian pengendalian menurut para ahli.

2. Untuk mengetahui asas – asas pengendalian.

3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan pengendalian.

4. Untuk mengetahui jenis pengendalian.

5. Untuk mengetahui proses dan cara pengendalian.

6. Untuk mengetahui sifat dan waktu pengendalian.

7. Untuk mengetahui pengertian pengendalian efektif.

8. Untuk mengetahui pengertian evaluasi.

9. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan evaluasi.

10. Untuk mengetahui model dan pendekatan evaluasi.

11. Untuk mengetahui manfaat evaluasi.

12. Untuk mengetahui pengertian evaluasi kinerja.

13. Untuk mengetahui pengertian evalusi program.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi penulis

Menambah wawasan penulis mengenai Pengendalian dan Evaluasi.


1.4.2 Pendidikan

Sebagai masukkan yang membangun guna meningkatkan kualitas

lembaga pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada

didalamnya, dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan, serta

pemerintah secara umum.

1.4.3 Bagi ilmu pengetahuan

Sebagai bahan referensi adalam ilmu pendidikan sehingga dapat

memperkaya dan menambah wawasan.

1.4.4 Bagi penulis berikutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi.

1.5 Metode Penulisan

Dalam pembuatan makalah ini, kami telah menyimpulkan data mengenai

Pendekatan dan Evaluasi melalui :

1. Media Sosial

2. Studi documenter yaitu mencari data dari berkas yang menunjang

terkumpulnya terkumpulnya data informasi.

3. Literatur yaitu buku yang berhubungan dengan data-data atau informasi

yang dibutuhkan.

1.6 Sistematika penulisan makalah


Makalah yang berjudul : “Pendekatan dan Evaluasi”. Sistematika

penulisan makalah adalah :

1. Judul

2. Kata pengantar

3. Daftar isi

4. Pendahuluan

5. Pembahasan

6. Penutup

7. Daftar Pustaka
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pengendalian menurut para ahli

Pengendalian menurut Usry and Hammer Mengemukakan bahwa:

“Control is manageme’t systematic effort to achive objectives by comparing

performances to plan and taking appropriate action to correct important

differences”. (1994:5)

Pengendalian merupakan usaha sistematik perusahaan untuk mencapai

tujuan dengan cara membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan

membuat tindakan yang tepat untuk mengkoreksi perbedaan yang penting.

(1994:5)Pengendalian menurut Glenn a. Welsch, Hilton, dan Gordon yang

Diterjemahan oleh Purwatiningsih dan Maudy Warouw

adalah :”Pengendalian adalah suatu proses untuk menjamin terciptanya

kinerja yang efisien yang memungkinkan tercapainya tujuan perusahaan”.

(200:3)

Maudy Warouw adalah :"Pengendalian adalah suatu proses untuk

menjamin terciptanya kinerja yang efisien yang memungkinkan

tercapainya tujuan perusahaan". (2000:3)


“Pengendalian adalah berhubungan dengan pembanding kejadian-

kejadian dengan rencana-rencana dan melakukan tindakan-tindakan koreksi

yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang menyimpang dari rencana-

rencana”. (2007:175)

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian masih dalam buku Nanang

Fattah Menjelaskan bahwa :“Pengendalian adalah proses pengamatan

dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar

semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan”. (2007:176)

Menurut Mulyadi mengemukakan bahwa Pengendalian sebagai berikut

: “Pengendalian adalah usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui

prilaku yang di harapkan”. (2007:770)

Menurut Robert N. Anthony dan Vijay Govindarajan

mendefinisikan pengendalian sebagai berikut.”Suatu perangkat untuk

memastikan bahwa tujuan strategis organisasi dapat tercapai”. (2005:3)

Menurut Anthony Dearden Bedford mendefinisikan pengendalian

sebagai berikut:”Pengendalian merupakan usaha sistematis dalam suatu

perusahaan untuk mencapai tujuan dengan membandingkan prestasi kerja

dengan rencana kerja dimana kegiatan harus terus menerus di awasi, jika

manajemen ingin tetap berada dalam batas-batas ketentuan yang telah

ditetapkan lalu di bandingkan dengan rencana dan apabila terdapat

perbedaan besar dapat diambil tindakan atau langkah perbaikan”. (2002:4)


Menurut M. Manullang dalam buku Dasar-Dasar Manajemen.

Controling atau pengawasan dan sering juga disebut pengandalian adalah

“salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian bila

perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat

diarahkan ke jalan yang benar dengan maksud tercapai tujuan yang sudah

digariskan semula”. ( 1990:173)

Pengawasan/pengendalian menurut G.R. Terry “adalah sebagai

proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar. Apa yang sedang

dilakukan yaitu pelaksanaan, Menilai pelaksanaan sesuai dengan rencana

yaitu selaras dengan standar”. (2001:242)

Pengawasan/Pengendalian teknis (Technical Control) Menurut Drs.

H. Malayu S.P Hasibuan dalam Buku Manajemen Dasar, “adalah

pengendalian yang ditunjukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang

berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan”. (2001:244)

2.2 Asas-asas Pengendalian

Harold Koontz dan Cyril O’Donnel menetapkan asas pengawan

sebagai berikut:

1. Asas terciptanya tujuan (Principle of assurance of objective), pengawasan

harus ditujukan kearah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan

perbaikan (koreks) untuk menghidari

penyimpangan-penyimpangan/deviasi dari perencanaan.


2. Asas efisiensi pengawasan (Principle of efficiency of control).

Pengawasan itu efisien bila dapat menghindari deviasi-deviasi dari

perencanaan, sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain yang diluar

3. Asas tanggung jawab pengawasan (Principle of control responsibility).

Pengawasan hanya dapat dilaksanakan apabila manager bertanggung

jawab penuh terhadap pelaksanaan rencana.

4. Asas pengawasan terhadap masa depan (Principle of future control).

Pengawasan yang efektif harus ditunjukan kearah pencegahan

penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik pada waktu sekarang

maupun masa yang akan dating.

5. Asas pengwasan langsung (Principle of direct control). Teknik control

yang paling efektif ialah mengusahakan adanya manager bawahan yang

berkualitas baik. Pengawasan itu dilakukan oleh manager atas dasar bahwa

manusia itu sering berbuat salah. Cara yang paling tepat untuk menjamin

adanya pelaksanaan yang sesuai dengan perencanaan ialah mengusahakan

sedapat mungkin para petugas memiliki kualitas yang baik.

6. Asas reflex perencanaan (Principle of replection of plane). Pengawasan

harus di susun dengan baik, sehingga dapat mencerminkan karakter dan

susunan perencanaan.

7. Asas penyesuaian dengan organisasi ( principle of organizational

suitability). Pengawasan Harus dilakaukan sesuai dengan struktur

organisasi. Manager dan bawahannya merupakan sarana untuk

melaksanakan rencana. Dengan demikian pengawasan yang efektif harus


disesuaikan dengan besarnya wewenang manager, sehingga mencerminkan

struktur organisasi.

8. Asas pengawasan individual (Principle of individuality of controlling).

Pengawasan harus sesuai dengan kebutuhan manager. Teknik kontrol

harus ditunjukan terhadap kebutuhan-kebutuhan akan informasi setiap

manager. Ruang lingkup informasi yang dibutuhkan itu berbeda satu sama

lain tergantung pada tingkat dan tugas manager.

9. Asas standar (Principle Of Standar). Control yang efektif dan efesien

memerlukan standar yang tepat yang akan dipergunakan sebagai tolak

ukur pelaksanaan dan tujuan yang tercapai.

10. Efektif dan Efesien Asas pengawasan terhadap strategis (principle of

strategic point control). Pengawasan yang memerlukan adanya perhatian

yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam perusahaan.

11. Asas pengecualian (the exception principle). Efesien dalam control

membutuhkan adanya perhatian yang di tujukan terhadap faktor

kekecualian. Kekecualian ini dapat terjadi dalam keadaan tertentu ketika

situasi berubah atau tidak sama.

12. Asas pengawasan fleksibel (principle of flexibility of control).

Pengawasan harus luas untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan

rencana.

13. Asas peninjauan kembali (principle of review). Sistem control harus

ditinjau berkali-kali agar system yang digunakan berguna untuk mencapai

tujuan.
14. Asas tindakan (principle of action). Pengawasan dapat dilakukan apabila

ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan

rencana organisi, staffing dan directing.

2.3 Fungsi dan tujuan Pengendalian

Dalam rangka melakukan transformasi guna meraih perbaikan kualitas

organisasi publik, perlu dilakukan pengawasan (control) terhadap seluruh

tindakan dan akibat dari proses transformasi tersebut. Melalui pengawasan

tersebut dapat diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi secara

dini.

Jika kekuranngan dan kesalahan diketahui lebih awal maka akan dapat

dilakukan perbaikan dan peningkatan dengan cepat, artinya semua

permasalahan dapat diantisipasi. Dengan demikian akan menghindari

terjadinya kebocoran dan pemborosan untuk membiayai hal-hal yang justru

harus direvisi.

Dibawah ini adalah pengertian dan definisi (teori dan konsep) fungsi

pengawasan oleh beberapa para ahli, yakni sebagai berikut :

Menurut Bohari (2004:9) Fungsi pengawasan pada dasarnya merupakan

proses yang dilakukan untuk memastikan agar apa yang telah dirancanakan

dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Bagaimana yang dikemukakan oleh Sule dan Saefullah (2005:317)

bahwa Fungsi pengawasan adalah identifikasi berbagai faktor yang

menghambat sebuah kegiatan, dan juga pengambilan tindakan koreksi yang

diperlukan agar tujuan organisasi dapat tetap tercapai.


Lebih lanjut mengenai fungsi dari pengawasan, Simbolon (2004:62)

mengemukakan bahwa, fungsi dari pengawasan yaitu:

1. Mempertebal rasa dan tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi

tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.

2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan

prosedur yang ditentukan.

3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian dan

kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.

4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan

pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.

Selanjutnya Terry dan Leslie dalam Sule dan Saefullah (2005:238-

239) mengemukakan bahwa fungsi pengawasan adalah cara menentukan,

apakah diperlukan sesuatu penyesuaian atau tidak dan karena itu ia harus

merupakan bagian integral dari sistem manajemen.

Sementara Sudarsono dan Edilius (2002:105) mengemukakan bahwa

pengawasan berfungsi agar dapat diperoleh hasil produksi berupa barang dan

jasa yang berkualitas dalam jangka waktu yang sesuai dengan rencana yang

talah ditentukan.

Sehingga dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

fungsi pengawasan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan

supaya, rencana yang telah ditetapkan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai

dengan proses yang telah diatur. Demikian pembahasan mengenai tujuan dan

fungsi pengawasan menurut para ahli.


Didalam suatu perusahaan ataupun organisasi pastinya terdapat

pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau manajer, dan pengawasan itu

juga memiliki tujuan yang jelas untuk kepentingan organisasi ataupun

perusahaan. Dibawah ini adalah penjelasan tujuan pengawasan oleh beberapa

para ahli.

Menurut Simbolon (2004:62) Pengawasan bertujuan agar hasil

pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna (efisien) dan berhasil

guna (efektif) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Sedangkan menurut Silalahi (2003:181) tujuan dari pengawasan adalah

sebagai berikut :

1. Mencegah terjadinya penyimpangan pencapaian tujuan yang telah

direncanakan.

2. Agar proses kerja sesuai dengan prosedur yang telah digariskan atau

ditetapkan.

3. Mencegah dan menghilangkan hambatan dan kesulitan yang akan, sedang

atau mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan.

4. Mencegah penyimpangan penggunaan sumber daya.

5. Mencegah penyalahgunaan otoritas dan kedudukan.

Adapun tujuan Pengendalian menurut Husaini USman (2008:469)

adalah:

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,

penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan


2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan,

penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan

3. Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik

4. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan

akuntabilitas organisasi

5. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi

6. Meningkatkan kinerja organisasi

7. Memberikan opini atas kinerja organisasi

8. Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-

masalah pencapaian kerja yang ada

9. Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih

Sedangkan manfaat wasdal adalah untuk meningkatkan akuntabilitas

dan keterbukaan. Wasdal pada dasarnya menekankan langkah-langkah

pembenahan atau koreksi yang objektif jika terjadi perbedaan atau

penyimpangan antara pelaksanaan dengan perencanaannya.

Agar tujuan tersebut tercapai, maka akan lebih baik jika tindakan

kontrol dilakukan sebelum terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga

bersifat mencegah (preventif control) dibandingkan dengan tindakan kontrol

sesudah terjadi penyimpangan (repressive control).

Kemudian penjelasan lain menurut Bohari (2002:5) tujuan pengawasan

adalah mengamati apa yang sebenarnya terjadi, dengan maksud untuk

secepatnya melaporkan kesalahan atau hambatan kepada pimpinan atau


penanggung jawab kegiatan yang bersangkutan agar dapat diambil tindakan

yang korektif yang perlu.

Selanjutnya menurut Siagian (2002:259) pengawasan dilakukan

bertujuan untuk mencegah terjadinya diviasi dalam operasional atau rancana,

sehingga berbagai kegiatan operasional yang sedang berlangsung terlaksana

dengan baik dalam arti bukan hanya sesuai rencana, akan tetapi juga dengan

tingkat efesiensi dan efektifitas yang setinggi mungkin.

Sehingga dari beberapa pendapat mengenai tujuan pengawasan, dapat

disimpulkan bahwa tujuan pengawasan adalah untuk mengetahui dan

memahami kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan pekerjaan atau

kegiatan. Apakah pekerjaan yang dilakukan tersebut berjalan secara efektif dan

efisien. Dengan demikian objek pengawasan dapat diketahui kinerjanya,

sehingga jika terjadi kesalahan dapat diperbaiki dengan segera.

2.4 Jenis Pengendalian

Jenis-jenis pengendalian adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian Karyawan (Personnel Control)

Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya

dengan kegiatan karyawan. Misalnya apakah karyawan bekerja sesuai

dengan rencana, perintah, tata kerja, disiplin, absensi, dan sebagainya.

2. Pengendalian Keuangan (Financial Control)

Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut

keuangan, tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan

termasuk pengendalian anggaran.


3. Pengendalian Produksi (Production Control)

Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas

produksi yang dihasilkan, apakah sesuai dengan standar atau rencananya.

4. Pengendalian Waktu (Time Control)

Pengendalian ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah

waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan

rencana.

5. Pengendalian Teknis (Technical Control)

Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik yang

berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan.

6. Pengendalian Kebijaksanaan (Policy Control)

Pengandalian ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai, apakah

kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi telah dilaksanakan sesuai yang

telah digariskan.

7. Pengendalian Penjualan (Sales Control)

Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah produksi atau

jasa yang dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan.

8. Pengendalian Inventaris (Inventory Control)

Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah inventaris

perusahaan masih ada semuanya atau ada yang hilang.

9. Pengendalian Pemeliharaan (Maintenance Control)

Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah semua

inventaris perusahaan dan kantor dipelihara dengan baik atau tidak, dan
jika ada yang rusak apa kerusakannya, apa masih dapat diperbaiki atau

tidak.

2.5 Proses dan cara Pengendalian

Tahap pertama dalam pengendalian adalah penetapan standar pelaksanaan.

Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan

sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Standar adalah kriteria-kriteria

untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk

kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard performance) adalah

suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan

dikerjakan secara memuaskan.

Standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktifitas menyangkut kriteria:

ongkos, waktu, kuantitas, dan kualitas. Tipe bentuk standar yang umum adalah:

1. Standar-standar fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan,

atau kualitas produk.

2. Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup

biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan

lain-lain.

3. Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu

pekerjaan harus diselesaikan.


Penentuan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk

mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam

pengendalian adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.

Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan pengukuran

pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-menerus.

Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu pengamatan

(observasi), laporan-laporan (lisan dan tertulis), pengujian (tes), atau dengan

pengambilan sampel.

Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan

nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.

Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini

harus diambil. Tindakan koreksi mungkin berupa:

1. Mengubah standar mulu-mulu (barangkali terlalu tinggi atau terlalu rendah)

2. Mengubah pengukuran pelaksanaan

3. Mengubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasikan

penyimpangan-penyimpangan.

Adapun bagan proses pengendalian dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Penetapan standar pelaksanaan

2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan

3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata

4. Pembandingan dengan standar pelaksanaan

5. Pengambilan tindakan koreksi bila perlu


Gambar 1.1

2.6 Sifat dan waktu Pengendalian

Sifat dan waktu pengendalian/control dibedakan atas :

1. Preventive control, pengendalian yang dilakukan sebelum kegiatan

dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam

pelaksanaannya.Cara melakukannya:

a. Menentukan proses pelaksanaan pekerjaan

b. Membuat peraturan dan pedoman pelaksanaan pekerjaan itu

c. Menjelaskan dan mendemonstrasikan cara pelaksanaan pekerjaan

d. Mengorganisasi segala macaam kegiatan


e. Menentukan jabatan, job description, authority, dan responsibility bagi

setiap karyawan

f. Menetapkan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan

g. Menetapkan sanksi bagi karyawan yang membuat kesalahan

2. Repressive control, pengendalian yang dilakukan setelah terjadi kesalahan

dalam pelaksanaannya, agar kesalahan yang sama tidak terjadi lagi di waktu

yang akan datang.Cara melakukannya :

a. Membandingkan antara hasil dengan rencana

b. Menganalisis sebab-sebab yang menimbulkan kesalahan dan mencari

tindakan perbaikannya

c. Memberikan penilaian terhadap pelaksananya, jika perlu dikenakan

sanksi hukuman kepadanya

d. Menilai kembali prosedur-prosedur pelaksanaan yang ada

e. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh petugas pelaksana

f. Jika perlu meningkatkan keterampilan atau kemampuan pelaksana

melalui training atau education

3. Pengendalian saat proses dilakukan, jika terjadi kesalahan segera diperbaiki.

4. Pengendalian berkala, pengendalian yang dilakukan secara berkala.

5. Pengendalian mendadak, pengawasan yang dilakukan secara mendadak

untuk mengetahui apa pelasakanaan atau peraturan-peraturan yang ada

dilaksanakan dengan baik.

6. Pengamatan melekat, pengendalian yang dilakukan mulai dari sebelum,

saat, dan sesudah kegiatan dilakukan.


2.7 Pengendalian efektif

Proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan

aktivitas yang direncanakan. Langkah-langkah dasar dalam proses

pengendalian :

1. Menetapkan standar dan metode mengukur kinerja

2. Pengukuran kinerja

3. Menetapkan apakah kinerja sesuai dengan standar

4. Mengambil tindakan perbaikan

5. Mengapa Pengendalian Diperlukan

a. Menciptakan mutu yang lebih baik

b. Menciptakan siklus yang lebih cepat

c. Menambah nilai

d. Mempermudah delegasi dan kerja tim

Jenis-jenis metode pengendalian :

1. Pengendalian pra tindakan ( Pre action Control )

2. Pengendalian kemudi ( Steering Control )

3. Pengendalian Penyaringan

4. Pengendalian Purna Tindakan ( Post Action Control )

Mendesain Sistem Pengendalian

1. Sistem Pengendalian ( Control System ) :


a. Prosedur yang terdiri dari berbagai langkah yang diterapkan untuk

berbagai tipe aktivitas pengendalian.

b. Prestasi Kerja Kunci atau Bidang Hasil Pokok = BHP ( Key Performance

Areas or Key Result Areas )

c. Berbagai aspek dari sebuah unit atau organisasi yang harus berfungsi

secara efektif bila seluruh unit atau organisasi ingin sukses.

d. Standar yang dipergunakan dalam bidang fungsional untuk mengukur

prestasi

2. Titik pengendalian strategis ( Strategic Control Points ) :

Yaitu Pengendalian Keuangan “Laporan Keuangan” ( Financial

Statement):

Digunakan untuk menelusuri nilai uang dari barang dan jasa yang masuk

dan keluar organisasi. Memonitor tiga kondisi utama keuangan :

a. Likuiditas

b. Kondisi umum keuangan

c. Profitabilitas

Yang umum digunakan :

 Neraca ( Balance Sheet )

a. Laporan Rugi-Laba ( Income Statement )

b. Arus Kas : Laporan sumber dan penggunaan dana ( Statement

of Cash Flow or Statement of Sources and used of funds )

 Metode Pengendalian Anggaran

Anggaran ( Budget ) :
Laporan kuantitatif formal mengenai sumber daya yang

disisihkan untuk melaksanakan aktivitas yang telah direncanakan

selama jangka waktu tertentu.

3. Pusat Tanggung Jawab ( Responsibility Centre )

Fungsi atau unit organisasi yang manajernya bertanggung jawab atas

segala aktivitasnya. Proses Pembuatan Anggaran Biasa dimulai dari manajer

puncak memberi ramalan ekonomi kepada manajer tingkat lebih bawah. Ada juga

yang menggunakan penganggaran dari atas ke bawah.

2.8 DEFINISI EVALUASI MENURUT PARA AHLI

1. Menurut Suharsimi Arikunto (2004:1) Evaluasi adalah kegiatan untuk

mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya

informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam

mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah

menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker

untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang

telah dilakukan.

2. Menurut Worthen dan Sanders  (1979 : 1) evaluasi adalah mencari sesuatu

yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi

tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya

evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal

tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang


telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya

tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

3. Menurut Stufflebeam dalam worthen dan sanders (1979 : 129) evaluasi

adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for

judging decision alternatives. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat

dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining),

penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna

(useful information) dan alternatif keputusan.

4. Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983, kata evaluasi berasal dari

bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi

adalah proses penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif

atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya

orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.

5. Menurut Curtis, Dan B; Floyd, James J.; Winsor, Jerryl L. Evaluasi adalah

proses penilaian.  Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau

merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang

yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.

6. Menurut Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai setiap usaha atau

proses dalam menentukan nilai”. Secara khusus evaluasi atau penilaian juga

diartikan sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil

pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan

7. Menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan evaluasi sebagai a systematic

process of determining the extent to which instructional objective are achieved


by pupils”. Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan

insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara

terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas

8. Menurut Griffin & Nix (1991) Evaluasi adalah judgment terhadap nilai atau

implikasi dari hasil pengukuran. Menurut definisi ini selalu didahului dengan

kegiatan pengukuran dan penilaian.

9. Menurut Tyler (1950), evaluasi adalah proses penentuan sejauh mana tujuan

pendidikan telah tercapai. Masih banyak lagi definisi tentang evaluasi, namun

semuanya selalu memuat masalah informasi dan kebijakan, yaitu informasi

tentang pelaksanaan dan keberhasilan suatu program yang selanjutnya

digunakan untuk menentukan kebijakan berikutnya.

10. Menurut Stark dan Thomas (1994) menyatakan bahwa evaluasi yang hanya

melihat kesesuaian antara unjuk kerja dan tujuan telah dikritik karena

menyempitkan fok us dalam banyak situasi pendidikan. Hasil yang diperoleh

dari suatu program pembelajaran bisa banyak dan multi dimensi. Ada yang

terkait dengan tujuan ada yang tidak. Yang tidak terkait dengan tujuan bisa

bersifat positif dan bisa negatif. Oleh karena itu, pendekatan goal free dalam

melakukan evaluasi layak untuk digunakan. Walaupun tujuan suatu program

adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, namun bisa diperoleh hasil lain

yang berupa rasa percaya diri, kreatifitas, kemandirian, dan lain-lain.

11. Menurut Astin (1993) mengajukan tiga butir yang harus dievaluasi agar

hasilnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Ketiga butir tersebut adalah

masukan, lingkungan sekolah, dan keluarannya. Selama ini yang dievaluasi


adalah prestasi belajar peserta didik, khususnya pada ranah kognitif saja. Ranah

afektif jarang diperhatikan lembaga pendidikan, walau semua menganggap hal

ini penting, tetapi sulit untuk mengukurnya.

12. Menurut MEHRENS & LELMAN, 1978 Evaluasi adalah suatu proses dalam

merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat

diperlukan untuk membuat alternatif – alternatif keputusan

13. Menurut GRONLUND, 1975 Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis

untuk menentukan tujuan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan

– tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.

14. Menurut WRIGHTSTONE dkk, 1956 Evaluasi ialah penaksiran terhadap

pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan – tujuan atau nilai yang telah

ditetapkan.

15. Menurut I KETUT GEDE YUDANTARA Evaluasi merupakan kelanjutan

dari suatu rencana kerja yang peranannya sangat dibutuhkan karena evaluasi

merupakan latihan yang memperkaya logika dan analisa.

16. Menurut SUDIJONO, 1996 Evaluasi pada dasarnya merupakan penafsiran

atau interpretasi yang bersumber pada data kuantitatif, sedang data kuantitatif

merupakan hasil dari pengukuran.

17. Menurut ENDANG SRI ASTUTI & RESMININGSIH Evaluasi merupakan

pemikiran kritis terhadap keberhasilan dan kekurangan dalam sebuah program

pengembangan diri yang telah dilakukan seseorang.

18. Menurut DONNA L. WONG Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses

pembuatan keputusan.
19. Menurut NURSALAM Evaluasi adalah proses stimulasi untuk menentukan

keberhasilan.

20. Menurut Hj. SAMINEM, SKM Evaluasi adalah seperangkat tindakan yang

saling berhubungan untuk mengukur pelaksanaan dan berdasarkan pada tujuan

dan kriteria.

21. Menurut Anne Anastasi (1978) Mengartikan evaluasi sebagai ; a systematic

process of determining the extent to which instructional objective are achieved

by pupils”. Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan

insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara

terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.

22. Menurut Meggison (Mangkunegara, 2005:9) Mendefinisikan

evaluasi/penilaian kinerja adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk

menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan

tugas dan tanggung jawabnya. 

23. Menurut Andew E. Sikula yang dikutip Mangkunegara (2000:69)

Mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis

dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam

proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek

orang ataupun sesuatu (barang).

24. Menurut Peter H. Rossi (1993:5) Menyebutkan bahwa evaluasi merupakan

suatu aplikasi penilaian yang sistematis terhadap konsep, desain, implementasi,

dan manfaat aktivitas dan program dari suatu organisasi.


25. enurut Payaman Simanjuntak (2005:105) Yang menyatakan evaluasi

kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau

sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau perusahaan.

26. Menurut (Dunn, 2003:608) Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan

dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan”.

2.9 TUJUAN DAN FUNGSI EVALUASI

a. Tujuan evaluasi

1. Pengembangan Karir

Penilaian Kinerja memberikan arahan yang jelas bagi individu dalam

merancang potensi karir, dengan cara diskusi atau counseling.  Individu akan

mudah menemukan jenis pelatihan yang terkait dengan pengembangan karir

berikutnya.

2. Umpan Balik

Evaluasi Kinerja adalah komunikasi dua arah sehingga masing-masing

dapat saling memberikan penilaian, baik Bawahan atau Atasan.  Umpan Balik

akan memperkuat Struktur atau Format bagaimana individu dilihat kinerja mereka

dan menyediakan kesempatan untuk membahas resolusi kelemahan kinerja.

3. Administrasi Penilaian Kerja

Kenaikan Gaji, Pangkat dan Jabatan, Retensi Karyawan dan lainnya adalah

bagian administrasi hasil dari Evaluasi Kinerja Karyawan.  Selain berfungsi dalam
Penghargaan Karyawan juga berguna dalam Identifikasi Kinerja yang Buruk

bahkan sampai Pemutusan Hubungan Kerja.

4. Sejarah Kinerja

Ingatan manusia yang terbatas tidak dapat dijadikan dasar-dasar Punish

and Reward dalam pekerjaan. Identifikasi kinerja masa lalu dan saat ini perlu

ditinjau dengan jelas dan terbuka.

5. Sasaran Organisasi

Evaluasi kinerja akan memberikan arahan tegas dalam sasaran oganisasi

terkait Ekspekasi individu, kinerja karyawan yang terkait proses pengembangan

organisasi, dan prospek atau potensi masa depan.

6. Standar Pekerjaan

Evaluasi kinerja menjadi faktor yang memperlihatkan standar kerja telah

dilakukan sesuai prosedur dan kerangka yang ada. Artikulasi dan definisi kerja

akan makin jelas dengan adanya evaluasi kinerja.

7. Dokumentasi penilaian kinerja

Dokumentasi yang diperlukan untuk proses-proses keputusan sumber daya

manusia atau pemenuhan persyaratan hukum.

GR. Terry, tujuan diadakannya evaluasi dalam sebuah organisasi antara

lain :

1. Sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan program dan perencanaan

program yang ada.

2. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber daya.


3. Sebagai alat untuk memperbaiki suatu pelaksanaan yang sedang berjalan.

4. Sebagai alat untuk melaksanakan perencanaan kembali yang lebih baik

dari suatu program.

Menurut Cronbach (1963) seperti yang dikutip oleh Purwanto dan

Suparman bahwa “evaluasi mempunyai tujuan sebagai alat penyedia informasi

untuk membuat keputusan”.

Djuju Sudjana (2006) menyatakan berbagai macam tujuan evaluasi,

yaitu:

1. Memberikan masukan untuk perencanaan program.

2. Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian

program.

3. Memberi masukan untuk memodifikasi program.

4. Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat

program.

5. Memberi masukan untuk motivasi dan Pembina pengelola dan pelaksana

program.

6. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan bagi evaluasi

program.

Arikunto (2004), menurutnya ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan

sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.

Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana


program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah

ditetapkan sebelumnya.

Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan

hasil dalam pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu:

1. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada

manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan.

2. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan

harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).

3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa

segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan memberikan hasil

yang bermanfaat.

4. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat lain

atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program tersebut

berhasil dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di tempat dan

waktu yang lain.

James E. Neal Jr (2003:4-5) tujuan evaluasi adalah :

1. Mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan karyawan

2. Mengindentifikasi potensi perkembangan karyawan

3. Untuk memberikan informasi bagi perkembangan karyawan

4. Untuk membuat organisasi lebih produktif

5. Untuk memberikan data bagi kompensasi karyawan yang sesuai

6. Untuk memproteksi organisasi dari tuntutan hukum perburuhan.

Mangkunegara (2005:10) tujuan evaluasi untuk :


1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan

kinerja

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka

termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya

berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan

aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap

pekerjaan yang diembannya sekarang

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga

karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan

kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui

rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.

b. fungsi evaluasi

1. Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan

kegiatan, yaitu mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah

dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu

tujuan, sasaran dan target tertentu.

2. Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi

sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan

mengoperasikan tujuan dan target.


3. Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk

perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak

memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan

kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi

dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian alternatif

kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang berlaku dengan

alternatif kebijakan yang lain.

Menurut pendapat di atas, fungsi evaluasi untuk memberi informasi

yang baik dan benar. Memberi kritikan pada klarifikasi suatu nila-nilai dari

suatu tujuan dan target, kemudian membuat suatu metode kebijakan untuk

mencapai kinerja sehingga program dan kegiatan yang di evaluasi

memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan suatu kegiatan dalam

organisasi atau instansi.

2.10 MODEL DAN PENDEKATAN EVALUASI

a. Model evaluasi

Dalam mengevaluasi suatu program ada banyak model yang di kemukakan

oleh para ahli. Meskipun antara satu dan yang lainnya berbeda, namun maksud
dan tujuannya sama. Model evaluasi menurut Tayib Nafis adalah model desain

evaluasi oleh para pakar dan ahli. Sebagai berikut :

1. Goal Oriented Evaluation / Model Tyler

Dalam model ini, yang menjadi objek pengamatan adalah tujuan dari program

yang sudah di tetapkan jauh sebelum program di mulai. Evaluasi ini di lakukan

secara berkesinambungan untuk mengetahui sejauh mana tujuan tersebut sudah

terlaksana di dalam proses pelaksanaannya. Model ini menggunakan tujuan

program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan dari program. Evaluator

mencoba mengukur sampai di mana tujuan dari program telah di capai.

2. Goal Free Evaluation Model ( Michael Schriven )

Menurut Schriven, dalam pelaksanaan evaluasi program, Evaluator tidak

perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, akan tetapi bagaimana

bekerjanya suatu program, dengan cara mengidentifikasi penampilan –

penampilan yang terjadi, baik hal – hal positif maupun yang negatif. Alasannya

karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap –tiap tujuan

khusus. Jika tujuan – tujuan khusus tercapai artinya terpenuhi dalam penampilan.

Dalam model ini, evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan

program, berfokus pada hasil yang sebenarnya bukan hasil yang di rencanakan,

hubungan evaluator dan peserta di buat seminimal mungkin, dan tujuan yang telah

di rumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan untuk menyempitkan fokus

evaluasi.

3. CIPP Model ( Context, Input, Process, Product )


Konsep evaluasi model CIPP pertama kali di tawarkan oleh stufflebeam

pada tahun 1965 sebagai hasil dari usahanya dalam mengevaluasi ESEA ( The

Elementary and Secondary education Act). Sufflebeam menawarkan konsep

tersebut dengan pandangan bahwa tujuan penting dari sebuah evaluasi adalah

bukan untuk membuktikan sesuatu, akan tetapi adalah untuk memperbaikinya.

Evaluasi model CIPP dapat di terapkan dalam bidang pendidikan, manajemen,

perusahaan dan sebagainya, serta dalam berbagai jenjang, baik proyek, program

maupun institusi.

4. Model Empat Level Donald L. Kirkpatrick

Merupakan model evaluasi pelatihan yang di kembangkan pertama kali

oleh Kirkpatrick ( 1959 ) dengan menggunakan empat level dalam

mengkategorikan hasil – hasil pelatihan.

Empat level tersebut dapat di rinci sebagai berikut :

 Evaluasi Reaksi ( Evaluating Reaction )

Reaksi dilakukan untuk mengukur tingkat reaksi yang di desain agar

mengetahui opini para peserta pelatihan mengenai program pelatihan

 Evaluasi Pembelajaran ( Evaluating Learning )

Ada tiga hal yang dapat Instruktur ajarkan dalam program training, yaitu

pengetahuan, sikap dan keterampilan.

 Evaluasi Tingkah Laku ( Evaluating Behavior )

Penilaian tingkah laku di fokuskan pada perubahan tingkah laku setelah

peserta kembali ke tempat kerja.


 Evaluasi Hasil / Dampak Program Pelatihan ( Evaluating Result)

Evaluasi hasil di fokuskan pada hasil akhir ( final Result ) yang terjadi karena

peserta telah mengikuti suatu program.

5. Model UCLA

Evaluasi model ini dikembangkan oleh Alkin pada tahun 1969. Alkin

mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih

informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis informasi. Lima macam

evaluasi yang dikemukakan Alvin :

a) System assessment, yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi

sistem.

b) Program Planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin

akan berhasil memenuhi kebutuhan program.

c) Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah

di perkenalkan kepada kelompok tertentu.

d) Program Improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana

program berfungsi dan bagaimana program berjalan.

e) Program certification, yang memberikan informasi tentang informasi atau

guna program.

6.   Model Formatif vs Sumatif

Model ini di kembangkan oleh Scriven pada tahun1967. Menurut Scriven

evaluasi terhadap program dapat di bedakan menjadi dua :


 Evaluasi Formatif

Adalah proses menyediakan dan menggunakan informasi untuk di jadikan

dasar pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas produk

atau program instruksional.

 Evaluasi Sumatif

Evaluasi yang dilaksanakan saat program telah selesai dan bagi kepentingan

pihak luar atau para pengambilan keputusan.

7. Model Kesesuaian

Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat

( congruence ) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah di capai.

8. Model Pengukuran

Pengukuran di gunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat ( attribute)

tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit

ukuran tertentu.

9. Model Yang berorientasi pada tujuan

Model evaluasi ini menggunakantujuan pembelajaran umum ( TPU ) dan

tujuan pembelajaran khusus ( TPK ) sebagai criteria untuk menentukan

keberhasilan. Tujuan model ini membantu guru merumuskan tujuan dan

menjelaskan hubungan antar tujuan dengan kegiatan.

b. Pendekatan evaluasi

1. Evaluasi Semu
Evaluasi Semu (Pseudo Evaluation) adalah pendekatan yang

menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid

dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha menanyakan

tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu, kelompok,

atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari evaluasi semu adalah

bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti

sendiri (self evident) atau tidak controversial.

Dalam evaluasi semu analis secara khusus menerapkan bermacam-macam

metode (rancangan ekspeimental-semu, kuseioner, random sampling, teknik

statistik) untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan sebagai produk dari variable

masukan dan proses. Namun setiap hasil kebijakan yang ada (misalnya, jumlah

lulusan pelatihan yang dipekerjakan, unit-unit pelayanan medis yang diberikan,

keuntungan pendapatan bersih yang dihasilkan) diterima begitu saja sebagai

tujuan yang tepat.

2. Evaluasi Formal

Evaluasi Formal (Formal Evaluation) merupakan pendekatan yang

menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan

dapat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil tersebut

atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh

pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama dari evaluasi formal

adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah merupakan

ukuran untuk manfaat atau nilai kebijakan program.


Dalam evaluasi formal analis menggunakan berbagai macam metode yang

sama seperti yang dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya adalah identik

untuk menghasilkan informasi yang valid dan data dipercaya mengenai variasi-

variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dai masukan dan proses

kebijakan. Meskipun demikian perbedaannya adalah bahwa evaluasi formal

menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen program, dan wawancara

dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk mengidentifikasikan,

mendefinisikan dan menspesifikkan  tujuan dan target kebijakan. Kelayakan dari

tujuan dan target yang diumumkan secara formal tersebut tidak ditanyakan. Dalam

evaluasi formal tipe-tipe criteria evaluative yang paling sering digunakan adalah

efektivitas dan efisiensi.

Dalam model ini terdapat tipe-tipe untuk memahami evaluasi kebijakan

lebih lanjut, yakni: evaluasi sumatif, yang berusaha untuk memantau pencapaian

tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau program diterapkan untuk

jangka waktu tertentu; dan kedua, evaluasi formatif, suatu tipe evaluasi kebijakan

yang berusaha untuk meliputi usaha-usaha secara terus menerus dalam rangka

memantau pencapaian tujuan-tujuan dan target-target formal.

Selain evaluasi sumatif dan formatif, evaluasi formal dapat juga meliputi

kontrol langsung atau tidak langsung terhadap masukan kebijakan dan proses-

proses.

Ada jenis variasi evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.    Evaluasi Perkembangan


` Dalam varian ini evaluasi formal berupaya untuk menunjuukan

kegiatan/aktivitas evaluasi kebijakan secara eksplisit yang diciptakan untuk

melayani kebutuhan sehari-hari staf program. Evaluasi perkembangan yang

meliputi beberapaukuran pengontrolan langsung terhadap aksi-aksi

kebijakan, telah digunakan secara luasuntuk berbagai situasi di sektor-sektor

publik dan swasta. Evaluasi perkembangan karena bersifat formatif dan

meliputi kontrol secara langsung, dapat digunakan untuk mengadaptasi

secara langsung pengalaman baru yang diperoleh melalui manipulasi secara

sistematis terhadap variabel masukan dan proses.

b.    Evaluasi proses retrospektif

Kedua, evaluasi proses retrospektif, yang meliputi

pemantauan/evaluasi program setelah program tersebut diterapkan untuk

hangka waktu tertentu. Varian ini cenderung dipusatkan pada masalah-

masalah dan kendala-kendala yang terjadi selama implementasi

berlangsung, yang berhubungan dengan keluaran dan dampak yang

diperoleh. Evaluasi ini tidak memperkenankan dilakukannya manipulasi

langsung terhadap masukan atau proses.

c.    Evaluasi eksperimental

Varian evaluasi eksperimental adalah evaluasi kebijakan yang lahir

dari hasil kondisi kontrol langsung terhadap masukan dan proses kebijakan.

Evaluasi eksperimental yang ideal secaara umum merupakan faktor

“eksperimental ilmiah yang terkontrol”, dimana semua faktor yang dapat


mempengaruhi hasil kebijakan, dikontrol, dipertahankan konstan, atau

diperlakukan sebagai hipotesis tandingan yang masuk akal.

d.    Evaluasi hasil retrospektif

Varian terakhir, evaluasi hasil retrospektif, meliputi pemantauan

dan evaluasi hasil tetapi tidak disertai dengan kontrol langsung terhadap

masukan-masukan dan prose kebijakan yang dapat dimanipulasi.

3. Evaluasi Keputusan Teoritis

Evaluasi Keputusan Teoritis (Decision-Theoretic Evaluation) adalah

pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan

informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan valid mengenai hasil-hasil

kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai macam pelaku kebijakan.

Perbedaan pokok antara evaluasi teori keputusan di satu sisi, evaluasi semu dan

evaluasi formal di sisi lainnya, adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis berusaha

untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku

kebijakan baik yang tersembunyi atau dinyatakan. Ini berarti bahwa tujuan dan

target dari para pembuat kebijakan dan administrator merupakan salah satu

sumber nilai, karena semua pihak yang membuat andil dalam memformulasikan

dan mengimplementasikan kebijakan (sebagai contoh, staf tingkat menengah dan

bawah, pegawai pada badan-badan lainnya, kelompok klien) dilibatkan dalam

merumuskan tujuan dan target dimana kinerja nantinya akan diukur.

Evaluasi keputusan teoritis merupakan cara untuk mengatasi beberapa

kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal.


1. Kurang dan tidak dimanfaatkannya informasi kinerja. Sebagian besar  informasi

yang dihasilkan melalui evaluasi kurang digunakan atau tidak pernah digunakan

untuk memperbaiki pembuatan kebijakan. Untuk sebagian, hal ini karena evaluasi

tidk cukup responsive terhadap tujuan dan target dari pihak-pihak yang

mempunyai andil dalam perumusan dan implementasi kebijakan dan program.

2.  Ambiguitas kinerja tujuan. Banyak tujuan dan program public yang kabur. Ini

berarti bahwa tujuan umum yang sama misalnya untuknya meningkatkan

kesehatan dan mendorong konservasi energy yang lebih baik dapat menghasilkan

tujuan spesifik yang saling bertentangan satu terhadap lainnya. Ini dapat terjadi

jika diingat bahwa tujuan yang sama (misalnya, perbaikan kesehatan) dapat

dioperasionalkan kedalam paling sedikit enam macam criteria evaluasi:

efektivitas,  efisiensi, kecukupan, kesamaan, responsivitas dan kelayakan. Salah

satu tujuan dan evaluasi keputusan teoritis  adalah untuk mengurangi kekaburan

tujuan dan menciptakan konflik antar tujuan spesifik atau target.

3.    Tujuan-tujuan yang saling bertentangan. Tujuan dan target kebijakan dan

program-program public tidak dapat secara memuaskan diciptkan dengan

memusatkkan pada nilai-nilai salah satu atau beberapa pihak (misalnya kongres,

kelompok klien yang dominan atau kepala administrator). Dalam kenyataan,

berbagai pelaku kebijakan dengan tujuna dan target yang saling berlawanan

Nampak dalam hamper semua kondisi/situasi yang memerlukan evaluasi. Evaluasi

keputusan-teoritis berusaha untuk mengidentifikasi berbagi pelaku kebijakan ini

dan menampakkan tujuan-tujuan mereka.


Salah satu tujuan utama dari evluasi teoritis keputusan adalah untuk

menghubungkan informasi mengenai hasil-hasil kebijakan dengan nilai-nilai dari

berbagai pelaku kebijakan. Asumsi dari evaluasi teoritis keputusan adalah bahwa

tujuan dan sasaran dari pelaku kebijakan baik yang dinyatakan secara formal

maupun secara tersembunyi merupakan aturan yang layak terhadap manfaat atau

nilai kebijakan dan program. Dan bentuk utama dari evaluasi teoritis kebijakan

adalah penaksiran evaluabilitas dan analisis utilitas multiatribut, keduanya

berusaha menghubungkan informasi mengenai hasil kebjakan dengan nilai dari

berbagi pelaku kebijakan.

Penaksiran evaluabilitas (evaluability assesment) merupakan serangkaian

prosedur yang dibuat untuk menganalisis system pembuatan keputusan yang

diharapkan dapat diperoleh dari informasi kinerja dapat memperjelas tujuan

sasaran, dan asumsi-asumsi  dengan mana kerja akan diukur. Pertanyaan

mendasar dalam penaksiran evaluabilitas adalah apakah suatu kebijakan atau

program dapat sama sekali dievaluasi. Suatu kebijakan atau program agar dapat

dievaluasi, paling tidak tiga kondisi harus ada: satu kebijakan atau program yang

diartkulasikan secara jelas; dan serangkaian asumsi yang eksplisit yang

menghubungkan aksi atau konsekuensi. Dalam melakukan penkasiran

evaluabilitas, analisis mengikuti serangkaian langkah yang memperjelas suatu

kebjkana atau program dari sudut pandang pemakai kebijakan atau program dari

sudut pandang pemakai informasi kinerja yang dituju dan evaluator itu sendiri.

1. Spesifikasi program-kebijakan. Apakah  kegiatan-kegiatan federal Negara

bagian atau local dan apakah tujuan dan sasaran yang melandais program?
2.      Koleksi informasi program kebijakan. Informasi apa yang harus

dikumpulkan untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan program

kebijakan,kegiatan-kegiatan, dan asumsi-asumsi yang mendasarinya?

3.    Modeling program-kebijakan. Model apa yang paling baik menerangkan

program dan tujuan suatu kegiatan yang berhubungan, dari sudut pandang

pemakai informasi kinerja yang dituju? Asumsi –asumsi kausal apa yang

menghubunkan aksi dengan hasil?

4.   Penkasiran evaluabilitas program-kebijakan. Apakah model program

kebijakan secara mencukupi tidak ambigu untuk membuat evaluasi

bermanfaat? Tipe studi evaluasi apakah yang paling berguna?

5.   Umpan balik penkasiran evaluabilitas untuk pemakai. Setelah menanyakan

keimpulan mengenai evaluabilitas progam-kebijakan bagi pemakai yang

diinginkan, apakah yang mungkin menjadi langkah berikutnya yang harus

(atau tidak harus) dimabil untuk mengevaluasi kinerja kebijkan?

Bentuk evaluasi teoritis keputusan yang kedua adalah analisis utilitas

multiatribut. Analisis utilitas multiatribut adalah seragkaian prosedur yang dibuat

untuk memperoleh penilaian subyektif dari berbagai pelaku kebijakan mengenai 

probabilitas kemunculan dan nilai dari hasil kebijakan. Kelebihan dari analisis

utilitas multiatribut adalah bahwa analisis tersebut secara eksplisit menampakkan

penentuan nilai dari berbagai pelaku kebijakan; analisis tersebut juga mengakui

adanya beragam tujuan yang saling berlawanan dalam evaluasi program

kebijakan; dan analisis tersebut menghasilkan informasi kinerja yang lebih


berguna dari sudut pandang pemakai yan dituju. Tahap-tahap dalam pelaksanaan

analisis utilitas multiatribut adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi pelaku. Mengidentifikasi pihak-pihak yang mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh suatu kebijakan atau program. Masing-masing pelaku

kebijakan ini akan mempunyai tujuan dan sasaran sendiri-sendiri yang ingin

mereka capai secara maksimal.

2. Spesifikasi isu keputusan yang relevan. Menentukan secara operasional

berbagai kecenderungan aksi atau non-aksi yang tidak dispekati oleh para

pelaku kebijakan. Dalam kasus yang paling sederhana terdapat dua

kecenderungan tindakan: status quo dan beberapa inisiatif baru.

3. Spesisifikasi hasil kebijakan. Menentukan cakupan konsekuensi yang dapat

timbul sebagai akibat dari adanya aksi. Hasil-hasil dapat disusun secara

birarkis dimana satu aksi mempunyai beberapa konsekuensi, dan masing-

masing mempunyai konsekuensi yang lebih jauh lagi. Suatu hirarki hasil dapat

disamakan dengan pohon tujuan (decision tree), kecuali hasil itu bukan tujuan

sampai hasil tersebut dinilai secara eksplisit.

4. Identifikasi atribut hasil. Disini tugasnya adalah untuk mengidentifikasi semua

atribut yang relevan yang membuat hasil berharga dan bernilai. Sebagai

contoh, masing-masing hasil dapat mempunyai tipe keuntungan dan biaya yang

berbeda terhadap kelompok sasaran dan konsumen yang berbeda.

5. Penyusunan jenjang nilai atribut. Menyusun nilai atribut menurut

kepentingannya. Sebagai contoh, jika peningkatan penghasilan keluarga

merupakan hasil dari program kemiskinan, hasil ini dapat mempunyai beberapa
atribut nilai: perasaan makmur; mengkonsumsi gizi/nutrisi lebi banyak; punya

sisa pendapatan yang lebih besar untuk perawatan kesehatan. Atribut-atribut

tersebut harus diururtkan menurtu kepentingan relative antara skala satu

tehadap lainnya.

6. Penyusunan skala atribut. Menyusun skala atribut yang telah diurutkan

menurut kepentingannya. Untuk melakukan hal itu, atribut yang paling tidak

penting diberi nilai 10. Alihkan ke atribut yang penting, lalu jawab pertanyaan

ini; berapa kali atribut yang paling penting ini lebih penting disbanding atibut

paling tidak penting berikutnya? Lanjutkan prosedur penyusunan skala ini

sampai atribut yang paling penting ini sudah dibandingkan dengan semua

lainnya. Catat bahwa atribut yang paling penting dapat mempunyai nilai skala

10, 20, 30 kali atau lebih dari atribut yang paling penting.

7. Standarisasi skala. Atribut yang telah disusun skalanya akan mempunyai nilai

maksimum yang bebeda antar pelaku kebijakan. Sebagai contoh, seoang pelaku

kebijakan dapat member atribut A nilai 60; B nilai 30; dan atribut C nilai 10.

Tetapi pelaku kebijakan lainnya terhadap atribut-atribut yang sama dapat

member nilai 120, 60, dan 10. Untuk menstandarisasikan skala ini, jumlahlah

semua nilai asli untuk setiap skala, bagian masing-masing nilai asli dengan

jumlahnya, dan kalikan dengan 100. Ini akan menghasilkan skala yang terpisah

yang nilai-nilai komponennya berjumlah sampel 100.

8. Pengukuran hasil. Ukurlah derajat di mana setiap hasil kebijakan merupakan

hasil dari pencapaian setiap atribut. Probabilitas maksimum harus diberi nilai
100; probabilitas minimum harus diberi nilai 0 (yaitu tidak ada kesempatan

dimana hasil/akan berakhir dengan pencapaian atribut).

9. Evaluasi presentasi. Tentukan hasil kebijakan dengan total kinerja terbesar,

dan sajikan informasi ini kepada pembuat keputusan yang relevan.

Kelebihan dari analisis utilitas multiatribut adalah bahwa analisis ini

memungkinkan analisis berurusan secara sistematis dengan tujuan yang saling

bertentangan antar pelaku kebijakan yang banyak. Tetapi ini dimungkinkan hanya

jika langkah-langkah seperti yang baru dijelaskan diatas melibatkan pelaku-pelaku

kebijakan yang relevan. Oleh karena itu, persyaratan pokok dai analisis utilitas

multiatrbut adalah bahwa pelaku kebijakan yang mempengaruhi dan dipengaruhi

oleh kebijakan atau program adalah partisipan aktif dalam evaluasi kinerja

kebijakan.

2.11 MANFAAT EVALUASI

Menurut Hari Handoko ( 1985 : 99 ), manfaat evaluasi adalah :

1. Untuk memperbaiki keputusan – keputusan personalia.

2. Untuk umpan balik kepada karyawan.

3. Melakukan identifikasi masalah dan penilaian program serta pencapaian sasaran.

4. Memperkuat budaya evaluasi kelembagaan.

5. Memperkecil kesenjangan antara tujuan pribadi dan lembaga dan mendorong

keterbukaan.

6. Menghasilkan kader baru bagi lembaga.


7. Menimbulkan inisiatif dan peninjauan kembali kebijakan yang tidak efektif.

8. Memberikan informasi tentang lembaga untuk dibandingkan dengan lembaga lain

(bechmarking).

2.12 EVALUASI KINERJA

a. Pengertian evaluasi kinerja

1. Menurut Fisher, Schoenfeldt dan Shaw  evaluasi kinerja merupakan suatu proses

dimana kontribusi karyawan terhadap organisasi dinilai dalam suatu periode

tertentu. GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian

kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai,

sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan

memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.

2. Meggison (Mangkunegara, 2005:9) mendefinisikan evaluasi/penilaian kinerja

adlaah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang

karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

3. Andew E. Sikula yang dikutip Mangkunegara (2000:69) mengemukakan

bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan

pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran

atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang ataupun

sesuatu (barang).
4. Payaman Simanjuntak (2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah

penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau

unit kerja organisasi atau perusahaan.

5. Leon C. Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah

sebagai berikut: ”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu

proses yang digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan

melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggng jawabnya”.

6. Andrew E. Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69)

mengemukakan bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis

dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.

7. Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu kegiatan yang dilakukan

oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara

membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian / deskripsi pekerjaan dalam

suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”

8. Anderson  dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja

sebagai: “Feedback from the accountant to management that provides

information about how well the actions represent the plans; it also identifies

where managers may need to make corrections or adjustments in future planning

andcontrolling activities.”

9. Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran

kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an activity or the

value chain”
10. Menurut Hasibuan (2000:87) : Penilaian kinerja adalah kegiatan manajer untuk

mengevaluasi perilaku prestasi kerja pegawai serta menetapkan kebijaksanaan

selanjutnya. Evaluasi atau penilaian perilaku meliputi penilaian kesetiaan,

kejujuran,kepemimpinan, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partsipasi pegawai.

11. Menurut Rivai (2005:66) : Penilaian Kinerja merupakan suatu proses untuk

penetapan pemahaman bersama tentang apa yang akan dicapai, dan suatu

pendekatan untuk mengelola dan mengembangkan orang dengan cara peningkatan

dimana peningkatan tersebut itu akan dicapai didalam waktu yang singkat ataupun

lama. Peningkatan ini tidak terjadi hanya karena sisitem yang yang dikemudikan

oleh manajemen untuk mengatur kinerja dari karyawan mereka, tapi juga melalui

suatu pendekatan kearah mengelola dan mengembangkan orang yang

memungkinkan mereka untuk mengatur pengembangan dan kinerja mereka

sendiri dalam kerangka sasaran yang jelas dan standar yang telah disetujui dengan

para penyelia mereka.

12. Menurut Mathis dan Jackson (2006:382) : Penilaian kinerja (performance

appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan

pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian

mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga

disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kerja, evaluasi

kinerja, dan penilaian hasil.

13. Menurut Handoko (1994:11) : Penilaian kinerja merupakan cara pengukuran

kontribusi-kontribusi dari individu dalam organisasi. Nilai penting dari penilaian

kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atas kinerja


yang diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggung

jawabnya.

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1979 Tentang

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil, yang menyebutkan

bahwa: ”Dalam rangka usaha untuk lebih menjamin obyektivitas dalam

pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karir dan sistem prestasi

kerja, maka perlu diadakan penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri

Sipil.”

15. Menurut Peraturan Pemerintah No.10/1979, pengertian Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan adalah suatu sistem penilaian yang dilakukan oleh seorang pejabat

penilai terhadap pegawai yang menjadi bawahannya. Pejabat penilai yang telah

membawahi pegawai secara langsung sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan harus

melakukan penilaian terhadap pegawai yang menjadi bawahannya tersebut.

Adapun unsur-unsur yang dinilai adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab,

ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan.

16. Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian

kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas

dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut

digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi tentang prestasi,

pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan dalam

penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian.


17. Menurut Soeprihanto (1988:7) Penilaian Kinerja adalah sistem yang digunakan

untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan

pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan.

b. Tujuan evaluasi kinerja

Tujuan dari evaluasi kinerja menurut James E. Neal Jr (2003:4-5) adalah :

1. Mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan karyawan

2. Mengindentifikasi potensi perkembangan karyawan

3. Untuk memberikan informasi bagi perkembangan karyawan

4. Untuk membuat organisasi lebih produktif

5. Untuk memberikan data bagi kompensasi karyawan yang sesuai

6. Untuk memproteksi organisasi dari tuntutan hukum perburuhan.

Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106)

menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin

pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan atau

penyimpangan.

Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah

untuk :

1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan

kinerja

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka

termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya

berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu


3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan

aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap

pekerjaan yang diembannya sekarang

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga

karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan

kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui

rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan

kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih

spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1)

yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:10) adalah:

1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan

kinerja.

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka

termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya

berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan

aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan

yang di embannya sekarang.

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga

karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.


5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan

kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui

rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

Menurut Rivai (2005:52) Tujuan Penilaian Kinerja secara umum adalah

untuk :

1. Meninjau ulang kinerja masa lalu

2. Memperoleh data yang pasti, sistematis dan faktual dalam penentuan ”nilai”

suatu pekerjaan

3. Memeriksa kemampuan organisasi

4. Memeriksa kemampuan individu karyawan

5. Menyusun target masa depan

6. Melihat prestasi seseorang secara realistis

7. Memperoleh keadilan dalam sistem pengupahan dan penggajian yang berlaku

dalam organisasi

8. Memperoleh data dalam penentuan struktur upah dan gaji sepadan dengan

apa yang berlaku secara umum

9. Memungkinkan manajemen mengukur dan mengawasi biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan secara lebih akurat

10. Memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan rasional

dengan serikat pekerja apabila ada atau langsung dengan karyawan

11. Memberikan kerangka berpikir dalam melakukan peninjauan secara berkala

terhadap sistem pengupahan dan penggajian yang berlaku dalam organisasi


12. Memungkinkan manajemen lebih objektif dalam memperlakukan karyawan

berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang sehat dan teknik –teknik

penilaian yang tidak berat sebelah

13. Membantu manajemen dalam memilih, menempatkan, promosi,

memindahkan dan meningkatkan kualitas karyawan

14. Memperjelas tugas pokok, fungsi, kegiatan wewenang dan tanggungjawab

satuan-satuan kerja dalam organisasi, yang apabila dapat terlaksana dengan

baik akan mempunyai arti yang sangat penting dalam usaha penyederhanaan

kerja sehingga dapat menghilangkan duplikasi atau tumpang tindih dalam

pelaksanaan berbagai kegiatan dalam organisasi menghilangkan atau paling

sedikit mengurangi berbagai jenis keluhan karyawan yang apabila tidak

teratasi dengan baik dapat berakibat para karyawan meninggalkan organisasi

dan pindah ketempat kerja yang lain. Apabila dapat teratasi dengan baik akan

meningkatkan motivasi kerja, menumbuhsuburkan hubungan kerja yang

menguntungkan, baik pihak manajemen maupun pih ak karyawan sendiri

15. Menyejajarkan penilaian kinerja dengan bisnis sehingga keefektifan penilaian

kinerja dalam mencapai tujuan organisasi tergantung dari seberapa sukses

organisasi menyejajarkan dan mengintegrasikan penilaian kinerja dengan

sasaran bisnis strategis.

16. Mengetahui latihan yang diperlukan.

c. Manfaat evaluasi kinerja


Menurut Rivai (2005:55) Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak

adalah agar mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan. Pihak-

pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah :

 Orang yang dinilai (karyawan)

1. Meningkatkan motivasi

2. Meningkatkan kepuasan kerja

3. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan mereka

4. Umpan balik dari kinerja lalu yang akurat dan konstruktif

5. Pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan menjadi lebih besar

6. Pengembangan perencanaan untuk meningkatkan kinerja dengan membangun

kekuatan dan mengurangi kelemahan semaksimal mungkin

7. Adanya kesempatan untuk berkomunikasi keatas

8. Peningkatan pngertian tentang nilai pribadi

9. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan pekerjaan dan bagaimana

mereka dapat mengatasinya

10. Suatu pemasalahan jelas dari apa yang diharapkan dan apa yang perlu untuk

dilaksanakan untuk mencapai harapan tersebut

11. Adanya pandangan yang lebih jelas tentang konteks pekerjaan

12. Kesempatan untuk mendiskusikan cita-cita dan bimbingan apapun, dorongan

atau pelatihan yang diperlukan  untuk memnuhi cita-cita karyawan

13. Meningkatkan hubungan yang harmonis dan aktif dengan atasan

 Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manajer, konsultan)


1. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecendrungan kinerja

karyawan untuk memperbaiki manajemen selanjutnya

2. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum tentang

pekerjaan individu dan departemen yang lengkap

3. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem pengawasan baik untuk

pekerjaan manajer sendiri, maupun pekerjaan dari bawahannya

4. Identifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai pribadi

5. Peningkatan kepuasan kerja

6. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa takut, rasa

grogi, harapan dan aspirasi mereka

7. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer maupun dari para

karyawan

8. Kesempatan untuk menjelaskan tujuan dan prioritas penilai dengan

memberikan pandangan yang lebih baik terhadap bagaimana mereka dapat

memberikan kontribusi yang lebih besar kepada perusahaan organisasi

9. Meningkatkan rasa harga diri yang kuata diantara manajer dan para karyawa,

karena telah berhasil mendekatkan ide dari karyawan denagn ide dari para

manajer

10. Sebagai media untuk mengurangi kesenjangan antara sasaran individu dengan

sasaran kelompok atau sasaran departemen SDM atau sasaran

perusahaan/organisasi

11. Kesempatan bagi para manajer untuk menjelaskan kepada karyawan apa yang

sebernarnya diinginkan oleh perusahaan/organisasi dari pada karyawan


sehingga para karyawan dapat mengukur dirinya, menempatkan dirinya dan

Berjaya sesuai dengan harapan dari pimpinan.

12. Sebagi media untuk meningkatkan interpersonal relationship atau hubungan

antar pribadi antara karyawan dengan manajer

13. Dapat sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan dengan lebih

memusatkan perhatian kepada mereka secara pribadi

14. Merupakan kesempatan berharga bagi pimpinan agar dapat menilai kembali

apa yang telah dilakukan sehingga ada kemungkinan merevisi target atau

menyusun prioritas baru.

15. Bisa mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi atau perubahan tugas

karyawan

 Perusahaan

1. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan/organisasi

karena:

- Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan/organisasi dan

nilai budaya perusahaan/ organisasi.

- Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas.

- Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer/pimpinan untuk menggunakan

ketrampilan atau keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan

mengembangkan kemauan dan ketrampilan karyawannya

2. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh

masing-masing karyawan

3. Meningkatkan kualitas komunikasi


4. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan

5. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan

perusahaan/organisasi.

6. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang  dilakukan

oleh karyawan harapan dan pandangan yang jangka panjang dapat

dikembangkan

7. Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan

8. Kemampuan menemukenali setiap permasalahan

9. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh

perusahaan

10. Kejelasan dan ketepatan dari pengetahuan , ketrampilan dan sikap yang

diperlukan oleh karyawan, sehingga perusahaan dapat tampil prima

11. Budaya perusahaan menjadi mapan. Setiap kelalaian dan ketidakjelasan dalam

membina sistem dan prosedur dapat dihindarkan dan kebiasaan baik dapat

diciptakan dan dipertahankan. Berita baik bagi setiap orang dan setiap

karyawan akan mendukung pelaksanaan penilaian kinerja, mau berpartisipasi

secara aktif dan pekerjaan selanjutnya dari penilaian kinerja akan menjadi lebih

mudah

12. Karyawan yang potensil dan meungkinkan untuk menjadi pimpinan

perusahaan atau sedikitnya yang dapat dipromosikan menjadi lebih mudah

terlihat, mudah diidentifikasikan, mudah dikembangkan lebih lanjut dan

memungkinkan tanggung jawab secara kuat


13. Jika penilaian kinerja ini telah melembaga dan keuntungan yang diperoleh

perusahaan/organiasasi menjadi lebih besar, penilaian kinerja akan menjadi

salah satu sarana yang paling utama dalam meningkatkan kinerja perusahaan/

organisasi.

Menurut Mangkunegara (2005:11) adalah :

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,

pemberhentian dan besarnya balas jasa

2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan

pekerjaannya

3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan

4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja,

metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan

pengawasan

5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang

ada di dalam organisasi

6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan

7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan

8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job

description)

Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi

kinerja (EK) adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang

rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka  orang yang
bersangkutan dan atasannya akan segera membuat segala upaya untuk

meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun.

Untuk itu, setiap pekerja perlu menyadari dan memiliki :

- Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih

lanjut

- Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja

- Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi

- Keyakinan untuk berhasil.

2. Pengembangan SDM. EK sekaligus mengidenfikasi kekuatan dan kelemahan

setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan

individu dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi

individu

Yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkompensasi kelemahan-

kelemahannya melalui proram pelatihan Manajemen dan individu, baik untuk

memenuhi kebutuhan perusahaan atau organisasi, maupun dalam rangka

pengembangan karier mereka masing-masing.

3. Pemberian Kompensasi. Melalui EK individu,dapat diketahui siapa yang

memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir  organisasi atau

perusahaan. Pemberian imbalan atau kompensasi yang adil haruslah didasarkan

kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang

menampilkan EK yang tinggi patut diberi kompensasi, antara lain berupa :

pemberian penghargaan dan atau atau uang ; pemberian bonus yang lebih besar

daripada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.
4. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing

individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka

miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas

perusahaan.

5. Program Kepegawaian. Hasil EK sangat bermanfaat untuk menyusun program-

program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan

karier pegawai.

6. Menghindari perlakuan diskriminasi EK dapat menghindari perlakuan

diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan

kepada kriteria obyektif yaitu evaluasi kinerja

Handoko (1994:20 Fungsi diadakannya penilaian kinerja kinerja disetiap

organisasi antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sebagai dasar untuk menentukan keputusan penggajian

2. Sebagai dasar umpan balik atas kinerja yang dilakukan seseorang atau

kelompok

3. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan yang dinilai

4. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan promosi

5. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan mutasi dan pemberhentian

6. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan training dan pengembangan

7. Sebagai dasar pertimbangan untuk keputusan penghargaan (reward)

8. Sebagai alat untuk memotivasi dan meningkatkan kinerja

Dengan mengetahui banyak kegunaan atau fungsi dari adanya penilaian

kinerja, maka bisa diketahui bahwa hasil penilaian kinerja bukanlah merupakn
thap akhir, namun sebaliknya hasil penilaian hendaknya dapat digunakan sebagai

dasar keputusan atau strategi organisasi.

d. Proses evaluasi kinerja

Keterkaitan proses penilaian kinerja dengan kegiatan kepegawaian adalah

sebagai berikut :

1. Job Analiysis atau analisis pekerjaan

Proses penilaian kinerja harus berdasarkan pada analisis pekerjaan atau

analisis jabatan. Tahap ini merupakan tahap yang cukup penting yang merupakan

tahap mendasar dalam penilaian kinerja, karena analisis jabatan dipergunakan

untuk beberapa kegiatan dalam proses penilaian kinerja. Hasil dari analisis jabatan

ini digunakan sebagai dasar penyusunan deskripsi pekerjaan, dimana dalam

deskripsi pekerjaan ini disebutkan dasar-dasar penilaian kinerja yaitu jenis-

jenispekerjaan yang harus dikerjakan dan spesifikasi atau kebutuhan khusus yang

menunjang pekerjaan tertentu . Inti dari tahap ini adalah apabila akan

melaksanakan penilaian kinerja, maka sebelumnya harus dinyatakan dengan jelas

hal-hal berikut : jenis-jenis pekerjaan, tanggungjawabyang dimiliki, kondisis

kerja, kegiatan yang harus dilakukan

2. Performance standarts atau standar kerja

Standar di pergunakan untuk membandingkan hasil kerja seorang staf

dengan standar yang di tetapkan, sehingga dapat di ketahui apakah pekerjaan yang

bersangkutang lebih baik atau di bawah standar. Standar kerja didasarkan atas

informasi-informasi yang di peroleh dari analisis jabatan. Standar tang di tetapkan

harus memenuhi beberapa syarat sebagai beriku:


- Standar harus tertulis dengan jelas dan spesifik, sehingga setiap orang bisa

membaca standar kerja yang ditetapkan untuk pekerjaan tertentu sehingga tidak

mudah menimbulkan bias dan salah persepsi

- Standar yang ditetapkan harus realistis dan dapat dicapai

- Standar yang digunakan bisa menjawab pertanyaan what (tentang apa yang

dikerjakan, dan bagaimana metode menyelesaikan pekerjaan),howmuch

(berapa yang harus dihasilkan) dan by when (kapan pekerjaan harus dihasilkan)

3. Performance apprasial sistem atau metode penilaian kinerja

Secara umum ada 4 macam metode penilaian kinerja. Empat macam metode

tersebut adalah : Behavior appraisal system atau penilaian kinerja berdasarkan

perilaku yang dinilai, Personel/performer Appraisal system atau penilaian kinerja

berdasar ciri sifat individu, Result- oriented Appraisal system atau penilaian

kinerja berdasar hasil kerja, Contingency Appraisal system atau penilaian kinerja

berdasar atas kombinasi beberapa komponen; ciri sifat, perilaku, dan hasil kerja.

e. Kesalahan Persepsi dalam Penilaian Kinerja

Menurut Handoko (1994:26) Evaluasi kinerja dapat menjadi bias apabila

dalam proses penilaian kinerja dapat menjadi bias apabila dalam proses penilaian

kinerja terdapat kesalahan-kesalahan persepsi yang bersifat subyektif yang

dimiliki oleh penilai. Bias-bias penilaian tersebut antara lain adalah :

1. Bias karena atribut yang dimiliki oleh bawahan (atribution bias)

2. Cenderung menilai dengan skor yans sedang atau ditengah-tengah (central

tendency)
3. Menilai dengan nilai yang sangat (terlalu) tinggi atau yang disebut dengan

leniency, atau justru menilai dengan nilai yang sangat (terlalu) rendah atau

strictness

4. Penilaian yang sangat dipengaruhi oleh ciri sifat pribadi dari orang yang dinilai

(haloeffect)

5. Menilai orang hanya karena stereotype, misal orang yang usianya sudah tua,

pastilah kinerjanya buruk

6. Menilai bawahan hanya berdasar perilaku atau prestasi kerja akhir, atau waktu

yang mendekati waktu penilaian tanpa memperhatikan prestasi kerja waktu-

waktu sebelumnya (recency effect)

f. Pejabat evaluasi kinerja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 pasal 11, yang

dimaksud dengan pejabat penilai adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan

Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga

Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, dan atau

Atasan Pejabat Penilai yang tertinggi dalam lingkungannya masing-masing.

Menurut Mathis dan Jackson (2006:387) Penilaian kinerja dapat dilakukan

oleh siapapun yang mengetahui dengan baik kinerja dari karyawan secara

individual. Kemungkinannya adalah sebagai berikut :

1. Para Supervisor yang Menilai Karyawan Mereka

Penilaian secara tradisional atas karyawan oleh supervisor didasarkan

pada asumsi bahwa supervisor langsung adalah orang yang paling memenuhi

syarat untuk  mengevaluasi kinerja  karyawan secara realistis dan adil.  Untuk
mencapai tujuan ini, beberapa supervisor menyimpan catatan kinerja

mengenai pencapaian karyawan mereka. Catatan ini menyediakan contoh

spesifik untuk digunakan ketika menilai kinerja.

2. Para Karyawan yang Menilai Atasan Mereka

Sejumlah organisasi dimasa sekarang meminta para karyawan atau

anggota kelompok untuk memberi nilai pada kinerja supervisor dan manajer.

Satu contoh utama dari penilaian jenis ini terjadi diperguruan tinggi dan

universitas, dimana para mahasiswa mengevaluasi kinerja para pengajarnya

diruang kelas. Industri juga menggunakan penilaian karyawan untuk tujuan

pengembangan manajemen.

Praktek terbaru bahkan mengevaluasi dewan direksi perusahaan.

Tanggung jawab dasar dari dewan untuk menetapkan tujuan dan

mengarahkan pencapaian mereka menjadi alasan untuk mengevaluasi kinerja

dari para anggota dewan. Dalam beberapa contoh, para eksekutif

mengevaluasi dewan direksi, tetapi tinjauan dewan terhadap dirinya sendiri

atau evaluasi dari luar juga dapat digunakan.

Keuntungannya adalah dengan menyeluruh para karyawan menilai

para manajer memberikan tiga keuntungan utama. Pertama, dalam hubungan

manajer- karyawan yang bersifat kritis, penilaian karyawan dapat sangat

berguna dalam mengidentifikasi manajer yang kompeten. Penilaian terhadap

para pemimpin oleh para tentara tempur adalah salah satu contohnya. Kedua,

program penilaian jenis ini membantu manajer agar lebih responsif terhadap

karyawan, meskipun keuntungan ini dapat dengan cepat berubah menjadi


kerugian jika manajer lebih berfokus untuk bersikap baik daripada

menjalankan tugasnya. Orang-orang yang baik tanpa kualifikasi lainnya tidak

dapt menjadi manajer yang baik dalam banyak situasi. Ketiga, penilaian

karyawan memberikan kontribusi pada perkembangan karier manajer..

Kerugian utama dari dari menerima penilaian karyawan adalah reaksi

negatif yang ditunjukkan oleh banyak atasan karena harus dievaluasi oleh

karyawan. Sifat ”semestinya” dari hubungan manajer-karyawan dapat

terganggu karena adanya karyawan yang menilai manajer. Disamping itu

ketakutan akan adanya pembalasan semakin besar disaat karyawan

memberikan penilaian yang realistis. Pendekatan ini dapat mendorong para

pekerja untuk menilai manajer  mereka hanya pada cara manajer tersebut

memperlakukan mereka dan bukan pada persyaratan pekerjaan yang penting.

Oleh karena itu, masalah yang berhubungan dengan menyuruh para karyawan

menilai manajer  dapat  membatasi kegunaan dari pendekatan penilaian

tradisional dari kebanyakan organisasi membatasi penerapan penilaian

karyawan hanya pada tujuan pengembangan diri.

3. Anggota Tim yang Menilai Sesamanya

Penggunaan rekan kerja dan anggota tim sebagai penilai adalah jenis

penilaian lainnya yang berpotensi baik untuk membantu ataupun sebaliknya.

Sebagai contoh, ketika kelompok dari dari tenaga penjualan mengadakan

pertemuan sebagai komite untuk menbicarakan mengenai nilai satu sama lain,

mereka dapat mencari ide-ide yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kinerja dari individu- individu yang memiliki nilai lebih rendah.


Kemungkinan lainnya, kritik yang ada dapat mempengaruhi secara negatif

hubungan kerja dimasa depan.

Penilaian oleh tim dan rekan kerja khususnya berguna ketika para

supervisor tidak memiliki kesempatan untuk mengamati kinerja setiap

karyawan, tetapi tidak demikian halnya dengan anggota kelompok kerja

lainnya. Tetapi beberapa orang perpendapat bahwa penilaian kinerja jenis

apapun, termasuk penilaian oleh tim/rekan kerja, dapat di pengaruhi kerja tim

usaha manajemen partisipatif secara negative.

Menilai Tim dan kerja Tim Manajemen kualitas total (total quality

management-TQM) dan pendekatan-pendekatan manajemen partisipatif

lainnya menekankan kerja tim dan kinerja tim dibandingkan kinerja

individual. Efektifitas dihasilkan dari banyak faktor dan bukan hanya dari

usaha individual. Dalam pandanagan ini penilaian kinerja secara individu

dapat mengganggu perkembangan kerja tim, Penilaian informal oleh rekan

kerja atau pemimpin kelompok tetap dapat terjadi sewaktu-waktu untuk

membantu kinerja mereka yang berkinerja kurang.

Kesulitan Menilai Tim Meskipun para anggota tim mempunyai

banyak informasi kinerja satu sama lain , mereka mungkin saja tidak bersedia

untuk berbagi. Mereka mungkin akan menyerang secara tidak adil atau

”bermurah hati” untuk menjaga perasaan. Beberapa organisasai mencoba

untuk mengatasi masalah seperti ini dengan menggunakan penilaian

anonimdan/atau menyewa konsultan atau manajer untuk menerjemahkan

penilaian tim/ rekan kerja. Tetapi beberapa bukti mengindikasikan bahwa


dengan menggunakan orang luar  untuk memfasilitasi proses penilaian tidak

selalu menghasilkan persepsi dimana sistem tersebut dipandang lebih adil

oleh mereka yang dinilai. Mesipun dengan adanya masalah tersebut, tetapi

penggunaan penilaian kinerja tim/rekan kerja ,mungkin tidak dapat dihindari,

khususnya dimana tim kerja digunakan secara ekstensif.

4. Sumber-Sumber Dari Luar

Penilain juga dapat dilakukan oleh orang-orang (penilai) dari luar

yang dapat diundang untuk melakukan tinjauan kinerja. Contoh-contoh

meliputi tim peninjau yang mengevaluasi seorang direktur perguruan tinggi

atau satu regu manajer divisi yang mengevaluasi potensi perkembangan

seseorang dalam organisasi. Tetapi orang-orang dari luar mungkin tidak

mengetahui permintaan penting dalam organisasi.

Pelanggan atau klien dari sebuah organisasi adalah sumber nyata

untuk penilaian dari luar. Untuk tenaga penjualan atau pekerjaan jasa lainnya,

para pelanggan dapat memberikan masukan yang sangat berguna pada

perilaku kinerja dari tenaga penjualan. Satu perusahaan mengukur kepuasan

layanan pelanggan untuk menentukan bonus bagi eksekutif pemasaran

puncak.

5. Karyawan Menilai Diri Sendiri

Menilai diri sendiri dapat ditetapkan dalam situasi-situasi tertentu

Sebagai alat pengembangan diri, hal ini dapat memaksa para karyawan untuk

memikirkan mengenai kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan

tujuan untuk peningkatan. Para karyawan yang bekerja dalam isolasi atau
mempunyai ketrampilan unik mungkin adalah satu-satunya yang memenuhi

syarat untuk menilai mereka sendiri. Tetapi para karyawan tidak dapat

menilai diri sendiri sebagaimana para supervisor menilai mereka; mereka

dapat menggunakan standar yang sangat berbeda. Riset tersebut dicampurkan

sebagaimana apakah orang- orang cenderung lunak atau lebih menuntut

ketika menilai diri mereka sendiri. Karyawan yang menilai diri sendiri tetap

dapat menjadi sumber informasi kinerja yang berharga dan terpercaya.

6. Karyawan dan Multisumber (umpan balik 360 derajat)

Penilaian dari multisumber atau umpan balik 360 derajat,

popularitasnya meningkat. Dalm umpan balik multisumber , manajer tidak

lagi menjadi sumber tunggal dari informasi penilaian konerja. Alih-alih,

berbagai rekan kerjadan pelanggan memberikan umpan balik mengenai

karyawan kepada manajer, jadi memungkinkan manajer untuk mendapatkan

masukan dan berbagai seumber. Tetapi manajer tetap menjadi titik pusat

untuk menerima umpan balik dari awal dan untuk terlibat dalam tindakan

lanjut yang di perlukan, bahkan dalam sistem yangmultisumber. Jadi presepsi

manajer mengenai kinerja karyawan masih berpengaruh dalam jalannya

proses tersebut..

Penelitian pada umpan balik 360 derajat relatif terjadi pada akhir-

akhir ini dan belum dilakukan dalam volume besar, tetapi penelitian yang

telah dilakukan sejauh ini menyatakan bahwa sering kali terdapat

ketidaksesuaian diantara sumber penilaian. Harus diingat bahwa tujuan dari

umpan balik 360 derajat adalh tidak untuk meningkatkan reliabilitas dengan
mengumpulkan pandangan yang sama, tetapi lebih untuk menangkap

berbagai evaluasi atas peran yang berbeda dari karyawan secara individual.

Meskipun para peserta biasanya memandang umpan balik multisumber

adalah sesuatu yang berguna, mereka mengidentifikasi tindak lanjut pada

aktifitas pengembangan berdasarkan pada umpan balik tersebut sebagai faktor

paling penting dalam perkembangan masa depan seseorang.

Ketika menggunakan umpan balik 360 derajat untuk tujuan

administratif, para manajer harus mengantisipasi masalah potensial.

Perbedaan diantara para penilai dapat menghadirkan tantangan, khussunya

dalam penggunaan penilaian 360 derajat untuk keputusan disiplin atau gaji.

Biasa dapat dengan mudah berakar dalam diri pelanggan, bawahan, rekan

kerja, seperti juga dalam diri seorang atasan, dan kurangnya akuntabilitas

mereka dapat mempengaruhi penilaian.

g. Unsur – unsur yang dinilai dalam penilaian pelaksanaan pekerjaan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979, unsur-unsur

yang dinilai dalam penilaian pelaksanaan pekerjaan yaitu :

1. Tanggung jawab

Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang pegawai menyelasaikan

pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknyadan tepat

waktunya serta berani memikul resiko atas keputusan yang diambilnya serta

berani memikul resiko atas keputusan yang di ambilnya atau tindakan yang

dilakukaannya. Penilai menilai kesediaan pegawai dalam mempertanggung


jawabkan kebijakasanaannya pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan

prasarana yang dipergunakan, seta perilaku kerjanya.

2. Kerjasama

Kerjasama adalah kemampuan seseorang pegawai untuk bekerja

bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang

telah ditentukan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-

besarnya.

3. Kejujuran

Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya

memenuhi perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain

seperti kepada para bawahannya Kejujuran adalah ketulusan hati seorang

pegawai dalam melaksanakan tugas dan kemapuan untuk tidak

menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya

4. Ketaatan/Kedisiplinan

Ketaatan adalah kesanggupan seorang pegawai untuk menaati segala

peraturan perundang-undangan yang berlaku, menaati perintah kedinasan

yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak

melanggar larangan yang ditentukan.

5. Kesetiaan/Loyalitas

Penilai mengukur kesetiaan, ketaatan dan pengabdian pegawai kepada

Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, Pemerintah, Dan Organisasi.

Pada Umumnya yang dimaksud dengan kesetiaan adalah tekad dan

kesanggupan mentaati,   melaksanakan,   mengamalkan   sesuatu   yang  


ditaati   dengan  penuh kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan

kesanggupan itu harus dibuktikan dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari

serta dalam perbuatan dalam melaksanakan tugas. Pada umumnya yang

dimaksud dengan pengabdian adalah penyumbangan pikiran dan tenaga

secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan

golongan atau pribad. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara,

Abdi Negara, dan abdi Masyarakat, wajib setia, taat, dan mengabdi

sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan

Pemerintah. Pada umumnya kesetiaan,ketaatan, pengabdian timbul dari

pengetahuan dan pemahaman yang mendalam, oleh sebab itu Pegawai Negeri

Sipil wajib mampelajari, memahami, ,melaksanakan, mengamalkan

Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Haluan Negara, Politik,

kebijaksanaan, dan rencana- rencana pemerintah.

6. Prestasi KerjaPrestasi Kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada

umumnya, prestasi kerja seorang pegawai dipengaruhi oleh kecakapan,

ketrampilan, pengalaman, dan kesungguhan pegawai yang bersangkutan

dalam melaksanakan pekerjaannya.Penilai menilai hasil kerja baik kualitas

maupun kuantitas yang dapat dihasilkan pegawai tersebut dari uraian

pekerjaannya.

7. Prakarsa Prakarsa adalah kemampuan seorang pegawai untuk mengambil

keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang


diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari

atasan.

8. KepemimpinanKepemimpinan adalah kemampuan seorang pegawai untuk

meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk

melaksanakan tugas pokok. Penilai menilai kemampuan untuk memimpin,

berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat

memotivasi orang lain atau bawahannyauntuk bekerja secara efektif.

Penilaian unsur kepemimpinan dalam lingkungan Pegawai Negeri Sipil hanya

dikenakan bagi pegawai yang berpangkat Pengatur Muda golongan II/a keatas

yang memangku suatu jabatan.

9. Pejabat Penilai Pejabat Penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil

yang dinilai. Seorang pejabat penilai dapat memberikan penilaian apabila

telah membawahi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-

kurangnya 6 (enam) bulan. Ketentuan  ini adalah untuk memberikan

kesempatan kepada pejabat penilai, sehingga dengan demikian diharapkan

adanya obyektifitas didalam memberikan penilaian. Khusus bagi calon

Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat sebagai Pegawai Negeri  Sipil,

penilaian pelaksanaan pekerjaan dilakukan setelah ia sekurang-kurangya 1

(satu) tahun menjadi calon Pegawai Negeri Sipil terhitung ia secara aktif

melaksanakan tugasnya (Surat Pernyataan Melaksanakan Tuganya/SPMT).

10. NilaiPemberian nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, harus

berpedoman kepada lampiran nilai dalam sebutan Daftar Penilaian

Pelakksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang dibuat dan telah ditanda
tangani oleh Pejabat Penilai diberikan secara langsung kepada Pegawai

Negeri Sipil yang dinilai oleh Pejabat Penilai.

11. Sifat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat rahasia oleh

sebab itu Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut harus disimpan

dengan baik dan dipelihara dengan baik pula. Daftar Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan hanya dapat diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,

Pejabat Penilai, Atasan Pejabat Penilai, atasan dari Atasan Pejabat Nilai

(sampai yang tertinggi) dan atau pejabat lain yang karena tugas jabatannya

mengharuskan ia mengetahui Daftar Penilain Pelaksanaan Pekerjaan.

12. PenggunaanDaftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai bahan

dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil, anatara lain dalam

mempertimbangkan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, dan lain-lain.

Nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam penetapan suatu mutasi kepegawaian dalam tahun

berikutnya, kecuali ada perbuatan tercela dan Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan yang dapat mengurangi atau meniadakan nilai tersebut.

h. Tata cara penilaian pelaksanaan pekerjaan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 Tata cara Penilaian

Pelaksanaan Pekerjaan adalah sebagai berikut :

1. Pemberian Nilai (Penilaian)

Seorang pejabat penilai (atasan langsung pegawai yang dinilai) wajib

melakukan penilaian terhadap pegawai yang berada langsung dibawahnya jika

atasan tersebut telah membawahi pegawai yang dinilai sekurang-kurangnya 6


(enam) bulan lamanya. Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan sebutan angka

sebagai berikut :

- amat   baik = 91 -100

- baik = 76 – 90

- cukup = 61 – 75

- sedang = 51- 60

- bkurang = 50 kebawah

Seorang pejabat penilai harus menilai bawahannya secara objektif

berdasarkan  atas apa yang telah sebenarnya dilakukan oleh pegawai bawahannya

dalam melaksanakan tugas.

Berdasarkan kategori nilai-nilai tersebut, maka seorang Pegawai Negeri

Sipil harus mendapatkan nilai yang tidak boleh masuk dalam kategori ”kurang”

dalam pengurusan administrasi kepegawaian misalnya kenaikan pangkat,

golongan dan sebagainya. Karena jika nilai pegawai masuk dalam kategori

kurang, maka proses- proses administratif berupa kenaikan pangkat atau golongan

yang berhubungan dengan pegawai tersebut lebih dipertimbangkan lagi atau

ditunda. Dan bagi pegawai tersebut diperlukan pembinaan.

2. Pedoman Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

Pertimbangan nilai serta pemberian nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan

Pekerjaan harus berpedoman kepada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1979.

3. Penyampaian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan


Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang dibuat dan ditandatangani

oleh Pejabat Penilai diberikan secara langsung kepada Pegawai Negeri Sipil yang

dinilai oleh Pejabat Penilai. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai menyetujui

atas penilaian terhadap dirinya sebagaimana tertuang dalam Daftar Penilaian

Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia  harus membubuhi tanda tangannya pada   tempat

yang telah disediakan dan sesudah itu mengembalikan Daftar Penilaian

Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kpada Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 hari

terhitung mulai ia menerima Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.

4. Pengajuan Keberatan

Pegawai Negeri Sipil yang dinilai yang merasa keberatan atas nilai

sebagaimana tertuang dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, baik secara

keseluruhan maupun sebagian, dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai

dengan alasan-alasannya kepada atasan pejabat penilai melalui hierarki. Pejabat

penilai, setelah menerima keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai

membuat tanggapan secara tertulis atas keberatan yang diajukan oleh Pegawai

Negeri Sipil yang dinilai. Kemudian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

tersebut ditanda tangani secara sah oleh Pejabat Penilai dan Pegawai Negeri Sipil

yang dinilai.

5. Penggunaan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan digunakan sebagai bahan yang

objektif dalam melaksanakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain dalam

mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, kenaikan gaji

berkala, dan lain-lain.


i. Pendekatan dalam evaluasi kinerja

1. Pendekatan pencapaian tujuan

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling umum digunakan

dalam menilai kinerja organisasi, dimana output dan atau hasil yang ada/dicapai

dibandingkan dengan hasil sebelumnya dan rencana/target yang telah ditetapkan.

Dengan kriteria ini kinerja organisasi ditentukan dengan seberapa jauh

pencapaian tujuan organisasi.

Untuk bisa menggunakan pendekatan ini, ada beberapa hal yang harus

dipenuhi, antara lain :

1. Organisasi mempunyai tujuan akhir yang jelas, yang tercermin dari visi

dan misi yang dimiliki

2. Tujuan-tujuan tersebut diidentifikasi dan ditetapkan dengan baik agar

dapat dimengerti

3. Tujuan-tujuan tersebut sedikit saja agar mudah dikelola

4. Ada konsensus untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

5. Kemajuan kearah pencapaian tujuan tersebut dapat diukur.

2. Pendekatan Sistem/Proses Internal

Organisasi yang berkinerja tinggi harus memiliki proses internal “yang

sehat”. Organisasi memiliki proses internal yang sehat jika arus informasi berjalan

baik, pegawai mempunyai loyalitas, komitmen, kepuasan kerja dan saling

percaya. Kriteria yang lain adalah minimalnya konflik yang tidak perlu terjadi

serta tidak ada manuver politik yang merusak dari para anggota. Selain itu,

pendekatan ini lebih menekankan kriteria yang akan meningkatkan kelangsungan


hidup jangka panjang dari organisasi, seperti memperoleh sumber daya,

mempertahankan dirinya secara internal dan berintegrasi dengan lingkungan

eksternalnya. Tujuan akhir tidak diabaikan, tetapi hanya dipandang sebagai satu

elemen di dalam kumpulan kriteria yang lebih kompleks. Pendekatan ini lebih

menekankan pada cara untuk mencapai tujuan. Hal-hal tersebut di atas

didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :

 Organisasi terdiri dari sub-sub bagian yang saling berhubungan, dimana jika

salah satu bagian mempunyai kinerja yang jelek akan berpengaruh terhadap

keseluruhan organisasi.

 Interaksi yang berhasil dengan lingkungan, sehingga manajemen tidak boleh

gagal dalam mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan, serikat

pekerja, dan lainnya.

 Kelangsungan hidup membutuhkan sumber daya, oleh karena itu harus

dilakukan penggantian terus menerus terhadap bahan baku, lowongan/

kekurangan pegawai diisi, perubahan pelanggan diantisipasi dan sebagainya.

Pendekatan sistem ini akan sangat berguna jika ada hubungan yang jelas

antara masukan (input) dan keluaran (out-put) dan sebaliknya ada beberapa

kendala karena kesulitan mengembangkan alat ukur, misalnya untuk melihat

kejelasan komunikasi intern.

3. Pendekatan Kepuasan Konstituen Strategis

Organisasi tergantung dan sekaligus mempengaruhi hidup orang-orang

atau pihak di luar organisasi. Oleh karena itu tingkat kepuasan tiap-tiap pihak

yang terlibat merupakan kriteria penting bagi kinerja organisasi. Dengan


pendekatan ini organisasi pemerintah dikatakan efektif dan atau berkinerja tinggi

jika dapat memenuhi tuntutan dari konstituen yang mendukung kelanjutan

eksistensi organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan konstituen disini adalah

orang atau sekelompok orang yang mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan

hidup organisasi, seperti penyedia sumber daya, pelanggan dan sebgainya.

Dan hal tersebut penting kiranya bagi organisasi mempunyai kemampuan

untuk mengidentifikasi konstituennya yang penting. Organisasi mampu menilai

pola preferensi konstituen tersebut dan mampu memenuhi tuntutannya serta pada

akhirnya organisasi harus mengejar sejumlah tujuan yang dipilih sebagai respon

terhadap kelompok-kelompok kepentingan.

Pendekatan ini akan sangat berguna ketika konstituen mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap organisasi. Seperti yang terjadi sekarang ini dimana

masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat begitu

kuat tuntutannya kepada pemerintah (baca: organisasi pemerintah) untuk bisa

memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Karena adanya tuntutan tersebut

organisasi pemerintah diharapkan menanggapi dan memenuhi tuntutan konstituen

tersebut.

Ada beberapa kesulitan yang mungkin akan dihadapi ketika menggunakan

pendekatan ini. Penentuan konstituen strategis pada lingkungan yang besar pada

prakteknya sangat sulit, karena lingkungan berubah dengan cepat. Hal lain adalah

pada masing-masing bagian/unit organisasi bisa saja mempunyai konstituen

strategis yang berbeda. Dengan kondisi ini dengan sendirinya organisasi akan

kesulitan menetapkan konstituen mana yang harus dipenuhi tuntutannya.


4. Pendekatan Faktor Bersaing

Pada pendekatan ini seluruh variabel yang mempengaruhi efektivitas

organisasi diidentifikasi, kemudian menentukan bagaimana variabelvariabel

tersebut saling berhubungan. Hal ini dilakukan karena menurut pendekatan ini,

tidak ada pendekatan/kriteria yang paling baik untuk menilai kinerja organisasi.

Tidak ada tujuan tunggal yang dapat disetujui semua orang dan tidak ada

konsensus yang menetapkan tujuan mana yang harus didahulukan. Oleh karena itu

berbagai pendekatan tersebut dikonsolidasikan/dikombinasikan sehingga

membentuk kumpulan dasar nilai bersaing.

Dari kombinasi yang dilakukan didapat tiga kumpulan dasar nilai bersaing

sebagai berikut :

1. Fleksibilitas versus kontrol. Dalam tiap organisasi dibutuhkan adanya

fleksibilitas dan sekaligus kontrol yang merupakan dimensi yang saling

berlawanan. Fleksibilitas menghargai inovasi, penyesuaian dan perubahan

mengikuti perubahan dalam lingkungan, sedangkan kontrol lebih

menyukai stabilitas, ketentraman dan kemungkinan prediksi.

2. Kepentingan manusia versus kepentingan organisasi. Dalam tiap

organisasi dimana didalamnya terdiri dari manusia, akan selalu ada

persaingan dimana manusia (sebagai individu/kelompok kecil individu)

mempunyai kepentingan yang terkadang berbenturan dengan kepentingan

organisasi. Dari hal ter sebut ter jadi persaingan apakah penekanan lebih

terhadap kebutuhan dan kesejahteraan manusia atau pengembangan dan

produktivitas organisasi.
3. Cara/proses versus tujuan/hasil. Kondisi ideal dari tiap organisasi adalah

cara/proses berjalan dengan baik dalam arti sinergi dari tiap orang/unit

berjalan baik sehingga tujuan organisasi tercapai dengan baik.

Namun demikian ada kalanya kondisi ideal tersebut tidak terwujud

sehingga organisasi perlu menentukan sikap, apakah memberi penekanan lebih

terhadap cara/proses internal (jangka panjang) atau penekanan terhadap tujuan

akhir (yang penting tujuan tercapai) dan jangka pendek.

j. lndikator dan Metode Evaluasi Kinerja Organisasi

1. Common Assessment Framework (CAF)

CAF merupakan alat untuk mengukur organisasi (self assessment) di

sektor publik. CAF dikembangkan oleh Directors-General of Public

Administration dari negara anggota Uni Eropa untuk mendukung pengenalan

ide dan prinsip-prinsip total quality management (TQM) di bidang sektor

publik di Uni Eropa dan sekitarnya.

CAF terdiri dari 9 kriteria evaluasi yang secara bersama-sama membentuk

sebuah framework yang logis dan menyeluruh, dan memungkinkan untuk

dilakukannya pengukuran pada kegiatan dan tindakan yang relevan, dan kinerja

dari organisasi sektor publik. Empat kriteria digunakan untuk mengukur kinerja

enabler (apa yang dilakukan organisasi untuk mencapai hasil yang ekselen).

Kemudian, lima kriteria digunakan untuk mengukur results (hasil-hasil yang

dicapai organisasi).

Kriteria yang masuk dalam kategori Enabler adalah :


- Kriteria 1: Kepemimpinan, yaitu bagaimana pimpinan dan manajer

mengembangkan dan memfasilitasi pencapaian misi dan visi dari

organisasi publik.

- Kriteria 2: Kebijakan dan Strategi, yaitu bagaimana organisasi menerapkan

misi dan visinya melalui strategi yang berfokus pada stakeholder yang

jelas, didukung oleh kebijakan, tujuan yang telah direncanakan, target dan

proses-proses yang relevan.

- Kriteria 3: Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu bagaimana organisasi

mengelola, mengembangkan dan menyebarkan pengetahuan dan potensi

orang-orangnya secara maksimal pada tingkat individu, kelompok,

maupun organisasi.

- Kriteria 4: Sumber-sumber dan Kemitraan Eksternal, yaitu bagaimana

organisasi merencanakan dan mengelola kemitraan eksternal dan sumber-

sumber internalnya untuk mendukung kebijakan dan strateginya, dan

proses operasinya yang efektif. Kriteria yang masuk dalam kategori

Results adalah:

- Kriteria 5: Manajemen Proses dan Perubahan, yaitu bagaimana organisasi

mendisain, mengelola dan meningkatkan prosesnya untuk mendukung

kebijakan dan strateginya, dan secara penuh memuaskan para pengguna

jasa dan stakeholder-nya.

- Kriteria 6: Hasil-hasil yang berorientasi pada pengguna jasa/masyarakat,

yaitu hasil apa yang dicapai organisasi dalam usahanya untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan para pengguna jasa dan masyarakat dengan hasil-

hasil (out–comes) external-nya.

- Kriteria 7: Hasil-hasil Manusia (Pegawai), yaitu hasil-hasil yang dicapai

organisasi dalam kaitannya dengan kepuasan para pegawainyKriteria 8:

Dampak pada masyarakat, yaitu apa yang dicapai organisasi dalam

memuaskan kebutuhan dan harapan dari masyarakat pada tingkat lokal,

nasional, dan internasional (sesuai dengan cakupan organisasi).

- Kriteria 8 : Hasil-hasil Kinerja Kunci, yaitu apa yang dicapai organisasi

dalam hubungannya dengan mandat dan tujuan-tujuan khususnya dan

dalam memuaskan kebutuhan dan harapan dari setiap orang.

2. Baldrige National Quality Program (BNQP)

BNQP adalah sebuah program yang dilaksanakan oleh National

Institute of Standards and Technology (NIST), sebuah lembaga federal

dibawah Commerce Department’s Technology Administration. Program

ini ditujukan untuk meningkatkan tingkat kompetisi, kualitas, produktifitas

dan kinerja organisasi-organisasi di Amerika Serikat. Adapun kriteria-

kriteria yang dievaluasi melalui metode ini dibangun berdasarkan

seperangkat nilai dan konsep yang saling berhubungan sebagai berikut :

- Visionary leadership, yaitu seorang pemimpin harus menyusun arah,

sistim nilai yang jelas serta pengharapan yang tinggi bagi

organisasinya. Arah, sistim nilai dan pengharapan harus seimbang

terhadap keseluruhan kebutuhan stakeholder. Selain itu pemimpin

harus bisa juga menjamin bahwa pada penyusunan strategi, sistem dan
metode menunjang pencapaian hasil yang terbaik, mendorong inovasi

serta membangun pengetahuan dan kemampuan pegawai.

- Customer-driven excellence, yaitu sebuah konsep strategis dalam

menghadapi keinginan customer serta pasar. Kualitas dan kinerja

dinilai oleh customer organisasi. Oleh karena itu prinsip ini

mempunyai dua komponen, yang pertama kemampuan memahami

kemauan customer saat ini dan kedua, antisipasi terhadap kemauan

customer dimasa depan serta perkembangan pasar.

- Organizational and personal learning, yaitu dalam pencapaian level

tertinggi dari kinerja organisasi dibutuhkan organizational and

personal learning agar dapat mengikuti perubahan-perubahan yang

terjadi di dalam organisasi.

- Valuing employees and partners, yaitu peduli pada peningkatan

pengetahuan, keahlian, kreativitas dan motivasi para pegawai dan

relasi kerja.

- Ability yaitu sebuah kemampuan untuk perubahan yang cepat dan

fleksibilitas.

- Focus on the future  yaitu orientasi yang kuat akan masa depan dan

kemauan membentuk komitmen jangka panjang dengan

stakeholder.  Perencanaan organisasi harus mempertimbangkan

banyak faktor seperti harapan customer, peluang bisnis yang baru,

globalisasi, perkembangan teknologi dan sebagainya.


- Managing for innovation. Dengan prinsip ini inovasi adalah

melakukan perubahan yang berarti untuk meningkatkan kualitas

produk, servis dan proses yang memberi nilai tambah baru bagi

seluruh stakeholder. Inovasi harus mampu membimbing organisasi

menuju pada tingkat lain dari kinerja yang telah dicapai.

- Management by fact, yaitu ketergantungan organisasi pada

pengukuran  dan analisis kinerja. Dengan analisa data dari hasil

pengukuran kinerja dilakukan evaluasi dan perubahan untuk

mendukung pencapaian tujuan.

- Public responsibility and citizenship, yaitu penekanan tanggungjawab

organisasi pada publik terkait dengan kesehatan dan keselamatan

publik dan keselamatan lingkungan serta kemauan bertindak sebagai

warga yang baik dengan mengutamakan tujuan-tujuan penting

dimasyarakat seperti peningkatan pendidikan misalnya.

- Focus on results and creating value yaitu pengukuran kinerja

organisasi harus fokus pada pencapaian hasil. Pencapaian hasil

digunakan sebagai penciptaan nilai tambah dan nilai penyeimbang

antar stakeholder. Dengan menciptakan nilai tambah bagi para

stakeholder, organisasi membangun loyalitas dan berkontribusi pada

lingkungannya.

- System perspective yaitu melihat organisasi sebagai suatu keseluruhan

dari semua unsur-unsur yang ada untuk mencapai sukses yang

diidamkan.
Bila dikaitkan dengan organisasi berkinerja tinggi, sebagaimana

dikemukakan oleh Mark G. Popovich (1998), terdapat 8 karakteristik

organisasi berkinerja tinggi diantaranya adalah :

 Mempunyai misi yang jela

 Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada pencapaian

keberhasilan tersebut.

 Memberdayakan para pegawainya.

 Memotivasi individu-individu dalam organisasi untuk meraih sukses.

 Bersifat fleksibel dan selalu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi

yang baru.

 Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja

 Selalu menyempurnakan prosedur kerja demi untuk memenuhi

kebutuhan pelanggan atau masyarakat.

 Selalu berkomunikasi dengan stakeholders (pihak terkait dengan

kinerja organisasi)

 Cara mengevaluasi kinerja organisasi

1. Visi dan misi, yang diukur dari tingkat pencapaiannya

2. Pemberdayaan pegawai, yang diukur yaitu sampai sejauh mana

pegawai diberdayakan dalam rangka proses pencapaian visi dan

misi, motivasi dilakukan terhadap individu-individu di dalam

organisasi.
3. Fleksibel dan menyesuaikan dengan kondisi yang baru, yang

diukur yaitu sejauhmana organisasi menyesuaikan dengan

perubahan dan sejauhmana pula learning organization/penciptaan

iklim belajar terus menerus dilakukan.

4. Selalu berkomunikasi dengan stakeholders/pihak terkait dengan

kinerja organisasi (customer-driven excellence), yang diukur

adalah sejauh mana organisasi/individu organisasi dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat/ pelanggan.

5. Menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada

pencapaian keberhasilan tersebut (focus on results and creating

value), yang diukur adalah sampai sejauh mana pengukuran

kinerja dilakukan dalam mencapai visi dan misi.

6. Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja, yang diukur adalah

sejauh mana pemupukan semangat berusaha dilakukan,

ketangguhan pegawai menghadapi masalah dan semangat

pegawai yang senantiasa berusaha dan tidak mudah menyerah.

2.13 EVALUASI PROGRAM

1. Pengertian evaluasi program

Dalam KKBI program adalah rencana. Menurut Suharsimi

Arikunto ( 1993: 297 ) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan

seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan


untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang

direncanakan.

Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan

Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah proses

untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan.

Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang

dikutip oleh

Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 5),

evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan

kepada pengambil keputusan.

2. Tujuan evaluasi program

Evaluasi program bertujuan untuk mengetahui pencapaian tujuan

program yang telah dilaksanakan. Selanjutnya, hasil evaluasi program

digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan tindak lanjut atau

untuk melakukan pengambilan keputusan berikutnya. Evaluasi sama

artinya dengan kegiatan supervisi. Kegiatan evaluasi/supervisi

dimaksudkan untuk mengambil keputusan atau melakukan tindak lanjut

dari program yang telah dilaksanakan.

3. Manfaat evaluasi program

a. Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut

tidak ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana sebagaimana

diharapkan.
b. Merevisi program, karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai

dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit).

c. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan

bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan

memberikan hasil yang bermanfaat.

d. Menyebarluaskan program (melaksanakan program di tempat-tempat

lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena program

tersebut berhasil dengan balk maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di

tempat dan waktu yang lain.

4. Evaluator dan kriteria dalam evaluasi program

Evaluator program adalah orang yang melakukan kegiatan evaluasi dalam

suatu program, evaluator harus orang-orang yang memiliki kompetensi yang

mumpuni, di antaranya mampu melaksanakan, cermat, objektif, sabar dan tekun,

serta hati-hati dan bertanggung jawab. Evaluator dapat berasal dari kalangan

internal (evaluator dan pelaksana program) dan kalangana eksternal (orang di luar

pelaksana program tetapi orang yang terkait dengan kebijakan dan implementasi

program).

Kriteria diartikan sebagai patokan yang digunakan sebagai ukuran atau

tolok ukur. Dalam evaluasi program, kriteria digunakan untuk mengukur

ketercapaian suatu program berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.

Dalam melaksanakan evaluasi suatu program seorang evaluator bekerja

berdasarkan criteria yang sudah ditentukan sebelumnya dalam melakukan sebuah

evaluasi. Kriteria diartikan sebagai patokan yang digunakan sebagai ukuran atau
tolok ukur. Dalam evaluasi program, kriteria digunakan untuk mengukur

ketercapaian suatu program berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.

Kriteria disusun sebagai pedoman evaluator dalam melaksakan evaluasi

program. Tujuan disusunnya criteria agar evaluator menjadi lebih mantap karena

ada patokan, dapat digunakan sebagai bukti pertanggungjawaban dari hasil

evaluasi, untuk menghindari subjektivitas evaluator, dan hasil evaluasi sama

walaupun evaluator berbeda.

Penyusun kriteria adalah calon-calon evaluator. Hal ini mengingat

merekalah orang-orang yang memahami tentang program yang akan dievaluasi.

Dasar penyusunan kriteria adalah, peraturan atau ketetentuan yang

melatarbelakangi dikeluarkannya program, pedoman pelaksanaan program,

dokumen dan sumber-sumber ilmiah yang umum digunakan, hasil penelitian yang

relevan, petunjuk atau pertimbangan ahli evaluasi, tim evaluator, evaluator sendiri

dengan menggunakan daya nalar dan kemampuan yang dimilikinya.

Wujud kriteria berupa tingkatan atau gradasi kondisi sesuatu yang dapat

ditransfer menjadi nilai. Wujud kriteria berupa kriteria kuantitatif (angka-angka)

dan kriteria kualitatif (menghitung jumlah indikator yang telah tercapai). Kriteria

kuantitatif dibedakan menjadi dua, yaitu :

- Tanpa pertimbangan, yaitu membagi rentangan (mis. 10-100) dalam kategaori

secara sama.

- Banyaknya rentangan dalam tiap kategori tidak sama karena petimbangan

tertentu.

a. Kriteria kualitatif dibedakan menjadi dua, yaitu :


- Kriteria kualitatif tanpa pertimbangan, yaitu menghitung jumlah indikator

yang telah memenuhi persyaratan.

- Kriteria kualitatif dengan pertimbangan, yaitu dengan cara menghitung

indikator yang telah memenuhi persyaratan dengan mempertimbangkan skala

prioritas atau pembobotan.

5. Model dan rancangan evaluasi program

Kaufan dan Thomas dalam Suharsimi membedakan model evluasi

program menjadi delapan, yaitu :

a. Goal Oriented Eavaluation Model

Objek pengamatan model ini adalah tujuan dari program. Evaluasi dilaksanakan

berkesinambungan, terus-menerus untuk mengetahui ketercapaian pelaksanaan

program.

b. Goal Free Eavaluation Model

Dalam melaksanakan evaluasi tidak memperhatikan tujuan khusus program,

melainkan bagaimana terlaksananya program dan mencatat hal-hal yang positif

maupun negatif.

c. Formatif Summatif Evaluation Model

Model evaluasi ini dilaksanakan ketika program masih berjalan (evaluasi

formatif) dan ketika program sudah selesai (evaluasi sumatif).

d. Countenance Evaluation Model

Model ini juga disebut model evaluasi pertimbangan. Maksudnya evaluator

mempertimbangkan program dengan memperbandingkan kondisi hasil evaluasi


program dengan yang terjadi di program lain, dengan objek ssaran yang sama

dan membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang

ditentukan oleh program tersebut.

e. Responsif Evaluation Model

Model Evaluasi Responsif Evaluasi adalah untuk memberikan layanan kepada

klien, membuat pernyataan komprehensif tentang program apa yang menjadi dan

tentang kepuasan dan ketidakpuasan yang tepat memilih orang-orang rasakan

terhadap program.

f. SSE-UCLA Evaluation Model

Model ini meliputi empat tahap, yaitu :

1) Needs assessment, memusatkan pada penentuan masalah hal-hal yang perlu

dipetimbangkan dalam program, kebutuhan uang dibutuhkan oleh program,

dan tujuan yang dapat dicapai.

2) Program planning, perencanaan program dievaluasi untuk mengetahui

program disusun sesuai analisis kebutuhan atau tidak.

3) Formative evaluation, evaluasi dilakukan pada saat program berjalan.

4) Summative program, evaluasi untuk mengetahui hasil dan dampak dari

program serta untuk mengetahui ketercapaian program.

g. CIPP Evaluation Model (Context Input Process Product)

CIPP berorientasi perbaikan Context: lingkungan di mana program

berlangsung (termasuk kondisi institusional, target populasi dan . kebutuhan,

kesempatan dan masalah yang mendasari kebutuhan. Input: kemampuan sistem

(internal dan eksternal sumber daya, strategi dan prosedur alternatif desain)
Process: pelaksanaan (identifikasi, memprediksi dan pemantauan untuk potensi

masalah, merekam dan menilai acara acara dan kegiatan) Products: menafsirkan

nilai dan manfaat dari hasil (deskripsi dan penilaian dari hasil.

1) Evaluasi Konteks adalah evaluasi terhadap kebutuhan, tujuan pernenuhan dan

karakteristik individu yang menangani. Seorang evaluator harus sanggup

menentukan prioritas kebutuhan dan memilih tujuan yang paling menunjang

kesuksesan program.

2) Evaluasi masukan mempertimbangkan kemampuan awal atau kondisi awal

yang dimiliki oleh institusi untuk melaksanakan sebuah program.

3) Evaluasi proses diarahkan pada sejauh mana program dilakukan dan sudah

terlaksana sesuai dengan rencana.

4) Evaluasi Hasil Ini merupakan tahap akhir evaluasi dan akan diketahui

ketercapaian tujuan, kesesuaian proses dengan pencapaian tujuan, dan

ketepatan tindakan yang diberikan, dan dampak dari program.

h. Discrepancy Model

Model ini ditekankan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi pada

setiap komponen program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk

mengetahui tingkat kesesuaian antara standar yang sudah ditentukan dalam

program dengan penampilan aktual dari program tersebut.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan yang kami angkat mengenai ”Pengendalian dan

Evaluasi” dapat disimpulkan dalam beberapa hal sebagai berikut :

Menurut Anthony Dearden Bedford mendefinisikan pengendalian sebagai

berikut:”Pengendalian merupakan usaha sistematis dalam suatu perusahaan

untuk mencapai tujuan dengan membandingkan prestasi kerja dengan rencana

kerja dimana kegiatan harus terus menerus di awasi, jika manajemen ingin

tetap berada dalam batas-batas ketentuan yang telah ditetapkan lalu di

bandingkan dengan rencana dan apabila terdapat perbedaan besar dapat

diambil tindakan atau langkah perbaikan”. (2002:4)

Dalam pengendalian di atur dengan asas-asas pengendalian untuk

mengetahui batasan dan aturan yang ada di pengendalian ,di dalam pengendalian

terdapat fungsi pengendalian, tujuan pengendalia, jenis pengendalian, proses dan

cara pengendalian, sifat dan waktu pengendalian, dan pengendalian yang efektif.

Semua aspek itu ditujukan untuk mendapatkan suatu tujuan pengendalian yang

terarah menurut tujuan yang telah di tentukan.

Menurut Suharsimi Arikunto (2004:1) Evaluasi adalah kegiatan untuk

mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi

tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil

keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-
informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan

yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

Dalam evaluasi terdapat fungsi dan tujuan, modal dan pendekatan, manfaat

evaluasi, evaluasi kinerja, serta evaluasi program ,dan semua elemen yang ada di

evaluasi itu membantu kinerja dalam melakukan evaluasi agar tidak menyimpang

dari ketentuan yang ada.

Pengendalian dan Evaluasi dalam suatu Organisasi/Perusahaan yaitu upaya

untuk membatu kinerja suatu perusahaan dalam menjalankan tugasnya agar sesuai

dengan tujuan yang telah di tentukan sebelumnya..


DAFTAR PUSTAKA

Simbolon, Maringan Masry. 2004. Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen.

Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta.

Silalahi, Ulbert. 2005. Studi Tentang Ilmu Administrasi: Konsep, Teori dan

Dimensi. Cetakan Keenam. Sinar Baru Algensindo: Bandung.

Siagian, Sondang P. 2005. Fungsi-fungsi Manajerial, Edisi Revisi. PT. Bumi

Aksara: Jakarta.

Sule, Trisnawati Ernie dan Saefullah, Kurniawan. 2005. Pengantar Manajemen.

Kencana: Jakarta.

Sudarsono dan Edilius. 2002. Manajemen Koperasi Indonesia. Rineka Cipta:

Jakarta.

Malayu S.P. Hasibuan. 2009. Pengerttian dan Masalah Manajemen Dasar. Bumi

Aksara: 2009.

Husaini, Usman. 2008. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Bumi

Aksara: Jakarta.

Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Evaluasi Kinerja. Refika Aditama: Bandung.

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga FEUI:

Jakarta.

Soeprihanto, Jhon, Drs, M.I.M. 1988. Penilaian Kinerja dan Pengembangan

Karyawan. BPEE: Yogyakarta

Hasibuan, Malayu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi

Aksara:Jakarta.

Rivai, Veithzal. 2005. Performance Apprasial.PT Raja Grafindo: Jakarta.


Mathis R L dan Jackson J.H, 2006 Manajemen Sumber daya manusia.Selemba

empat, Edisi Kesepuluh: Jakarta.

Handoko, Hani,1994 Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia,

BPEE:Yogyakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan


pekerjaan Pegawai Negeri Sipil.

http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-penilaian-kinerja-pegawai.html

https://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/evaluasi-kinerja/

https://muttaqinhasyim.wordpress.com/2012/02/24/tujuan-dan-pengertian-

evaluasipenilaian-kinerja/

http://sinikesini.blogspot.co.id/2011/01/controlling.html

https://roniarsel.wordpress.com/2010/06/25/pengendalian-yang-efektif/

Anda mungkin juga menyukai